Part #65 : Ganeuk
“Aku biasa dipanggil kawan maupun lawan sebagai Kojek… Aku anggota ketiga di Ribak Sude… Kamu?” tanya Kojek masih dengan tangan membentang berkat pemakaian Hortuk di hadapan anggota Burong Tujoh ini. Asap tipis masih menggelegak di sepanjang bahu terbukanya.
“Ganeuk!” jawabnya pendek masih misterius. Gelapnya malam masih menyembunyikan wajahnya yang tertutup hoodie jubah panjang itu. Tapi dari sepak terjang tangan dan kakinya terhadap Teuku Amareuk yang teronggok tak berarti di tepi gelanggang, dapat diketahui kalo anggota tubuhnya besar-besar. Bahkan terlalu besar untuk anggota tubuhnya yang sudah sangat besar. Jempol tangannya saja bisa menjangkau leher dan jari lain mencapai ketiak Teuku Amareuk. Ini lawan yang sangat berat. Tubuh sebesar itu dengan otot padat dan bobot ratusan kilo bisa bergerak sangat cepat.
“Aku lawanmu sekarang… Hup!” Kojek melesat cepat setelah perkenalan pendek dengan lawannya yang bernama Ganeuk. Tangan Kojek yang diperkuat oleh taring babi hutan itu menggaruk tanah seperti buldoser. Tanah terbongkar oleh garukan tangan Kojek yang diperkuat. Serangan ini sesuai dengan namanya yang artinya taring babi hutan, memang sedianya digunakan untuk menubruk sebagai tackle dan kalo sudutnya tepat bisa melukai lawan. Apalagi kepala babi hutan yang sangat keras oleh tulang tengkoraknya yang kokoh dan ukurannya yang besar sangat handal untuk digunakan untuk menghantam lawan. Sepasang taring mencuat di sisi moncong hewan buas penghuni hutan ini, yang biasa digunakkan untuk menggali makanan tentu saja sangat keras tak kalah keras dengan gading gajah—tentunya mumpuni untuk melukai musuh.
“BRRUUGGKKHH!!” suara hantaman itu sangat keras. Seperti dua buah truk tronton sedang mengadu kepala setelah memacu kecepatan tinggi. Ganeuk secara tak dinyana juga menyambut hantaman kepala Kojek dengan serudukan kepalanya juga. Ada semacam percikan cahaya yang menerangi benturan kepala keduanya, membuat siapa saja yang sanggup menyaksikannya bisa melihatnya dengan jelas. Karena kebanyakan penonton mengelakkan pandangan mereka akibat serbuan angin keras menerpa semuanya akibat benturan barusan. Hortuk barusan dilakukan Kojek setelah berlari cepat yang tentunya sangat bertenaga, tapi Ganeuk lebih hebat lagi karena ia hanya mendongakkan kepalanya di tempat dan menyambut serangan itu tanpa persiapan matang.
Ganeuk memalingkan wajahnya ke samping akibat tekanan luar biasa benturan barusan. Leher tebalnya menahan sebagian besar benturan apalagi kedua tangan dan kakinya menapak tanah dengan posisi yang mantap menapak. Tidak demikian dengan Kojek, ia mundur terjajar akibat serangan yang digagasnya sendiri. Kondisi fisik keduanya sangat bertolak belakang. Mungkin karena itu. Tubuh Kojek yang kurus tinggi memaksakan serangan bertenaga begini yang tidak diimbangi oleh bobot tubuhnya. Walo tubuh Kojek liat dan padat, tubuh Ganeuk lebih penuh berisi memenuhi kriteria itu.
Tapi hasil barusan tak membuat Kojek berkecil hati. Walo demikian ia cukup memberikan benturan pada tubuh gempal berisi Ganeuk dan untuk itu ia bermaksud mengulanginya lagi. “HeeeaaaAAAAA!!!” Kembali tubuh Kojek memberikan usaha maksimal menyerang khas dirinya. Menerjang menggunakan teknik Hortuk-nya. Demi melihat itu, Ganeuk menyambutnya lagi dengan penuh percaya diri mendongakkan kepalanya lagi. Mereka akan mengulangi adu kepala itu sekali lagi.
“BRUUGGKKK!!” para penonton termasuk aku sendiri sudah mengasosiasikan pertarungan adu kepala ini seperti adu domba. Dua ekor domba pejantan yang gagah dengan tanduk melengkung tebal saling mengadu kepala. Suaranya sudah mirip dengan pertarungan itu. Kembali cahaya terang hasil benturan keduanya menerangi diikuti hembusan angin kencang menerpa radius luas. Kali ini Kojek bertahan tidak terdorong mundur lagi seperti serangan pembuka tadi, hanya saja kepalanya terpental ke sebelah kiri. Ternyata karena ia mencengkram bagian bahu jubah Ganeuk setelah berbenturan barusan. Ini fitur dari Babiat Balemun—jurus harimau ganasnya.
Sepertinya Kojek bermaksud ingin cepat-cepat menghabisi Ganeuk dengan teknik harimau ganasnya ini. Cakarnya yang mencengkram bahu Ganeuk lalu berdesing-desing cepat melakukan cakaran brutal mencoba mencabik-cabik lawan. Ganeuk tentu saja tak tinggal diam membiarkan Kojek menyerang. Bogem kanan kirinya bergantian diayunkan ke arah Kojek.
Kojek berkelit dengan lincah sementara terus mencabik-cabik tubuh lawannya dengan sesekali menangkis untuk membelokkan arah serangan lawan. Bertubi-tubi serangan Ganeuk begitu juga serangan Kojek. Penonton sepertiku ngeri melihat bagaimana kalo bogem sebesar milik Ganeuk itu mendarat di muka. Apa gak makin ancur muka si Kojek. Sobatku itu untungnya dengan lincah selalu berhasil menghindari bogem berukuran besar tak wajar itu berkat kelincahan teknik harimau ganasnya ini. Malah cakaran tangannya sudah membuat jubah dan hoodie Ganeuk robek sana-sini.
Berkali-kali Kojek mengincar bagian leher Ganeuk, membuat hoodie-nya tak berbentuk lagi. Kojek berkelit lincah, menangkis bila perlu lalu berjumpalitan menaiki tubuh Ganeuk lalu menyerang cepat dengan cakaran tangannya yang diperkuat cakar harimau. Tapi bagi mata yang awas, semua keunggulan yang terlihat bagi Kojek saat ini tidaklah menunjukkan kalo ia sedang di atas angin. Apa yang tercabik-cabik oleh serangan Babiat Balemun Kojek hanyalah kain jubah remeh saja. Apakah ada luka yang tercipta di tubuh gempal penuh tenaga Ganeuk?
“WRAAHH!!” Ganeuk meradang. Tangan dan kakinya menyapu luas hingga Kojek harus menjauh sementara. Saat Ganeuk meradang tadi, semua jubah yang dipakainya tercabik-cabik oleh semacam energi yang memancar dari tubuhnya. Luapan energi itu memaksa apapun yang dipakainya hancur menjadi serpihan kecil. Dengan demikian tak ada lagi menutupi tubuhnya dan kami semua bisa melihat sosoknya secara utuh tanpa penutup lagi.
Mahluk macam apa ini? Itu tentu yang menjadi pertanyaan semua yang hadir di tempat ini. Baik dari golongan hitam pendukungnya maupun dari golongan putih kontra dirinya. Bagi kami manusia normal, penyamaan bentuk tubuhnya adalah kopi dari Hulk. Hanya saja kulit tubuhnya bukan hijau melainkan abu-abu terang. Di lehernya ada semacam kerah tebal yang seolah melindungi lehernya yang sudah sedemikian tebal. Kerah itu hanya berbentuk tonjolan seperti pinggiran pizza, berputar dari belakang lalu masuk ke depan dadanya. Punggungnya sangat tebal lalu ada benda mirip kerah itu lagi di bagian pinggangnya, menuju ke depan ke arah selangkangannya seolah menjadi groin guard-nya.
Wajahnya yang tentunya mendapat pertanyaan paling utama dari siapapun. Bentuk ini lagi-lagi sangat mengganggu. Pernah dengar cerita hantu muka rata? Pasti pernah-la ya. Itulah bentuk muka si Ganeuk ini. Hanya ada sepasang mata lancip berwarna kuning keruh di wajahnya yang berkepala botak. Hanya itu tok-tok. Tak ada hidung, tak ada mulut. Mengingatkanku pada mahluk asing milik Vivi. Mahluk aneh bernama Ganeuk ini juga tak punya mulut tapi bisa berbicara.
