Part #4 : Petualangan Sexs Liar Ku
Icha mencoba mendorong dadaku. Namun dia kembali gagal karena aku masih terlalu kuat untuknya. Alhasil Icha hanya meremas kerah bajuku.
Bibirnya masih terkatup rapat. Aku coba masukkan lidahku ke dalam mulutnya, namun giginya menahan lidahku.
Aku remas buah dadanya lebih keras, aku pilin-pilin putingnya yang dahulu kecil berwarna pink, sekarang berubah menjadi agak besar dan berwarna kecoklatan.
“Acghhh…!!!” pekik Icha merasakan payudaranya kuremas.
Hal itu membuat gigi yang sedari tadi mengatup rapat menjadi terbuka. Kesempatan itu aku gunakan untuk memasukkan lidahku ke dalam mulutnya.
“Emmppphhh….!!!”
Aku jelajahi mulut Icha dengan menggunakan lidahku. Aku jilat seluruh bagian dari mulai bibir, gigi, lidah, hingga langit-langit mulutnya.
Icha masih terdiam namun sudah tidak melawan bahkan menolak karena sadar kekuatannya bukan apa-apa dibandingkan denganku.
Aku masih terus menyerang mulutnya. Beberapa saat kemudian Icha secara sadar atau tidak mulai menggerakkan lidahnya mengimbangi lidahku.
Kemudian aku lingkarkan tanganku yang sebelah kiri ke arah pinggangnya lalu aku tarik hingga menyentuh tubuhku.
Secara otomatis kedua tangan Icha ia letakkan di dadaku berusaha menjaga agar dadanya tidak bersentuhan dengan dadaku.
Icha sudah tidak mengindahkan tanganku yang sedang meremas payudaranya.
Setelah itu aku berusaha menarik lidahku dari dalam mulutnya, namun sebelum keluar Icha menahan lidahku dengan menggunakan giginya.
Aku tahan lidahku di sana agar tidak terluka karena terkena gigitannya. Tiba-tiba Icha memajukan bibirnya lalu menyedot lidahku untuk masuk kembali ke mulutnya.
Akhirnya kami saling memagut bibir. Sepertinya Icha mulai bisa menerima perlakuanku itu. Tetapi aku tidak bisa lengah begitu saja. Bisa saja itu hanya siasat dia agar aku mengendurkan pelukanku.
Kemudian aku lepaskan tangan kananku yang berada di payudara kanannya, lalu ku singkap hijabnya yang sebelah kanan ke atas.
Tanpa diduga Icha justru menyingkapkan buah dadanya yang sebelah kanan sehingga terpampanglah kedua payudaranya di depan mataku.
Tak ku sia-siakan kesempatan yang diberikan olehnya itu, aku langsung genggam payudara sebelah kanannya dengan tangan kiriku yang meninggalkan pinggulnya.
Aku remas-remas kedua payudaranya dengan tanganku. Kedua tangan Icha ia letakkan di pergelangan tanganku dan menggengamnya.
Aku lepaskan pagutanku di mulutnya. Sejenak aku tatap matanya. Wajahnya memerah, bibirnya merekah dan mengkilap terkena air liurku, matanya sayu. Namun Icha masih terdiam belum berkata apapun.
Ku turunkan kepalaku ke arah payudaranya. Mata Icha mengikuti gerakan kepalaku.
Langsung kupagut puting susunya sebelah kiri lalu kusedot.
“Ouhhh…!!!” desah Icha.
Seketika keluar suatu cairan yang sedikit manis dari arah putingnya. Akhirnya setelah hampir 18 tahun aku kembali merasakan yang namanya asi.
Icha tampak meremas-remas rambutku sembari menjambaknya. Rupanya meskipun penampilan dan tutur katanya sudah berubah namun sifat binal yang dimilikinya dahulu masih ada.
Dia tidak dapat menyembunyikannya saat berada di situasi seperti ini. Aku terus memainkan puting payudaranya hingga mengeras.
Aku lirik ke arah atas, Icha tampak meringis sambil menggigit bibir bawahnya. Terlihat air mata jatuh membasahi pipinya.
Kemudian aku lepaskan kulumanku di puting payudaranya, lalu aku kembali berdiri tegap. Kutatap matanya yang sedang menangis itu.
“Ran, jangan Ran, kumohon…hiksss…” ucap Icha sambil menggelengkan kepala.
Kembali ku peluk dia sembari mengelus kepalanya yang tertutup hijab.
“Pelan-pelan Cha, gue kangen banget sama lu.”
