Part #11 : Desahan bu yuli
“Uhh…” erang Yuli begitu lidahku menyapu belahan merah itu.
Kuulangi lagi sapuan lidahku berulang-ulang. Rasanya asin campur-campur sama bau sabun mandi tadi. Ia banyak menggosok kemaluannya dengan sabun saat mandi tadi. Tanganku menahan sekaligus mengelus paha gempalnya yang padat. Kulit mulusnya kuelus gemas seiring permainan lidahku yang juga gemas. Jariku tak sabar menusuk masuk liang kawinnya dan lidahku mempermainkan itilnya.
Tak kurang Yuli menjerit-jerit erotis karena permainanku. Tak perlu ragu bersuara keras di sini karena kanan-kiri kamar ini juga pastinya sedang indehoi juga siang-siang bolong begini penghuninya. Aseng junior-ku sudah meradang pengen segera masuk ke liang kawin Yuli yang sudah menunggu.
Benar juga, tak lama Yuli mencapai big-O-nya. Tubuhnya bergetar pelan dan kakinya menegang. Jariku seolah diperas-peras oleh liang kawinnya. Gimana kalau Aseng junior yang diperas di dalam sana. Bisa langsung ngecrot kau, Seng! Kugosok jariku sebentar di belahan itu kembali lalu aku beranjak naik.
Yuli yang berbaring mengangkang pasrah masih lemas. Yang kutuju adalah gunung setinggi 38DD itu. Ia kembali melenguh keenakan saat puncak gunungnya kutancapkan lidahku. Menandai daerah kekuasaanku dengan ludahku dan mengeruk kenikmatan dari putingnya yang menegang kaku. Aseng junior sudah kugesek-gesekkan di belahan pintu surga Yuli. Lembab dan mudah sekali kepala botak Aseng junior masuk menyelinap. Bak maling kelas kakap ia menerobos masuk tanpa bisa dihalangi lagi.
“Ooaahh…” desah Yuli merasakan Aseng junior-ku menerobos masuk. Urat-urat tegang di sekujur tubuh Aseng junior menggaruk dinding licin liang kawin Yuli. Terasa sekali jepitannya. “Dalam bang Aseng… uhh…” pujinya. “Bang Aseng pinter…” naik kupingku terus dipuji begitu. Apa lakikmu pada paok semua sampe aku dibilang pinter?
Kubiarkan Aseng junior terbenam dalam di sarung barunya sementara aku terus fokus mempermainkan kedua 38DD itu dengan intens. Aku gemas sekali dengan ukurannya sampai-sampai Yuli meremas rambutku keenakan. Aseng junior mendapat remasan juga di dalam liang kawin Yuli. Aku juga membalas dengan mengedutkan batang Aseng junior. Yuli memeluk kepalaku karenanya beserta apitan kaki gempalnya di pinggangku. Alhasil Aseng junior makin terbenam dalam. Sesak nafasku mendapat pelukan erat perempuan semok ini. Tubuhku seperti luruh dalam dekapannya.
Hanya lidahku yang bisa bergerak menyentil-nyentil puting susunya dan tetiba tubuhnya bergetar lagi. Alamak! Aseng junior dipulas kencang di dalam liang kawin Yuli. Rasanya alamakjang. Kek di awang-awang rasanya. Walopun gak bisa gerak sedikitpun. Walaupun Aseng junior belum ada mompa sekalipun, perempuan ini udah dapat orgasme lagi.
Ambyar lemas Yuli seperti elang yang sedang membentangkan sayap dan kaki. Lunglai tak berdaya. Kucabut Aseng junior dari dalam liang penyiksaannya. Tubuhnya merah berkilat-kilat keabisan oksigen. Kelamaan kelelep kali ya? Kalo udah begini, tubuh Yuli udah bisa diapa-apain aja sesuka hati. Kubentuk arah tubuhnya jadi menyamping lalu kucoblos walau agak sulit menyelipkan Aseng junior masuk ke dalam sana. Jepitannya sungguh terasa. Paha gempal dan pantatnya yang bahenol kuremas-remas kala kugenjot Aseng junior pelan-pelan. Alamak… Enak kali binik orang ini.
