Part #14 : YANG TERDALAM
Mungkinkah jika aku bermimpi, salahkah tuk menanti.
– Nazril Irham
Oke mari kita hitung.
Dua orang di belakang si rambut hijau sedang menjaga Jo agar tidak macam-macam. Dua orang lagi mendatangi Nanto sekaligus menutup jalurnya ke si rambut hijau yang ada di tengah. Totalnya lima orang ya? Entah mereka dari geng yang mana Nanto tidak peduli, dia hanya tidak suka ada orang yang sok-sokan main tangan, mau bikin lumpuh lawan bahkan nekat hampir membunuh orang yang sudah tidak berdaya.
Eits!
Wsshh!! Wsshhh! Wshhh!
Tidak pakai lama! Salah seorang dari dua penyerang yang mengenakan helm fullface atau helm cakil mengeluarkan tinju straight kanan dan kiri beruntun. Nanto dengan mudah menggoyangkan badan berlawanan arah dengan pukulan untuk menghindar. Secepat ia meluncurkan pukulan, si helm cakil menyiagakan dua kepalan di depan wajahnya, bahunya bergerak lincah ke kiri dan kanan, mencoba mencari celah pembuka dari pertahanan Nanto.
Oh oke, yang ini sepertinya tipikal boxer. Nanto mengangkat lengan dan menekuknya bagaikan perisai untuk melindungi kepala. Kembali straight bertubi disemburkan oleh si helm cakil, Nanto meliuk-liuk menghindar. Sebagian besar berhasil dihindari dengan satu dua pukulan sempat menggores lengan, tidak ada yang berhasil masuk.
Wsshh!! Wsshhh! Wshhh! Bkk! Wsssh!
Tak terlihat oleh Nanto, si helm cakil tersenyum. kakinya bergerak maju. Si bengal terkejut ketika kaki si helm cakil mendadak mengait betisnya.
Kocheng oren ketiban duren! Jebul bukan tipe boxer!
Tubuh Nanto oleng dan hampir terjatuh!
Tapi si bengal tahu apa yang harus ia lakukan. Nanto menggunakan telapak tangan untuk menjejak tanah dan memutar tubuh setengah salto begitu tubuhnya kehilangan keseimbangan. Gerakan kaki Nanto yang mengudara membuat si helm cakil mundur setapak. Begitu Nanto kembali berdiri lebih seimbang, ia mengambil kuda-kuda menyamping, kaki sedikit diturunkan dan tangan bersiap.
Si helm cakil mendengus kesal, gagal kesempatannya. Hmm… gaya kuda-kuda ini? Jeet Kune Do? Si helm cakil tidak menunggu lama untuk kembali menyerang bahkan kali ini temannya yang mengenakan helm standar ikut membantu.
Sial bagi Nanto yang tidak bisa menyerang bagian kepala karena keduanya mengenakan helm.
Nanto tahu kelima orang ini pasti bukan kelas abal-abal, apalagi si rambut hijau yang sekarang sedang bersidekap mengamatinya – ada sesuatu yang berbeda dari orang itu.
Nanto tidak bisa menghadapi mereka sekaligus, jadi dia harus membuat mereka bertarung satu demi satu dan menyelesaikan semuanya dengan cepat. Ketika dua orang penyergap maju bersamaan, Nanto bergerak secepat mungkin ke depan salah satu penyerang. Ia memilih yang di kanan – si helm cakil, yang posisinya lebih dekat.
Berniat hendak menyerang, si helm cakil terkejut begitu Nanto sudah masuk ke area pertahanannya. Bajigur ik! Bajingan kurang ajar satu ini bisa secepat itu sampai di depannya tak diundang tak dipanggil! Karena terkejut dengan kehadiran Nanto di hadapannya, si helm cakil mundur beberapa langkah, justru ini yang diharapkan Nanto! Karena dia ingin membuat si helm cakil menutup akses si helm standar untuk menyerangnya langsung! Kini si helm cakil dan si helm standar berada dalam posisi satu garis lini dengan Nanto.
Si bengal senang taktiknya berhasil, si helm standar tidak dapat maju karena jalurnya ditutup oleh tubuh si helm cakil. Dengan ini posisi sudah mano a mano – man to man. Nanto tidak bisa menunggu lama dan harus cepat-cepat konsenstrasi karena saat itu pula kembali si helm cakil mengirimkan dua pukulan straight-nya dengan kecepatan kilat.
Wsshh! Wsshhh!
Lagi-lagi serangan si helm cakil hanya menemui ruang kosong, tak menemui sasaran. Tak lagi menunggu diserang, Nanto membalas pukulan si helm cakil dengan sentakan di lutut kiri yang baru saja hendak melangkah ke depan! Si helm cakil pun tersentak dan kehilangan keseimbangan. Nanto bergerak maju, memelintir lengan kanan lawan, berputar ke belakang tubuhnya, dan mendorong bagian belakang lutut dengan satu sepakan kencang! Si helm cakil terguling di aspal.
Si helm standar kini berada di hadapan Nanto! Lawan si bengal sudah bersiap dengan ancang-ancang mirip seperti si helm cakil. Dua tangan di depan wajah dengan footwork kokoh. Si helm standar baru maju setapak, kaki Nanto sudah menyambar dengan gerakan tendangan menyamping telak masuk ke dadanya! Si helm standar pun terpelanting jauh.
Ada suara di belakang! Nanto memutar tubuhnya dan langsung mengirimkan tendangan memutar!
Bggghkk!
“Hrrrghh!” si helm cakil menahan sakit di bahunya yang bagaikan remuk disambar Nanto! Ia terhuyung-huyung ke kiri.
Belum sempat ia mengatur napas dan keseimbangan, Nanto sudah datang lagi! Kembali kaki si bengal beraksi untuk mengajar tempurung lutut si helm cakil yang langsung terkejut! Satu tendangan lag masuk! Kali ini ke arah dada. Lawan Nanto itu pun terjerembab ke belakang sambil berteriak kesakitan saat dua tendangan beruntun masuk tanpa tertahan.
Si helm standar mencoba menubruk Nanto dengan menguncinya dari belakang. Tahu maksud lawan, si bengal menapak mundur dengan cepat hingga sampai ke dada si helm standar. Dengan satu sentakan keras, siku tangan Nanto menghajar dada pria malang itu!
“Heeegghh!!”
Lalu dalam sepersekian detik, kepalan Nanto masuk dan menghantam wajah si helm standar dengan kencangnya!
Bggghkk!
Pria berhelm standar itu melayang ke belakang dengan hidung muncrat.
Melihat kawannya kesakitan, dua orang di belakang si rambut hijau dan si helm cakil bersiap menyerang. Namun Roni melambaikan tangan dan mengomando agar mereka berhenti. Dia tersenyum, hahaha! Ini baru seru! Ada yang bisa ngelawan rupanya!
Roni yang tadinya ngamuk-ngamuk melulu, kini cengengesan melihat kemampuan Nanto. Oke, bisa mengalahkan dua orang anak-anak Sonoz memang bukan berarti yang satu ini jaminan mutu, tapi setidaknya dia ini bukan kaleng-kaleng. Bagus! Malam ini dia bisa mengasah kemampuan!
Roni maju dengan tangan tersimpan di saku celana. Lelaki gondrong dengan warna rambut hijau dan mengenakan bandana itu tersenyum menatap orang berdiri angkuh dan menantang mereka. “Gokil, Dab. Sampeyan bisa ngalahin dua cecunguk saya dengan cepat.”
Nanto hanya tersenyum.
“Kenapa kamu menyelamatkan orang itu?” tanya Roni sembari menunjuk ke arah Jo.
“Tidak ada alasan khusus.”
“Kamu kenal dia?”
“Kenal.”
“Temanmu?”
“Bukan. Kami malah sudah beberapa kali bertarung.”
“Lha terus ngapain kamu pasang badan buat dia?” Roni bertanya-tanya, “kok bodoh?”