Apakah dua mahluk ini sejenis?
Kojek tidak punya banyak waktu untuk berpikir. Apalagi aku belum cerita apa-apa pada kedua sahabatku ini tentang pengalamanku tentang mahluk asing ini. Milik Vivi yang memiliki andil sebenarnya saat memusnahkan Tabek, si hantu cicak itu. Kalo mahluk asing ini punya pemilik, siapa pemiliknya? Apakah anggota ketujuh Burong Tujoh yang tak jelas juntrungannya itu?
Ganeuk sekarang tak menunggu apapun lagi. Luar biasa pergerakan cepatnya yang sempat diperagakan saat menghajar Iyon sampe keluar gelanggang. Dengan kecepatan yang mencengangkan itu lagi, ia menyerbu ke arah Kojek yang terperangah kaget menyadari lawannya mulai mengeluarkan kemampuan aslinya.
“Sigak habang tu Ombun…” (Gagak terbang ke Awan)
Untung Kojek orangnya tidak panikan kalo mendapat kejutan. Jarang bahkan langka ia kaget apalagi saat genting begini. Tangannya mengepak hingga ia terbang melayang menjauhi serbuan berbahaya Ganeuk yang menyerbu dengan tangan yang sudah ditarik tinju mengepal. Ini serangan yang persis dilakukannya pada Iyon tadi. Kojek terbang dengan teknik burung gagak itu.
Kepakan sayap dari tangannya yang mendadak sangat lentur itu membawanya melayang bebas lalu menukik tajam hendak menyerang lagi. Entah sejak kapan Kojek tak memakai alas kaki lagi karena serangan teknik gagak-nya memakai kaki, bisa berupa tendangan atopun cakaran.
“RRUUAARGGHHH!!” Ganeuk berbalik dan meradang kembali menantang dengan kepalan. Apakah ini akan menjadi benturan lagi? Entahlah. Itu bukanlah satu keputusan cerdas. Kojek mengganti arah serangannya setelah menukik barusan dengan mengulurkan kakinya. Aku tau itu jurus apa, itu namanya Bobak Sigak yang artinya Cakar Gagak!
Sekelebatan mata saat kaki Kojek dan tinju Ganeuk akan berbenturan, pria kurus itu mengganti pola serangannya dengan mengejutkan pada detik-detik terakhir. Kakinya menghindari bogem Ganeuk, tetapi tetap bergesekan lalu melakukan belitan dengan mengait tangan masif Ganeuk. Cakar Gagak itu tetap mencengkram di bahu gempal lawan, dibantu cengkraman tangan Kojek menekuk siku tangan Ganeuk ke belakang kepalanya lalu dengan hentakan kuat ia berusaha membanting tubuh raksasa gempal itu sekuat-kuatnya.
Bantingan itu ke arah samping jadi akan sulit membendungnya tetapi Ganeuk dengan mudah memecahkan bantingan itu dengan tangannya yang lain. Tangannya menahan tubuhnya di tanah dan memutar tubuhnya dengan cepat setengah putaran. Kojek terpaksa melepas cengkraman tangan dan kakinya pada tangan Ganeuk yang barusan gagal dibantingnya karena mahluk besar itu berusaha menendang kepalanya dari sudut bukaan yang sulit. Tubuh gempal itu bisa bergerak dengan lincah dan itu sangat tidak wajar.
Melenting menjauh, tak membuat Ganeuk melepaskan Kojek. Ia menghentakkan tanahnya berpijak akan menyarangkan bogem baru yang sulit ditepiskan di sudut ini kecuali menghindar. Kojek mundur lagi berusaha menjauh dari jangkauan tangan berukuran besar itu. Tinju Ganeuk menerpa ruang kosong tapi ia meneruskannya malah ke bumi sebagai tumpuan cepat melontarkan dirinya berputar. Hampir seluruh bobot tubuh Ganeuk beserta energi kinetik yang ikut luruh hendak menimpa Kojek yang pontang-panting menjauh lagi. Kakinya berputar cepat di depan mata Kojek bak tumbangnya sebatang pohon kelapa tua yang rubuh diamuk badai.
Ternyata bisa ngos-ngosan juga sahabat Ribak Sude-ku ini mendapat serangan cepat bertubi-tubi Ganeuk. Ia memperbaiki kuda-kudanya sambil menatap tajam Ganeuk yang bergerak ringan menyiapkan kuda-kudanya. Keduanya berfokus pada serangan fisik yang cepat dan karena itu kita menyaksikan pertarungan yang sangat seru.
“Kau tau sesuatu tentang si Hulk itu?” tanya Iyon yang ternyata merapatkan tubuhnya padaku. Ia tentunya penasaran akan sosok mahluk bernama Ganeuk itu. Dia tak sendirian, ratusan penonton lainnya termasuk aku juga bertanya-tanya.
“Kurang jelas, Yon… Tapi keknya dia bukan dari golongan jin ato iblis manapun… Awak hanya pernah melihat sekali yang mirip-mirip sedikit auranya…” jawabku. Kami tak melepaskan pandangan dari tengah gelanggang dimana Kojek dan Ganeuk masih saling serang, adu pukul malah adu nyawa.
“Ya… tak ada jejak jin di auranya… Kapan kau liat yang mirip dengannya?” tanya Iyon.
“Baru-baru ini… Tadi siang tepatnya… Tapi dia masih gak mau memberitau siapa dia sebenarnya… Mahluk-mahluk ini punya tuan, Yon… Mereka sangat patuh sekali pada tuannya tersebut… Ada yang memerintahkan si Ganeuk ini di suatu tempat… Mungkin berondok (ngumpet) di antara penonton…” jelasku atas apa yang kuketahui.
“Gitu, yaa? Aku takutnya kalo rupanya si Ganeuk ini ngumpulin anggota baru aja sampe mereka kumpul tujuh hantu lagi… Kau dengar sendiri sesumbarnya tadi… Mau meneror manusia dengan cara yang cerdas dengan kekuatan otot… Dia punya kekuatan otot itu tapi belum kelihatan cerdas otaknya…”
“Bagaimana kalo bagian otak cerdas itu ada di pemiliknya si Ganeuk… Ada satu anggota asli Burong Tujoh ini yang hilang… Tebakanku itu dia orangnya… Jangan sampe juga yang kau takutkan tadi benar-benar kejadian, Yon… Berarti ada lima anggota pengganti yang sudah musnah… Kalo kekuatannya setara dengan si Ganeuk ini… repot kita…”
“Tenang aja… Di sini ada si bos kembar sama abah Hasan… Pendekar-pendekar golongan putih lain juga ada banyak… Ini bisa-bisa jadi tawuran… Mudah-mudahan matahari cepat terbit agar ini cepat berakhir…” kami terus ngobrol perlahan agar tak terdengar yang lain di antara suara gdebag-gdebug yang tercipta dari hantaman-hantaman yang terjadi di tengah gelanggang.
Ada jarak sekitar delapan meter jarak antara Kojek dan Ganeuk. Mahluk asing itu menarik tangannya akan melancarkan pukulan bogemnya yang terbukti ampuh. Kojek bersiap dengan Hortuk-nya, tangannya mengembang siapa menghadang. “Heaarhh!!” Ganeuk meluncur cepat setelah menghentakkan kakinya pada bumi dengan kecepatan tinggi. Benar-benar seperti ada jet pendorong di punggungnya yang membentuk kisi-kisi mirip bukaan insang ikan hiu. Hembusan itu yang ternyata membuatnya bergerak sedemikian cepat.
Saat pukulan dahsyat itu benar-benar dilesakkan, Kojek melakukan gerakan cerdik dengan melompat mundur karena tak akan bisa mengimbangi kecepatan yang luar biasa gila cepatnya itu. Dengan menepatkan timing berdasarkan pengalamannya berkat asam garam di dunia Menggala, ia menepis bogem itu saat momentum kecepatan pukulan dan powernya berkurang. Memegangi pergelangan tangan besar Ganeuk lalu menekuk sikunya dan mencoba mencabik bagian ketiak lawan, sendi utama tangan kanannya.
