Part #74 : Lisa Hamil

“Kak Sandra dimana?” tanyaku dengan melongokkan kepalaku ke dalam ruangan pada Tiwi saat aku mencoba mencari tempat yang kira-kira bisa kumanfaatkan. Tempat aku ekse Lisa. Ada dua tempat yang kutau di sekitar sini. Gudang arsip tempatku dulu biasa bersama Dani dan ruang istirahat kak Sandra.

“Udah pulang, bang… Sore ini jadwal periksa kandungannya ke dokter… Ini Tiwi nanti malam mau periksa ke sana juga… Rekomendasi ci Sandra…” jawabnya malah merembet ke hal lain.

“Eh… Udah isi juga, Wi?” sahutku baru tau, masuk ke dalam ruangan yang hanya ada Tiwi.

“He he hehehehe… Baru sih, bang… Nih…” ia langsung memamerkan dengan bangga strip test pack dengan dua garis pink itu padaku. Memang ada dua garis yang artinya memang positif hamil.

“Langsung jadi keknya nih… Selamat, yaa…” ujarku yang membuatnya tersenyum lebar bangga kalo ia berprestasi lebih baik dari pada atasannya; kak Sandra yang perlu 9 tahun untuk hamil. Eh aku sampe lupa tujuanku. Ada yang lagi nungguin, nih. “Eh… Kalo gitu Tiwi bagusan pulang aja lebih cepat… Istirahat dulu di rumah… Biar nanti periksanya lancar…” modusku.

“Beneran, bang?”

“Ya-iya… Emang Tiwi mau ngapain lagi kalo kak Sandra-nya pulang? Emang Tiwi mau ngerjain apa? Mau awak aja yang ngerjain?” candaku.

“Yee… Enak aja… Ya udah-lah… Tiwi pulang aja kalo gitu… Gak ada kerjaan juga… Da-dah, bang Aseng…” ia langsung meraup semua barang-barang pribadi miliknya berupa tas dengan segala isinya, charger dan tentu saja HP-nya. Dengan cepat seperti badai ia menghilang dari ruangan ini. Aku buru-buru melongokkan kepalaku ke arah luar dimana ada Lisa yang duduk menunggu di dalam cubicle kami berdua.

“Ssstt…” aku memanggilnya serahasia mungkin. Mendengar panggilanku, ia bergerak kasual saja seperti biasa. Padahal dengan kaki rapat. Aku langsung menutup pintu, menguncinya lalu menggiring dirinya ke arah ruang istirahat sang Factory Manager yang sangat lejen ini. Lisa menurut aja kugelandang bagai ternak yang bakal dijagal.

Lisa

Lisa

“Disini?” tanyanya singkat. Matanya menyapu menyelidik dan tertumbuk pada satu tempat.

“Yaa… Kak Sandra udah pulang periksa kandungan… Asistennya juga udah pulang… Aman!” kataku mengacungkan jempol.

“Aman…” jawabnya juga.

“Sooo… Masih berlaku?” pastiku sekali akan tawarannya sebelumnya begitu kami berdua aman di ruangan ini. Sofa yang biasanya digunakan kak Sandra untuk istirahat di tempat ini diganti dengan ranjang fungsional hingga ia bisa beristirahat dengan optimal di sini.

“Masih, bang…” jawabnya dan tanpa malu-malu menelanjangi dirinya. Kami berdua sudah saling melihat tubuh telanjang kami tadi malam. Apalagi setelah sudah menikmati seks di alam spiritual yang magis itu. Lisa yang tetiba horny tanpa sebab mengajakku mengulang lagi pengalaman di alam halus itu, di dunia nyata. Ia mengaku tanpa menyembunyikan apapun kalo saat ini kemaluannya dalam keadaan basah sekali. Dan memang benar, selangkangannya basah dan ada lelehan cairan encer yang mengalir panjang bahkan di paha hingga betisnya. “Jantung Lisa berdebar-debar sekali.rasanya, bang…”

“Tetapi rasanya berbeda dengan yang Lisa rasakan saat berdebar-debar terhadap si mbak cantik… Ini bukan karena suka… Senang ato bahagia Lisa ada di dekat abang… Rasa-rasanya ada sesuatu hal luar biasa yang bisa abang berikan ke Lisa… Hal luar biasa itu membuat… membuat my pussy tingling with excitement… Bang Aseng bilang semalam kalo Lisa bisa hamil karena insiden yang nyaris membuat mbak marah besar… Itu yang membuat Lisa tiba-tiba excite seperti ini… Liat…?” ia meraba kemaluannya, menusukkan jari tengahnya lalu menunjukkan cairan kemaluannya yang membuatnya becek sedemikian. Ada aroma-aroma segar yang tercium yang kukenali sebagai aroma milik Lisa.

“Tubuh Lisa seperti melonjak-lonjak… Yearning… yearning for you, bang Aseng… Tubuh Lisa saat ini membutuhkan bang Aseng untuk mengisi… Mengisi tubuh ini… Abang mengerti kan maksud Lisa?” saat ini ia sangat ekspresif sekali. Ia menggerak-gerakkan tangannya untuk menjelaskan maksudnya. Tapi karena dalam keadaan telanjang bulat begini, tetek jumbo-nya yang malah bergoyang-goyang. Ukuran besarnya yang sama menggairahkannya dengan payudara jumbo orang rumahku, hanya berbeda di detil bentuknya aja.

“Lisa mau ngentot lagi sama awak supaya hamil…” coba kurangkumkan menjadi kalimat yang sangat kurang ajar. Tapi dia sudah telanjang di depanku. Kurang ajar cemana lagi itu?

“Nah! Itu…” ia membenarkan. Kentot-kentot! Aku harus terang-terangan mengentoti anak bosku sendiri jadinya sekarang. Seberapa berbahaya itu saat ini di kondisi begini? Kondisi yang masih simpang siur begini. Ada perang skenario skala besar yang melibatkanku langsung di perusahaan manufaktur ini. Skenario yang berpihak padaku digawangi oleh kak Sandra yang memproyeksikan diriku mensuksesi dirinya saat ia resign sehabis melahirkan nanti. Saat ini yang tau ia bakal resign hanya dirinya dan aku. Skenario besar lainnya adalah pak Asui menyiapkan anaknya ini untuk menggantikan kak Sandra pada suatu saat nanti. Sekarang Lisa dalam masa persiapan sampe masanya tiba. Bila kak Sandra resign nanti, apakah pak Asui akan memaksakan Lisa langsung menggantikan kak Sandra dengan segala keterbatasannya ilmu dan pengalamannya?