“Mungkin aku bodoh. Tapi dari tempatku melihat kamu tadi sudah bersiap menghabisi nyawanya. Aku tidak bisa membiarkan hal seperti itu terjadi terhadap orang yang aku kenal, meski dia membenciku setengah mati. Kematian bukan jalan untuk menyelesaikan masalah atau menjadi yang terbaik.”
“Bahahahaha. Jinguk ik. Jadi kamu semacam pahlawan atau malaikat begitu, su?”
“Bukan lah. Aku cuma orang yang peduli. Itu saja.”
“Oke… okeee… kamu menarik, Nyuk. Menarik.” Roni sempat mengembangkan senyum, tapi si gondrong hijau itu lantas mengubah wajah dengan sangat serius. “tapi apa yang sudah dia lakukan tidak bisa dibiarkan. Dia sudah menodai patung pendiri kampus kami dengan ulah kampungan, corat-coret aje gile. Kalau menurut kamu, apa yang harus kami lakukan? Apakah salah kami memburunya?”
Nanto melirik ke arah Jo dan menggelengkan kepala. “Tidak, kalian tidak salah.”
“Jadi apakah kami bisa melanjutkan menghajar dia?”
“Dia sudah kepayahan, kalau diteruskan dia bisa mati. Sudah kapok lah dia kalian hajar. Apakah bisa aku meminta maaf untuk dia? Kalau perlu akan aku mintakan permohonan maaf resmi dari pihak kampus karena kelakuannya yang…”
“TIDAK PERLU!!” Jo berteriak sengit, “aku tidak butuh bantuanmu, bajingan!”
“Sepertinya dia tidak ingin dibantu.” Kata Roni sambil menunjuk ke arah Jo. “Kenapa kamu harus repot-repot, sih? Jangan menceburkan diri di kolam orang yang tidak kamu kenal. Kalau tidak bawa handuk kamu justru akan basah kuyup. Kamu tadi sudah menghajar dua anggota Sonoz. Kami tidak bisa tinggal diam begitu saja.”
“Bagaimana kalau kita ambil jalan tengah saja?”
“Bagaimana itu?”
“Satu lawan satu. Kamu dan aku. Siapapun yang pertama kali jatuh, dia kalah.” Nanto meringis.
Roni ikut tersenyum, “Menarik. Apa yang kamu inginkan?”
“Kalau aku menang, kalian lepaskan kami berdua. Kalau kamu menang, kamu boleh bawa dia. Mau disate, ditumis pake kangkung, dirica-rica, dicemplungin ke kolam lele, terserah kalian.”
Roni tertawa.
“Bagoooosh! Begitu baru seru.” Roni membalikkan badan ke arah teman-temannya. “Kalian jangan sekalipun ikut campur! Ini urusanku! Aku tidak butuh bantuan kalian buat beresin kaleng kerupuk seperti ini.”
Helm cakil dan teman-temannya tertawa sembari mengacungkan jempol ke arah Roni, tanda bahwa mereka paham. Mereka gembira dengan tantangan ini karena mereka tahu kemampuan sang korlap, wajah-wajah di balik helm cerah ceria dan gembira.
Semua menatap penuh rasa bangga pada Roni, semua – kecuali si helm standar yang masih kesakitan dan mencoba menahan laju darah di hidungnya, dia justru menatap ke arah Nanto. Geram sekali dia! Bajingan satu itu perlu diberi pelajaran! Mampus sekarang! Dikira Roni lemah? Meski baru masuk Unzakha setahun yang lalu dan langsung bergabung dengan Sonoz, pangkat Roni melejit menjadi koordinator lapangan setelah berhasil menghancurkan senior-seniornya!
Ngajakin bertarung satu lawan satu? Itu mah makanan sehari-harinya Roni! Mampus!!
Di sisi jalan yang hampir terlupakan, Jo menatap tak percaya ke arah Nanto yang mau-maunya bertarung demi menyelamatkannya. Apa-apaan sih orang ini? Ia bersandar di tembok pagar rumah orang sembari menatap ke arah dua orang yang sedang saling tatap bak gladiator di colosseum.
Roni bersiap, ia melompat-lompat kecil sembari memutar pergelangan tangannya. “kita belum berkenalan. Namaku Roni.”
Nanto yang hanya berdiri tenang menekuk kepalanya ke kiri dan ke kanan, lalu menangkupkan tangan untuk menggemeretakkan jemari. “Namaku Nan…”
Swoosh!
Secepat kilat Roni sudah berada di hadapan Nanto dan meluncurkan serangan dahsyat. Menyergap di kala lengah! Lengan punggawa Sonoz itu bak senapan mesin yang menyerang tanpa kenal jeda dengan gerakan ganas dan tanpa ampun.
Wsshh! Wsshhh! Wsshh! Wsshhh! Wsshh! Wsshhh!
Bkgghh! Bkkghh!
Kiri. Kanan. Atas. Bawah. Kiri. Kanan. Atas. Bawah. Kanan. Atas. Kiri. Kanan. Kiri. Kanan.
Begitu cepatnya serangan Roni sampai-sampai gerakan tangannya hanya terlihat bak bayangan kabur, tidak dapat dilihat dengan pandangan mata santai, apalagi saat ini malam telah menggantung. Kalah sigap, siap diterjang!
Salah satu teman Roni yang mengenakan jaket ojol tertawa, “mampus! Itu jurus khasnya Roni! Makan tuh bombardir bogem mentah!”
Si helm cakil menatap ke arah Nanto dengan penasaran, “tapi… ada yang aneh, Nyuk…”
Si jaket ojol merenung, “opo yang aneh?”
“Masa ga tau? Si kampret itu bisa menghindar dari semua serangan Roni yang cepetnya aje gile! Bangsat! Kalaupun ada pukulan masuk, lengannya menghalangi seperti tameng.”
Serangan Roni memang cepat, dahsyat, dan berbahaya. Berkat kekuatan dan kecepatannya dia berhasil menjadi salah satu generasi baru terkuat di Sonoz. Namun semua serangan Roni ternyata tidak dapat mencapai target sama sekali. Tubuh bagian atas si bengal terutama bagian bahu dan kepala bergerak teramat cepat dengan merunduk dan menghindari semua serangan yang menerjang dengan bergerak menyamping ke kanan atau kiri dalam sebuah putaran membentuk angka delapan, semua dilakukan sembari menghindar dari arah hantaman.
Jo menatap pertarungan itu dengan mata terbelalak. Apa-apaan lagi yang ditampilkan si bengal ini? Bukankah itu mirip dengan gerakan Peek-A-Boo yang pernah dipopulerkan oleh Mike Tyson? Gerakan bertahan yang paling ofensif yang ada di dunia tinju? Peek-A-Boo merupakan gerakan menghindar dan merunduk yang dinamis dan amat cepat, dengan dua tangan sejajar membentuk blokir di depan wajah dengan kepalan disejajarkan setara hidung. Jo tahu ini semua karena Bondan pernah mempraktekkannya dalam sebuah sesi latihan di sasana tinju.
Sejak kapan Nanto bisa melakukannya? Ketika bertarung dengan anak-anak DoP beberapa hari yang lalu ia sama sekali tidak pernah menampilkan kemampuan seperti ini!
Gerakan yang dilakukan Nanto sekilas memang mirip seperti gerakan defensif karena tangan berusaha melindungi bagian kepala, sedangkan tubuh bergerak lincah menghindar serangan dari arah manapun. Tapi ia tidak diam saja – tubuhnya terus merangsek maju dan mendominasi area karena menyerang adalah pertahanan terbaik. Nanto berhasil masuk ke area defensif Roni tanpa melepas satu serangan pun, ia lalu menggeser berat badannya ke depan dan merunduk saat ia melakukan drop step, dan dengan cekatan memperpendek jarak yang diinginkan. Nanto lantas melenggak-lenggok naik turun dengan pusaran gerakan bahu yang tidak dapat ditebak.