Tak mau kecolongan, Ganeuk menghantamkan tubuhnya pada tubuh kerempeng Kojek. Ia terdorong tenaga besar itu tapi tangannya yang tadi memegangi pergelangan tangan Ganeuk masih terhubung menjadi jangkar. Gawat! Jangan sampe ia menjadi martil seperti yang sudah dilakukannya pada Teuku Amareuk tadi. Kojek tertangkap pada bagian tangannya dengan sebuah sentakan kasar dibuat berputar. Kojek terperangah bersiap akan menerima tubuhnya dibating ke tanah keras.
“BRAAAKK!!”
Aku dan Iyon menahan nafas tiba-tiba, berdoa kalo Kojek bisa bertahan dari bantingan luar biasa keras itu. Asap tebal mengepul dari tanah gelanggang dadakan ini. Ganeuk menarik tangan yang berhasil ditangkapnya ke arah sebaliknya. Tubuh gelap sobat kami itu terlihat melayang berputar lagi di udara dan kami berdua bernafas lega. “Fiuhh…” Itu Nabirong! Kenapa tidak dari tadi ia memakai ini.
Kojek membiarkan tubuhnya dibanting sesukanya oleh lawan. Punggungnya menghantam bumi dan saat lawan merasa di atas angin, kedua kakinya melesak terangkat. “BLAAKK!!” dua kakinya menghantam telak bagian dagu Ganeuk. Tubuh liat dan keras Kojek semakin keras dan kuat karena teknik Nabirong-nya yang super aneh. Gak heran kalo nanti bakal dikombinasikan dengan Nabalga yang akan membuat tubuhnya membesar semaunya. Hanya saja teknik aneh ini memakan banyak tenaga. Ia menguras energi Lini Kojek dengan cepat. Karena itu, dengan memakai Nabirong (birong=hitam) yang membuat sekujur tubuhnya menghitam keras kek baja, ia bergerak semakin cepat. Bertujuan menghabisi mangsa secepat mungkin.
Pukulannya bukan lagi berupa tinju melainkan tusukan kelima jari yang bermaksud menikam lawan dengan tangannya yang mengeras. Hujan tusukan dilakukan Kojek dengan teknik Hortuk. Semua serangan itu masuk dan terlihat semua jarinya menusuk tubuh lawan yang gempal. Tetapi karena Ganeuk tak pernah menampakkan ekspresi apapun dari dua mata lancipnya, aku sendiri bahkan tak tau apakah ia merasakan sakit ato tidak. Sesekali Ganeuk berusaha menangkis tusukan tangan hitam Kojek yang hanya menambah luka sayatan di tangan gempalnya yang kemudian tertepis.
“Tsa-tsa-tsa-tsa-tsa!!” teriak Kojek yang menghujamkan rentetan tusukan cepat ke bagian dada dan perut mahluk itu. Lalu dipamungkaskan dengan sebuah pukulan keras tepat di bagian wajah Ganeuk setelah terlebih dahulu melompat untuk mencapai dan menyarangkannya. Ganeuk terjungkang, melayang lalu jatuh berdebum di tanah.
Ganeuk masih terlihat bergerak saat berbaring lalu berguling dengan cepat tak mau kalah. Kojek lalu menyambung ke pasangan utama Nabirong. Mungkin pikirnya sekalian basah walo harus menguras tenaga Lini lebih banyak. “NABALGA!” keluar sudah jurus paling greget nomor dua milik Kojek. Tubuh hitam legam akibat teknik Nabirong itu membesar kek Titan. Sekarang ukuran tubuh Kojek malah jauh lebih besar dari lawan yang sudah sangat besar tak wajar. gemas dengan lawan yang ternyata masih bisa bergerak, ia mengangkat kakinya! Tubuh setinggi lima meter berwarna hitam legam itu akan menginjak lawan.
“BRAAGGHH!!” luruh kaki hitam Kojek jatuh menginjak Ganeuk. Lalu dengan brutal ia menghimpit lawannya itu dengan bahunya ala ala Smack Down, pake lompat pulak! “GDEGAAAMM!!!” terasa bumi bergetar karena lompatan dan menghimpit brutal yang dilakukan Kojek. Beberapa penonton ada yang sampe terjatuh, terjungkang akibat getaran dahsyat ini dari dua golongan. Terbersit rasa kasihan pada lawannya yang mungkin abis ini gak akan berbentuk utuh lagi. Jadi dadar…
Tubuh raksasa jadi-jadian akibat memakai teknik Nabalga itu beringsut mundur menjauh dari lawan yang masih terkapar di tanah kotor. Aku tak dapat melihat dengan jelas kondisi Ganeuk. Apakah sudah tewas ato setidaknya sekarat. Debu tebal menutupi hasil akhir pertarungan ronde kedua pertikaian antara Ribak Sude dan Burong Tujoh. Sepertinya tidak akan ada ronde ketiga.
“Oohh?!” seru para penonton melihat munculnya sosok itu lagi.
Aku tak dapat mempercayai mataku sendiri. Ganeuk duduk kembali dari indentasi tanah yang melekuk akibat desakan tubuhnya yang sudah dihimpit sedemikian rupa oleh versi hitam Nabalga Kojek. Duduk seperti tak ada apapun yang telah menimpa dirinya. Saat itu, Kojek baru saja akan melepaskan teknik yang masih aplikasikan di tubuhnya. Ia baru saja melepas Nabirong hingga tubuh raksasanya adalah tubuh aslinya yang membesar. Melihat lawan masih sanggup duduk, tak ada jalan lain kecuali ia kembali menyerang. Kakinya mengayun cepat. Dalam keadaan besar luar biasa seperti itu, keadaan ini persis seperti Kojek akan menendang sebuah bola yang tergeletak di tanah.
“BOUFF!!”
Sinting! Ganeuk berhasil menahan tendangan berukuran raksasa yang hendak menyapunya, menendang dirinya mungkin sampe ujung hutan. Sebelah tangannya menahan ujung punggung kaki Kojek yang sedianya akan menghantam tubuhnya. Kekuatan macam apa itu? Tak kurang Kojek merasa gusar karena kejadian ini. Aku tau kenapa-kenapanya.
Ganeuk melakukan sesuatu dan itu menyebabkan Kojek terjatuh dan terbanting. Tubuh raksasanya jatuh ke arah penoton di seberang kami. Beberapa yang awas, cepat-cepat minggir tetapi banyak juga yang tak sempat jatuh menjadi korban by-stander—tergencet tubuh raksasa Kojek. Aku tak memperhatikan keadaan para penonton itu karena aku lebih khawatir akan keadaan Kojek—apalagi disana posisi para tokoh dunia gelap. Mampus aja mereka sekalian.
“Jangan… JEEK!! AWAAASS!!” teriakku panik. Tubuh sahabat kurus kami itu perlahan kembali ke ukuran normalnya. Kakinya masih dipegangi Ganeuk. Ini pasti gerakan membanting brutal itu lagi. Sepertinya tenaga Lini Kojek sudah terkuras banyak oleh dua teknik berturutan; Nabirong dan Nabalga. Sekelas Teuku Amareuk KO oleh serangan brutal menjadikan tubuh seseorang menjadi martil, dibanting berkali-kali. Apalagi Kojek saat ini dalam keadaan tak berdaya kehabisan energi.
Seperti sebuah gerakan slo-mo, aku dan Iyon menyaksikan horor tubuh Kojek yang tak berdaya diayunkan dari posisinya yang barusan kembali ke ukuran normalnya, dibanting ke arah sebaliknya. Membentuk sebuah pola busur melengkung pelangi. Rambut keriting pendeknya basah, bergetar perlahan. Tangannya mengayun lunglai. Semua orang berteriak. Aku, Iyon, Ron, Buana, dan semua penonton di sisi ini bahkan sebaliknya. Perasaan campur aduk.
“PRAAKK!!” suara hantaman itu sungguh memilukan hati. Ada tulang-tulang yang patah. Belum lagi organ tubuh yang berbenturan pada kerangka pelindungnya, otak yang terbentur tempurung, paru-paru yang membentur gugus iga, usus dan hati yang saling himpit dengan ginjal akibat parahnya kecepatan bantingan Ganeuk itu.
Tapi entah kenapa Ganeuk malah berhenti. Tak meneruskan aksinya. Tak mungkin ia puas hanya dengan sekali membanting saja. Pada Teuku Amareuk sebelumnya ia melakukannya berkali-kali. Tapi ia tertegun dan memandangi tangannya yang baru saja dipakai untuk membanting Kojek barusan. Barusan?
