Part #64 : Iyon memperbaiki posisinya sambil mengelus-elus kedua tangannya
“Kau kelihatannya masih lemas gitu, Seng? Kau nanti gak usah ikut berantem… Orang itu cuma ada dua, kok… Aku sama Kojek udah cukup kayaknya…” kata Iyon melihatku yang sedang melakukan pemanasan meregangkan otot. Masih agak lemas tapi masih bisa bertarung-la kurasa.
“Tapi ini kan masalahku awal sebenarnya, Yon…”
“Iya tau… Tapi mereka cuma ada dua… Lagipula kami masih fresh ini… Gak mungkin-la kau gangbang si Amareuk itu berdua sama aku, kan? Kau istirahat aja dulu… Pihak golongan hitam itu juga gak akan berani macem-macem sama kita… Bisa-bisa mereka dilahap sama Double Dragon Ron-Buana… Banyak juga yang dari golongan putih yang datang… Gak perlu khawatir kita dikeroyok mereka-mereka itu…” sahutnya. Aku juga sebenarnya gak yakin bisa optimal bertarung setelah petualangan melelahkanku seharian ini. Beruntung juga masih bisa bernafas dengan lancar. Tapi aku merasa gak enak pada dua sahabatku ini. Ini semua bermulanya dari diriku sendiri. Mereka hanya terbawa-bawa. Tapi itulah kami, Ribak Sude.
“Aseng… Antum istirahat aja… Teuku Amareuk itu biar dihadapi Iyon dan temannya nanti yang ngehadapi si Kojek… Antum cukup nonton aja karena antum udah ngabisin banyak Burong Tujoh itu sendirian aja… Kasih bagian mereka berdua, dong…” kata abah Hasan membuatku tak bisa berkeras lagi. Ia pasti paham sekali perangaiku. Abah Hasan sendiri yakin Iyon bisa meladeni si Teuku Amareuk ini. Aku mengangguk nurut.
“Hei… Dia maju…” kata Ron menunjuk gelanggang dadakan ini. Si mahluk bernama Teuku Amareuk itu berjalan dengan gagah ke tengah lapangan yang dikitari banyak penonton dari kalangan berbagai jenis mahluk. Dari manusia sampai jin yang berbagai bentuk. Ada beberapa hewan juga ikut serta menonton dari kejauhan. Teuku Amareuk mengibaskan jubah panjang yang dikenakannya saat sudah tepat di tengah lapangan. Rumput dan tanaman semak apapun yang ada di dalam radius gelanggang ini langsung meranggas mati kering akibat kibasan itu. Mahluk ini sangat beracun. Iyon paham sekali hal itu.
“Ribak Sude… Siapa yang maju diantara kalian bertiga?” tanya Teuku Amareuk. Tak dinyana suaranya sangat lembut tetapi cukup berwibawa. Jauh berbeda dengan suara yang sempat kudengar saat pertama kali. Tetap ngebass suaranya tetapi jauh lebih wibawa. Dari tempatnya berdiri ia menatap tempat kami semua berkumpul. “Akankah pria yang bernama Aseng itu? Ataukah yang lain?”
“Oop! Hadir, ketua!” Iyon langsung mengacungkan tangannya tinggi-tingi. “Hadir… ” Apa yang dilakukan Iyon langsung mendapat perhatian Teuku Amareuk. Para penonton langsung riuh karena pertarungan awal akan langsung dimulai oleh pertempuran antar ketua kelompok. Iyon langsung memasuki gelanggang tak memperdulikan kondisi arena yang baru saja diracuni oleh lawan.
“Iyon… Ketua Ribak Sude… Suaramu yang mengumandangkan tantangan terbuka tadi… Bagus sekali karena saya yang akan menghadapimu untuk menjawab tantangan terbuka tadi…” ia menghadapi Iyon langsung berhadapan. Sobatku itu pun tak patah arang walo secara fisik mereka tak seimbang, ia mendongak tak mau kalah di adu mental ini ala Tale of the Tape. Mereka berhadap-hadapan. Jelas tampilan fisik Iyon kalah jauh dengannya.