“Kenapa? Kenapa Lisa mau hamil sama awak? Oke-la dengan suamimu sampe sekarang belum berhasil hamil… Tapi kenapa harus dengan awak? Kalo alasannya supaya awak terpaksa mengawini Lisa… supaya bisa selalu dekat dengan mbak-mu, istriku… setelah minta cere sama suamimu tentunya… Tentu jawabannya… noooo way!” tegasku.

“Bukan… Bukan itu, bang Aseng… Ini proyeknya malah jangka panjang… Lisa paham mbak-ku sayang gak mau berbagi suami sama sekali dengan perempuan manapun termasuk Lisa ini… Abang juga enggan atas alasan tertentu… Tapi Lisa tetap mau dekat dengan mbak bagaimanapun caranya… Pokoknya dekat aja… Nah kalo Lisa hamil dari abang… apa keuntungannya? Papa Asui selalu mendapatkan apa yang ia mau… Ia ingin anak-anaknya yang meneruskan semua usaha yang ia miliki… Jadi ada atau tidak ada ci Sandra di sini itu bukan masalah… Incaran papa Asui adalah mendepak oom Atam… dan menggantikannya dengan Lisa kelak…”

“Saat ini kami tinggal berdua… Dua anak perempuannya yang tersisa… Tentunya nanti kami akan membagi dua semua usaha papa Asui… Setelah di sini… rencananya setelah Lisa sudah mengetahui seluk beluk tentang industri manufaktur ini… Lisa akan berpindah ke industri papa yang lainnya… Belajar lagi dari awal sampai paham… Hingga semuanya bisa Lisa pahami dengan baik… Sejauh ini Lisa kesulitan hamil… Gak tau dengan Anne (adiknya) nanti… Itu artinya penerus Lisa nanti tidak ada… Jadi kalo bang Aseng bisa menghamili Lisa… bisa dipastikan nanti semua kekayaan papa Asui bagian Lisa akan jatuh ke tangan keturunan bang Aseng, kan? Setidaknya dengan demikian… Lisa akan selalu dekat dengan mbak…” paparnya.

“Heh?” sampe segitunya pemikiran Lisa.

“Ada banyak jalan untuk mendapatkan apa yang kita mau dan Lisa sangat fleksibel masalah itu… Tujuan utama Lisa saat ini hanyalah bersama-sama dengan mbak… Hanya itu satu-satunya yang membuat Lisa bahagia saat ini… Gak tau sampe kapan… Yang penting Lisa mau menikmati rasa berdebar-debar ini semaksimal mungkin… Abang mendapat keuntungan menebarkan benih abang yang sangat subur itu ke inti keluarga papa Asui… Lisa mendapatkan rasa dekat itu… Tidakkah abang tertarik?”

Menebarkan keturunanku langsung pada keluarga pak Asui? Walopun aku gak jadi Factory Manager nanti ato bahkan direktur, kelak anak yang berasal dari bibitku yang akan mendapatkan tempat itu. Aku belum pernah punya pikiran seperti ini sebelumnya. Mendengar ide seperti ini saja hatiku rasanya sudah sangat plong. Keturunanku yang akan menguasai keluarga itu kelak sebagai anak pertama dari anak sulung pak Asui nantinya. Kepalaku terasa sangat ringan oleh kegembiraan yang tiba-tiba memasukkanku dalam sebuah gelembung ekstase yang sangat luas. Walo korporasi milik pak Asui tak semenggurita seperti milik si kembar Ron-Buana, tapi total kekayaan keluarga itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya sejahtera.

“Kita buat perjanjian, mau?” kuulurkan tanganku mengajaknya bersalaman. Proposalnya menarik perhatianku.

“Perjanjian?”

“Perjanjian tiga pasal… Lisa boleh dengar satu per satu dulu… Kalo setuju kita lanjut… Kalo tidak… Lisa pake lagi pakaiannya…” tawarku akan perjanjian tiga pasalku. Mendengar itu, tanpa pikir panjang disambutnya tanganku untuk bersalaman.

“Apa isi pasalnya…”

“Isi pasal pertama… Hubungan kita berdua ini hanya sebatas ini saja… Kita berdua sebagai rekan kerja… Awak sebagai suami mbak-mu dan Lisa sebagai istri si Steven… Tidak lebih dari itu saja… Tidak akan ada romantis-romantisan… Pacaran-pacaran… Gak ada mainan hati apalagi cinta-cintaan… Itu pasal pertama…” Ia mengangguk paham.

“Isi pasal kedua… Hanya kita berdua saja pihak yang mengetahui hubungan kita ini, Lisa… Tidak boleh memberi tau hubungan kita ini pada siapaun, atas dasar apapun juga… Hanya kita berdua… Pasal kedua…” kembali ia ngangguk paham pertanda setuju dengan pasal-pasal yang kusampaikan.

“Isi pasal ketiga… Nanti bila Lisa benar hamil dan melahirkan… bayi ini adalah anak dari Lisa dan Steven… Yang berasal dari pernikahan kalian berdua… Jangan mengait-ngaitkannya padaku walopun ia berasal dariku… Pasal terakhir… Paham?!” tuntasku yang kemudian dipahaminya.

“Lisa paham semua maksud bang Aseng dengan tiga pasal ini… Sangat paham… Abang sudah sering melakukan ini tapi Lisa tidak akan bertanya…” ia mengguncang tanganku bersamaan dengan guncangan tetek jumbo-nya juga. Kami berdua tersenyum. “Alright…” ia melepas tanganku dan beralih pada ranjang kecil yang ada di ruangan istirahat kak Sandra ini. Ia berbaring senyamannya setelah mengatur sebuah bantal buat menyangga kepalanya. “Let’s do this…”

Walo berbaring dengan nyaman di ranjang single bed ini, kakinya tidak dibuka lebar. Aku mendekat padanya dan membuka kemeja lengan panjangku untuk permulaan. “Apa yang Lisa rasakan waktu ngeliat awak bercinta dengan mbak cantikmu itu? Cemburu… ato apa?”

“Cemburu, dong… Tapi Lisa cuma bisa melihat saja… Dan saat tau mbak sangat menikmati bercinta dengan abang… Lisa ikut bahagia dengan untuknya… Mbak-ku selama ini bahagia bersama abang… Tak kurang kasih sayang dan berkecukupan… Lahir dan bathin… Sampai Lisa tak tahan lagi melihat itu semua dan insiden kecil itu terjadi… waktu mbak marah ituu…” ungkapnya dan berusaha merilekskan sekujur tubuhnya. Tangannya yang tadi ada di sisi tubuh diletakkan di perut, menyangga tetek jumbo-nya hingga mencuat mengacung lagi setelah sempat terbenam akibat massa berat lemak pembentuk payudaranya.