Kusedot kembali satu 38DD yang bisa kujangkau di posisi menyamping ini. Ia merintih-rintih keenakan dari berbagai sumber rangsangan sekaligus. Aseng junior merangsek pelan dan lidahku bermain pentil. Kala aku sudah gak kuat lagi menahan rasa pengen ngecrot itu, kuhentikan gerakanku dan kucabut cepat. Berkedut-kedut Aseng junior penasaran dah pengen ngecrot aja. Sabar, Seng.
Kukembalikan tubuh Yuli ke posisi awal tadi dan kujilat liang kawinnya sebagai pengalih perhatianku agar Aseng junior istirahat sebentar. Puas bermain-main dengan pintu surga itu pake lidah dan Aseng junior sudah pulih kembali, kusodok masuk lagi. Yuli melenguh keenakan sampai melengkungkan tubuh semoknya.
Aku tau trik memperlama waktu bercinta ini tentunya dari pengalaman. Sebagai pria yang tau diri dengan kemampuan harus pandai-pandai memainkan tempo tentunya. Enjot-enjot-jeda, enjot-enjot lagi-jeda kalo dah terasa mau finish. Pasti pada kelimpungan tuh para cewek.
Kembali Yuli dapat puncak kenikmatan itu lagi dan lagi-lagi Aseng junior menjadi korban pulasan maut itu. Diremet-remet kayak lemet dia di dalam liang kawin enak ini. Cepat-cepat kucabut karena aku harus membuat jeda lagi. Menang banyak kau, Seng.
Kali ini sepasang 38DD itu menjadi alat pengalih perhatianku. Kupuas-puaskan bermain dengan gunung kembar itu sementara Aseng junior hanya parkir diatas ladang jembut. Hanya sekedar goyang-goyang dikit aja menggesek pelerku dengan itil Yuli yang mencuat menegang. Sudah terasa cukup, kubenam lagi dalam-dalam dan genjot.
“Bhang Ashhenng… Bhuntingi Yuulii, bhaang… bhuntingi… uuhh…” itu terus ucapannya berulang-ulang. Mata kami saling pandang kala aku menyedot pentil susunya dan Aseng junior menggenjot liang kawinnya. Ia sudah pengen merasakan hangatnya bibit-bibitku menyirami ladang rahimnya yang selama ini kering. Kakinya mengangkang lebar, pasrah dengan semua kegiatanku di atas tubuhnya. Bebas aku menyemproti rahimnya sesukanya. Perlahan kupercepat. Pelan-pelan naik tempo genjotanku. “Clok-clok-clok!” Aseng junior terus bekerja keras. Terasa sangat panas karena sudah kutunda berkali-kali dan ia sudah tak sabar pengen ngecrot.
“Aaahhh…” kusembunyikan mukaku di lehernya kala kubenamkan kuat-kuat Aseng junior yang menyemburkan isi cairan kental serupa ingus itu. Berkejat-kejat tubuhku karena rasa nikmat yang menyetrum seluruh tubuhku. Hasilnya tubuhku terasa ringan dan lelah seketika. Beberapa kali semburan kencang membanjiri rahim Yuli. Semoga membuahi sel telur yang ada di dalam sana di masa suburnya ini. Ah… Nikmat kali-lah binik orang ini…
————————————————–
Jam 2 siang kami keluar dari penginapan Ard*na dan pulang. Aku harus kembali balik ke kantor karena aku permisi cuma beberapa jam aja. Sebenarnya cuma setor muka aja ke Personalia, kerja bentar kek biasa trus pulang.
Cuma sekali aku ngecrot ke Yuli siang itu karena keterbatasan waktu. Tapi malamnya aku menyambangi rumah tetanggaku itu. Sebenarnya cukup riskan keadaan ini karena rumahnya tepat di samping rumahku. Tapi kalau udah Aseng junior yang bicara, lupa segala-galanya. Ha-ha-ha. Hidup Aseng junior!