Ya, Tuhan! Ia memegangi potongan kaki Kojek!
Itu potongan kaki Kojek!
Ganeuk lalu berdiri dan membuang potongan kaki itu pada sisa tubuh Kojek yang terbujur diam di hadapannya. Tubuh Kojek telah terpecah-pecah menjadi beberapa bagian kecil. Aku dan Iyon juga banyak lainnya terperanjat kaget. Ganeuk menatap pada kami berdua. Seakan mengatakan, ‘Kalian yang berikutnya…’
Aku menatap kejadian itu dengan pandangan tak percaya. Darahku seakan menggelegak. Itu-itu sahabatku! Itu sahabatku Kojek! Kau akan mendapatkan balasannya di ronde berikutnya GANEUK!!
“Angka Silgang…” bisik abah Hasan pada kami berdua. Apa itu? “Retak dan Lepas… Kojek tidak apa-apa… Kalian gak usah khawatir…”
Ucapan abah Hasan seakan menjadi pengalih perhatian kami berdua akan kemarahan yang memuncak pada kami berdua. Iyon juga pasti merasakan hal yang sama seperti apa yang sedang menggelegak di dalam darah kami. Tangannya pasti sudah gatal untuk membalas apa yang sudah mahluk asing itu lakukan pada sahabat terbaik kami, Kojek.
“Apa yang retak dan lepas, bah?” ulang Iyon setelah kami pandang-pandangan lega kalo Kojek tidak kenapa-kenapa. Hanya hancur saja berkeping-keping. Kata orang sini ‘Retak Seribu’. Aku mengangguk-angguk setuju dengan pertanyaan Iyon barusan. Aku juga mau nanya itu. Kenapa Kojek yang pecah menjadi potongan-potongan kecil begitu bisa dibilang abah Hasan gak apa-apa?
“Jangan berisik dulu… Liatin aja… Nanti abah jelasin…” kata abah Hasan penuh rahasia. Apa ini yang mereka kerjakan saat hanya berduaan saja? Kenapa abah Hasan tau apa yang tidak kami tau tentang kondisi Kojek?
“Teman kalian sudah hancur… Kau yang berikutnya… Aseng…” kata mahluk bernama Ganeuk itu terdengar bangga akan pencapaiannya. Ia menunjuk kepadaku langsung.
“Mundur pelan-pelan…” abah Hasan membentangkan tangannya pada kami berempat. Aku dan Iyon di kanan sementara Ron dan Buana di sebelah kirinya. Tentu aja kami berempat bingung akan perangai orang tua satu ini. Ia sudah misterius sejak mengatakan Angka Silgang yang artinya Retak dan Lepas. Aku ragu itu bahasa Aceh, kemungkinan besar bahasa Batak. “Fire in the Hole!” bisiknya dengan penekanan.
Fire in the Hole? Biasanya Kojek yang akan mengatakan frasa ini sebelum terjadi ledakan hebat menggunakan senjata pamungkas peledak yang berasal dari tabung gas ajaibnya itu. Apakah…?
Walopun sebentar, hidungku bisa mencium aroma gas busuk yang sangat khas sekali. Ini gas milik Kojek!
Buru-buru aku dan Iyon balik badan dan tiarap ke tanah yang berumput dengan melindungi kepala. Kuharap Ron dan Buana bisa melindungi diri mereka dengan baik sebab aku yakin abah Hasan sanggup. Aku hanya bisa berharap kalo para penonton yang budiman juga gak akan apa-apa setelah ini.
“BLLAAAAAAARRRRRRRRTTTTT!!!”
Ledakan yang sangat dahsyat terjadi kemudian tepat berpusat di tengah-tengah arena. Gunungan api membaranya menjulang tinggi jingga kuning merah dan hitam. Api membumbung tinggi untuk beberapa lama saat kuintip. Lesakan hempasan ledakannya menghentak luar biasa. Aku dan Iyon yang sempat tiarap saja merasakan hempasan angin ledakannya. Banyak penonton yang terlempar jauh dari tepian gelanggang tak perduli dari golongan mana. Perputaran api ledakan ini hanya di dalam radius gelanggang saja, seakan kalkulasi jumlah gas yang dikeluarkan sudah diperhitungkan matang dengan ledakan yang akan terjadi.
Berputar-putar api ledakan itu seperti sebuah tornado dengan panas yang sangat membara. Ganeuk pasti tak akan selamat sehabis ini.
Bagaimana serangan ini bisa terjadi? Darimana Kojek menyemburkan gas dari tabung miliknya itu? Dan bagaimana caranya ia melakukan ini? Bukannya badannya sedang cerai berai begitu? Apa ini yang dimaksud abah Hasan dengan Angka Silgang itu? Dia masih bisa menggerakkan bagian tubuhnya yang terlepas?
Abah Hasan tetap berdiri di tempatnya. Mukanya berkilat-kilat oleh cahaya terang api yang membumbung tinggi. Tangannya mengacung ke depan membentuk satu medan energi yang melindungi dirinya dari ledakan dahsyat barusan. Ron dan Buana berlindung dibalik satu naga raksasa berwarna merah dengan sisik-sisik tebalnya. Mulut naga itu membuka lebar dan berusaha menangkap kobaran api dengan mulutnya untuk dimakan. Beberapa pendekar tingkat tinggi melakukan beberapa usaha untuk melindungi diri mereka. Pendekar kroco kebanyakan terpental. Beberapa jin lemah pasti sudah musnah terkena panas api ini. Ini terjadi pada dua pihak karena di seberang sana ada beberapa sosok yang masih sanggup berdiri tegak saat api mulai mereda.
“Kalian tau Parbegu punya si Kojek, kan?” ujar abah Hasan. Aku dan Iyon tegak berdiri lagi di belakangnya. Parbegu? Tentu kami tau tentang Parbegu. Begu dalam bahasa Batak artinya hantu. Teknik ini adalah salah satu teknik pamungkas Kojek yang paling ampuh untuk menghabisi lawan berupa mahluk ghaib. Lawan yang sudah dilemahkan sedemikian rupa akan ditelannya memasuki tubuhnya. Ini penjelasannya…
“Ia menghisap dan memakan hantu, jin, ato apapun yang pernah dilawannya… Menurut cerita Kojek… Hortuk… Babiat Balemun dan teknik Sigak itu juga hasil dari memakan beberapa raja hewan-hewan itu ya, kan?” aku dan Iyon mengangguk membenarkan. Ada yang kami saksikan ada yang tidak. Yang paling fenomenal tentu saja ia memakan seekor babi hutan berukuran sangat besar, yang diakuinya sebagai raja babi hutan, seorang diri mentah-mentah dalam waktu dua hari saja demi realisasi teknik Hortuk. Non-stop. Perlu kekuatan mental yang sangat luar biasa gila untuk melakukan itu semua. Tapi apa korelasinya?
“Abah sangat perhatian sama dia karena cara berbahayanya ini… Bukan abah mau Islamisasi seperti yang kalian candain itu… Akhirnya abah temukan caranya untuk menetralkan semua energi-energi berbahaya yang sudah memasuki tubuhnya itu… Segala macam hantu, setan dan entitas jahat yang sempat dimakannya pelan-pelan menggerogoti tubuhnya… Mereka bercokol di kisi-kisi tubuh Kojek secara laten… Mereka harus dilepaskan secara berkala… Hal yang selama ini tak pernah dilakukannya, bukan?” papar abah Hasan.
“Pelan-pelan energi Lini tiap mahluk itu merasuki aliran energi Lini asli milik Kojek… Kojek yang kita kenal selama ini pelan-pelan mulai berubah menjadi Kojek yang lain… Kalian mungkin tak menyadarinya… Tidak juga dengan Kojek sendiri… tapi abah bisa melihat perubahan itu… Makanya teknik Parbegu ini sebenarnya sangat berbahaya…”
“Jadi menelan semua setan-setan ini berbahaya, bah?” tanyaku. Tiba-tiba aku teringat dengan coba-cobaku saat menelan siluman monyet waktu itu dengan menggunakan tanah berumput halus di taman daerah kekuasaanku.