Roni makin gemas karena hujan serangannya tidak ada yang masuk, akhirnya ia mengakhiri berondongan pukulan yang ia lakukan dan mencoba mengirimkan hook kencang ke sisi wajah Nanto. ia pun menarik tangannya ke belakang, bersiap melontarkan pukulannya.
Ah! Peluang terbuka! Inilah yang ditunggu-tunggu si bengal! Nanto sudah menyiapkan kepalannya sejak tadi dan saat momentum yang ia tunggu-tunggu hadir, dengan sebuah sentakan teramat keras, kepalan Nanto melaju dengan kecepatan tinggi.
Boom!
Bagai sebuah ledakan yang membahana yang diluncurkan dari meriam raksasa, hantaman maut dari tangan kiri Nanto meluncur kencang dan menjelma bak peluru kendali ke wajah Roni! Si rambut hijau tidak sempat mengelak atau bereaksi. Ambyaar!
Kepalan tangan Nanto bertemu dengan rahang Roni dalam satu kedipan mata.
Tubuh Roni terhempas melayang ke belakang dan jatuh berdebam.
Jo dan keempat teman Roni menatap tak percaya saat Roni tergeletak tanpa daya di depan Nanto.
“A-apa itu tadi?”
“Cu-cuma sekali pukul…”
“Majuuuuu!!”
Keempat teman Roni sudah bersiap bergerak mengeroyok Nanto ketika tiba-tiba tangan si rambut hijau terangkat dan melambaikan tangan, menghentikan langkah para rekan.
“Kalian jangan bikin aku malu. Aku sudah kalah. Kalian mau ngapain?” Kata Roni sambil mengangkat kepalanya untuk menatap anggota Sonoz yang lain.
Nanto tersenyum, ia melangkah dengan tenang ke arah Roni dan mengulurkan tangan. Si rambut hijau menyambut uluran tangan Nanto dan si bengal pun membantu Roni untuk berdiri. Keduanya berhadapan, Roni mengelus punggung tangan ke bagian wajahnya yang sakit terkena hantaman Nanto..
“Bangsat. Pukulanmu top banget. Sampai sekarang sengatannya masih kerasa.”
“Hanya karena tadi kamu membuka pertahanan. Kalau tidak aku susah masuk.”
“Begitu ya.” Roni tersenyum. Ia menunduk, jadi seperti ini ya rasanya kekalahan itu. Pahit.
Roni menatap ke arah teman-temannya, lalu ke arah Jo, dan tersenyum kecut. Ia tidak suka melakukan ini. Tapi ia harus melakukannya. Dia seorang Sonoz, dia masih punya harga diri. “Sesuai janji, aku akan meninggalkan kalian saat ini. Tapi aku tidak janji dia akan selamat di lain waktu.” kata Roni sambil menunjuk ke arah Jo.
Nanto mengangguk, itu pun sudah cukup.
Si rambut hijau membalikkan badan dan mengomando teman-temannya untuk meninggalkan tempat itu. Mereka mendengus kesal ke arah Jo, dendam ini akan mereka bawa. Bersiaplah DoP!
“Rasa-rasanya ini bukan terakhir kalinya kita ketemu.” Kata Roni sambil tersenyum kembali ke arah Nanto. Ia melambaikan tangan sebagai tanda regunya untuk menaiki motor mereka. Jujur ia senang menghadapi orang yang kuat seperti ini, membuatnya penasaran dan ingin membalas di lain kesempatan. “Akan aku pastikan untuk menguburmu jika kita ketemu lagi.”
Nanto menyapu keringat di dahinya dan ikut tersenyum. “Mudah-mudahan kamu tidak buru-buru rindu sama aku. Aku orangnya ngangenin.”
Si rambut hijau tergelak, starter motor menyala, meraung, dan melesat. Roni akhirnya pergi dengan teman-temannya.
Asap motor berderu mengalahkan angin malam, meski hanya sesaat. Tak butuh waktu lama bagi sang bayu untuk menyapu polusi, dan mengembalikan segarnya udara di bawah cahaya bulan dan bintang. Meninggalkan dua orang pemuda yang tertinggal. Sang penolong dan sang korban.
Nanto berjalan ke arah Jo yang napasnya masih kembang kempis.
“Kamu tidak apa-apa, Jo?”
“Bajingan! Ngapain kamu ikut-ikut urusanku!? Aku tidak butuh bantuanmu!”
“Siapa bilang aku tadi bantuin kamu.”
Jo yang akhirnya bisa berdiri meski susah payah lantas mengerutkan kening dan menatap Nanto sengit. Dia bagai siaga setiap saat dan ingin sekali melayangkan pukulan ke arah Nanto seandainya dia bisa.
“Aku bantuin mereka kok, bukan bantuin kamu. Aku tidak ingin mereka melakukan hal yang akhirnya akan mereka sesali – menjadi seorang pembunuh. Mereka tidak tahu rasanya dikejar-kejar perasaan bersalah.”
“Cuh! Ngomong opo! Aku tidak peduli.”
“Aku juga tidak meminta kamu untuk peduli.”
“Setelah ini aku akan mencari kamu dan menyelesaikan segala urusan kita.”
“Bukankah sudah selesai?” Nanto menghela napas panjang, “kemarin aku sudah membiarkan kamu memukuli aku beramai-ramai, lalu sekarang aku juga ga sengaja ketemu dan melerai kawanan orang-orang yang mengejarmu tadi. Harus bagaimana lagi supaya kita bisa impas?”
“Aku punya ini!” Jo menunjuk codet di dahinya.
“Kalau tadi aku tidak datang, kamu bakal dapat yang baru lagi. Tidak hanya codet itu.” Nanto membalikkan badan, “tadinya aku mau membawamu ke rumah sakit, tapi sepertinya kamu tidak butuh bantuanku lagi. Mudah-mudahan motormu tidak apa-apa, hati-hati pulang ke rumah.”
Jo kembali merengut, semua ucapan Nanto ada benarnya. Sembari tertatih-tatih, Jo berjalan pelan menuju motornya sementara Nanto sudah hilang tenggelam ditelan gelapnya malam. Meski tubuhnya sudah hampir-hampir tak mampu bertahan, badan penuh lebam, dan napasnya masih terasa berat, namun hari yang basah ini terasa lebih cerah bagi Jo.
Ucapan terima kasih terasa kelu di mulut. Hendak keluar tapi tak kunjung diucapkan. Memaafkan dengan ikhlas itu berat sekali ya rasanya.
.::..::..::..::.
Asty gelisah.
Berulang kali ia menyibakkan gorden untuk menatap gelapnya malam.
Cari kondom di mana sih itu anak? Lama banget! Huh! Kesel deh! Cari di pegadaian ya? Di tukang cilok? Ya jelas udah tutup lah jam segini. Mana ponselnya juga tidak diangkat dari tadi! Bikin Asty tambah emosi.
Guru muda yang jelita itu mengeluh dan dengan kesal menatap jam dinding yang mungkin jadi jiper karena sedari tadi dipelototin. Seandainya bisa berucap, dia mungkin akan memohon ampun meski tak bersalah. Satu-satunya kesalahan waktu adalah ia tak bisa berhenti kala sesuatu yang indah terjadi dan tak bisa berlalu dengan cepat kala sesuatu yang buruk menimpa.
Asty saat ini sudah mengenakan busana santai rumahan, ia mengenakan kaus putih mungil dan celana teramat pendek untuk membungkus tubuh indahnya, rambutnya yang panjang digerai indah, sementara make up tipis masih berbayang menunjukkan wajah cantiknya. Ia sudah tak lagi mengenakan hijab.
Tak terasa kantuk pun makin lama makin menyergap, berat sekali matanya, ingin rasanya memejamkan mata. Dengan kepala yang makin lama makin berat, Asty memejamkan mata dan mulai lelap menunggu di kursi ruang tamu.
Hanya untuk beberapa saat saja.
Terdengar ketukan di pintu. Bulat mata indah sang guru muda terbuka – agak terkejut sebenarnya. Ia pun melangkah pelan menuju pintu dan dengan perasaan yang tak karuan. Marah iya, jengkel iya, tapi kangen juga iya.