“Tapi tentunya Lisa juga gak mungkin cerita-cerita tentang kita ini pada mbak… Pasti udah dicap pelakor Lisa-nya… Dan tentu aja gak boleh dekat-dekat lagi dengannya… Bisa patah hati Lisa jadinya…” Pinggangnya sempit dengan pinggul yang tak terlalu lebar. Kulit putih bercahaya khas panloknya sangat terang di kamar dengan dinding kaca blok ini. Jembut yang hanya tumbuh di sekitar lipatan bibir vaginanya, hanya jarang-jarang. Menjadi sedikit warna gelap penghias di bagian bawah tubuhnya beserta sebuah lubang pusar yang imut di perutnya yang rata. Lisa meneguk ludah melihat sosok tubuhku yang tak berpakaian lagi. Terang kamar membuatnya dapat melihatku dengan sangat jelas, jauh berbeda dengan kesempatan malam tadi.

“Setelah ini… hubungan kita akan jadi bagaimana ya, Lis?… Lisa tinggal di rumah kami… sebagai perempuan yang hanya tergila-gila dengan orang rumahku… Tidur bahkan seranjang dengan kami… Bisa ngeliat saat kami bercinta begitu… Sampe berapa lama kegilaan aneh seperti ini akan bertahan… Terus terang aja awak bingung dengan mbak-mu sekarang ini… Bagaimana mungkin dia bisa jadi sebegini absurd-nya? Membiarkan Lisa nembak dia segitunya… Membiarkan Lisa menyentuh tubuhnya secara intim begitu… Untung Lisa perempuan… kalo tidak awak sudah mencincangmu…”

“Hi hihihihi… Lucu ya, bang? Lisa juga gak tau… Seperti ada yang sedang mempermainkan kita… Ada sedang fucked up our bloody mind… Secara normal… ini gak akan mungkin terjadi… Bahkan di kalangan yang sangat konservatif sekalipun ini gak akan terjadi… Tapi…” ia mulai memberanikan diri untuk melebarkan kakinya sedikit hingga ada sedikit rengkahan di bibir vaginanya yang indah. “… bukankah abang ada tugas untuk Lisa… Menghamili Lisa… Ini masa suburku…” ia menggigit bibir bawahnya.

“Suamimu… si Steven itu… Apa Lisa benar-benar akan cerai dengannya?… Kalo Lisa benar hamil nanti… ia gak punya figur ayah nantinya…” tanyaku lebih ke kepo.

“Kalo dia mau pindah ke Indonesia ato minimal Singapur… dan meninggalkan pekerjaan mapannya disana… akan Lisa pertimbangkan… Papa juga sudah tau masalah ini… Eneg juga lama-lama di negeri orang tanpa keluarga… Sementara keluarga Lisa semuanya ada di dekat-dekat sini… Abang gak usah khawatir lagi-ah… Lisa gak akan minta dinikahi sama abang lagi, kok…” jelasnya tegas. “Kalo Lisa beneran bisa hamil… pasti Steven akan berubah pikiran…”

Tanpa bicara lagi, aku melepaskan celanaku hingga aku telanjang bulat seperti dirinya. Kurebahkan diriku di samping tubuhnya, meraih bahunya dan menjangkau mulutnya. “Aahh…” kami berciuman. Kali ini ia pasif dan membiarkanku bekerja semaunya. Tak seperti tadi malam saat ia menyerang istriku dengan ganas di dalam tidurnya. Ia membiarkanku menjamah tubuhnya dengan submisif. Saat kuremas-remas tetek jumbo-nya dengan lembut. Mulutnya hanya bisa melenguh-lenguh keenakan di sela pagutan mulut.

Lisa hanya menyambut mulutku sekenanya aja dan menikmatinya dengan pasif. Mungkin ini yang selalu dilakukannya kala bersetubuh dan ini template gayanya. Gak masalah sih sebenarnya, membuatku jadi lebih bebas berkreasi atas tubuhnya. Tubuh indahnya sangat sayang untuk tidak dieksplorasi sampe sudut-sudutnya. Telinga dan lehernya kemudian yang menjadi incaranku, ia semakin keras merintih. Putingnya menegang kala kupilin-pilin. Panlok ini pasrah juga saat ketiaknya kucium dan kujilat-jilat. Hanya menggelinjang kegelian dan merintih seksi.

Ia semakin merintih saat sisi samping tetek jumbo-nya kujilat-jilat. Tekstur kenyalnya melawan saat lidahku menekan-nekan. Putingnya semakin ganas kupermainkan. Lisa meraung saat putingnya kemudian kucaplok dan dipermainkan lidahku. Jariku berpindah ke puting satunya disertai remasan-remasan gemas. Semakin lama aku semakin gemas dengan tubuhnya. Saat ini, tubuhnya semi kutindih dengan berada di atas perutnya. Lidahku berkisar di sekitar perutnya lalu bermain-main sebentar di pusar imutnya. Ia tetap merintih-rintih menggigit ujung jarinya. Ia sepertinya tau ini akan mengarah kemana.

Kecupanku beralih ke atas permukaan daging pubis-nya. Vagina yang tak terlalu tebal ini sudah sedemikian basah dari tadi. Masih ada cairan yang meleleh keluar perlahan saat kulebarkan kakinya semakin terbentang dengan pasrahnya. Aku menikmati vista tampilan belahan vaginanya yang basah kuyup oleh nafsunya sedari tadi. Liang kawinnya berkedut-kedut dengan lubang sempit gelap. Bibir bagian dalamnya berwarna pink pucat dipuncaki dengan segaris lipatan kacang itil yang ngumpet. Mulutku segera menyuruputnya.

“Aahhh…” erangnya.

Seluruh mulutku mencaplok permukaan vaginanya. Kuhisap-hisap awalnya lalu lidahku bermain-main lincah. Kepala Lisa terombang-ambing dengan rintihan merasakan kemaluannya kupermainkan sedemikian rupa. Jilatan panjang dari bawah ke atas menyapu seluruh isi dalam belahan basah kemaluannya hingga ia menggelinjang kelimpungan. Apalagi saat lidahku menerobos masuk meruncing, menusuk-nusuk liang kawinnya.

“Ahhh… Enak, bang…” lirihnya merintih.