Jam 11 malam aku masuk lewat pintu belakang yang tidak dikunci Yuli. Istri dan kedua anakku sudah terlelap dari jam 9 malam tadi. Begitu juga dengan anak Yuli, Mimi. Ia mengarahkanku ke kamar kosong yang sudah dialih fungsikan menjadi gudang sementara karena rumah dua kamar ini hanya satu yang dipakai menjadi kamar. Walau begitu, ia sudah menyiapkan kasur kapuk di lantai tempat bergumul kami nanti.
“Kretanya udah datang?” bisikku tentang motor pesanannya.
“Udah… tuh…” tunjuknya pada motor matik di dekat pintu depan sembari memelukku dan mengarahkanku masuk ke kamar.
“Udah running (test drive, inreyen) belom?” kataku masih berbisik.
“Tadi, kan udah…” jawabnya sambil meremas Aseng junior di bawah.
“Yang ini memang udah di running… kretanya, loh?” kataku mencolek 38DD.
“Hi-hi-hi…” dia bisanya cuma tertawa genit membiarkanku meremas gunung setinggi 38DD itu sesuka hatiku karena ia juga sedang asik dengan Aseng junior dan mengarahkanku duduk di atas kasur di lantai. Tanpa sungkan ia melepaskan celana longgar selututku sekaligus sempaknya. Aseng junior langsung mengangguk-angguk tanda setuju.
“Yuli masih ingat, kan dengan syaratku waktu di rumah makan tadi siang?” tanyaku ngetes ingatannya. Takutnya perempuan ini terbawa arus dan menikmati hubungan tak sah ini lalu mengharapkan yang lebih dari seharusnya.
“Paham loh, bang…” bu Yuli lalu mengulangi perjanjian yang kutawarkan padanya seperti juga yang pernah kutawarkan pada Aida beberapa waktu lalu.
Bu Yuli ingat semua itu pertanda sangat serius dalam kesepakatan ini. Semua kata-kataku terpatri dalam di benaknya. Bagus kalau begitu. Perjanjianku dengannya berhasil.
Pembaca tentunya juga sangat penasaran dengan beberapa hal di dalam kisah ini, kan? Seperti apa yang terjadi kok tiba-tiba aku masuk ke alam lain dan bertarung dengan musuh-musuh supranatural di dua kisah ini. Dukun kimak dan wak Bugil adalah dua contoh musuh yang sudah kuhadapi di kisah ini. Pertarungan tidak dilakukan secara fisik dan waktu. Misal ada luka yang didapat, tubuh materil pelaku tidak akan terluka sebenarnya tetapi jiwanya yang terkena. Tidak ada restriksi waktu di pertarungan yang artinya batasan waktu tidak kami alami sama sekali. Semua itu bisa berlangsung hanya sekelebatan sayap lalat saja. Sangat cepat. Hampir tidak ada jeda.
Ini adalah pertarungan antar Menggala di alam metafisis. Sebenarnya kami bisa saja bertarung di kehidupan nyata tapi itu akan sangat beresiko ketahuan masyarakat luas dan cenderung akan merusak lingkungan. Bayangkan apa yang akan terjadi bila di kehidupan nyata dua pocong berwajah hitam itu muncul di jalanan atau juga puluhan anjing hutan yang mengeroyokku di hutan bambu. Bayangkan juga ledakan dahsyat yang membakar hutan bambu dan tebasan luka menganga di dada wak Bugil.
Akan ada kehebohan yang tak perlu terjadi di masyarakat. Bisa-bisa viral tiap hari pertarungan antar Menggala ini di medsos karena kemustahilannya. Para pendekar Menggala biasanya hidup normal seperti warga masyarakat kebanyakan. Kalau ada yang nyeleneh biasanya memang eksklusif menjadi dukun, paranormal atau semacamnya. Dua orang sakti yang sudah kuhadapi di atas contohnya. Mereka memanfaatkan kekuatan Menggala mereka untuk tujuan tertentu. Tentunya keuntungan materil dan moril tentunya.