“Tentu… Tapi tiap pelaku punya ketahanan yang berbeda-beda… Tingkat toleransi Kojek tapinya sangat tinggi sebab puluhan tahun ia melakukan Parbegu hanya sedikit side effect yang terjadi padanya… Entah kalau kalian berdua yang melakukannya…” abah Hasan menatapku agak lama. Pasti ia sedang membaca pikiranku, membaca ingatanku. “Bagus antum sudah mengeluarkan tengkorak monyet itu dan menghancurkannya sekaligus hingga prilaku buruk siluman itu tidak meresap di pribadimu, Seng…” abah Hasan menepuk bahuku, mengapresiasi langkah yang sudah kuambil. Untung aku segera menyadari kesalahanku waktu itu dan mengkoreksinya karena sifat buruk siluman monyet itu sempat mempengaruhiku. Iyon mengikuti pandangan abah padaku dan memainkan alisnya mencoba bertanya apa yang ia lewatkan. Aku memberinya kode agar menunggu nanti saja karena dia sendiri ada andil pada masalah siluman monyet itu.
“Nah balik lagi masalah Kojek… Semua entitas yang sudah dimakannya lalu dikurung di daerah kekuasaan miliknya… Kalian berdua yang sering diundang masuk ke sana pasti tau persis tempat Kojek mengurung semua mangsanya itu…” Ahh… Daerah kekuasaan Kojek. Bentuknya unik karena berupa tanah lapang berumput hijau melulu sesuai dengan passion-nya di dunia peternakan. Ada jejeran kandang-kandang berkerangkeng yang sedianya untuk mengurung hewan buas, hanya saja ini berisi setan, jin dan segala turunannya. Aturan di daerah itu juga sangat ketat dan mengikat. Tak ada yang bisa melawan perintah Kojek di dalam daerah kekuasaannya itu. Katanya, saat ia tak ada kerjaan kadang ia suka mengajak mahluk-mahluk itu ngobrol untuk menghibur mereka.
“Bagaimanapun mereka adalah jiwa-jiwa tersesat ciptaan Tuhan juga… Mereka tidak pantas diperlakukan seperti itu… Benar… argumen Kojek juga ada benarnya kalau ia hanya membantu masyarakat dunia dengan mengurung setan-setan jahat itu di dalam badannya… Abah juga tak berani konfrontir ayat-ayat Injil yang dikutipnya… karena abah gak paham itu… Tapi bahkan Tuhan itu Maha Pengasih di agama manapun… benar, kan? Kojek setuju ini dan kami menemukan titik temu… Dari sana kami berdiskusi dan menyiapkan teknik baru ini… Melepas mereka begitu saja juga bukan jalan yang bijak… Ini jalan yang sangat tepat… Sangat brutal dan kasar mungkin ya… Tapi dengan begitu semua esensi yang ingin dieliminir bisa keluar seutuhnya… Jiwa-jiwa tersesat itu… Ada ratusan mungkin yang sedang mengawang-awang ke tujuan akhirnya… Beberapa menuju taubat… beberapa masih penasaran tapi lelah… dan banyak lagi yang masih bingung… Lihat!” tunjuk abah Hasan.
Ada beberapa titik cahaya yang mengapung naik serupa kelip kunang-kunang. Jumlahnya ada sangat banyak, ratusan kalo dihitung cepat. Bisa dipastikan itu adalah jiwa para mangsa yang pernah disantap Kojek. Mereka berkumpul di puncak api yang tadi menggunung tinggi. Sekarang hanya ada asap hitam membumbung. Ke arah asap itu titik-titik cahaya itu berkumpul. “Ini kebalikan dari Parbegu… Melepas semua yang sudah dihisapnya… Yang selama ini tersebar di penjuru anggota tubuhnya… Si Ganeuk ini hanya membantu prosesnya… Sebuah kebetulan yang manis… Ditenagai oleh ledakan yang sangat dahsyat dan semoga di-ridhoi oleh yang Maha Pengasih… Kita lihat… ia jadi apa…”
“Mirip sama Rawa Rontek ya, bah?” bisik Iyon mengingat ajian sakti itu.
“Mirip tapi tujuannya berbeda…” jawabnya gantung. Rawa Rontek bertujuan agar penggunanya tak dapat mati walo bagaimana carapun membunuhnya. Asal masih terkena tanah, ia masih bisa hidup kembali walo tubuhnya tercerai berai sekalipun. Angka Silgang malah sengaja mencerai berai tubuh Kojek.
Jadi adalah suatu kebetulan yang luar biasa kebetulan kalo Ganeuk punya jurus andalan untuk suka membanting-banting lawannya hingga hancur berkeping-keping. Teknik Angka Silgang ini tidak mungkin dilakukan sendiri karena akan menjadi menyalahi kodrat kami sebagai pendekar Menggala golongan putih yang tak mungkin melakukan bunuh diri. Melakukan teknik ini di dalam sebuah pertarungan adalah jawabannya. Cerdas sekaligus mengerikan… Membiarkan tubuh hancur berkeping-keping untuk melepaskan semua energi mahluk yang sudah diperangkap di dalam tubuh Kojek. Semua kerangkeng itu secara harafiahnya ada di sekujur badan Kojek hingga hancurnya tubuhnya menyebabkan kerangkeng itu terbuka dan mereka keluar.
Dawai-dawai cahaya terpancar deras dari puncak gelanggang ini. Silih berganti dawai cahaya itu berpendar spektrum pelangi padahal lingkungan ini sangat gelap, di hutan belantara di waktu dini hari. Sumber cahaya terdekat dengan bumi saat ini hanya bulan yang tidak purnama. Bagaimana mungkin ia bisa bercahaya sedemikian terangnya?
Ada sosok tubuh yang langsung mengingatkan kami akan Kojek. Tubuhnya kurusnya tingginya mengambang melayang di ketinggian itu dengan tangan terbentang. Tubuhnya sudah menyatu kembali! Aku hampir teriak-teriak senang melihat sosok tubuh kerempengnya. Gak pernah aku sesenang ini melihat perawakannya.
Titik-titik cahaya itu melewati tubuhnya lalu melesat tinggi ke angkasa, jauh sekali hingga hilang tak terlihat lagi. Titik-titik cahaya ini adalah jiwa para mahluk yang sudah pernah ditelannya. Satu, tepatnya sepasang benda yang dengan kurang ajarnya membuat Kojek sangat keren sekali kek Cupid pake steroid.
Ada sayap lebar kek malaikat, cuy!
Aku dan Iyon menandak-nandak girang kek orang pesong nembus 4 angka togel satu blok. “Kojek! Kojeeek!” seru kami berdua kek perawan paok ketemu oppa-oppa ganteng idol drakor. Tangan kami menjulur-julur hendak menyentuh sang pujaan padahal jarak kami puluhan meter jauhnya dibatasi gelanggang. Ron dan Buana tak kalah heran akan perubahan Kojek tapi tak seheboh kami reaksi keduanya. Abah Hasan hanya mengangguk-angguk bangga Islamisasinya berhasil. *eh? Canda, ding.
“Kojeeek! Kao jadi keren kali, Jeek!! MANTAP KALEE, JEEKK!!” teriak Iyon melompat-lompat girang karena kami sudah menganggapnya tewas tadi hancur berkeping-keping dibanting Ganeuk.
“Kojeekk, gilaAAAK!! PATEN KALI, JEEK!! JANGAN LUPA BAYAR CICILAN BANK-NYAA!!” teriakku ntah hapa-hapa juga melompat-lompat gak ingat umur. Aku sekilas teringat akan agunan bank yang dipakai Kojek untuk usaha barunya, ternak lembu yang meminjam surat tanah milikku. Mati kawanku satu itu, hajab aku jadinya harus bayar hutang sendirian.
“Woy-woy… Eling, Seng…” Iyon ngeplak kepalaku.
Kegilaan dan kegirangan kami terhenti oleh kegilaan lain. Sesosok tubuh besar dan gempal itu muncul dari gundukan tanah yang hancur gembur gosong akibat ledakan dahsyat gas milik Kojek sebelumnya. Tubuhnya menyeruak dari dalam tanah kek zombie bangkit dari kubur. Ia mengibaskan kepalanya, mengenyahkan tanah dan pasir yang menempel.