Pintu dibuka. Nanto berdiri di sana sambil membawa tas plastik hitam berisikan snack, tissue dan tentunya kondom.
Asty membalikkan badan. “Masuk. Tutup pintunya.”
Nanto mengikuti kemauan sang guru BK. Saat pintu ditutup, Asty menatapnya dengan galak. Mirip sewaktu Nanto sekolah dulu – saat ia melakukan hal-hal bandel dan Asty harus memberikannya bimbingan di ruang BK.
“Dari mana aja kamu?”
“Maaf…”
“Dari mana?”
“Tadi ada hal yang harus diselesaikan dulu.”
“Oh gitu? Penting?”
“Maaf…”
“Penting tidak?”
“Maaf, Bu. Saya tidak bermaksud untuk…”
“Penting tidak?”
“Penting.”
“Hal apa sih yang segitu pentingnya sampai-sampai kamu melupakan aku dan tega sekali membiarkan aku menunggu lama?”
“Karena hal penting itu…”
“Kenapa kamu tidak memilih urusan yang lebih penting itu dan berani-beraninya balik ke sini menemui aku?”
“Maaf… saya…”
“Kamu tahu nggak sih kalau aku malu banget sekarang ini? Berdandan seperti ini menunggu laki-laki yang bukan suami sendiri membeli kondom?! Aku ini ibu, istri, dan guru! Bayangkan malunya aku menunggu kamu!”
Ada isak tertahan dari Asty yang tidak lepas dari pandangan Nanto. Asty tengah menjatuhkan diri serendah-rendahnya di hadapan Nanto, dan ia justru meninggalkannya demi urusan lain. Sakit rasanya.
“Kamu pikir aku biasa melakukan ini semua? Kamu pikir aku terbiasa menggoda laki-laki? Membuka kaki lebar-lebar dan mempersilahkan orang yang ditemui di jalan untuk masukin kemaluannya? Kamu pikir aku seperti itu? Pasti kamu pikir aku perempuan murahan ya? Asal kamu tahu aja! Aku seperti ini hanya demi kamu, hanya untuk kamu, hanya sama kamu! Kenapa kamu tega banget sih!?”
“Bu… saya sama sekali tidak…”
“Jawab pertanyaanku!! Hal penting apa yang membuatmu tega membiarkan aku menunggu!? Jawab!”
Nanto terdiam. “Saya… saya… menolong orang…”
“Menolong orang?”
“Dia kenalan saya di kampus, digebukin orang di jalan. Saya tidak bisa tinggal diam, jadi saya bantu dia.”
Asty melotot. “Ealah! Jadi tadi kamu malah berantem di jalan?”
“Maaf, Bu. Saya…”
“Kamu berantem di jalan?”
“Saya…”
“Jawab!”
Nanto hanya mengangguk. Ia tak berani bertatapan mata dengan sang bidadari. Mampus aing.
“Pergi kamu!” Asty meneteskan air mata.
“Bu…”
“Pergi!”
Nanto menunduk. Ia tak kuasa melawan wanita cantik yang sudah ia kecewakan ini. Yah, memang bukan hari keberuntungannya. Ada rasa malu, ada rasa kesal, tapi juga ada perasaan kecewa. Nanto kecewa pada dirinya sendiri yang sudah menyakiti wanita yang sangat ia dambakan ini – wanita yang sejak lama mengisi mimpinya. Bahkan saat ia sudah berdua dengan Ara saat itu, Nanto selalu ingin mendatangi Bu Asty dan hanya ingin berduaan saja dengannya sepanjang hari.
Kini ia sudah mengecewakannya. Dasar bodoh, maki Nanto pada dirinya sendiri.
“Maafkan saya, Bu.”
Nanto melangkah pergi setelah meletakkan tas yang tadinya ia jinjing di atas meja di ruang tamu. Ia membuka pintu dan sudah siap mengenakan kembali sepatunya yang ia letakkan di teras rumah Asty. Ia bahkan tidak melihat ke belakang karena tidak tega melihat wanita pujaannya meneteskan airmata kekecewaan.
Angin berhembus lebih dingin malam itu, seperti hati yang membeku.
Tiba-tiba saja, Asty menarik Nanto masuk dan menutup pintu dengan terburu-buru. Si bengal pun terkejut.
“Jangan!”
Asty memutar badan Nanto dan memeluknya dari belakang. Terasa buah dada sempurnanya menempel kencang di punggung si bengal. Demi apa dia bisa merasakan kenikmatan seperti ini? Bukankah barusan dia diusir ya? Lalu kenapa sekarang…
Kepala Asty bersandar di pundak si bengal.
“Jangan pergi.” Bisik Asty pelan. Suaranya terdengar sendu, seperti menahan isak tangis yang sudah terlanjur tumpah. “temani aku sampai pagi, temani aku sampai nanti muncul sinar matahari. Karena mungkin kita hanya punya hari ini, entah apa yang akan terjadi esok hari. Tapi tolong, jangan sakiti aku lagi…”
Nanto membalikkan badan. “Bu…”
Asty meletakkan telunjuknya di bibir Nanto, bulat indah mata Asty yang berkaca-kaca menatap lembut mata si bengal. “jangan panggil aku Bu jika kamu menginginkan aku malam ini. Jangan panggil aku Bu jika kamu ingin malam ini aku menjadi wanitamu…”
Nanto menatap sendu wajah yang menjadi impiannya itu.
“Asty…” lirih suara Nanto lolos dari bibirnya. Malam ini adalah malam pertama ia tak lagi memanggil Asty dengan sebutan Bu.
“Hmm?” desah Asty sambil terpejam, ia memeluk Nanto, pria yang seharusnya tidak memiliki hubungan lebih dengannya selain seorang guru dengan mantan muridnya. Bahkan tak boleh lebih dari hubungan pertemanan antara seorang wanita dengan pria yang bukan suaminya.
“Maukah kamu menjadi kekasihku…?” ucap Nanto perlahan. Ia mengucapkannya selembut mungkin.
Asty tersenyum. ia mendongakkan kepala, menatap mata si bengal. Jemari Asty mengelus lengan Nanto yang tadi sempat digunakan sebagai perisai tubuh dari pukulan orang sebelum kembali padanya, ia mengelusnya dengan sangat hati-hati. Guru muda jelita itu lantas menarik kepala Nanto, mendekatkan bibir mereka dan mengecup lembut bibir si bengal. Asty mengelus dan mengoleskan bibirnya perlahan yang berbalas ciuman, menikmati setiap sentuhan, membuat tiap kedekatan menjadi lebih berarti.
“Dasar anak bandel.” Kata Asty usai melepas kecupannya, wanita cantik itu kemudian menarik kepala Nanto dan menyarangkannya di bahunya sendiri, ia mencium telinga si bengal, sudut demi sudut, sembari melanjutkan bisikannya. “Aku kan sudah menikah, bagaimana bisa aku jadi kekasihmu?”
“Eh… emmm…”
Bingung juga jawabnya.
Asty tidak berhenti mengecup dan mencium jengkal demi jengkal tubuh Nanto. Dengan hati-hati agar tidak mengenai bagian badan yang mungkin terluka, Asty membuka kaus sang pemuda bengal, melucuti celananya, dan menarik turun celana dalam Nanto. Si bengal diam saja sampai dia benar-benar sudah tak lagi mengenakan apa-apa.
Dengan kagum Asty menatap batang kejantanan yang sudah siap dihunjamkan ke dalam liang cintanya. Ia mengelus-elus penis Nanto dan membuatnya makin membesar dan makin kencang.
Keduanya saling bertatapan, lalu tersenyum.
Rindu ini akan segera terbayar.
Asty membimbing Nanto berjalan pelan menuju kamar tidur, sesampai di dalam guru cantik itu pun meninggalkan Nanto untuk duduk di tepi ranjang. Nanto menatap keindahan yang luar biasa dari sang guru muda. Paha putih mulus terpampang begitu jelasnya dengan celana ketat mini yang justru makin membuat Asty makin seksi, tubuh sintal dengan lekukan yang lebih indah dari kelokan sirkuit Sentul, malam ini semua itu dipersembahkan hanya untuk si bengal.