Bertarung di tempat umum atau alam nyata sangat beresiko bagi pendekar Menggala. Karena ini akan mengekspos media ke-Menggala-an kami. Seperti ada konsensus tak tertulis kalau para Menggala akan menyembunyikan keberadaannya. Kini kita akan membahas lebih dalam tentang Menggala.
Aku berbaring di kasur kapuk ini dengan tanganku sebagai bantal penyangga sementara melihat Yuli melucuti pakaiannya. Ia tidak perlu basa-basi lagi pake mandi lagi karena kuyakin ia sudah mempersiapkan diri dengan matang. Bahkan ia sedikit berdandan menyambutku malam ini. Ia bermaksud melayaniku malam ini.
Dilucutinya pakaianku dimulai dari celana boxer-ku yang tanpa sempak lalu kaos oblongku. Diselipkannya sebuah bantal di bawah kepalaku. Perhatian sekali dia. Jadilah aku berbaring bugil di kamar rumah tetangga sampingku. Ini sebenarnya kenekatan gilaku karena jaraknya terlalu dekat dengan rumahku tetapi malam gelap dan penerangan lampu gang hanya sekedarnya apalagi keadaan sepi membuat situasi ini berpihak ke nekatku. Lampu temaram yang hanya memakai lampu pijar 5 watt di kamar ini membuat situasi menjadi semakin syahdu.
Yuli memakai daster ketat tanpa lengan yang mengekspos lengan semoknya. Bagian rok yang longgar sebatas lutut bergoyang-goyang akibat gerakan kaki putih semoknya juga. Sesekali bahan lembut dasternya menyentuh kulitku yang sudah tak berpakaian membuatku merinding geli. Dari bagian leher yang longgar aku bisa menyaksikan siluet gelap gunung kembar 38DD itu kembali. Tak ber-beha karena pentilnya ngecap ngacung di bahan daster. Ia mulai dengan mengelus tubuhku.
Aseng junior tanpa perlu dikomando lagi sudah ngaceng keras paham apa yang akan terjadi malam ini, kelanjutan yang tadi siang. Ia akan masuk ke sarang barunya lagi. Yuli tak mengindahkan Aseng junior dulu karena ia menyerbu puting dadaku. “Aahhss…” aku mengeluh pelan. Geli dan basah begitu lidah dan bibir Yuli mempermainkan dada kiriku. Dada kananku dielus-elus juga terkadang diremas juga. Yuli meninggalkan jejak basah di kedua dadaku dan dingin yang kurasakan setelahnya begitu ia melata turun ke pusarku.
Walau tak disentuh, Aseng junior mendapat berkah dengan tersenggol kenyal gunung kembar yang walau masih terbungkus daster. Aku menggerakkan pantatku dan menyentuhkan pucuk Aseng junior agar menubruk 38DD pujaan hati. Laga itu sungguh memabukkan walau masih berpenghalang. Rasa kenyal dan lembut sudah sangat terasa selagi Yuli bermain-main di pusarku yang sedikit berambut. Lidahnya berputar-putar bermain di pusarku. Ditusuk-tusukkan lidahnya memasuki pusarku. Aseng junior membentur bagian atas dadanya. Rambutnya yang digelung menjadi konde kuelus-elus. Kupingnya juga kupermainkan sampai ia bergidik geli.