Kojek dengan sepasang sayapnya yang spektakuler mendarat ringan di depan Ganeuk yang kemudian bangkit berdiri dengan mudah. Ledakan dahsyat seperti tadi tak memberi banyak efek pada dirinya. Monster ini sungguh luar biasa tangguh. Tapi Kojek tak berpikir panjang apalagi sayap di punggungnya bersinar terang, tangan kanannya ditarik jauh ke belakang seperti hendak mengadu pukulan lagi dengan Ganeuk. Ganeuk juga melakukan hal yang sejenis. Tangan masif-nya ditarik jauh ke belakang siap menghantam lagi.
Sosok bercahaya itu tertinggal pudar di belakang saat Kojek melesat cepat bagaikan cahaya menembus Ganeuk. Di ujung tangan mengepal tinjunya ada satu sosok baru yang diseretnya lepas dari tubuh Ganeuk. Lawan bertubuh gempal itu tertinggal di belakang Kojek.
Whooaa… Ada apa ini?
“Kau otaknya, kan?” ujar Kojek melepas sosok itu ke tanah. Mahluk itu berkulit abu-abu juga di bagian punggung seperti Ganeuk tetapi tidak di bagian wajah dan dadanya. Hanya saja ukurannya jauh lebih kecil dari Ganeuk dan bentuk tangan dan kakinya aneh seperti cacat, melengkung membentuk huruf O. Kepalanya besar tak proporsional dengan tubuh kecilnya. Mungkin dari situ nilai plusnya, otaknya besar. Wajahnya normal seperti manusia; ada sepasang mata, hidung, mulut dan dua telinga. Hanya saja kepalanya yang besar botak untuk menampung otak yang katanya besar. Entah pulak kalo Encephalopathy. Mahluk berkepala besar itu jatuh terduduk di tanah dan beringsut mundur menjauhi Kojek.
“Seng-Seng… Selama ini si Ganeuk itu rupanya adalah dua mahluk yang menjadi satu… Lihat punggungnya!” tunjuk Iyon pada punggung Ganeuk yang berdiri tegak tak bergerak. Di belakang lehernya ada lubang besar yang pas ukurannya untuk dimasuki bagian kepala besar mahluk yang lebih kecil itu. Punggungnya kehilangan beberapa massa pembentuknya. Bentuk kerah di bagian leher dan pinggang Ganeuk juga tidak ada lagi. “Tangan dan kakinya itu dari tadi memeluk leher dan pinggangnya…” lanjut Iyon. KIMAK!! Selama ini kami semua sudah ditipunya.
Itu dia rupanya anggota terakhir Burong Tujoh.
“Kalo mengikuti peraturan turnamen… kalian berdua sudah menyalahi aturan… Karena pertarungan ini satu lawan satu… Kalian berdua dari tadi sudah menyalahi peraturan suci ini… Dan karenanya… secara peraturan kalian sudah kalah dari Ribak Sude…” kata Kojek berdiri tepat di depan mahluk kecil yang terlihat songong akan intelejensia yang mungkin dimilikinya.
“Peraturan apa?! Tak ada peraturan yang bisa mengikatku… Calon pemimpin dunia ini!” serunya. Itu ternyata suara mahluk itu. Dari tadi itu suaranya. Bukan main. Bukan suara asli si Ganeuk.
“Pemimpin-pun harus tau aturan, borjong!” sergah Kojek membentak. “Mereka-mereka ini-pun tau peraturan suci ini. Peraturan yang membuat mereka patuh tetap ada di luar gelanggang dan tak ikut campur… Walo mereka sangat ingin mengganyang kami bertiga… tapi peraturan tetap membuat mereka ada di luar gelanggang suci ini…”
“Persetan dengan peraturan busuk itu! Aku tak akan patuh pada siapapun! Tidak kau! Kau! Atau siapapun kalian!” umpatnya meradang menunjuk ke beberapa titik. Beberapa kalangan mulai geram akan tingkah mahluk cebol tapi sok songong ini. Dan kebanyakan yang geram itu malah dari kalangan golongan hitam karena setelah mereka mendukung habis-habisan Burong Tujoh, malah dari kalangan mereka yang banyak jatuh korban akibat serangan yang salah sasaran, by-stander casualties.
“Ha ha ha… Kamu tidak akan bisa bertahan lama di dunia ini kalau sikapmu seperti itu… Itu namamu… Ganeuk atau Ganaek?” tanya Kojek berusaha sabar. “OK… Kamu Ganaek dan dia Ganeuk, ya? Nama kok susah kali…” gerutu Kojek tentang nama kedua mahluk ini. “Kamu masih manusia seutuhnya bahkan sampai sekarang… tetapi dia itu apa? Dia bukan jin atau binatang dan ikatan kalian ini bukan ikatan Menggala Suba sama sekali…” tanya Kojek rupanya juga terganggu dengan eksistensi mahluk bernama Ganeuk ini. Akankah si Ganaek ini tau mahluk apa yang sudah ‘ditungganginya’ selama ini?
“Apa peduliku? Dia patuh padaku… dia mengikutiku… dia muncul di hadapanku… Apa lagi yang kuharapkan?… Tentu saja memanfaatkannya adalah salah satu bukti kecerdasanku yang tak akan kalian bisa ikuti… Dia sangat hebat, bukan? Kalian tidak akan tau apa dia…” bual si cebol Ganaek itu. Ia mencoba berdiri dengan kakinya yang melengkung huruf O.
“Diam muncungmu itu!” sergah Kojek bosan mendengar ocehan gak mutu dari mahluk cebol itu. “Peraturan ini adalah peraturan yang sudah lama berkarat… Kalian tentu setuju, bukan?” tanya Kojek beralih pada sekelompok sosok yang berdiri di pinggiran gelanggang dadakan ini. Aku dan Iyon mengenali beberapa dari mereka sebagai lawan yang pernah kami hadapi dulu di turnamen mematikan bertahun-tahun dulu. Mereka dari golongan hitam tetapi mengangguk-angguk setuju kalo Ganaek memang sudah menyalahi peraturan pertandingan yang semi resmi ini. Tantangan terbuka dan disusul dengan pertarungan terbuka ini sudah dicurangi.
Terdengar suara-suara berbagai macam pendapat yang kedengaran lebih seperti dengungan lebah sangking banyaknya yang berkomentar. Banyak yang setuju kalo apa yang sudah dilakukan dua orang ini-err… kok orang, ya… salah. Banyak yang sependapat dengan Kojek bahkan dari kalangan hitam.
“Kalau dari awal kau bilang bertarung 2 lawan 1… Mungkin akan lain ceritanya… Tapi kalian tidak pernah menyatakan ini… Kami—Ribak Sude sudah bermain sportif dengan maju satu per satu… Teuku Amareuk lawan Iyon… Kau membantai teman sekelompokmu… Itu hakmu… Tapi kau menyerang Iyon dan bertarung denganku pakai dua petarung sekaligus… Jelas itu menyalahi peraturan… Benar begitu, kan?” kata Kojek.
“Terlalu banyak mulut kau rupanya… Serang dia!” sergah Ganaek geram terlalu banyak mendapat ceramah. Ganeuk yang sudah tak ditunggangi Ganaek berbalik dan bergerak cepat hendak menyerang Kojek kembali.
“Boom!!”
Sebuah blitz sinar menyilaukan terpancar dari kepalan tangan Kojek yang hanya sekedar disentakkan. Kojek bahkan tak perlu melihat untuk menembakkan sinar itu, pandangannya tetap melekat pada lawan bicaranya, Ganaek. Tetapi Ganeuk yang melompat menyerbu terkena dampak tembakan sinar itu, terlontar terhentak oleh tenaga dorong yang merupakan serangan jarak jauh. Keren jurus baru si Kojek ini sekarang!
Berdebum jatuh tubuh masif Ganeuk bergulingan beberapa kali lalu ia berusaha bangkit lagi dan tetap berusaha menyerang Kojek kembali. Ia berlari cepat dan determinan untuk melaksanakan perintah tuannya untuk menyerang lawan apapun yang telah terjadi pada dirinya.
“Boom!!” kembali hentakan tenaga sinar blitz itu menghajar dan melontarkan tubuhnya. Seolah ada sebuah palu besar yang menghantam dadanya, tubuhnya melayang jatuh lalu bergulingan lagi. Kojek tetap tidak memandang Ganeuk sebagai lawannya. Pandangannya tetap terpaku pada Ganaek di depannya. Ganeuk yang ada di belakangnya, mencoba untuk menyerang hanya cukup berhadapan dengan tinjunya yang bercahaya saja. “Boom!!”