Tak menunggu lama, Nanto yang sudah telanjang bulat maju ke hadapan mantan gurunya, ia meraba-raba paha mulus milik Asty. Kali ini si bengal tak lagi sungkan ataupun takut – Nanto dengan berani menyentuh dan meraba seluruh bagian paha Asty – yang dulu selalu tertutup gamis atau celana panjang. Kaki jenjang sang guru memang membuatnya nafsu berat. Putihnya gila, coy.
Kalau saja ada kenalan mereka yang pernah satu sekolah semasa Nanto masih di SMA Cendikia Berbangsa, tentu akan terkaget-kaget melihat si bengal bisa-bisanya dengan bebas meraba paha mulus sang guru idola yang tidak saja berhijab, tapi juga berstatus istri orang.
Masih terus mengelus paha Asty, satu tangan Nanto yang bebas merangkul dan menarik pundak Asty dan si bengal pun menurunkan wajahnya ke bawah untuk mencium bibir sang bidadari dengan pagutan yang menuntut kepasrahan total. Pelukan Nanto mendekatkan tubuh mereka sementara bibirnya asyik menjelajah dan menguasai bibir sang guru muda. Tanpa perlawanan dan penuh kepasrahan, Asty membiarkan saja pemuda itu melakukan apapun pada tubuhnya. Ia hanya memejamkan mata dan menikmati semua kenikmatan tabu ini.
Nanto juga memejamkan mata, tak ingin bibirnya sekalipun meninggalkan bibir mantan guru BK-nya yang nikmatnya bikin angan melayang ke awan. Tak satu sentimeter pun bibir Asty dilewatkan oleh si bengal.
Asty membalas ciuman Nanto, bibir mungilnya bergerak lembut menjelajah dengan manja di bibir sang pemuda bengal. Ciuman yang hangat, basah, saling menghendaki, saling menginginkan, saling membutuhkan. Bibir beradu, lidah terkait, bertempur dalam pencarian kenikmatan menuju tingkat pemuncak.
Sembari terus mencium sang mamah muda, tangan Nanto lincah berulah menggerayangi bagian belakang tubuh sang wanita impian. Dari bahu, punggung, turun sampai ke bulat pantat yang menyembul dari balik celana pendek super ketat. Diremas-remasnya pantat bulat memikat yang selalu menggoda siswa di SMA CB saat Asty menulis di papan tulis. Entah sudah berapa orang siswa yang bermimpi bisa mencicipi pantat sintal ini.
Bandel-bandel memang anak SMA CB dulu, meski Asty selalu mengenakan busana yang sopan pun, tak jarang menjadi sasaran cabul anak SMA yang baru sange-sange-nya sama tubuh perempuan. Apalagi kalau ada guru yang semolek Asty jelas langsung menjadi target birahi. Divideo-in, disotosop fotonya, dipepet beramai-ramai, digodain, diajak nonton bioskop bareng-bareng, macam-macam lah. Saat ini, Nanto lah yang ternyata berhasil merebut hati sang mamah muda yang jelita itu.
Selain bibir dan pantat yang menjadi sasaran serangan Nanto, payudara sempurna milik Asty pun membuatnya nafsu bukan main. Buah dada Asty menempel kenyal, empuk, nyaman, erat di dadanya. Gila memang indahnya guru muda yang satu ini, beruntungnya Nanto. Si bengal pun membimbing Asty ke ranjang, merentangkan pahanya yang putih mulus bak pualam, lalu mengelus dan menikmati paha sang ibu muda dengan jemarinya yang nakal.
Asty yang mulai terangsang hebat kini mencium Nanto dengan lebih bernapsu, dikecup, lepas, kecup, lepas, kulum, kecup, lepas, kulum. Bibirnya menempel kencang dan menangkup bibir Nanto. Tak ingin berpisah dengan laki-laki yang telah membuatnya luruh dan melupakan status.
Nanto tak mau kalah, ia merengkuh pundak Asty dan sekali lagi mendekatkannya ke dalam pelukan si bengal sementara tangan yang lain masih asyik berputar di kisaran paha putih mulus sang guru muda. Sedikit demi sedikit jemari si bengal merangsek masuk ke segitiga terlarang bagian selangkangan Asty.
Asty langsung menggelinjang keenakan dan makin kebingungan dengan ulah Nanto. Tapi rupanya di saat Asty makin penasaran, Nanto tidak melanjutkan gerilyanya di bawah, dia kini lebih memilih menggerayangi dada montok sang bidadari. Ih gimana sih… bikin penasaran.
Sambil meremas-remas dada Asty, Nanto tidak menghentikan aksi bibirnya yang terus saja mencium Asty tanpa ingin berhenti. Selama dilanda hujan ciuman Nanto, Asty mendesah-desah tak karuan, mengeluarkan lenguhan manja lirih yang membuat si bengal justru makin ganas. Bibirnya serasa tak ingin lepas dari bibir Asty. Semua begitu indah, semua begitu nikmat, semua teramat nyaman, dan terasa tepat.
Gila gila gila, bibirnya aja semenarik ini, bagaimana bagian tubuhnya yang lain ya? Berdebar jantung Nanto membayangkan bagaimana rasanya jika penisnya sampai masuk ke vagina sang guru muda. Tentu saja ia menginginkan tubuh mulus mantan guru BK-nya, tapi ia tidak ingin terburu-buru. Apalagi sudah sejak SMA Nanto bermimpi dapat melihat tubuh polos Asty.
Nanto menghentikan hujan ciuman yang ia lakukan, ia lantas menarik ujung kaus yang dikenakan oleh Asty ke atas, menyibakkan kulit putih mulus indah terawat yang membuat jantung berdesir karena apiknya. Nanto melepas kaus Asty dengan meloloskannya melalui kepala dan lengan, lalu melemparkannya secara asal.
Belahan seksi buah dada montok milik Asty menjadi perhatian utama si bengal. Ini panorama yang rasa-rasanya ingin ia saksikan saban hari! Si bengal tentu tak puas hanya dapat melihat belahan, ye kan. Tangan Nanto pun melingkari badan Asty dan melepas kait bra yang mengungkung payudara sang guru muda, dengan melepaskan tali beha melalui lengan – Asty pun kini hanya dapat pasrah dan membiarkan mata buas Nanto menikmati buah dadanya.
Wajah ibu muda itu memerah karena malu. Nanto-lah orang pertama yang diperkenankan menikmati keindahan tubuhnya setelah sang suami.
Bagi Nanto? Lezat banget pemandangannya. Ahhh… ini yang namanya keindahan.
Buah dada sempurna, tidak rata, tidak juga terlalu masif, bisa diremas, aman dikenyot. Payudara ini pernah menjadi taruhan anak-anak bandel SMA CB. Siapa yang bisa mencolek, menggoyang, atau menyentuh tanpa ketahuan disengaja, maka dia akan menjadi pemenangnya. Yang memenangkan taruhan itu dulu? Nanto tentu! Dulu ia sengaja berdiri di dekat Bu Asty dan menggoyang siku-nya untuk bisa merasakan empuknya dada sang guru. Tentu saja saat itu Asty ngamuk-ngamuk, tapi sekarang? Ia justru pasrah dan mau diapakan saja.
Melihat keindahan buah dada Asty, Nanto kian tak tahan. Batang kejantanannya menegak bagai tiang pancang. Susu sang guru muda memang selalu menjadi daya tarik para pria, tidak hanya guru, murid, kepsek, tapi juga cleaning service dan bapak kantin. Begitu mempesonanya payudara Asty, Nanto menjadi beringas bak manusia serigala, tak sabar ingin menangkup dua bukit apik yang dipamerkan oleh sang ibu muda itu.