Refleksi sinar jingga lampu pijar membuat siluet cantik wajahnya yang mengulum dalam-dalam Aseng junior. Ia melakukan aksi deep throat. Aseng junior ditelannya. Luar biasa rasa yang kualami. Ia seperti seekor ular sanca raksasa yang sedang memangsa ular lainnya hidup-hidup. Aku hanya bisa kejat-kejat keenakan merasakan seluruh syaraf sensitifku distimulasi sekaligus. Pantatku mencuat tanpa sadar dan Yuli mengikuti gerakanku yang mendesah keenakan. “Yuuul… Ehmm… Enak, Yul…” aku hanya bisa memegangi pipinya. Ia melepaskan peganganku dengan meliuk-liuk persis ular menelan mangsa. Tubuhnya melakukan side mount. (menindih tubuh dari samping, istilah di MMA)
Kutarik tubuhnya dan aku mendapatkan pahanya. Aseng junior masih ampun-ampunan disedotnya dengan luar biasa. Udah kek vacuum cleaner rasanya. Ia menurut dan jadilah posisi kami menjadi 69, kepala ke kelamin. Ternyata eh ternyata di balik dasternya, ia juga tidak memakai celana dalam lagi karena aku langsung berhadapan dengan kelamin berbulu lebat pendek Yuli yang kemerahan. Ia langsung menjejalkan apem mlenuk itu ke mukaku dengan gemas. Mukaku tertutup rok daster itu dan langsung kucaplok si apem.
Aroma segar apem Yuli segera menjadi santapanku. Kusedot-sedot liang kawinnya yang sudah becek. Ia sudah membersihkan apemnya ini secara telaten untuk kesempatan ini bahkan ia juga merapikan jembut yang tumbuh dibagian tepi bibir kemaluannya. Bau aneh yang mungkin bersumber dari duburnya juga tidak ada sama sekali. Mulutku dengan rakus menelan apem itu dan menyedotnya. Meningkahi apa yang dilakukannya pada Aseng junior-ku. Aku harus membalas dendammu, Seng. Tunggu aja.
Tanganku kupelukkan ke bongkah pantat semoknya yang terasa kenyal dan lembut. Kuremas-remas pantatnya dan ia menekankan gunung kembar 38DD itu ke perutku. Ia menggesek-gesekkan gunung itu sembari terus bertarung di pertandingan 69 ini. Dengan jari, kulebarkan bibir apem Yuli dan kucucukkan lidahku ke dalam liang kawinnya keluar masuk. Yuli semakin santer menyedot Aseng junior sampe terasa ngilu kali. Kuimbangi dia dengan mengganti alat cucuk dari lidah menjadi jari. Saat satu jari mulai masuk, Yuli melepas Aseng junior dan menengadah untuk mengaduh. Pantatnya mengejang dan bergoyang-goyang. Lalu dibenamkannya pantatnya ke mukaku, jariku semakin dalam masuk plus sedotan di bagian itilnya. Yuli mengerang kelabakan. Sempat ia membalas dengan hanya menyedot kepala Aseng junior-ku tapi tak lama karena aku menambah menjadi dua jari kemudian ia kelojotan tak terkendali.
Aku beringsut mundur saat ia menggelepar bak ayan. Yuli berbaring menelungkup masih memakai daster yang sudah tersibak bagian bawahnya. Nafasnya ngos-ngosan saat kubalik tubuhnya hingga menghadapku kembali dan kutindih tubuhnya. Kutindih untuk melepas beberapa kancing di bagian dadanya. Kubebaskan gunung 38DD itu dari kungkungannya dan keduanya merdeka sebentar karena kutangkap kembali dan menjadi bulan-bulananku. Kusedot-sedot 38DD itu sejadi-jadinya sehingga Yuli mengerang-erang lemah.
“Bhang Asheeng… Mmh… mmh… Uhh… Bhaang…” Yuli mengerang-erang tak sabar. Apem mlenuknya disodor-sodorkannya ke perutku hingga kasar jembutnya menggerus. Basah apem itu juga terasa lengket. Aku abaikan gerakan liarnya dan terus menikmati kedua 38DD fenomenal-nya. Gak sering -sering aku bisa menikmati kenyal seukuran masif ini. Aku gemas sekaligus takjub dengan ukurannya. Kalau memang dia nanti bisa hamil, anakku harusnya bisa kenyang menyedot ASI dari bungkus ini. Ah… papanya dulu yang puas-puasin nyedot ini. Tareek teros!