Lidahku makin rajin dan liar bermain-main di seluruh vaginanya. Semua bagiannya kujilati hingga Lisa semakin gelisah. Ia lebih keenakan saat kacang itilnya yang kusedot-sedot. Gerakannya menjadi sedikit liar dengan gelinjang-gelinjang geli campur gemetar sesekali. Apalagi rintihannya makin intens terdengar. Suara seperti kepedasan terdengar berulang-ulang. Tubuhnya bergerak tak banyak variasi karena pahanya yang terbuka kupegangi agar lidahku tak perlu mengejar kemana-mana. Lidahku menyentil-nyentil cepat kacang itilnya yang menegang.

“Aaauhhh… Aahhhh… Baangg… Ah ah ah ahh…” tubuhnya lemas dan berkejat-kejat sendiri hingga. Sejumlah cairan bening mengucur keluar dan segera kutampung, kucucup rakus. Rasanya sangat segar seperti aroma tubuhnya. Ia bergetar-getar saat kujilati kembali hingga hanya menyisakan kelembaban biasa. Tetek jumbo-nya naik turun kembang kempis karena orgasme barusan.

Lisa pasrah aja tubuhnya kuseret ke tepian ranjang dan kuarahkan Aseng junior ke arah mulutnya. Rela ia membuka mulutnya dan membiarkan bagian kepala Aseng junior masuk. Lidahnya otomatis bermain-main di lubang kecil di ujung kepala penisku. Walo masih lemas, ia masih bisa bekerja dengan baik. Tak lama tangannya mulai bergerak membantu mengocok-ngocok batang Aseng junior. Mulut mungilnya tak bisa dimasuki seluruh batang kemaluanku. Selagi ia merangsang penisku, aku memerah tetek jumbo-nya yang tubuhnya miring begini. Sepasang tetek jumbo itu saling menghimpit akibat massa gemuk montoknya.

Kucubiti bagian pentilnya dengan gemas sekalian berusaha menyodok-nyodok mulut mungilnya dengan Aseng junior. Remas-remas tetek jumbo yang kenyal sembari memperkosa mulutnya berbibir tipis merah merona. Rasanya sangat nikmat sekali. Tak pernah kubayangkan akan begini dengan salah satu anak pak Asui yang cantik ini.

Aku yang dulu hanya staff rendahan di kantor ini setelah diangkat derajatnya oleh kak Sandra, hanya bisa melihat terpana anak-anak pak Asui yang cantik sebelum berangkat kuliah ke luar negri. Kakaknya yang bernama Vanessa bahkan lebih cantik lagi dari pada Lisa ini. Mungkin itu hal yang menjadi pendorong teman-teman bejatnya untuk memperkosanya beramai-ramai. Dan saat ini, bahkan Aseng junior-ku sedang kusodok-sodokkan ke mulut mulut perempuan cantik yang hanya bisa kupandang dari kejauhan dulu.

“Lisa tau enggak… kalo dulu awak hanya ngeliatin Lisa dari jauh waktu datang ke kantor ini bareng-bareng kakakmu… Anak pak Asui cantik-cantik, yaaa? Gitu pikir awak…” ungkapku saat memposisikan diriku di antara kakinya. Aseng junior kuarahkan ke belahan vagina basahnya.

“Lisa yang masih perawan waktu itu… Hi hihihi… Gak lama abis itu mulai pacaran dan gak perawan lagi…” ia terkikik geli. “Dan sekarang Lisa yang sama saat ini sedang pasrah minta dientot abang Aseng… Binor panlok anak bos besar abang…” lanjutnya lalu mendesah karena Aseng junior mulai kugesek-gesekkan di atas kacang itilnya. Jembut jarang-jarangnya melekat kemana gerakan Aseng junior. Belahan kemaluan Lisa sudah sangat basah, ini tidak akan sulit dicoblos.

Ia memejamkan matanya dan hanya meresapi rasa saat Aseng junior yang kugesek-gesekkan di atas belahan bibir vaginanya mulai menusuk masuk di lubang seharusnya. Kusodok-sodok perlahan dan kepala Aseng junior menelusup masuk, tercelup. Hangat dan basah. Ada sedikit perlawanan yang dengan mudah ditaklukkan dengan melebarkan lebih luas bukaan kakinya. Aseng junior meluncur masuk dengan lancar berkat basahnya liang kawin Lisa. Gerinjal-gerinjal kecil di dinding liang kawinnya menyambutku dengan memberiku gelitikan nikmat di sepanjang batang keras penisku. Memberinya pijatan erotis dan sukses membuatku mentok.

Panlok ia menganga tanpa suara merasakan liang kawinnya dipenuhi oleh batang kemaluanku. Terasa berkedut-kedut yang berasal dari deburan jantungnya yang berdebar-debar. Aku mengkontraksikan Aseng junior yang menebal menipis mengimbangi kedutannya. Lisa menatapku terperangah karena apa yang kulakukan membuat getar-getar baru di dalam liang kawinnya. “Aah… ahh… Aahh… Bang ahh… Enak digituin, baangg-aahh…” reaksinya malah keenakan akibat kontraksiku.

Kusumpal mulutnya hingga dada kami berhimpitan lagi. Kukulum-kulum bibirnya dan ia membalasku juga. Kakinya lalu mengalung, mengait ke pinggangku karena Aseng junior kusodok-sodokan pelan-pelan. Kocokan terjadi pendek-pendek saja tetapi terdengar suara kecipak yang sangat seksi sekali karena beceknya liang kawin Lisa. “Cplok cplok cplok cplok…” pertanda ia sangat terangsang. Mudah-mudahan dengan begini, sel telurnya segera matang dan mudah kubuahi dengan bibitku yang subur dan agresif. Aku tak ragu akan kemampuan bibit suburku untuk menghamili para binor. Hanya faktor X saja yang bisa menggagalkan semuanya—yaitu takdir-Nya.

“Ah ah ah ah ah…” erangnya sesuai gerakan memompa pendek-pendekku di liang kawinnya. Aku sekarang menciumi lehernya. Tetek jumbo-nya menekan dengan massa kenyalnya di dadaku. Rasa nikmat bergesekan liang sempit basahnya terasa meracuni kepalaku berpusat dari sekujur batang, apalagi bagian kepala Aseng junior yang menggedor bertubi-tubi mulut rahimnya. Kakinya yang mengangkang membuatku dengan mudah menjangkau semua kedalaman liang kawinnya.

Tipe Lisa baru kusadar sangat mirip dengan orang rumahku. Tipe perempuan dengan mulut rahim dangkal. Hanya dengan sepanjang penisku yang maksimal tegang, sudah bisa menjangkaunya. Kata-kata orang, perempuan tipe ini mudah hamil karena sperma dengan mudah memasuki rahimnya dan membuahi sel telurnya. Bertepatan dengan istriku begitu mudah hamil, tetapi tidak dengan Lisa. Kepala Aseng junior dengan mudah menyundul-nyundul mulut rahimnya. Seharusnya dengan begini, Lisa akan mudah orgasme.