Siapa yang menyangka bahwa wanita idaman seperti Asty yang memiliki image santun dan alim, kini sedang membuka pakaian dan memamerkan payudara di hadapan mantan muridnya sendiri. Nanto mulai menjamah dan meremas dada sang guru muda. Ah, ini baru susu. Padat, berisi, kencang, tidak kendor, dan pas sekali digenggam. Mana kulit Asty juga putih mulus, semakin asyik lah ini buah dada sempurna.
Asty hanya terdiam dan memejamkan mata penuh rasa bahagia kala bagian sensitif pada tubuhnya itu dipegang oleh sang pemuda pujaan. Ia menikmati setiap sentuhan, setiap elusan, setiap remasan dari Nanto – lebih dari suaminya.
Lebih dari suami sendiri? Heh! Apa-apaan kamu ini Asty? Malah lebih menyukai elusan bocah yang dulu jadi murid kamu dibandingkan suamimu yang lebih berhak? Kamu sudah gila?
Iya. Mungkin dia sudah gila karena asmara yang membuncah.
Asty pasrah menikmati genggaman tangan sang pemuda bengal di buah dadanya, ia justru melenguh dan mengembik keenakan. Matanya dipejamkan menikmati setiap sentuhan di bulat balon buah dadanya, semuanya begitu enak, terlebih setiap sentilan dan colekan di ujung pentil susunya yang sensitif.
Melihat kecantikan dan keseksian sang ibu muda yang begitu menikmati, Nanto pun makin bersemangat. Sembari meremas-remas buah dada Asty, jari telunjuk si bengal dimainkan berputar di puting susu sang bidadari. Wajah penuh nafsu sang guru BK yang menggelinjang tak tahan membuat Nanto kian menggelora.
Tangan Nanto bergerak turun menyusuri pinggang ramping dan putih mulus Asty, lalu mengait di kolor celana pendek sang ibu muda sekaligus celana dalamnya. Nanto menarik dua penutup terakhir pelindung liang cinta Asty ke bawah. Ia melemparkan celana pendek dan celana dalam Asty ke lantai.
Oh wow, ini sih the best banget.
Lihat saja belahan yang masih nampak rapat dan apik itu, kayak anak perawan! Segede apa sih kontol suaminya?
Bulu-bulu halus di atas liang surgawi Asty pun dicukur rapi menandakan kebersihan yang terjaga dan perawatan yang prima dari sang pemilik tubuh. Tangan si bengal nakal bergerak turun, menyusur bagian dalam paha, hingga masuk ke tengah-tengah selangkangan. Kejadian selanjutnya mudah ditebak, tangan si bengal mengobel kelentit di bibir liang surgawi Asty hingga membuat mantan guru BK-nya itu menggelinjang tak berdaya dalam pelukan dengan kaki yang makin terbentang lebar.
“Aaaaaahhhhhhhh!! Aaahhhh!! Aaaahhhh!!!”
Nanto tiba-tiba menghentikan gerakan jemarinya, membuat Asty geleng-geleng karena kenakalannya. Sudah membuatnya merem-melek begini, tiba-tiba saja berhenti. Uhhh… sebel rasanya sedari tadi dibikin penasaran. Nanto ternyata sibuk memasang barang yang tadi ia beli sampai berjam-jam lamanya. Ayo cepatlah! Si bengal sudah benar-benar tidak tahan lagi. Ia harus memasukkan!
Nanto memutar tubuh Asty, lalu berdiri di belakang sang bidadari dan memintanya menungging, Asty pun berpegangan di tepi ranjang. Posisi ini membuat lubang surgawi sang mamah muda terbuka dan terpapar jelas. Nanto melumuri jari-jari tangan kanan dengan air ludahnya sendiri, lalu memainkan jemarinya sesaat di liang cinta Asty – sesuatu yang membuat ibu muda itu menggelinjang keenakan dan mendesah tak tahu arah. Mengetahui Asty makin memuncak, Nanto pun mengelus dua pantat bulat halus mulus yang menantang dan menyiapkan batang kejantanannya tepat di muka bibir liang cinta sang dewi.
“Siap…?”
Asty mengangguk tanpa membalikkan wajah yang sudah merah padam terbakar nafsu.
Nanto pun melesakkan penisnya dalam-dalam ke liang cinta Asty sampai ke ujung kantong kemaluannya.
Blessshhh.
“Aaaaaaaaaaahhhhh!!”
Asty menjerit kecil saat penis Nanto meraja di vaginanya, guru BK itu makin mendesah tidak karuan saat batang kejantanan Nanto bergerak maju mundur menguasai tiap sudut liang cintanya. Si bengal menggunakan pantat bulat mulus milik Asty sebagai pegangan sementara ia mendesak berulang. Ah, meski badan agak linu gara-gara tadi sempat bermain-main dengan orang-orang Sonoz, tapi tubuh indah Asty bagai obat yang menyembuhkan semua luka. Tidak ada bagian kecil pun dari tubuh sang guru muda yang tidak dijamah oleh Nanto.
Maju. Mundur. Maju. Mundur. Maju. Mundur. Maju. Mundur.
“Aaaaaahhh… ahhhh… ahhh…”
Desah Asty bagai musik di telinga Nanto, gerakannya memompa diimbangi oleh gerak maju mundur tubuh sang bidadari yang juga mengikuti alur irama si bengal. Payudara sempurna sang ibu muda yang ukurannya sentosa pun terguncang-guncang dengan erotis, membuat si bengal meraih keduanya dan mencengkeramnya dengan gemas. Sembari menggenjot dari belakang, Nanto juga meremas-remas buah dada Asty.
“Haaaaaaaaaahhhh… haaaaaaaaaaaaahhhh… aaaahhhh…”
Asty merem melek tidak karuan, Nanto yang awalnya lembut kini berubah menjadi seekor banteng perkasa yang berulangkali menyeruduk tanpa kenal lelah. Luar biasa! teruss… Asty mau teruuuus…
Kamar yang ber-air conditioner itu terasa panas, padahal cuaca di luar juga basah dan dingin usai hujan berkali-kali mengguyur. Dua insan manusia yang bergerak bersama, saling memberikan kenikmatan, saling memberikan apa yang dibutuhkan dan dicari selama ini. Nanto akhirnya beristirahat, entah sudah berapa menit ia menyetubuhi Asty, menyodok-nyodokkan penisnya ke dalam vagina sang ibu muda, menggoyang tubuh sekaligus jiwanya. Rontok dinding kewajaran dan benih alim dalam diri Asty. Ini membuatnya gila!
Tapi sekali lagi, Nanto mempermainkannya. Pemuda itu menarik batang kemaluannya keluar, Asty yang sudah sange pun terkejut, sang guru muda memutar kepala dan menatap si bengal dengan heran. Apa-apaan sih ini anak dari tadi kok main-main terus.
“Kok dilepas…?” bibir sang bidadari mengerucut manja karena sebel, “Masukin… lagi… ih…”
“Memang suka?”
“Suka banget…”
“Suka diapain?”
“Di… masukin…”
“Dimasukin apanya?”
“Ih nakal banget sih kamu nanyanya?”
“Dimasukin apanya?”
“Va… vagina aku…”
“Dimasukin apa vaginanya?”
“Dimasukin punya kamu…”
“Punya aku? Punya aku yang mana?”
“Pe… penis kamu…”
“Kalau punya aku namanya kontol. Mau kontol aku?”
Wajah Asty memerah. “mau….”
“Mau apa mau?”
“Mauuuuuuu.”
“Mau apa?
“Ih! Sebel! Va-vagina aku pengen dimasukin ko… kontol kamu… please…”
Si bengal tersenyum dan mengangguk. Ia pun mengubah posisi. Pertama si bengal memposisikan tidur Asty supaya rebah, lalu ditariknya satu kaki jenjang sang ibu guru jelita, dikaitkannya ke atas dan bersiap dengan posisi agak miring. Setelah dirasa nyaman Nanto kembali melesakkan kemaluannya dalam-dalam. Ia bergerak kencang, menumbuk, menggiling, menusuk, menyodok, maju mundur penuh tenaga tanpa ampun! Memek Asty memang nggemesin!