“Bhang Ashee~~ng… Cepatlaah masook, bhaanng? Udah gak tahaan kalii awak, bhaanng…” pintanya menarik-narik kepalaku agar lebih naik lagi hingga aku bisa memposisikan Aseng junior dan menusuk apem mlenuk penuh jembutnya.
“Sabar, Yul… Enak ini, kan?” tahanku mengulur waktu.
“Enak kali, bang Aseng… Tapi cepatlah masukkan…” jawabnya. Ada titik peluh di dahi dan lehernya. Ia sudah mengkangkang lebar mempersilahkanku masuk secepatnya.
“Jawab dulu yang jujur… Bisa?” todongku. Kalau sudah seperti ini siapapun akan berlaku jujur. Ia mengangguk tanpa pikir panjang. “Kenapa Yuli tanpa pikir lama menawariku duit untuk ngehamilin Yuli… Itu harusnya keputusan berat… Apalagi kita belom kenal lama…” tanyaku menopangkan daguku di antara kedua gunung 38DD-nya. Mata kami saling tatap. Aku penasaran.
“Jujur ya, bang Aseng… Awak kek dah lama aja kenal keluarga kalian… Sebelum kami pindah kemari… kami sebenarnya nyewa di gang XXX (dua gang dari sini) sebulan aja… Awak sering mimpi ngedorong dorongan bayi (baby stroller) dengan bayi mirip Salwa di gang ini… Sering juga awak mimpi ngeng-ngeng (ngentot) gini sama abang… Awak keten-keten (intip) ke gang ini… Ada pulak rumah yang disewakan pas disamping rumah bang Aseng ini… Cocok kali-la, kan?” katanya membeberkan semua. “Awak awalnya malu, bang… Tapi untung mamanya Salwa baik mau ngobrol sama awak yang kek gini ini… Perempuan yang lagi beter (ngincar) lakiknya… Awak usahain aja terus nyari alasan bisa dekat sama bang Aseng…” ember juga lama-lama betina satu ini. Baru dientot sekali aja udah keluar semua isi jeroannya.
“Pertanda gitu?” tanyaku.
“Awak anggap gitu-lah, bang… Bukan sekali-dua kali aja mimpinya, bang… Berulang-ulang gitu… Kalok gak ada maksudnya… ngapain pulak mimpi sampe berulang-ulang gitu? Mungkin dari abang Aseng… betulan pulak awak bisa punya anak… Biar gak gersang kali hidup awak, bang…” lanjutnya benar-benar jujur. Siapa yang gak galau dapat pengaruh dari mimpi seperti itu. Apalagi keadaan Yuli dan suaminya tak kunjung mendapat anak. Kemungkinan apapun sepertinya akan disambar tanpa banyak pemikiran. Apalagi dia punya banyak duit yang bisa jadi bahan tawar. Setelah dengan Aida kemarin, cuma dikasih daging setumpuk ini aja-pun aku mau, gak usah mesti dibayar. OK, bonus deh. Cuma orang-orang ini kurang modern dengan tidak mencoba bayi tabung aja. Kalau mereka kreatif sih aku yang rugi gak bisa menikmati kehangatan binik orang kek gini.
“Yah… Mudah-mudahan bisa-lah kau hamil, Yul… Lanjut, ya?” kataku mengenyot puting 38DD lagi. Kalau memang sama kasusnya dengan Aida, sudah 50% Yuli bisa hamil di tangan lelaki manapun. Hanya saja yang beruntung kali ini adalah aku yang berpeluang besar di masa suburnya. Lakiknya seminggu kedepan gak akan ada disini untuk menitipkan benihnya. Aku sudah sekali menyirami rahimnya dan entah akan berapa kali malam ini.
Badanku melengkung dan mengarahkan Aseng junior ke bukaan apem mlenuknya. Sebelah tanganku mengarahkan, sebelah lagi meremas 38DD. Mulutku terus mencucup puncak gunung itu dengan gemas. Kepala Aseng junior sudah membelah masuk gerbang liang kawin apem mlenuk Yuli. Terasa ketat dan hangat-hangat basah. “Iyaah… Iyaaah, bhang Asheeng… Trusss… Mmmhh…” desahnya terus merasakan perlahan Aseng junior-ku menerobos masuk tanpa penghalang berarti. Aseng junior melesak masuk hingga jembutku dan jembutnya melakukan tos, salaman trus berpelukan.