Lalu aku bawa dia ke tepi ranjang kemudian aku baringkan Icha tepat di samping anak kami yang sedang tertidur lelap.
“Jangan Ran, aku udah bersuami…!!! hiksss…”
Ucapannya melarangku untuk melakukan itu, namun tubuhnya masih terus mengikuti alur yang aku buat.
Aku sibakkan rok panjang yang ia pakai sampai ke pinggang. Aku sedikit terkejut mengetahui kalau Icha tidak mengenakan apapun di balik roknya sehingga menampakkan memeknya yang berwarna sedikit kecoklatan.
Bentuknya sangat berbeda dengan yang terakhir aku melihatnya. Bibir vaginanya menggelambir agak lebar. Mungkin karena melahirkan jadi bentuknya seperti ini.
Seperti memek bu Siti namun milik Icha masih lebih kencang. Tetapi aku tidak memperdulikannya. Aku justru sangat tertarik dengan memek seperti itu.
Aku dekatkan wajahku ke arah memeknya. Baunya wangi tidak seperti memek bu Siti yang bau pesing. Mungkin dia rajin untuk membersihkannya.
Tak menunggu waktu lama, aku kemudian memagut memek Icha hingga dia mendesis.
“Enghhh…jhangaan Rhann…!!!”
Tangan Icha menahan kepalaku namun sangat lemah. Aku sedot bibir memeknya lalu ku emut.
“Ahh…toloonngg…Rhann..bherrhenntiii…hikksss…hikksss…”
Aku sama sekali tidak memperdulikannya. Aku terus menjilat-jilat memeknya yang merekah itu.
Dari posisiku saat itu aku dapat melihat lubang memek Icha yang bulat kembang kempis dan mengeluarkan cairan. Aku tahu saat itu Icha sudah basah.
Namun hatinya masih belum sepenuhnya menerima. Ku sedot cairan itu seluruhnya hingga bersih tak bersisa.
“Ouhhh…Rhann…achhh…sssshhh…”
Icha mulai meremas dan menggenggam rambutku, lalu ia justru menarik kepalaku ke arah lubang surgawinya sehingga mulutku terbungkam.
Saat itu aku berpikir kalau Icha sudah mulai pasrah dan menerima perlakuanku padanya.
Aku kemudian membuka resleting celanaku dengan menggunakan satu tangan secara perlahan sembari mulutku dan tanganku yang satunya bergerak di selangkangan Icha.
Setelah berhasil terbuka, aku turunkan celanaku beserta cdnya hingga kontolku yang sudah tegang mencuat.
Lalu aku bangkit dan naik merangkak di atas tubuh Icha. Ku lihat wajahnya yang merah dan air matanya masih mengalir di pipinya.
Icha kemudian menahan dadaku menggunakan telapak tangannya.
“Hentikkann Ran, aku gak mau ngelakuin ini, aku bukan yang dulu lagi, tolonggg…!!!” mohonnya kepadaku.
Aku kemudian menyentuh pipinya seraya menghapus air matanya dengan menggunakan jempolku.
“Gue tau kalo lu juga pengin kan! jangan bohongi diri lu sendiri, gue masih inget waktu pertama kali kita ngentot, lu minta gue buat nyodok memek lu, lu bilang gue anjj**nk waktu gue nahan klimaks lu,” tegasku mengingatkan masa lalunya.
Lalu ku arahkan kontolku ke memeknya.
“Enggaakk, aku gak pernahhh begituuu, akuuu…se…”
Blesss…
“Enghhh…awwwhhh…!!!” pekik Icha menghentikan ucapannya saat merasakan penetrasi kontolku ke dalam memeknya.
Icha meringis sembari menggigit bibir bawahnya. Tangannya meremas kerah bajuku. Memeknya aku rasakan berkedut meremas kontolku.
Aku diamkan sejenak. Icha masih menangis sesunggukkan. Bibirnya bergetar.
Kemudian perlahan aku pompa memeknya. Ia lalu menutupi wajahnya dengan menggunakan kedua telapak tangan untuk menutupi rasa malu mengetahui dirinya yang berstatus istri orang sedang digauli oleh seseorang yang bukan suaminya.
Beberapa saat kemudian aku mulai mempercepat pompaanku di memeknya. Icha masih diam saja tidak membalas gerakan pinggulku.
“Waduh kalo begini gue bisa-bisa dianggep perkosa orang nih,” pikirku.
Aku bukanlah tipe orang yang merasakan seks untuk diriku sendiri. Aku juga ingin partnerku merasakan kenikmatan yang sama.