Nanto merem melek merasakan kemaluannya dijepit dengan kuat oleh medan peremas di dalam liang cinta sang bidadari. Siapa yang menyangka kalau wanita seperti Asty yang sudah menikah dan sudah pernah turun mesin ternyata memiliki vagina yang serapat dan seseret ini. Nanto tak berhenti bergerak, maju mundur, putar, maju mundur, putar, dilakukan berulang bagaikan menggiling dan menumbuk, tak istirahat, tanpa jeda, terus bergerak tanpa henti. Kali ini dia juga tak berminat berhenti karena ini sungguh di luar dugaannya.
Enaknya gila, bos!
Asty membiarkan saja Nanto melakukan apapun yang ingin ia lakukan, karena ia juga merasakan kenikmatan luar biasa yang belum pernah ia rasakan sepanjang hidup. Desahan-desahan nikmat keluar dari bibir sang guru muda, tubuhnya digoncang-goncang oleh sentakan tubuh Nanto yang memompa vagina Asty dengan penisnya.
Maju mundur maju mundur maju mundur. Berulang, diulang, terulang.
“Hennghhhh! Mmmhh!! Enaaaakghh…!!”
Lagi dan lagi dan lagi dan lagi dan lagi. Bertubi-tubi Nanto menumbuk liang cinta Asty berulang-ulang. Keringat deras menetes di dahi sang mamah muda. Ia merem melek keenakan merasakan sensasi tabu yang menjadikannya luruh di pelukan laki-laki selain sang suami.
Tapi Nanto tak ingin selesai begitu saja. Ia ingin mengubah posisi!
Sekali lagi ia mencabut batang kejantanannya, kali ini perlahan-lahan. Asty terengah dan megap-megap mengatur napas. Mau apa lagi bocah bandel ini?
Si bengal duduk di tepi ranjang dengan batang kejantanan yang masih tegak menantang langit. Setelah nyaman, ia menarik lengan Asty dan memposisikan tubuh indah yang telanjang bulat itu untuk dipangkunya.
Nanto mengelus-elus pundak sang bidadari yang putih mulus tanpa cacat. Halus, bersih, dan harum. Si bengal pun mencium rambut panjang Asty yang lurus, indah, dan wangi. Disibakkannya rambut Asty untuk dapat menciumi leher sang guru muda. Leher bening yang putih itu bak lokasi nyaman untuk mendaratkan bibir si bengal yang menciuminya berkali-kali, membuat Asty geli dan menggelinjang.
“Mmmhhh… nakal… geli tau…” desah manja sang ibu muda. “jangan ninggalin bekas…”
Tak mau ambil resiko, Nanto beralih ke punggung Asty yang ia elus-elus dan kecup berulang, sementara jari-jemari nakalnya membentangkan kaki sang guru muda dan mengelus-elus paha mulusnya.
“Aaahhmmm… ahhh…” kembali Asty mendesah.
Nanto balik ke leher dan rambut mantan guru BK-nya, ia berulang kali mencium dan mengecup. Sebisa mungkin memuaskan, tanpa meninggalkan bekas yang dapat membuat keduanya kena masalah. Aroma Asty yang harum membuat birahi Nanto bergejolak.
Tangan si bengal naik, menyusuri paha, ke pinggang, ke perut, dan akhirnya sampai ke dada. Dada sempurna Asty kembali diremas-remas tanpa ampun, Nanto teramat bahagia ia akhirnya bisa juga menyentuh bahkan meremas bulat balon buah dada indah sang ibu muda yang sejak lama membuatnya belingsatan. Ia pun memainkan puting susu Asty dengan jemari bandelnya, membuat bagian paling menonjol dari payudara sang ibu muda itu makin menjorok keluar dengan kencang.
Aahh, Nanto tidak tahan lagi. Asty memang keterlaluan nggemesinnya. Nanto mengangkat tubuh sang guru muda, lalu dipaskan posisinya, dan… blesshhhh!
Kembali batang kejantanan si bengal menyeruak masuk ke dalam liang kewanitaan Asty yang sudah basah. Dengan posisi dipangku, Asty kini lebih mudah mengerakkan tubuhnya naik turun, sang ibu muda itu pun merem melek diperlakukan seperti ini oleh sang pemuda pujaan. Awalnya ia bergerak naik turun dengan perlahan, lalu lebih cepat, lalu semakin cepat, lebih cepat lagi.
“Aaaahhhh! Aaahhh! Ahhhhhh! Ahhhh!” sudah tidak karuan berbagai macam desahan yang diucapkan Asty, seluruh jiwanya bagai tersentak dalam tiap sodokan ke bawah, rasa nikmat yang tak terperi seolah tak ingin diakhiri. Seluruh tubuhnya bergoyang, bergetar, naik turun, kadang memutar, dan disentakkan berulang ke bawah.
“Aaahhhhh… ahhhh… ahhhhh…” Asty tak lagi bisa menahan diri dari semua kenikmatan bertubi yang menderanya. Ia mendesah-desah kenikmatan dengan suara kencang.
Sementara itu Nanto juga merem-melek ketika batang kejantanannya digoyang dalam cengkraman vagina Asty. Sempit dan nikmat sekali rasanya! Penisnya serasa diremas, diperas, dan dipijat di dalam liang cinta yang masih amat rapat. Wassuuuuu. Enakkkghhhh!!
Nanto melirik ke depan – terdapat sebuah meja rias dengan kaca yang cukup besar di sana, dari posisinya ia dapat menatap wajahnya sendiri di kaca meja rias. Dari sisi itu pula ia dapat melihat bagian depan tubuh Asty tengah dipacu dalam sebuah permainan cinta tabu yang nikmat. Nanto mengagumi wajah Asty yang jelita tengah terangsang hebat melalui pantulan kaca rias, yang juga mampu memberikannya sensasi birahi yang makin memuncak.
Wajah Asty yang sudah tenggelam dalam gairah nafsu sejati memang sangat menggairahkan, ia makin cepat menggoyang badan, makin cepat bergerak naik turun – ibarat seorang penunggang kuda di arena rodeo yang sedang mengendarai kuda liar. Rambut indahnya yang panjang dan halus terlempar berulang, menampar wajah si bengal yang tak keberatan menikmatinya.
Nanto juga tidak tinggal diam begitu saja saat batang kejantanannya tegak berdiri disergap berulang oleh liang cinta sang bidadari. Tangan bandelnya masih terus memainkan pentil susu Asty, dipilin, diputar, dipijat, diremas, semua dilakukannya.
Asty yang mendapat serangan bertubi makin tak dapat menguasai diri, ia bergerak makin cepat dan makin cepat. Jiwa dan perasaannya sudah lebur dalam sebuah gairah nafsu alami, desahan dan teriakannya bak musik yang meningkatkan level kenikmatan yang terus mendaki menuju puncak.
“Aaah! Ahhh! Ahhh! Ahhh! Ahh! Enaaaak! Enaaak!! Ahhh!”
Asty tiba-tiba berhenti, ia mengangkat badan dan membiarkan penis Nanto lolos sembari mengeluarkan bunyi plop yang kencang. Sang ibu muda lantas memutar tubuhnya dengan buru-buru. Kembali ia duduk di pangkuan Nanto, tapi kali ini mereka saling berhadapan. Dengan jemari lentiknya, Asty meraih batang kejantanan si bengal, memposisikannya tepat di mulut vagina, dan… blesshhhh!
Sekali lagi tubuh Asty bergerak perlahan, sebelum lama kelamaan makin cepat dan makin kencang bak mesin yang awalnya dipacu perlahan kemudian digeber parah tanpa jeda. Asty sempat mencium bibir Nanto sebelum akhirnya lepas ketika tubuhnya bergerak naik turun dengan cepat.