Tangan Lisa diposisikannya di atas tetek jumbo-nya hingga saat tubuhnya kugenjot, payudaranya berayun-ayun dengan indah. Berguncang-guncang saling bertubrukan seiring dengan tubuhnya yang tergial-gial oleh sodokan berulangku. Rintihan-rintihannya menjadi penyemangat bagiku untuk selalu menggenjotnya. Liang kawinnya dengan seksama mengatup dan menjepit Aseng junior tak boleh lepas. Digenggam erat dan terus memberikan debaran-debaran dari degup jantungnya.

Sodokan yang kulakukan kini lebih panjang. Nikmat saat Aseng junior bergesekan di sekujur liang kawinnya sangat mengasikkan. Apalagi ditambah dengan bentuk hiburan besar tetek jumbo yang tak henti-henti membuat gemas dengan guncangan kenyal beradunya. Lisa masih memejamkan matanya dalam menikmati senggama ini. Mulutnya yang terbuka menyuarakan desahan merintih keenakannya, menikmati tiap sodokan yang membuatnya melayang di awang-awang.

“Lisss… Lisaaa… Keluaaar… Ahh… ahh.. ah…” kusemprotkan sperma kentalku ke dalam rahimnya. Perutnya menegang menerima semburan kencang sperma hangatku dan disusul dengan kejat-kejat serupa yang menandakan ia juga mendapatkan puncak kenikmatannya juga. Kantung pelerku bekerja keras menguras semua muatan yang sudah disiapkannya untuk memasuki penampung barunya—rahim Lisa.

“Uhhmm… Umm… Ahhh…”

Kupagut lagi mulutnya untuk sama-sama menikmati rasa nikmat yang serentak kami rasakan. Dibukanya bibirnya menyambutku yang memainkan isi rongga mulutnya. Kusedot-sedot lidahnya sekalian merasakan kejatan tubuhnya yang tersisa. Lisa memeluk leherku dengan lemah dan pasrah. Jarinya menyisir rambutku dan merenggutnya lemah merasakan semprotan susulan yang masih dipompakan Aseng junior. Kantung pelerku berkerut-kerut menguras semua isinya berpindah tempat.

Saat kurenggangkan tubuh kami berdua, Lisa masih terengah-engah dengan nafas berat. Aku harus mengganjal pantatnya untuk menahan spermaku di dalam rahimnya untuk beberapa saat. Hanya ada satu bantal di ranjang ini dan itu sedang digunakan Lisa di kepalanya. Pelan-pelan kucabut Aseng junior dari liang kawin Lisa. Tubuhnya menggigil saat terpisah, tersambung oleh untaian cairan panjang mirip benang yang akhirnya putus. Berpisah untuk bertemu kembali.

Kakinya tetap kutahan tetap terbuka dan kugunakan betisku sendiri untuk mengganjal tubuhnya. Aseng junior tetap berada di posisinya, hanya saja tidak menusuk masuk. Hanya berada di luar bentangan vagina berlumuran sperma kental. “Bentar ya, Lisaa… Diginiin dulu… Biar ditahan gini dulu, yaa… Biar Lisa bisa hamil…” kataku agar ia bersabar sebentar. Posisi begini memang tidak nyaman, tapi apalah itu untuk tujuan yang lebih besar; demi hamil. Ia mengangguk-angguk patuh masih sulit bernafas, mulut terbuka. Tetek jumbonya naik turun.

“Sama mbak waktu hamil Rio dan Salwa, dibeginikan ya, bang?” tanyanya saat ia bisa mengatur nafasnya. Dari genangan sperma di bukaan sempit liang kawinnya yang merembes keluar, mengucur tiap tekanan kalimat pertanyaannya.

“Ya… Ini cara yang sederhana tapi efektif…” jawabku mengelus-elus pangkal pahanya yang mulus. Terang benderang tempat ini membuatku dapat menikmati bentuk tubuh seksinya dengan seksama. Aku bahkan bisa mengetahui beberapa titik tahi lalat di sekujur tubuhnya. Hal yang luput terlihat kalo keadaan gelap temaram. Aku mengutik-utik kacang itilnya yang mencuat, menyebabkan Lisa menganga lagi.

“Aahh… Enak, bang…” sadarnya merasakan tekanan yang diberikan Aseng junior yang tak jauh-jauh dari vaginanya. “Abang sama mbak tadi malam bisa berulang-ulang… Mbak-ku pasti sangat puas selalu dengan abang…” gelisahnya. Aseng junior kugesek-gesekkan pada bukaan vaginanya, menyebabkan sperma yang masih menggenang di sana menyebar. “Uuhh…” gelisah kembali tubuhnya merasakan gelitik-gelitik enak dari kerasnya Aseng junior yang sudah bangkit dari istirahatnya. “Masukin lagi, bang… Hamili Lisa, baang… Ahh…”

Kembali kusumpal liang kawinnya begitu saja menyebabkan spermaku yang mulai bening di dalam liang kawinnya membludak, mengucur keluar, terdesak oleh besar padat keras Aseng junior yang menyeruak masuk. “Aaaahh… Yaaaa… Ah…” berkejat tubuhnya menerima tusukan tiba-tiba ini. Perutku dan sebagian besar bokongnya bergelimang sisa sperma. Sebagian besar lainnya di desak masuk ke dalam rahimnya membuatnya merasa penuh. Biar semakin banjir peranakannya oleh bibit suburku. Sel telur matangnya akan diserbu jutaan sperma yang berusaha membuahinya.

Spermaku berceceran sampai di sprei single bed ini tapi tak kuperdulikan. Aku hanya memikirkan bagaimana caranya mereguk kenikmatan semaksimal mungkin sebagai kompensasi bisa menghamili binor panlok anak pak Asui ini. Yang dengan relanya mau kugagahi dan kuhamili. Aku dengan senang hati melakukan ini semua setelah diproteksi oleh tiga pasal perjanjianku. Hanya bersenang-senang utamanya dan bonusnya adalah kelak keturunanku yang tumbuh di perutnya menguasai mayoritas harta turunan dari pak Asui.