Kemudian aku mencoba untuk merangsang bagian-bagian sensitifnya. Sayangnya aku tidak bisa memagut lehernya karena tertutup hijab.
Maka pilihanku adalah payudaranya yang terpampang bebas sedari tadi. Aku cium kulit payudaranya. Aku mainkan bibirku di sekitar putingnya.
Kembali ku sedot puting itu dengan menggunakan mulutku dan ku remas buah dada yang satunya.
“Ouhhh…ahhh…emphhh…” desah Icha lirih.
Dia mulai mengendurkan pertahanannya. Justru pinggulnya sedikit demi sedikit bergoyang mengimbangi goyangan pinggulku.
Plokkk…plokkk…plokkk…
“Ahh…shhh…ahhh…shhh…ahhh…” desah Icha dengan tubuh terguncang-guncang saat aku memompa memeknya.
Sadar atau tidak sadar, ia lingkarkan kakinya di pinggangku. Aku lirik ke arah wajahnya, ia tutupi wajahnya dengan hijab yang tersingkap ke atas.
Aku genggam kedua payudaranya dengan tanganku seraya ku pompa memeknya dengan hentakan yang pebih keras.
Plokkk…plokkk…plokkk…plokkk…
Hingga kurasakan Icha akan mencapai orgasme yang pertama. Memeknya meremas kontolku semakin keras.
“Awhhh…Rhann…shhh…enghhh…”
Tangannya mengepal kencang dan sedikit gemetar. Sesaat Icha akan orgasme lalu aku tancapkan kontolku sedalam-dalamnya ke memeknya kemudian aku hentikan pompaanku.
“Achh…nnn…jjjinkkk…”
Tiba-tiba kata itu keluar dari mulutnya. Aku sedikit tersenyum, ternyata jiwa binal yang Icha miliki masih ada.
Nafas Icha terlihat memburu. Isak tangisnya samar-samar kembali terdengar.
“Hiksss,, b****sat kau Ran! dasar lelaki bre***sek, baj***an…”
Icha mulai mengumpat dengan kata-kata kasar. Aku tertawa puas mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya.
Ku tarik hijab yang menutupi wajahnya ke bawah. Terlihat matanya merah sembab karena menangis. Aku kemudian mendekatkan bibirku ke telinganya.
“Ini Icha yang gue kenal,” ucapku dengan lirih.
Aku peluk dirinya, lalu aku balikan badan kami sehingga kini Icha yang berada di atasku.
Tangannya bertumpu pada dadaku. Matanya tajam menatap ke arahku. Saat itu kontolku masih tegak berada di dalam memeknya.
“Sekarang lu bebas mau ngapain, gue gak akan nahan klimaks lu lagi, atau lu bisa berhenti dan cabut kontol gue dari memek lu, keputusan ada di tangan lu,” pungkasku panjang lebar.
Aku tidak akan melakukannya dengan paksaan. Kalau Icha tidak menginginkannya, dia bisa saja mencabut kontolku saat itu juga.
Tetapi dia hanya terdiam. Mungkin dia masih bimbang untuk meneruskannya atau tidak.
Di satu sisi dia masih memiliki harga diri yang harus dijaganya, di lain sisi nafsunya masih terus membayanginya untuk terus melakukannya.
Melihatnya bimbang, aku kemudian menggerakkan sedikit pinggulku untuk mengaduk memeknya.
“Ouhhh…shhh…”
Icha memejamkan matanya lalu menghembuskan nafas berat.
“Hufffttt…”
Lalu perlahan dia mulai menggerakkan pinggulnya menyambut gerakan kontolku yang sedang mengaduk memeknya.
Semakin lama semakin cepat. Icha mulai meracau tidak jelas. Sepertinya Icha sudah seratus persen takluk kepada nafsunya. Terlihat gerakannya sudah tidak malu-malu lagi.
“Achhh…njinkkk…memekkk…kuuu..***telll…bangettt…!!!” seru Icha dengan gamblang.
Plokkk…plokkk…plokkk…plokkk…
“Hehehe,, enak kan kalo ikut nikmatin, ngapain pake jaim-jaim segala.”
Icha masih terus menggoyangkan pinggulnya. Dia bergoyang semakin cepat dan cepat.
Tampaknya keahlian dia dalam bersenggama tidak berkurang sama sekali, untungnya aku dapat mengimbangi permainannya berkat teknik yang aku pelajari dari bu Siti.