Bibir Nanto yang terlepas lalu tenggelam di payudara sang guru muda dan ia pun beraksi dengan cekatan. Si bengal mencium bulat kencang susu Asty di segala penjuru, semua diserangnya. Pertama kiri, lalu kanan, lalu kiri, lalu puting, lalu kanan, puting lagi, berulang-ulang. Diemut, dikenyot, disedot, dijilat, dinikmati, dimainkan.
Asty memejamkan mata, tubuhnya yang masih naik turun kini mulai tersentak-sentak. Teriakannya makin kencang.
“Aaahhh!! AAAHHHH! AAAAAHHHH!!”
Ia pun lantas memeluk Nanto dengan sangat erat, mencengkeram punggung sang pemuda pujaan dan membiarkan jiwanya serasa meledak. Sesaat kemudian ia berhenti, lunglai dan lemas di pelukan si bengal.
Demikian juga Nanto – tak beberapa lama kemudian ia juga memperkencang sodokan di tubuh yang sudah tak berdaya, makin kencang, makin cepat, lebih cepat, lebih cepat, lebih cepat, lebih cepaaaaaat! Teruuuuuussss!!
Sodokan Nanto makin kencang, makin cepat, mendaki jalan terjal yang berliku dan penuh aral melintang, terus mendaki, teruuuus… teruuuuuuuuusss…
Akhirnya Nanto mengejang beberapa kali sebelum akhirnya berhenti dan terengah-engah.
Tubuh si bengal ambruk ke belakang ke pembaringan disusul oleh Asty yang juga luruh menimpa badannya. Nanto mencoba mengatur napas yang kembang kempis. Keringat keduanya yang bercucuran dengan deras bersatu dalam pelukan yang seakan tidak ingin dilepaskan.
Untuk beberapa saat lamanya tidak ada kata terucap, hanya desah napas yang lelah dan detak jam dinding yang malu-malu. Butuh waktu beberapa saat bagi keduanya untuk kembali bernapas dengan normal. Beristirahat, menentramkan diri.
Asty memeluk Nanto erat di tempat tidur, kepalanya rebah di dada si bengal – keduanya masih tanpa busana dan hanya berselimutkan badan sang pasangan.
Sang guru muda memainkan jemari lentiknya di dada pemuda pujaan.
“Sejak kapan kamu suka sama aku?” tanya Asty tiba-tiba.
Nanto meringis malu-malu, “Hehehe. Harus dijawab?”
“Iya.”
“Sejak… sejak kapan ya?”
“Ih gimana sih. Ditanya kok malah balik nanya.” Asty menggelayut manja pada mantan muridnya. Seandainya ada guru atau teman satu angkatan Nanto yang tahu, mereka pasti akan shock bukan kepalang melihat sang bidadari idola jatuh ke pelukan anak paling bengal di jamannya. Pake pelet jenis apa si kampret ini bisa bikin Asty head over heels begini?
“Sejak pertama kali ketemu aku sudah langsung megap-megap.”
“Ih! Kok megap-megap, sih! Ga banget istilah kamu.” Asty tertawa sembari memainkan jemarinya di lengan Nanto.
“Ugh!”
“Eh, sakit?”
“Dikit. Tapi ga apa-apa, sudah biasa.”
Asty mendengus jengkel, “aku tungguin sampai ngantuk-ngantuk, malah berantem! Emang dasar kamu beneran bandel! Kesel tau ga!?”
“Iya… iya… ga akan diulangi lagi. Demi kamu.”
Wajah Asty memerah. “Kok demi aku sih. Demi kamu sendiri dong. Kamu ga mikir apa, kalau kamu berantem begitu kamu bikin aku jadi khawatir? Takut kamu kenapa-kenapa!”
“Kok bisa?”
“Namanya juga khawatir.”
“Oh ya?”
“Gimana sih! Disayang-sayang juga!”
“Hehehe, tenang aja. Aku tidak akan kenapa-kenapa.”
Asty merengut mendengar jawaban Nanto, tapi rasa jengkelnya seolah sirna kala si bengal mengecup bibirnya lembut dan memeluk tubuhnya erat. Permainan yang barusan jelas bukan permainan cinta mereka yang terakhir malam ini.
Guru muda itu termenung menatap wajah tampan si bengal yang sedang memejamkan mata. Kenapa sih kamu harus semenarik ini? Kamu kemanakan kesetiaanku sebagai seorang istri? Kenapa kau bius aku dengan pesonamu?
Wanita jelita itu menghela napas panjang.
Asty beringsut naik untuk mengecup dahi Nanto, lalu turun untuk mencium pipinya, lalu bibir, lalu ia menatap si bengal dengan penuh arti dan tersenyum bahagia sembari bergelayut manja.
“Jawabannya ya. Ya aku mau.” ucap Asty dengan wajah memerah.
“Ha?” Nanto membuka mata dengan bingung.
“Aku mau jadi kekasih kamu.”
Heh?!
Lho kok mau beneran ya? Tapi kan… anu… dia kan sudah… bentar deh… anu…
“Kamu kan tadi nanya apa aku mau pacaran sama kamu, jadi aku jawab aku mau. Kita resmi pasangan kekasih mulai sekarang.”
“Begitu ya?” Nanto meneguk ludah.
“Karena aku sudah mau jadi pacar kamu…” Asty menyandarkan kepalanya di dada bidang Nanto dan memeluk pemuda itu teramat erat. “Jangan pernah berani-beraninya kamu ninggalin aku. Jangan jahat lagi sama aku.”
“I-Ini serius kan ya?”
Asty mengangkat kepalanya untuk menatap mata Nanto dan menganggukkan kepala. “Aku sayang sama kamu, anak bandel.”
Nanto tidak tahu harus bilang apa lagi.
Ia mengecup dahi Asty.
Seharusnya ia bahagia kan? Dapat seorang kekasih? Tapi kok rasanya ada yang kurang ya. Ada yang mengganjal, ada yang tidak tepat, ada yang salah, ada yang rasa-rasanya tidak pada tempatnya.
Ya jelaslah. Pacarmu itu statusnya apa coba?
Si bengal mengeluarkan satu desahan panjang dengan tarikan napas yang berat. Di saat ia menjadi seseorang yang putih malam ini dengan menolong tanpa pamrih, ternyata ia juga menjadi seseorang yang hitam dengan meniduri mantan guru BK-nya. Kita memang tidak pernah menjadi benar-benar putih sebagaimana kita tidak pernah benar-benar hitam, karena keterbatasan alamiah sebagai seorang manusia yang menjadikan kita pribadi yang kompleks, yang berdiri di ambang batas hitam dan putih.
Di sini, sekarang, Nanto sedang memeluk impian yang seharusnya tidak menjadi haknya. Kelak ia mungkin akan menghadapi konsekuensinya, tapi itu kelak.
Manusia tidak dapat membaca masa depan – meskipun tahu ia melakukan hal yang salah, jadi entah apa yang akan terjadi kelak, Nanto tidak tahu dan belum berminat untuk mencari tahu. Saat ini si bengal hanya ingin menikmati waktu-waktu yang seakan tercipta dalam kekhilafannya sebagai manusia, bersama dengan kekasih barunya – seseorang yang ia impikan sejak lama.
Lagu Yang Terdalam dari Noah bagai berputar pelan di relung batin terdalam si bengal, seakan menghimpitnya dalam kenyataan pahit yang syahdu yang suatu saat nanti akan ia hadapi jika hubungan yang baru ia mulai ini terus berlanjut.
Siap-siap terbakar jika bermain api.
Nanto juga tahu pasti tidak akan ada happy ending di ujung jalan dengan memacari istri orang. Tapi bukankah hatinya sudah terbiasa duduk terdiam dalam sangkar gelap di ujung sudut yang tak pernah terpantul sinar sang mentari? Ia tidak pernah mundur menghadapi apapun. Seperti sebuah kalimat penuh makna, jangan sedih ketika sesuatu berakhir, tersenyumlah karena hal itu terjadi.
Makin erat ia memeluk tubuh indah Asty.
Ia ingin menidurinya lagi dan lagi.
Maafkan jika kau kusayangi.
Bersambung