Aku tidak membenci pak Asui. Tak ada alasan bagiku untuk membencinya. Malah ia sudah berbaik hati padaku lewat perusahaannya ini memberikan nafkah yang membuatku dalam taraf ekonomi ini. Lewat tangannya-lah aku bisa membina rumah tangga dengan istri yang kucintai dan anak-anak yang kusanyangi. Membalas budi dengan memberi pak Asui keturunan yang mewarisi semua hartanya kelak, bukankah itu hal yang berbakti. Enak pulak dengan casing bahenol sekelas Lisa bertetek jumbo begini. Tak mengapa aku tak menikmati harta itu semua kelak, asal keturunanku sejahtera.

Kugenjot tubuhnya lebih lanjut dan Lisa terus merintih-rintih keenakan. Tak lupa aku meremas-remas menikmati kenyal dan brutalnya ukuran jumbo teteknya. Tak bosan-bosan aku menikmati terus ukuran masif ini. Kadang kugigit gemas putingnya, meninggalkan banyak ludah dipermukaan tetek jumbo-nya. Lisa menggelinjang dengan liar berkali-kali. Entah karena orgasme kembali ato cuma keenakan yang amat sangat. Genjot-genjot terus di liang licin campuran sisa sperma dan cairan vaginanya sendiri. Gesekan terasa semakin panas dan itu membuat kami semakin bersemangat.

Rintihan Lisa menjadi erangan. Kepalanya dibanting kanan-kiri. Lalu kutarik kedua tangannya agar tubuhnya sedikit melengkung ke atas. Sedikit perubahan sudut berbaring ini memberi tekanan tambahan di otot perutnya yang menyebabkan liang kawinnya mencengkram lebih kencang. Kami berdua meradang merasakan sedikit perubahan itu. Semakin kutarik tangannya dan sekarang ia membentuk sudut 45°. Tekanannya makin kuat. Aseng junior semakin diperas di dalam sana. Kutahan punggungnya dengan tangan kiri dan tangan kanan menahan tubuh kami berdua. Aseng junior terus disodokkan dan semakin nikmat aja tiap sudut tubuh Lisa berubah akibat tekanan otot perutnya.

Suara seksi Lisa yang merintih mengerang seperti kesakitan padahal keenakan kubungkam dengan pagutan bibir lagi. Aseng junior semakin menggila dengan terasa rasa enak yang menjalar cepat secepat pompaan sodokan yang kulakukan. Kantung pelerku mengkerut lagi telah menyiapkan muatan untuk kembali disetorkan pada siapapun yang berminat menampungnya. Spermaku jarang menjadi terbuang sia-sia. Harus ada rahim haus yang dipuaskannya, disirami dan dibuahi tiap disemprotkan. Dan kali ini adalah Lisa untuk kali keduanya.

“Aaahh…” sebelum aku sempat menyemburkan, Lisa mengejang dengan otot perut mengejang. Mencekik Aseng junior di dalam sana dan memperparah tekanan semprotan yang terjadi. Seperti selang yang dijepit, semburannya sangat fokus dan kencang. “Ah ah ah ah…” erang Lisa merasakan tiap semburan cairan kental yang menyemprot masuk ke rahimnya. Membanjirinya kembali dengan cairan yang berisi bibit subur penerus keluarganya. Dengkulku sampe lemas merasakan spermaku dikuras. Rasa nikmat yang sangat memabukkan. Ingin lagi dan lagi terus. Dari perempuan, binor yang sama ato mangsa yang lainnya. Aku sangat menikmatinya.

——————————————————————–
“Kakiku masih lemes, bang…” lirih Lisa saat kami sudah balik lagi ke cubicle kami. Duduk berhadapan sambil bekerja. Aku hanya tersenyum dikulum sambil terus ngetik dan ngeklik sana-sini di kompie-ku.

“Kerja aja trus, Lisa… Tanganmu gak lemes, kan?” kataku meliriknya sesekali dari balik layar 19 inchi ini. Wajah panloknya sudah dipoles make up kembali agar segar tapi tak mengurangi gurat lelah habis kugarap 3 kali di ruang istirahat kak Sandra. Bibir tipisnya sesekali bergetar kala terpejam. Ia mengingat-ingat kenikmatan yang diterimanya bareng aku.

“My pussy’s killing me, baanng… Masih kerasa enak-enak gituu… Lisa boleh istirahat bentaran gak? Lisa gak tahan…” mohonnya. Walopun ia anak bos perusahaan ini, tapi ia merasa perlu untuk permisi padaku untuk istirahat barang sejenak. Apalagi kondisinya ini adalah akibat ulahku yang sudah menggasaknya habis-habisan. Ronde ketiga ia kuhajar di beberapa posisi. Dari doggy, WOT, berdiri menghadap glass block dan kuakhiri dengan menyamping favoritku. Gimana gak lemes kakinya.

“15 menit cukup?” kataku memberinya izin.

Ia tersenyum terpaksa dan berjalan pelan-pelan untuk menuju ruangan Factory Manager yang sangat dekat dengan posisi cubicle kami karena kami berdua bawahan langsung kak Sandra. Kakinya memang lemes terlihat dari jalannya yang sempoyongan. Dan ketika kuperhatikan rok hitamnya, ada noda basah di bagian bokongnya yang merupakan lelehan spermaku yang merembes tembus. Pantesan aja tuh aneh masih ngerasa enak-enak gitu.

Gak terasa waktu berlalu dan terdengar getaran dari tempat Lisa duduk. Sepertinya ada yang menghubungi Lisa. HP-nya gak dibawa. Waduh ini udah lewat 15 menit-eh. Kusambar HP-nya yang masih bergetar tanpa melihat siapa yang menghubunginya dan kususul ke dalam ruangan. Di daerah tempat kerja kak Sandra kosong, berarti di ruangan istirahat. Terdengar suara berisik di dalam sana.

Dan ketika kubuka pintunya, Lisa berbaring telanjang di single bed itu sedang merangsang dirinya. Tangan kanan menusuk vaginanya dan tangan kiri meremas tetek jumbo-nya. Mulutnya mendesis-desis dengan mata terpejam. Waaah… Walo sudah kugenjot tiga ronde sekalipun, pemandangan tubuh Lisa telanjang yang sedang coli begini tak pelak membangunkan Aseng junior lagi.

“Mbaak… Your pussy’s so fuckin goood… Uhhhh… Ahh… Yaahh… Your boobs… your boobs are the best… Firm and succulent… Uhh… Mbaakk… Fuck me, mbaaakk… Ooohh… Grind me mooore… Ahh… Slap my cunt… Slap it! It’s yourss… Lick it all you like… You like it, don’t youuu… Ahh…” jari-jarinya yang menusuk vaginanya sendiri bekerja dengan sangat cepat dibarengi dengan kilikan-kilikan pada bagian kacang itilnya yang menegang. Begitu juga belaian-belaian tangannya pada tetek jumbo-nya. Payudaranya sampe merah-merah terlalu keras diperah. Sisa sperma dan cairan vaginanya berbercak di sprei single bed sampai pada taraf menyiprat. Jadi 15 menit ini dihabiskannya dengan coli begini? Waduuh… Sampe segininya ia membayangkan orang rumahku sedang bercinta dengannya. Padahal ia sudah kuhajar habis-habisan pake Aseng junior-ku dan ternyata fantasi tertingginya masih juga istriku.