Pria bernama Teuku Amareuk itu wajahnya seperti manusia biasa saja tetapi dari sisi kepalanya muncul tanduk mirip capit mengarah atas yang bergerak-gerak. Tubuhnya yang tinggi besar, setinggi dua meteran itu masih tertutup jubah panjang. Ia menyeringai seperti sepele dengan lawannya yang ukuran tubuhnya jauh lebih kecil. Itu keuntungan bagi mereka berdua. Kekurangan ukuran fisik Iyon dipermudah dengan kemampuan ajaibnya. Apalagi Iyon memang sering mempermainkan lawannya dahulu untuk membuat mereka lengah.
“Sebelum kita mulai… aku mau nanya dulu… Ada urusan apa kalian dengan Ribak Sude? Terutama dengan temanku si Aseng itu… Kalian menyerang temanku bertubi-tubi satu harian ini… Kami tidak punya masalah dengan kalian sebelumnya…” tanya Iyon tak gentar dengan pamer kekuatan yang diperagakan Teuku Amareuk di hadapannya.
Pria itu tersenyum manis di wajah klimisnya yang cukup tampan sebagai seekor siluman. Tak langsung menjawabnya, ia malah mengangkat jubah yang dipakainya untuk menutupi tubuhnya. Benda itu sepertinya sangat berat, tepatnya benda yang menopang di bahunya itu. Seperti pelindung bahu para pemain American Football yang kokoh. Enteng saja ia membuang benda itu ke arah luar gelanggang dan menghimpit menimpa satu raksasa yang menonton di pinggir lapangan. Raksasa itu menjerit kesakitan dengan tubuh remuk dan akhirnya mati. Teman-temannya tentu tak terima anggotanya mendapat perlakuan kasar seperti itu. Beberapa raksasa merangsek maju ingin membalas perbuatan Teuku Amareuk pada satu teman mereka. Yang terdepan dari mereka dihadang teman Teuku Amareuk dan mendapat sebuah bogem mentah di bagian dada yang menghantamnya, terdorong menubruk teman-temannya yang lain hingga cerai berai tunggang langgang seperti pin bowling. Para raksasa setinggi 4 meter dari ras hutan bakau melarikan diri ketakutan.
Mereka lagi-lagi pamer. Dua anggota Burong Tujoh ini ternyata sangat kuat. Teuku Amareuk memakai jubah yang sangat berat, yang bobotnya bisa membunuh satu raksasa perkasa. Dan pukulan temannya itu mampu menumbangkan sekelompok raksasa sekali pukul. “Apa tadi? Ahh… Urusan… Baiklah… Bawahanmu itu sudah mengganggu bawahanku… Tidak benar kalau kalian tidak ada masalah dengan kami sebelumnya… Dia sudah menetak satu ekor hantu cicak bawahanku lalu membunuhnya kemudian… Tidak berlebihan tentunya kalau teman-temannya berusaha membalasnya… Mereka juga berakhir dengan ia membunuhnya…” kata Teuku Amareuk mencoba berargumen.
“Koreksi ya, Teuku… Aseng bukan bawahanku… Dia sahabatku… Gak ada pemimpin di Ribak Sude sebenarnya… Aku hanya mewakili kelompokku saja… Itu yang pertama… Mengenai hantu cicak itu… dan bawahan-bawahanmu yang lainnya… Itu sudah menjadi tugas kami manusia untuk membasmi mahluk-mahluk culas seperti mereka karena sepak terjangnya merugikan kami sebagai ummat manusia… Camkan itu, ummat manusia… Mungkin anda dulunya pun juga manusia… Ntah aku gak perduli apa yang membuatmu jadi begini… Tapi kamipun tak segan-segan menghabisi kalian kalo sepak terjang kalian juga merugikan ummat manusia…” ujar Iyon tak gentar.
“Dengar-dengar… anda Teuku Amareuk adalah mahluk paling berbahaya di tanah Aceh ini… Tentunya sudah banyak kerusakan yang sudah anda sebabkan di Nangroe ini… Pas kali kita ketemu disini… Kita selesaikan semuanya…”
“Ha ha hahahahahaha… Iyon-Iyon… Kamu sangat menghibur sekali ternyata… Sungguh naif… Sudah berapa banyak yang mengatakan omong kosong itu padaku selama ini… Lihat? Aku baik-baik saja… Kemana mereka? Hilang berkalang tanah… Ha ha hahahahaha…” gelaknya merasa lucu dengan suara ngebass yang terdengar enak didengar bak penyiar radio.