Kubenam dan kukedut-kedutkan Aseng junior di dalam liang kawin Yuli. Perempuan itu seperti melolong tanpa suara karena ia sedang merasakan nikmat itu lagi. Aseng junior-ku kembang-kempis berkontraksi di jepitan liang kawin lembut Yuli. Terus kusedot dan remas gunung 38DD itu sebagai stimulasi ekstra. Yuli hanya mampu mengkaitkan kakinya di pinggangku. Tangannya pasrah di samping tubuhnya, membuka-menutup. Matanya terpejam. Dan ia mulai mengkontraksikan otot kegelnya juga mengimbangi kedutan Aseng junior. Artinya ia telah pulih.
Kutarik Aseng junior junior sampai sebatas lehernya, terasa licin berkat cairan pelumas yang dihasilkan liang kawin Yuli, lalu kudorong masuk lagi sampai mentok kembali. Begitu berulang-ulang. Yuli mendongakkan kepalanya tiap kali tusukan Aseng junior amblas dalam di liang kawinnya. Rasanya enak kali-lah pokoknya. Ini juara. Rasa nikmatnya sungguh maksimal. Gak lama-lama pasti aku pasti nyemprot kalo begini caranya. Kulepas mulutku dari sebelah gunung 38DD dan beralih menyerbu lehernya hingga tubuh kami dempet rapet. Dadaku tergencet dengan nyamannya dengan dada jumbo Yuli. Aku menciumi lehernya, bukan cupang. Hanya cium dan jilat. Genjotanku sedikit melunak dengan tusukan setengah tiang. Tusukan setengah tiang itu maksudnya setengah dari panjang Aseng junior, ya? Itu artinya tusukan yang tidak terlalu dalam tetapi lebih menggesek itilnya.
Bergetar tubuh Yuli yang kugenjot pendek-pendek dan mengenai itilnya. Gesekan vertikal batang Aseng junior sukses menghajar itil Yuli dan membuatnya semakin menggelinjang keenakan. Jilatanku di lehernya semakin parah dan berpindah ke kuluman ke kuping. Cuping telinganya kuhisap-hisap sampai perempuan semok ini blingsatan gak karu-karuan. Genjotanku pada liang kawinnya terus merangsek hingga Yuli ampun-ampunan. Bahkan aku tidak pernah melakukan ini pada istriku. Ini rangsangan yang terlalu luar biasa menyiksa. Hasilnya…
Tubuh gempal semok Yuli bergoncang-goncang bak tremor gunung Sinabung yang tak kunjung henti erupsi. Liang kawinnya mengetat dan meremas Aseng junior sampai taraf mencekik biar mengeluarkan lava pijarnya. Ngilu terasa saat Yuli juga memeluk erat tubuhku yang masih kurang berisi dibanding dengannya. Apalagi saat orgasme begini dia bisa tak kira-kira melepaskan tenaganya. Suka-sukanya aja. Dengan begitu aku juga tidak bisa menggerakkan pantatku untuk mengaduk liang kawinnya untuk sementara. Satu tangannya berpindah dan memeluk belakang kepalaku. “Mmuuahh… mmhh… muuaahh…”
Wadaw! Yuli memaksakan bibir tebalnya ke mulutku. Lidahnya menyeruak masuk tanpa bisa dicegah. Mulutnya berdecap-decap menikmati mulutku. Dikulumnya bibir bawah dan atas bergantian dengan rakus. Belepotan mulut kami berdua oleh pertukaran ludah sementara ia terus memelukku erat. Entah apa yang dipikirkannya saat ini. Padahal aku sudah mewanti-wantinya agar tidak melakukan ini. Ia sama sekali tidak melakukan ini di penginapan Ard*na tadi siang. Ia patuh dengan semua persyaratanku. Kenapa ia berani melanggarnya sekarang? Lidahnya menyeruak masuk menyapu isi mulutku dan mengajak lidahku bergelut. Sialnya lidahku terpancing keluar dan ia menghisapnya dengan ganas.