“Oohhh… Fuck me all you want… Will you fuck me like thisss… Oohh… You’re so fuckin awesome, mbak… Fuckin gorgeous… Fuck me like this all night… Mmm… These boobs are yours… This pussy is yours too as well… AAhhhh… You can do everything you want with my bloody body… Ooohhh… I’m so fuckin need youuu, mbak…” tiga jari yang dijejalkannya ke dalam vaginanya. Jari-jari lentik itu merojok kasar vaginanya sendiri. Aku hanya bisa menonton sambil mengelus-elus Aseng junior yang tak kukeluarkan. Aku tak boleh mengganggu kesenangannya ini. Ini kebahagiaannya.

Ia semakin hot saja bermain dengan dirinya, jarinya makin rajin hingga tiga jari yang menusuk masuk. Apalagi perlakuannya pada tetek jumbo-nya. Ukurannya yang jumbo memungkinkannya untuk melakukan ini, ia menarik teteknya ke arah mulutnya sendiri lalu menjilati putingnya yang mengeras. Bergantian kanan dan kiri dijilati dan dikenyoti. Bahkan ada tanda cupang merah di sekujur permukaan kulit teteknya. Ludah membasahi juga kulitnya hingga berkilauan. Tubuhnya tergial-gial liar dengan pantat terangkat berkali-kali dengan jari lentiknya dalam menusuk, mengorek dan merangsang mencari kepuasan. Aku sudah berusaha memperlakukan dirinya selembut mungkin tetapi ternyata ia sukanya yang agak kasar dan keras seperti ini.

“OOooahhh… Mbaaakk… Thank youuu, mbaak… You’re so fuckin awesome… and gorgeous and sexy and ooohhh… You make me cummm… Cummin’… cummin’ like crazy over you, mbaak… Love you, mbaaaak… AHhhh…” lalu tubuhnya lemas setelah berkejat-kejat menggelinjang seperti kesetrum. Kedua tangannya terkulai lemas. Yang satu belepotan lendir, yang satu menggantung di tepi ranjang. Mulutnya menganga untuk nafas yang berat. Nafsu di dada menghalangi paru-parunya bekerja optimal beserta jantung yang berpacu melebihi normal.

Masih dengan mata terpejam ia meracau seperti berbicara dengan mesranya dengan orang rumahku. Omongannya masih seputar mesum semua. Memuja-muja istriku akan kecantikan, keseksian bentuk tubuh, kebaikannya yang telah mengizinkannya tidur sekamar dengan kami. Meminta izin padanya untuk boleh menyentuh seluruh tubuhnya, membelai payudara jumbo-nya, menjilat vaginanya, mengocok liang kawinnya, menghisap apapun yang keluar dari sana, ia akan menikmati apapun yang ada di tubuh istriku. Dan sebaliknya ia juga akan sangat bahagia kalo orang rumahku mau melakukan hal yang sama. Melakukan apa saja pada tubuhnya.

Walopun Lisa mengaku bukan lesbi, tetapi percakapan satu arahnya ini sudah lebih dari sekedar tergila-gila. Cinta sejenis dengan pemujaan seksual pada kalangan perempuan, mau gak mau kriterianya tentu lesbi.

Mengharapkan hubungan seksual dengan istriku…

——————————————————————–
“Maaf ya, bang… Lebih dari 15 menit sepertinya…” ujarnya saat kembali duduk di tempatnya. Ia masih mengurai-urai ujung rambutnya yang sedikit basah. Ada touch up riasan baru, semprotan parfum baru hingga penampilannya lebih segar dari sebelumnya.

“33 menit tepatnya, Lis… Tapi yaaa gak pa-pa… Ngapain sih?” tanyaku pura-pura basa-basi seperti gak terlalu perduli dengan membolak-balik beberapa berkas lalu mencocokkan data A ke data B. Hasil akhirnya balance tidak?

“Ada aja…” katanya mencoba bertingkah imut. Pipi se-chubby itu pastinya imut di mata siapa aja. Apalagi aku sudah tau jeroannya luar dalam. Ini sudah lebih dari imut, sih. Nikmat tepatnya. “He he hehehe…”

“Barusan dapat chat dari orang rumah yang baru bangun tidur siang… Katanya gini… ‘Pa, barusan mama mimpi main lesbi-lesbian sama Lisa. Lisa-nya selama maen ngomong Inggris trus ntah hapa-hapa aja. Bangun-bangun ini punya mama basah semua jadinya. Apa kek gini namanya mimpi basah? Tapi kok maen lesbi sama Lisa ya? Biasanya mimpi sama papa gak kek gini’… gitu chatnya barusan…” kutunjukkan layar percakapan yang dikirimnya barusan.

Muka Lisa kaget mendengar pengakuan mbak cantik pujaan hatinya yang berterus terang pada suaminya lewat chatting BBM ini. Mulutnya hendak mengatakan sesuatu tetapi gak jadi-jadi keluar suaranya. Seperti tercekat.

“Lisa sudah melakukan apa sama orang rumahku?” tanyaku lebih condong ke arahnya. “Kenapa mimpinya sama persis seperti yang Lisa khayalkan barusan di dalam sana… O-iya… Awak gak sengaja ngeliat Lisa sedang mengkhayalkan orang rumahku di sana pake jari…” kataku menunjukkan tiga jari yang disatukan. “Tadi ada yang nelpon Lisa… dan awak bermaksud mengantarkan HP ini padamu saat awak liat semua itu…” tunjukku pada HP-nya di atas meja yang tadi tak dibawanya serta.

“Lisa-Lisa cuma menghayalkan mbak kok, bang…” ia shock dengan pertanyaanku.