“Ayolah… Aku bisa melakukan ini semalaman kalo perlu… Ooh… Kalau kau bersikeras… kalian berdua bisa melawanku berdua jika perlu…” tantang Kojek agar Ganaek inisiatif menyerangnya juga, tak hanya mengandalkan Ganeuk untuk menyerangnya. “Aku yakin kau juga bisa bertarung… Jangan bilang kalo aku meremehkan fisikmu…” Kojek menyuarakan kegelisahannya.
Ganaek merengut kesal.
“Aku gak perduli apa yang sudah dilakukan orang-orang itu padamu… Apa yang sudah dilakukan masyarakat luas padamu… Trus kau menyalahkan apa yang terjadi pada fisikmu ini dengan mengecap semua dunia ini jahat! Kau lebih jahat lagi… Semua ini kejam! Kau lebih kejam lagi… Kau salah, lae…”
Ganeuk berlari cepat semakin mendekat tetapi Kojek tak kunjung menembakkan sinar itu lagi dari tinju tangannya. Malah kepalan tangannya diturunkan. Ganeuk semakin mendekat. Tubrukan akan segera terjadi. Rasanya pasti akan sangat sakit…
Kojek sedikit merendahkan kuda-kudanya, tangannya menangkap lengan Ganeuk dan dengan bahunya menghentak naik. Kojek dengan tubuhnya yang masih kurus memiliki sayap membanting tubuh lawannya yang sangat besar. Ia melontarkan tubuh besar itu bak karung yang berisi kapuk saja layaknya ringan sekali. Ia melempar Ganeuk ke arah tuannya yang gelagapan akan besarnya tubuh mahluk yang sempat menjadi tunggangannya selama ini. Tak sempat mengelak. “Pake lagi itu budakmu itu dan ayo bertarung dengan jantan!!”
Oo… Begitu ceritanya.
“Iya… Begitu ceritanya…” kata abah Hasan membaca pikiranku. “Si Ganaek itu selama ini ternyata udah di-bully abis-abisan oleh orang di sekitarnya… Klise kalau mau dirunut satu-satu deritanya… Biasalah… orang yang tak percaya diri akan kekurangan dirinya sendiri… Padahal ia punya anugrah lebih yang tak dimiliki manusia yang dianggapnya normal… Si Ganeuk itu contohnya… Siapa di antara banyak pendekar-pendekar tangguh ini yang tau mahluk apa dia itu? Gak ada, kan? Abah aja yang udah berdarah-darah di dunia ini gak tau apa itu… Jin bukan, setan bukan, demit bukan, siluman bukan… Gak ada yang tau… Tapi dia punya mahluk ini dan si Ganeuk itu tangguh sekali…”
“Dan… apa lagi? Otaknya… Dengan otak sebesar itu dia mengaku lebih pintar dan cerdas dari manusia manapun… Kalau dia mengoptimalkan otaknya yang sebesar itu… tentunya dia bisa jadi orang paling jenius di muka bumi ini… Orang-orang yang sudah diakui paling jenius saja tak memakai alokasi pemakaian otaknya sampai 100%… Singkatnya… dia hanya tak bersyukur…” jelas abah Hasan sambil terus menyaksikan pertarungan yang kembali berlanjut. “Tak bersyukur apa yang ia punya… Malah mengumpat apa yang ia tak punya…”
Aku tengok-tengokan sama Iyon. Iyon menggidikkan bahunya tanda kurang paham juga apa yang dijelaskan abah Hasan. Lain halnya dengan dua bersaudara kembar itu yang sama-sama mendengarkan penjelasan abah bersama kami. Mereka sepertinya lebih paham. Nanti aku nanya ke mereka berdua aja. Aku lebih baik menonton keseruan pertarungan Kojek yang kembali berlanjut. Ganaek kembali memasuki tubuh Ganeuk pada bagian punggungnya seperti kokpit tunggangan.
Beberapa nama besar di kalangan golongan hitam yang tak lagi respek akan alasan Ganaek pergi meninggalkan tempat ini, tak tertarik lagi akan keributan yang bermula dariku yang nakal dan mesum ini. Kenapa semuanya jadi melebar kek gini, ya? Awalnya kan aku cuma mau bersenang-senang dengan Farah yang lagi galau karena ditinggal minggat suami sirinya balik ke Arab. Masuklah si Dea yang ternyata kesurupan hantu cicak bernama Tabek yang ternyata adalah anggota Burong Tujoh. Lanjut-lanjut aku membantai hampir semua member organisasi jahat ini sampe empat. Tiga tepatnya; Mutee, Nenek Te-tek dan Kreak. Tabek dimusnahkan mahluk milik Vivi itu. Teuku Amareuk malah dibantai Ganeuk dan Ganaek secara brutal.
“Antum bukan kali pertama ini melihat mahluk sejenis Ganeuk ini, kan?” tanya abah Hasan padaku.
“Iya, bah… Ada mahluk yang mirip si Ganeuk ini… Tapi ia menolak memberitau namanya… Milik seorang gadis muda yang sempat dirasuki tiga jenis Banaspati berbeda… Mahluk itu sempat bicara kalo waktu kemunculannya tidak tepat… Ia harusnya muncul di masa depan karena dipanggil seseorang… Abis itu dia gak mau ngomong lagi… Awakpun curiga kalo si Ganeuk ini cuma nama pemberian asal-asal aja sama si Ganaek ini agar mirip dengannya… dan awak curiga juga kalo dia belum pernah ngomong sama sekali…” jelasku jujur karena gak ada gunanya menyimpan informasi di depan abah Hasan. Dia punya ilmu aneh itu untuk bisa membaca pikiran orang. Sadis tuh ilmunya.
“Masa depan, ya?” ia malah mengusap-usap perut buncitnya dan melirik ke arah si bos kembar itu. Ron dan Buana sedang asik seru-seruan melihat pertarungan lanjutan Kojek dan Ganeuk plus Ganaek.
Pukulan-pukulan cepat bertenaga Ganeuk dapat dielakkan Kojek dengan mudah. Sesekali ia hanya perlu menepis lalu membalas pukulan itu di beberapa titik tubuh Ganeuk. Kepala, dada, dan rusuk. Sayap bersinar terangnya terlihat sangat mencolok di kejauhan begini. Mirip kupu-kupu api yang menari-nari menjelang pagi. Selama apa Kojek akan mempertahankan pertarungan ini?
Sama sekali tidak ada kehormatan yang tersisa di dalam pertarungan ini karena Ganaek sudah menodai peraturan baku pertarungan yang adil. Pertarungan satu lawan satu yang kerap dipertandingkan di tantangan terbuka dan turnamen bela diri. Penonton sudah banyak berkurang karena hari sudah menjelang Subuh. Di kalangan golongan hitam hanya kelompok raksasa yang bertahan. Mereka duduk-duduk menunggu dengan sabar. Agak ngeri melihat tujuan mereka setelah ini. Aku malah berharap kalo Ganaek tau diri, menyerah kalah dan cepat-cepat kabur saja dari pada mendapatkan celaka dari perbuatannya di awal pertarungan pada para raksasa itu. Dengan tak adanya Teuku Amareuk, hanya dia dan Ganeuk-nya yang akan menjadi samsak yang tersisa dari Burong Tujoh.
“Eh… Liat itu, bah…” tunjuk Ron pada satu raksasa hutan bakau yang mengutip sesuatu dari pinggiran gelanggang yang sepi. Gelagat mereka menjadi aneh dan riuh. Mereka berteriak-teriak senang seakan menemukan sesuatu yang sangat berharga.
“Itu kepala Teuku Amareuk…” desis abah Hasan. “Dia belum sepenuhnya musnah ternyata… Kepala dan tulang belakangnya masih bisa bertahan sampai sekarang…”
Apa? Teuku Amareuk masih hidup setelah semua itu tadi?
Berikutnya ada suara ledakan yang diikuti oleh suara menjerit memilukan dari kerumunan raksasa hutan bakau itu. Belasan raksasa ganas itu berlarian menjauh karena satu kaum mereka tumbang akibat ledakan barusan. Aku kurang bisa melihat apa yang terjadi tapi sepertinya kepala raksasa yang tumbang itu mengalami kerusakan yang sangat parah. Kojek dan lawannya tak memperdulikan kejadian itu. Mereka masih asik adu fisik.
Kemudian sesuatu yang mengerikan terjadi, raksasa yang dipastikan sudah tewas itu bangkit lagi. Awalnya ia bergerak agak kikuk tetapi ia tetap berusaha bergerak dan ia malah berlari dengan gontai ke tengah gelanggang. “D-bum! D-bum! D-bum!” suara langkah kaki berlarinya menggetarkan tanah. Kojek yang tanggap langsung menyingkir karena sepertinya raksasa itu hendak menyerang Ganeuk. Raksasa setinggi 4 meter itu menghimpit tubuh besar Ganeuk yang masih kalah ukurannya dengan lawan. Ganeuk digencet di tanah.
“Liat bagian kepala raksasa itu…” seru abah Hasan.
“Kepala Teuku Amareuk memasuki kepala raksasa itu…” sadar Buana menunjuk-nunjuk ke arah tengah gelanggang. Apa ini balas dendam Teuku Amareuk? Dia punya kemampuan menjadi parasit begitu dan menguasai tubuh raksasa yang sudah dibunuhnya. Kepala yang sudah dilepas Ganeuk dari tubuhnya beserta rangkaian tulang belakang itu kini menginvasi tubuh raksasa mati itu. Menguasai kesadarannya, menunggangi tubuhnya, menjadi parasit di tubuh inangnya. Dari sana Ganaek mendapat ide menunggangi Ganeuk ternyata.
Tangan besar raksasa yang dirasuki Teuku Amareuk itu berusaha mencabut, menarik Ganaek yang menempel di bagian punggung Ganeuk. Tentu saja Ganeuk tak mau tinggal diam host-nya dipaksa lepas. Bogem-bogem kuatnya yang mumpuni menghujani raksasa itu walo jarak pukulnya tak maksimal akibat digencet di tanah. Raksasa itu terus meradang, memaksa. Ia mengerahkan semua tenaga raksasa mati bak zombie itu dan… KRAKKSS!!
Ganaek terlepas dari punggung Ganeuk. Ia lalu dihempaskan ke tanah masih di tangan raksasa itu. Terdengar suara remuk yang menyakitkan. Payback is a b*tch! Mungkin gitu kira-kira pesan yang ingin disampaikan Teuku Amareuk pada Ganaek. “Aaaaagghh!!”
“Siap-siap!” kata abah Hasan. Sudah tidak ada gunanya menahan-nahan diri lagi. Iyon mengulurkan cambuk Kamarasuta-nya yang bergerak menjuntai-juntai bebas. Aku mengeluarkan mandau Panglima Burung. Kojek di sana menarik tangannya ke belakang yang berkilauan cahaya sangat terang.
Dari hancurnya kepala raksasa hutan bakau itu, melompat seonggok menjijikkan otak pink kemerahan dengan ekor panjang yang merupakan tulang belakangnya untuk merasuki korbannya. Kali ini ia berusaha merasuki Ganeuk dengan cara membunuh pemiliknya, Ganaek. Bagian otak itu memasuki liang yang biasa dimasuki bagian kepala besar Ganaek di daerah punggung di bawah leher. Tulang belakangnya bergerak melata menyusup masuk, mencoba membajak kesadaran tubuh inang barunya. Pasti ia tertarik pada tubuh kuat ini setelah mengetahui kekuatan dahsyat Ganeuk selama pertarungan ini.
Gilak! Dia bisa menggerakkan Ganeuk!
Tubuh masif itu bergerak bangun dan hal pertama yang dilakukannya adalah memukul tubuh Ganaek yang sudah tak berdaya dibalik tangan bangkai raksasa yang masih menghimpitnya. Ia menghajar bagian kepala berotak impresif itu. Moncrot-moncrot isi kepala Ganaek terkena pukulan makan tuan yang sangat kuat itu. Hanya terdengar keluhan lemah saja lamat-lamat.
Lalu Ganeuk yang dirasuki Teuku Amareuk menatap ke arah kami.
“Hajar!” komando abah Hasan.
Yang pertama kali menyerang tentu saja Kojek karena ia paling dekat. Pukulan sinarnya menghantam bagian kepala mahluk berwarna abu-abu ini. Disusul Iyon yang muncul dengan jurus B3-nya dan melecutkan cambuk andalannya. Aku paling akhir, menyabetkan finishing touch bermaksud membelah tubuh gempal itu dengan tebasan pedang Selatan-ku.
Tubuh masif gempal Ganeuk pudar perlahan. Menyisakan seonggok otak rusak berantakan tercabik-cabik, melayang pecah lalu rusak memercik di tanah kotor. Ketika kulirik pada keadaan Ganaek, orang itu sudah tak bergerak lagi. Hanya kaku, dingin, mati dalam kesengsaraan.
Baik aku dan Iyon menyimpan masing-masing senjata kami. Agak bingung juga sebenarnya. Tapi kami masih hype oleh sayap keren Kojek yang masih bersinar gemilang di punggungnya. Kami memuji-muji penampilan barunya yang sangat ekstravaganza dengan sayap indah itu.
“Burong Tujoh versi Teuku Amareuk sudah tamat… Berakhir dengan tewasnya mahluk paling berbahaya di tanah rencong ini…” kata abah Hasan tentang pentolan Burong Tujoh itu. Ia didampingi Ron dan Buana. “Tapi Ganeuk bukan kalian yang memusnahkannya… Ia musnah dahulu begitu si Ganaek pemiliknya ini tewas… Bisa disimpulkan kalau hubungan tuan dan mahluknya ini sangat erat… hingga Teuku Amareuk tak dapat menguasainya secara penuh…” begitu rupanya.
Tapi kami lebih fokus pada menyingkirnya para penonton dari golongan hitam. Berjaga aja kalo-kalo ada yang masih belum puas akan hasil pertarungan paska tantangan terbuka ini. Tapi untungnya mereka semua telah selesai bersama dengan sinar matahari yang di ufuk Timur. Mereka semua menarik diri dan pulang ke tempat asalnya masing-masing. Termasuk kami…
——————————————————————–
“Gak bisa dibilangin, kan? Jadi nambah pre (libur) lagi-lah ini ceritanya?” repet istriku melihatku pulang dalam keadaan bonyok-bonyok dengan berbagai macam luka dan lebam baru. Iyon mengantarku pulang hanya sampe di depan gerbang aja lalu ia mengantar Kojek. Dia langsung ngibrit gak mau ikut campur karena dia pun punya masalah sendiri. Fiuh…
Vivi yang berdiri di belakang istriku pun terlihat lega walo wajahnya kuyu. Ia semalaman tidak tidur menungguku pulang. Aku gak mau bertanya padanya kenapa ia tak mengirimkan mahluk asing miliknya itu untuk mencariku. Aku tau berat untuk berada di posisinya saat ini. Berat untuk perasaannya. Kesempatan yang tak pernah kuberikan. Semoga kau segera sadar, Vi.
“Ada tujuh hantu yang sangat menakutkan di tanah Aceh… Mereka berkomplot dan merugikan umat manusia untuk tujuan yang buruk… Mereka bernama Burong Tujuh… Bukan Buwong Puyoh… Tujuh hantu dengan ikatan yang lemah… Hancur oleh kepongahan dan impian murah…” kisahku padanya mirip dongeng pengantar tidur di pagi ini. Tidur untukku sendiri. Sumpah badan ini rasanya remuk redam oleh petualangan bertaruh nyawa seharian.
“Trus apa peran Vivi di sana?” tanyanya.
“Hanya seorang penonton yang pengen casting… Tapi tak diizinkan oleh pemeran utamanya untuk bergabung…” ngelanturku dengan mata sayu 5 watt redup. Istriku tersedak hampir tertawa. Lucu memang.
“Di ceritamu… papa selalu jadi pemeran utama… Lalu aku ini apa?” tanyanya sambil membereskan semua alat-alat pengobatan yang sudah selesai dipergunakannya padaku.
“Mama jadi pemeran utama wanitanya… Mama kok jadinya tambah seksi gini, yah? Perasaan kemarin-kemarin gak kek gini…” tanyaku penasaran. Tanganku menjulur menyentuhnya.
“Masak?” ia mematut dirinya sendiri di depanku. “Iya-ya… Ini kok tambah gede aja?”
Bersambung