Plokkk…plokkk…plokkk…plokkk…
Beberapa saat kemudian Icha tampak akan mendapatkan orgasmenya. Aku juga sebentar lagi akan jebol, jadi aku juga mempercepat hujaman kontolku di memeknya. Kemudian…
“Acchhh…sshhhh….emphhh…!!!”
Srrr…srrr…srrr…srrr…
“Ouhhh…Chaaa…keluarinnn…di…dalemmm…yahhh…!!!”
Crottt…crottr…crottt…crottt…
Icha akhirnya mendapatkan orgasme berbarengan dengan diriku. Badannya ia jatuhkan ke badanku. Memeknya berkedut-kedut. Aku merasakan kontolku disemprot oleh cairan cintanya.
Nafas kami memburu, kepalanya ia letakkan di samping kepalaku dan payudaranya menempel di dadaku ketat.
Aku sangat lega. Beberapa hari sejak aku terakhir kali bersenggama dengan kak Ranty, aku belum mengeluarkan spermaku sama sekali, akhirnya sekarang aku dapat menyalurkannya.
“Eeaaakkk…eeeaaakkk…!!!”
Tiba-tiba terdengar suara bayi yang berada di sebelah kami menangis. Sepertinya bayi itu terbangun karena mendengar suara berisik dari kami. Icha seakan tersadar dari apa yang barusan dia lakukan bersamaku.
Icha langsung bangkit dari tubuhku hingga kontolku yang sudah setengah lemas terlepas.
Ploppp…
Kemudian Icha berbaring menyamping memunggungiku menghadap bayinya.
“Usss…usss…ussss…”
Icha berusaha menenangkan bayi itu sembari dia menyodorkan buah dadanya untuk menyusui.
Bayinya langsung menyambut puting susu Icha yang ia sodorkan. Icha menyusui dengan posisi menyamping.
Tiba-tiba jiwa malaikatnya kembali muncul. Dia begitu sabar dalam mengasuh anaknya itu.
Aku kemudian ikut memiringkan tubuhku di belakang tubuh Icha yang sedang menyusui. Aku sanggah kepalaku dengan telapak tanganku menghadapnya.
“Lu sayang banget sama dia ya?” tanyaku kepadanya.
Icha hanya melirik sekilas, lalu kembali fokus ke anaknya itu. Kemudian aku peluk Icha dari belakang dan ku elus pipi anak kami yang lembut itu.
“Randy, aku harap ini yang terakhir kalinya kita melakukan ini,” ujar Icha lirih.
“Setelah punya anak aku jadi sadar kalau hidupku bukan hanya tentang kesenangan pribadi, ada seorang malaikat kecil yang harus aku jaga, aku harap kamu mengerti, sekarang lebih baik kamu pergi dari sini, dan jangan pernah kembali,” imbuhnya panjang lebar.
Aku tersenyum lalu mencium pipi kanan Icha. Dia sempat menepisnya.
“Gue ngerti kok, tapi mau gimanapun juga dia tetep anak kandung gue, gue gak bisa ngabaikan dia begitu aja, kalo ada apa-apa kabarin gue ya, nomor gue masih sama kaya dulu,” pungkasku lalu bangkit dari ranjangnya.
“Gak perlu!” balas Icha tanpa memperdulikanku.
Aku kemudian membetulkan celanaku lagi. Setelah celanaku ku pakai, aku lalu mendekati bayiku yang sedang menyusu.
“Baik-baik yah sayang, papah pulang dulu,” kataku sembari mencium pipinya.
Kemudian aku berusaha mencium kening Icha namun dia langsung menahan dadaku agar aku tak mendekat.
“Jangan coba-coba!”
Icha tampak memperingatkanku. Aku hanya tersenyum lalu bangkit. Icha lalu melepaskan putingnya dari bayi yang sudah tertidur itu kemudian ikut bangkit bersamaku.
Kami lalu berjalan keluar dari kamar beriringan. Saat berada di depan pintu depan sejenak aku berbalik.
“Jaga anak kita baik-baik,” pintaku kepadanya.
Icha menghembuskan nafas panjang.
“Jangan pernah ganggu kehidupanku lagi!”
Jegreggg…
Pintu itu langsung ditutupnya tepat dihadapanku. Aku kemudian berbalik untuk beranjak pulang.
“Ini bukan pertemuan terakhir kita Cha! gue masih punya urusan sama Reza,” pungkasku dalam hati dengan nada ancaman.
Aku sudah bersumpah untuk balas dendam kepada Reza. Aku akan menghancurkan keluarganya seperti dia menghancurkan keluargaku.
“Kita lihat aja nanti!”
Kemudian aku berjalan pulang ke rumah Justin.
Bersambung