“Lisa tau kan awak ini gimana dan siapa abis kita berantem sama monyet-monyet itu… Yang begitu itu namanya ajian Rogo Sukmo… Jadi barusan Sukmo ato Sukma ato ruh Lisa terbang menuju ke tempat mbak-mu sedang tidur siang… masuk ke alam mimpinya dan melakukan semua kegiatan seksual seperti yang Lisa khayalkan… Ini adalah tingkatan awal ajian tingkat tinggi…” jelasku secara umum saja tentang ajian yang jelas-jelas digunakannya saat itu. Tapi Rogo Sukmo yang dipakainya sedikit berbeda dari yang kutau karena, seharusnya ia dalam kondisi semedi ato setidaknya meditasi saat melepas Sukma-nya untuk menemui istriku yang sedang tidur, memasuki alam mimpinya. Lisa bergerak-gerak liar sesukanya, tetapi efeknya istriku yang menjadi objek hayalannya terkena pengaruh juga di alam mimpinya.

“Ta-tapi… Lisa gak bisa ilmu itu… Sumpah, bang… Bang… Takut, bang…” malah ketakutan nih panlok. Tapi benar juga. Bagaimana mungkin ia bisa menggunakan ilmu kesaktian yang rumit seperti itu? Rumit sekaligus berbahaya karena kalo salah langkah, maka nyawa yang jadi taruhannya, minimal jadi gila. Lalu darimana ia mendapatkan ajian itu?

“Apa yang Lisa liat waktu menghayal tadi? Apa-apa saja yang Lisa lakukan?” tanyaku malah mirip interogasi. Tapi karena sudah sedekat ini, aku berani menanyakan hal tak lazim macam ini. Percakapan kami di cubicle ini, bagi rekan kerja yang lain hanya mirip sebuah diskusi saja.

“Cuma menghayal aja, bang Aseng… Lisa cuma membayangkan sedang melakukan itu dengan mbak… Lama-lama… semuanya seperti nyata… Lisa bisa menyentuh mbak… Melakukan semua yang Lisa mau ke mbak… Melihat semuanya… Lisa bisa melakukan apa yang Lisa impi-impikan… Menyentuh mbak secara utuh… dan ia balas menyentuh Lisa… Bahkan Lisa bisa tau siapa aja yang ada di kamar… Bentar… Bahkan ada Tiara di sana…” sadarnya baru ingat fakta ini.

“Kok ada Tiara segala juga?” tanyaku. Tunggu bentar. Ini bukan mimpi. Yang dialami Lisa bukan mimpi karena Sukma-nya menyaksikan semua ini secara langsung. Istriku yang bermimpi. Kenapa ada Tiara di dalam kamar saat istriku tidur? Salwa sudah tidak tidur di kamar kami lagi karena sudah punya kamar sendiri.

“Tiara juga ada di kamar… Ia ada sebelum Lisa datang ke mimpi mbak… Dia tidak memakai baju… Benar… Dia juga melakukan sesuatu pada mbak…” ia malah ingat semakin banyak detail pengalaman spiritualnya dalam Rogo Sukmo itu. Tapi Tiara? Apa yang dilakukannya?

“Ngapain si Tiara rupanya, Lis…? Apakah ia melakukan sesuatu yang berbahaya?” tanyaku tentu penasaran. Ini istriku yang sedang dibicarakannya. Dan ada perempuan lain yang melakukan hal-hal aneh padanya. Tiara gak pake baju?

“Emm…” Lisa memegangi kedua sisi kepalanya mencoba mengingat lebih rinci lagi, matanya terpejam. “Lisa kira itu diri Lisa sendiri dalam hayalan… Sosok tubuh itu menciumi mbak… memegang susu mbak… menjilati sekujur tubuh mbak… bahkan menjilat pussy-nya mbak… Saat Lisa sadar kemudian… ternyata sosok itu bukan Lisa… Dia Tiara… Apa dia memanfaatkan keadaan mbak yang lagi tidur lelap begitu, bang… Mbak kan tidurnya kayak gitu itu… Jadi sebenarnya mbak mimpi basah karena kami berdua, bang…” dengan polosnya Lisa menceritakan apa yang sudah disaksikannya saat melakukan Rogo Sukmo. Matanya berkedip-kedip tak percaya apa yang sudah disaksikannya. Ia baru sadar setelah diingat kembali.

“Huuhh… Ada-ada aja-pun klen ini? Segala binik orang-pun klen sukai…” aku gak habis pikir dan hanya bisa bersandar di kursiku dengan lemas. Bahkan Tiara juga melakukan hal-hal lesbi itu pada orang rumahku. Tiga perempuan itu melakukan threesome FFF dengan segala macam metode aneh. Yang satu lagi tidur, yang kedua diam-diam memanfaatkan momen tidur kebo orang pertama, dan yang ketiga malah memakai Rogo Sukmo. Seberapa rumit situasi yang menjepit orang rumahku yang menjadi objek fantasi seksual dua perempuan sekaligus.

Tiara sudah lama ada di rumah kami, apakah ia sudah lama melakukan pelecehan ini pada istriku saat ia tidur siang? Tau sendiri kalo dia tidur kek kebo. Digrepe-grepe, dijilat-jilat Tiara aja dia gak tau. Bangun-bangun udah mimpi basah aja karena mimpi maen lesbi dengan Lisa. Dia gak tau sudah dilecehkan secara langsung oleh Tiara.

“Pening-la palaku, Lis… Payah cakap-la kalo dah kek gini… Yang satu merengek-rengek minta selalu dekat dengan mbak-nya… Yang satu malah udah rutin pulak ngejilatin tempek binikku… Naseb-naseb!” tepok jidat. Apa ini yang namanya karma? Aku sering ngegoyang binik orang, binikku pulak yang sekarang digoyang orang. Untung masih pada perempuan juga. Kalo laki-laki udah pasti kuajak perang!

Bersambung

pacar kakak bugil
Mas Andi, Pacar Kakak Ku Tersayang
gurukubtante girang
Melayani Nafsu Seorang Guru Yang Masih Perawan
Tante sange
Memuaskan tante Vera di atas ranjang
Istriku yang Soleha
Cerita sex kehormatan yang ternodai
Foto Bugil Wajah Sange Abg Sedang Nafsu
tante sange
Antara kegelisahan dan kenikmatan yang telah di berikan tante april
perawan
Terimakasih Untuk Keperawanan Mu
Pembantu hot
Menikmati pantat montok pembantu ibuku yang manis
Tante sexy
Tante Ku Yang Telah Mengajari Jadi Haus Sex
500 foto chika bandung pakai celana pendek dan di bugilin pacar
cantik suka ngentot
Ngentot Cewek Tetangga Di Kamar Kost
Terima kasih Bu Yena
boss cuek dan sombong
Selingkuh dengan boss cantik yang cuek dan sombong
Foto cewek cantik telanjang masih perawan suka berkaca mata
bu guru cantik
Cerita sex terbaru merenggut keperawanan ibu guru cantik