“Kita selesaikan dengan cepat…” kata Iyon tak berbasa-basi lagi pertanda ia sangat serius. Di tangannya sudah terulur cambuk Kamarasuta. Cambuk terkuat yang dimiliki Iyon. Ia langsung mengeluarkan ini pertanda lain ia sangat serius dan menandakan kalo ia mengakui lawannya ini sangat kuat. Cambuk itu bergerak-gerak seolah punya nyawa dan keinginan sendiri. Sebagai cambuk terkuat Iyon, banyak usaha yang sudah dilakukannya untuk menjinakkan senjata ini. “… dan bersih!”
Terdengar gelegar di udara saat Iyon melecutkan Kamarasuta-nya. Seperti ada lidah petir yang turun ke bumi menggelegar memekakkan telinga. Teuku Amareuk ternyata menepis lecutan cambuk itu dengan tangan kosong. Kembali Iyon menarik cambuknya dan melecut kuat ke arah Teuku Amareuk. “CTAARR!!” ia menangkis lagi dengan tangan kosong. Bukan isapan jempol ternyata omongannya. Iyon merangsek maju hingga lecutan cambuknya semakin pendek mengurangi jarak. Aku dan Kojek yang sudah bertahun-tahun bertarung di sampingnya tentu paham apa yang sedang dilakukannya. Cambuk itu membelit pergelangan tangan kiri Teuku Amareuk, kemudian dengan keahliannya memainkan senjata itu kedua tangan Teuku Amareuk jadi terikat.
Iyon berkelit ke samping hendak melakukan taktik berikutnya untuk mengikat tubuh Teuku Amareuk, menyambung dari langkah pertama yang mengikat kedua tangannya. Praktis lawan sudah kalah dengan serangan dasar Iyon untuk melumpuhkan lawan karena saat ini dengan cepat belitan cambuk Kamarasuta membelit tubuh Teuku Amareuk memanfaatkan kecepatan berpindah tempat jurus Bayangan Bunga Bujur-nya. Lalu diselesaikan dengan menghunjamkan benda runcing tajam di pangkal gagang cambuk ke leher lawan.
“Hyaaa!!” betotan kuat mengencangkan balutan panjang cambuk di tubuh Teuku Amareuk dilakukan Iyon disusul hujaman cepat ke arah leher. “CRAABB!!”
Kami semua menahan nafas sebentar untuk menyaksikan akhir hidup mahluk paling berbahaya di tanah Aceh itu dengan leher berlubang. “Hukhh!!” tapi itu suara Iyon. Kenapa Iyon yang mengaduh? Belitan cambuk itu melonggar dari tubuh Teuku Amareuk dan tubuh Iyon ngelongsor turun ke tanah sambil memegangi dada dan perutnya. Kedua tangannya sekaligus digunakan untuk membekap dada dan perut? Ada gerakan sejenis melata yang perlahan terlihat. Teuku Amareuk memegangi gagang cambuk Kamarasuta. Ia berhasil menahan serangan mematikan barusan dan malah berhasil menyarangkan dua pukulan pada Iyon yang mengerang kesakitan di tanah.
Iyon berusaha berguling menjauhi lawannya sambil terus mengerang. Teuku Amareuk membuang senjata Iyon sembarangan dan melangkah mengejar lawannya yang berusaha menjauh. Iyon bukan hendak lari tapi hendak menyusun langkah kembali. Menyusun kuda-kuda dasar yang dulu kami pelajari bersama-sama. Kuda besi!
Dihentakkannya kaki kiri dan kanan bergantian mengerahkan Lini elemen tanah untuk memperkuat tumpuannya di bumi dan menyongsong lawan yang menerjang. Ia sepertinya sudah tau apa yang sudah menyerangnya, terlihat dari posisi tangan penyambut serangan lawan yang mempersilahkan lawan menyerang. Walo berjarak masih dua meteran lagi, Teuku Amareuk menyapukan tangannya ke samping kanan. “Wrraahhh!!” OMG! Tangannya memanjang! Secara tak wajar tangannya bisa memanjang untuk melakukan pukulan lebar untuk mengincar bagian samping lawannya.
Iyon menangkis pukulan tangan kanan itu memakai kedua tangannya sekaligus karena tenaga sapuan lebar itu sangatlah kuat. Kuda-kudanya bertahan walo kakinya bergetar. Saat semua impact serangan itu masuk ke tubuhnya ia melompat kecil sedikit bergeser yang bagi orang yang tak paham akan dianggap kalo Iyon tak sanggup menahan pukulan kuat itu. Padahal itu teknik membuang tenaga lawan ato menetralisir serangan agar tak merusak tubuhnya sendiri. Pukulan berikutnya mendera sama cepat dan lebarnya. Kedua tangan Teuku Amareuk bisa memanjang melakukan serangan dahsyat itu. Kembali Iyon menangkisnya dengan kedua tangannya dan sedikit melompat lagi saat tekanannya merasuk. Saat kakinya mencecah tanah lagi, ia langsung melompat mundur beberapa langkah.
“Dahsyat seranganmu, Teuku… Hebat!” puji Iyon mengibas-ngibaskan tangannya. Ada kepulan asap di tangannya pertanda serangan tadi bukan hanya murni hentakan kekuatan menghantam, ada racun juga di sana. Iyon meloncat-loncat di tempatnya untuk menetralisir semua ekses serangan, dua serangan Teuku Amareuk barusan. Asap itu adalah eksesnya. Aroma busuk tercium udara pertanda itu adalah racun yang mematikan. “Biar kutebak… Anda ini siluman lipan bukan?”
“Siluman lipan?” ulang kami dan beberapa penonton lainnya. Jadi tangannya yang memanjang tadi adalah fitur siluman lipan. Dua buah lipan raksasa yang tadi menghantam Iyon bergantian. Lipan adalah arthropoda beracun. Kalo sebesar itu dan merupakan siluman, bayangkan betapa berbahayanya racun di dua tangan Teuku Amareuk ini.
“Jadi kau kebal racun?” tebak Teuku Amareuk tidak terlalu terkesan akan reaksi Iyon yang sepertinya baik-baik saja terkena serangan pukulan beracunnya dua kali. Ia mungkin terganggu dengan gerakan meloncat-loncat Iyon seperti hendak melakukan tarung di arena resmi. Kadang kalo terlalu bersemangat, Iyon sering melakukan itu.
“Ah.. Siapa bilang aku kebal racun?… Sakit racunmu itu, tau?” ia tetap melompat-lompat sekalian mengibas-ngibaskan tangannya terus. “Racunmu ini tidak murni… Campuran berbagai macam jenis racun… Itu artinya anda juga bukan satu jenis siluman saja… Ada ularnya mungkin?” kibasan tangannya ditambah mengusap-usap bagian tangannya yang tadi dipakai untuk menangkis serangan Teuku Amareuk. Dari jarak jauh begini, aku kurang bisa melihat apakah benar bagian tangan itu menghitam karena racun ato cuma bayangan gelap saja. Hanya saja asap terus mengepul dari sana.
“Jadi kamu sudah tau ada dua lipan ini di tanganku ini… Srrruuuutt…” satu persatu tangannya memanjang lalu tekstur tangannya menjadi kasar seperti sisik besar yang merupakan segmen tubuh lipan ato kelabang yang berkilat kinclong. Yang kanan warnanya dominan kebiruan sementara yang kiri kemerahan. Ada dua bentuk kepala dengan masing-masing capit yang besar menggantikan fungsi jari-jarinya. Dari capit itu tentu racun gigitan lipan itu berasal. Melihat dua ekor lipan raksasa menjadi bagian tangannya agak serem juga melihatnya. Lipan segede itu pastinya racunnya juga sangat gede efeknya. Tapi Iyon sama sekali gak jiper menghadapi lawan yang cukup menyeramkan seperti Teuku Amareuk ini.
“Wah… Luar biasa bling-bling tanganmu, Teuku… