Part #5 : Petualangan Sexs Liar Ku

Sesampainya di rumah kembali, waktu masih siang. Karena aku tidak tahu harus berbuat apa, maka aku memutuskan untuk tidur saja.

Saat sedang tertidur aku tiba-tiba dibangunkan oleh seseorang.

“Ran, bangun Ran!”

Aku kemudian meregangkan tubuhku dan sedikit demi sedikit membuka mataku.

Aku melihat sebuah wajah yang cantik sedang tersenyum memandangku.

“Bangun Ran, tidur mulu hihihi, nih aku bawain makanan, belum makan kan?” tanya Anes yang barusan membangunkanku.

Lalu aku bangkit dan duduk di tepi ranjang sembari menerima sebuah bungkusan makanan.

“Wah, makasih kak, tapi aku udah makan tadi hehehe…” jawabku sekenanya.

“Loh udah makan dimana? kan di rumah gak ada makanan?”

“Di warung makan deket pintu keluar kak.”

“Lah kan jauh, kamu ke sana naik apa?”

 

Anes kemudian duduk di tepi ranjang lalu menaikkan satu kakinya di atas kasurku sembari menyandarkan punggungnya di sandaran ranjang.

“Jalan kaki dong, kan gak punya kendaraan aku.”

“Hmm…kasihan, pasti cape yah?”

“Yah lumayan lah wkwkwk,” timpalku sedikit bercanda.

“Pinjem motornya Justin aja, nganggur terus tuh di garasi,” ucap Anes menawariku.

“Hah, masa boleh sama Justin kak.”

“Hihihi, kalo aku yang ngomong pasti boleh dong,” jawab Anes sembari tertawa kecil.

“Wahhh makasih kak, aku sempet bingung kalo mau kemana-mana, pake ojol mulu bisa tekor lama-lama,” pungkasku sumringah.

Anes hanya tersenyum dengan menampakkan giginya yang rapi sambil menunjukkan kedua jempolnya.

“Ya udah makan lagi yok, temenin aku makan, udah aku bawain nih ricis pak tori faier wing, daripada mubazir kan,” ajak Anes sembari membuka bungkusan makanan yang tadi ia bawa.

“Loh bawa dua bungkus? terus Justin gimana?” tanyaku kepadanya.

“Justin udah makan di restorannya tadi, aku sengaja gak makan di sana biar bisa nemenin kamu makan di rumah, hihihi…”

Aku mengernyitkan dahiku, heran dengan Anes yang memilih untuk menemaniku makan daripada dengan Justin.

Tapi aku tidak ambil pusing, selagi ada makanan aku harus makan sepuasnya untuk menekan biaya hidupku selagi aku belum punya penghasilan.

“Oh ya kak, Justin dimana? kok gak kelihatan?” tanyaku yang sedari tadi tidak melihat batang hidungnya.

“Justin lagi ngegym, tadi abis nganterin aku pulang langsung cabut.”

“Oh gitu.”

Aku jawab sambil menganggukkan kepala. Kemudian kami mulai menyantap makanan itu.

Entah mengapa aku merasa kalau Anes menaruh perhatian lebih kepadaku. Apakah dia menyukaiku dan dia sedang memberikanku sebuah kode? ataukah itu hanya perasaanku saja?

Arhhh…itu membuatku gila, tapi yang jelas aku merasa nyaman berada di dekatnya. Tapi walau bagaimanapun aku tak bisa bersamanya karena dia adalah pacar temanku sendiri.

Kami makan di atas kasur. Anes menyilakan kakinya di hadapanku. Beberapa kali aku lirik dia sedang mencuri pandang ke arah diriku namun saat aku mengetahuinya dia langsung membuang pandangannya ke makanan yang sedang ia makan.

“Eh Ran, cobain deh pake keju enak loh,” ucap Anes seraya menyodorkan sebuah potongan daging dengan saus bbq berlumur keju cair.

Akupun lalu membuka mulutku lebar-lebar untuk menerima suapan darinya.

Sesaat aku katupkan bibirku, namun jari tangan Anes masih berada di dalam mulutku. Alhasil jari tangannya aku emut saat itu.

Aku lihat Anes sama sekali tidak risih ataupun jijik dengan hal itu, malahan dia semakin memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulutku hingga ruas jari terakhir.

Sehingga jarinya mencapai ujung dalam lidahku yang membuat aku sedikit tersedak. Potongan daging yang dia suapi tadipun masuk secara langsung ke dalam lambungku tanpa proses mengunyah.

Anes hanya tertawa melihatku saat itu, lalu dia keluarkan jari telunjuknya dan digantikan oleh jempolnya. Namun karena jari itu tidak sepanjang jari telunjuk aku dapat memasukkannya sampai mentok.

Justru saat itu aku mainkan jempolnya dengan lidahku. Ia juga memainkan jempolnya mengikuti gerakan lidahku.

Anes hanya tertawa kecil, lalu ia keluarkan jempolnya dari dalam mulutku.

“Hihihi, enak gak?” tanya Anes sedikit bercanda.

“Enak banget kak, mantap!”

Aku mengacungkan kedua jempolku.

“Enak ayamnya apa jarinya? hihihi…”

“Enak dua-duanya kak hehehe…”

Anes kemudian mengemut jari yang barusan dimasukan ke dalam mulutku untuk menjilat sisa-sisa saus yang sebenarnya hanya ada air liurku saja.

Melihat itu aku hanya bisa menelan ludahku sendiri, tetapi aku tidak bisa berbuat lebih jauh lagi karena dia adalah pacar temanku sendiri.

Lalu kami kembali melanjutkan makan kami. Meskipun aku sudah makan tetapi aku masih bisa menampung makanan itu.

Setelah makan kamipun membereskan sisa bungkus yang sudah tidak terpakai lagi.

“Ran, kamu gak ada acara abis ini?” tanya Anes sembari duduk di sofa lalu disusul oleh diriku.

“Acara kemana kak? wkwkwk, kan di Bandung aku gak ada yang kenal selain kalian berdua,” jawabku.

Sebenarnya masih ada lagi, tetapi aku tidak akan bilang kepadanya. Karena itu adalah rahasiaku.

“Ya video call sama pacarmu kek, quality time gitu hihihi…”

“Tadi udah kok, pas kakak sama Justin kuliah hehehe…”

Anes mengangguk sambil bibirnya membentuk huruf ‘O’.

“Hmm, ngapain aja ya, hayoo ngaku…” ujar Anes menerka sembari menyunggingkan senyuman menggodaku.

“Hehehe, biasa lah kak, namanya juga kangen,” jawabku sedikit kaku.

“Iya deh tau kok, paham-paham.”

“Justin sih enak kalo pengin tinggal minta,” ujarku memancingnya lebih dalam.

“Emang kamu mau minta juga?” tanya Anes dengan sedikit memiringkan duduknya menghadap ke arahku dan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.

Aku terkejut mendengar pertanyaannya itu. Dia menatapku dengan senyuman manja.

“E…emang boleh kak?”

Aku balik bertanya dengan sedikit gugup.

“Tergantung.”

“Tergantung apa kak?”

“Tergantung kamu mintanya apa, hihihi…” jawab Anes seraya tertawa kecil.

“Kalo minta itu gimana?”

“Minta apa?”

“Minta yang sering diminta Justin?”

“Hmmm…”

Hanya itu yang keluar dari mulut Anes. Aku terpaku menatap wajahnya menunggu jawaban.

Anes tak kunjung menjawab, namun wajahnya sedikit demi sedikit mendekat ke arahku.

Bibirnya ia majukan sedikit, matanya menjadi sayu. Aku tahu apa yang akan ia lakukan. Aku balas dengan memajukan wajahku juga ke arahnya hingga bibir kita hanya berjarak beberapa senti.

Sesaat kemudian ia menahan dadaku dengan tangannya. Sejenak mata kami saling bertemu. Aku dapat mencium bau mulutnya yang wangi.

“Ran, cuma ini yang bisa aku kasih ke kamu,” pungkas Anes sesaat lalu ia meremas bajuku kemudian menarik ke arahnya dan…

Cuppp…

Bibir kami saling berciuman. Saat itu jantungku berdetak sangat cepat. Bibir Anes begitu lembut menempel di bibirku.

Bibir kami masih terdiam. Aku melihat mata Anes tertutup seakan meresapi tiap inci rasa dari bibir kami yang sedang berciuman.

Anes kemudian menarik nafas panjang kemudian tangan yang tadi meremas bajuku ia pindahkan ke belakang kepalaku. Lalu ia dorong kepalaku ke arahnya.

Sesaat kemudian Anes menyedot bibir bawahku dengan kuat hingga bibirku masuk ke dalam mulutnya.

Aku tidak tinggal diam, aku ikut menyedot bibir atasnya hingga masuk ke dalam mulutku.

Akhirnya kami berpagutan dengan penuh nafsu. Anes mengemut bibir bawahku seolah itu adalah permen.

“Cppp…sssppp…nncppp…”

Bunyi bibir kami saling memangut.

Nafsuku melonjak seketika pada saat itu. Ku dorong kepalanya ke sandaran sofa sehingga kepalanya terjepit antara wajahku dengan sandaran sofa.

Nafas kami saling memburu. Tangan kiriku aku arahkan ke payudaranya yang cukup besar sebelah kanan. Seketika itu juga ia genggam pergelangan tanganku lalu menepisnya.

Ciuman kami kemudian terlepas. Anes lalu menatapku tajam.

“Yang ini punya Justin!” sergah Anes singkat.

Tiba-tiba dadaku terasa sesak. Ada kecemburuan yang hadir dalam benakku, tetapi aku sadar kalau dia memang milik Justin dan bukan milikku.

“Apa sih yang gue pikirin!” umpatku dalam hati kepada diriku sendiri.

Entah apa yang terjadi kepadaku. Aku merasa sakit saat mendapatkan penolakan darinya.

Jauh lebih sakit ketimbang saat Ririn dulu menolak untuk aku ajak berhubungan seks. Meskipun akhirnya dia mau melakukannya secara suka rela.

“Iya aku ngerti kok, maaf ya,” ujarku meminta maaf atas apa yang aku lakukan barusan.

Anes hanya tersenyum lalu mengangguk. Aku lalu kembali ke posisi semula yaitu duduk di atas sofa.

Kepalaku menengadah ke atas sambil memejamkan mata, berusaha untuk mengontrol nafsuku yang sedang dalam tensi tinggi itu. Padahal tadi aku sudah menyalurkannya dengan Icha.

“Lagi gak?” tanya Anes kepadaku.

Aku menggelengkan kepalaku sambil masih terus memejamkan mata.

Sesaat kemudian tiba-tiba aku merasakan tubuhku menjadi berat. Saat aku buka mata ternyata Anes sudah duduk di atas pahaku menghadap diriku.

Dia tersenyum lalu berkata.

“Udah kamu diem aja, biar aku yang kerja.”

Lalu dia kembali mendekatkan bibirnya ke arah bibirku.

Cup…

Bibir kami berciuman untuk yang kedua kalinya. Lagi-lagi dia memagur bibirku atas dan bawah. Bibirku disedot dan dikulumnya di dalam mulutnya.

Aku masih diam saja, tidak seperti pada ciuman kami yang pertama. Sejenak Anes menghentikan ciumannya lalu menatapku.

“Ngambek nih ceritanya?” ucap Anes dengan nada sindiran.

Aku balik menatapnya dan tersenyum kecut.

“Tadi katanya suruh diem aja kak,” balasku sekenanya.

“Hihihi…” Dia tertawa kecil.

“Maksudnya tangan kamu itu loh, jangan nakal.”

Anes kembali tersenyum kemudian mendekatkan wajahnya ke arahku.

Kami kembali berciuman, namun aku masih saja terdiam. Dia julurkan lidahnya membelah celah bibirku sehingga lidahnya menabrak gigiku yang terkatup rapat.

Aku buka sedikit gigiku agar lidahnya dapat masuk. Seperti yang ku duga, dia semakin memajukan lidahnya hingga menemukan lidahku.

Aku merespon dengan menjilati lidahnya. Alhasil lidah kami saling bergelut. Ku rasakan rasa manis di lidahnya seperti permen.

“Cppp….ssssppp…nclppp…emmsscpp…”

Anes kemudian melingkarkan kedua tangannya di leherku dengan erat. Sehingga entah dia sadar atau tidak dadanya menempel dengan erat di dadaku.

Saat itu kontolku sudah tegang maksimal. Apalagi pinggulnya tepat berada di atas kontolku. Aku yakin dia dapat merasakan benda keras yang ada di balik celanaku, tetapi dia tidak bergeming.

Tanganku yang sedari tadi diam saja gatal dan reflek memeluk punggungnya. Aku usap-usap bagian belakang tubuhnya itu tetapi Anes diam saja tidak menepis tanganku seperti yang dia lakukan sebelumnya.

Merasa tidak ada penolakan, aku coba masukan tanganku ke dalam bajunya melalui bagian bawah. Anes masih tidak bergeming. Dia masih fokus dengan ciuman kita.

Sampai tanganku berhasil menemukan kancing bhnya bagian belakang. Ku coba membuka kancing itu dengan satu tangan.

Clekk…

Berhasil!

Kedua bagian kancing itu melesat ke samping mengikuti pegas seperti ketapel yang sedang melontarkan batu.

Anes tampak sadar akan hal itu. Dia lalu melepaskan pagutannya di bibirku dan menatapku dengan kening mengkerut seakan berkata.

“Apa yang barusan kau lakukan!”

Aku pun sedikit panik. Takut kalau saja dia marah atas apa yang aku lakukan karena sebelumnya aku sudah diperingatkan.

“M…maaf kak.”

Hanya itu yang keluar dari mulutku. Beberapa saat kemudian wajah Anes kembali tersenyum.

Kemudian dia bangkit dari pangkuanku, lalu mengelap bibirnya yang penuh air liur kami yang bercampur menjadi satu.

“Udah ahh, entar kalo dilanjutin malah kebablasan,” ucap Anes lalu berusaha membetulkan kancing branya.

Aku kemudian mengikutinya bangkit dari sofa.

“Jangan bilang sama Justin tentang kejadian barusan yah,” pinta Anes kepadaku.

“Gak akan kak.”

Ya kali saja kalau aku lakukan itu bukan hanya hubungan mereka akan rusak tetapi kesempatanku untuk menjadi pemain basket profesional juga akan pupus.

“Ya udah aku mau mandi dulu,” pungkas Anes lalu berpaling dariku.

Saat Anes akan pergi ke kamar mandi aku kembali memanggilnya.

“Kak!”

Anes lalu menoleh sedikit tanpa memutar badannya.

“Iya?”

“Kenapa kakak mau lakuin semua itu sama aku?” tanyaku kepadanya.

“Kenapa?” Dia balik bertanya.

Aku hanya mengangguk saat itu.

“Emm,, mungkin karena aku suka sama kamu,” jawab Anes yang membuat jantungku nyaris berhenti karena terkejut.

“S…suka?”

“Iya,, entah kenapa aku punya perasaan itu waktu pertama kali kita ketemu, tapi kamu tau kan aku udah punya Justin, jadi mungkin hanya itu yang bisa aku kasih,” pungkas Anes terus terang.

Dia kemudian kembali berpaling lalu pergi menuju ke kamar mandi.

Aku masih mematung tidak percaya apa yang barusan ia katakan. Jadi apakah yang aku mimpikan semalam dengan Anes adalah sebuah tanda untukku?

Entah kenapa aku juga memiliki rasa terhadapnya. Tapi bagaimana dengan kak Ranty? bukankah aku sudah berjanji padanya untuk mencintai kak Ranty sehidup semati?

Apa yang harus aku lakukan?

“Arkhhh…!!!”

Aku terduduk dan memegang kepalaku yang terasa pusing.

Bersambung

toge sma seragam
Menikmati meki kakak kelas yang bikin ketagihan
wanita sexy
Maaf Kan Aku Suami Ku Tersayang
Cerita sexs birahi antara ibu dan anak
Foto Telanjang Siswi SMP Berseragam
500 foto chika bandung bugil mandi dulu sebelum ngentot dengan pacar
gadis sampul
Kenalan dengan tante sexy lalu di ajak kerumah nya
Foto Cewek Nakal Bugil Pamer Memek Mulus
bulan madu
Cerita dewasa bulan madu yang membawa bencana
Foto telanjang anak SMP cantik bisyar
tante kesepian
Ngintipin tante kesepian yang lagi masturbasi
Foto bugil anje viral bugil sambil colmek sampai muncrat
Foto Sex Cewek Mulus Memek Rapat
Foto Bugil Mahasiswi Memek Bertatto
Foto bokong gede bule cantik lagi telanjang
dukun cantik
Ceritaku waktu ritual dengan dukun sakti yang cantik dan montok
gadis kost
Permainan Sexs Liar Dua Gadis Teman Kost Ku