Sedikit ada kesempatan, kugerakkan pantatku dengan melakukan goyangan. Aseng junior bisa beraksi kembali setelah sempat tercekik di liang kawin ganas itu. Pendek-pendek awalnya tetapi semakin panjang seiring waktu. Kulepaskan kepitan kakinya di pinggangku dan kulebarkan sehingga aku bisa menggasak Yuli semaksimal mungkin. Kutahan posisi kakinya tetap terbentang. Tapi walau begitu, ia tidak mau melepas kepalaku. Ia terus melumat mulutku tanpa henti dan bosan. Belepotan liur kami karenanya. Yuli pemain bibir yang jago. Mungkin sudah pro sejak gadis. Apalagi ia sudah menghadapi 3 suami jadi jam terbangnya sudah tinggi. “Sllerp… slurrp… sllerkk…” bibir dan lidah dengan ganas memangsa mulutku. Disini aku tidak berdaya tapi aku memimpin di lini bawah dengan Aseng junior yang terus memborbardir dengan tusukan-tusukan panjang.
Bukan apa-apa ya… Udah terasa geli-geli enak mau nyemprot. Lagi pula tidak perlu diulur-ulur lagi karena malam masih panjang. Ini juga sudah batas maksimalku. Lagian tujuan ini semua adalah membuahi rahim Yuli dengan bibit-bibit potensialku. Bibit yang sangat diharapkan Yuli untuk menghamilinya. Itu perjanjian utama kami.
Laga perutku dengan selangkangannya berkat tusukan dalam-dalam menghasilkan pukulan bak tamparan. Plak-plak-plak! Perutku dan selangkangannya memerah dan peluh sudah membasahi tubuh kami berdua. Kipas angin yang disiapkannya di kamar-gudang ini tak sanggup mendinginkan kami berdua. Ini sangat panas sekali, kawan. Istri orang ini enak kali. Jepitan liang kawinnya juara se-gang ini-lah. Aida masih kalah apalagi istriku. Entah itu karena berat badannya sehingga liang kawinnya lebih padat atau entah apanya. Tapi aku gak mau nahan-nahan lagi.
“Uhh… Uhh…” masih di kuluman bibir Yuli, aku mengeluh sembari membenamkan dalam-dalam Aseng junior-ku yang muntah menyemprot deposit bibit-bibitku yang kelak akan menjadi janin di rahimnya. Semoga di antara jutaan sel sperma itu, ada satu aja yang berhasil menembus pertahanan sel telur dan melakukan pembuahan. CROOOT!! CROOOT!! CROOTT!!
“AAAaaHHH!!” Yuli melepas mulutku dan berkelojotan juga. Mulut rahimnya spontan terbuka dan menerima curahan deras spermaku yang menyemprot membanjiri rahimnya untuk kali kedua. Tubuh kami berpelukan erat sambil sama-sama berkedut-kedut menikmati sisa kenikmatan ejakulasi barusan. Aku menganga lebar di lehernya. Ngos-ngosan. Terasa panas dan berkeringat. Aroma ludah dan sperma dan cairan vagina dan feromon sungguh memabukkan. Ini yang membuat mahluk hidup tetap hidup dan berkembang biak. Tuhan benar-benar serius melakukan ini semua.
Yuli tak keberatan membiarkan tubuhku tergolek lunglai di atas tubuh semoknya. Ia bisa menampungku dengan baik. Aku bersandar di kenyal empuk dua gunung 38DD. Bantal paling mahal lewat semuanya dengan khasiat gunungan alami ini. Aku bisa tidur nyenyak bersandar di sini semalaman. Tunggu, sayang kali kalo harus tidur. Ini harus digasak lagi dan lagi.
Bersambung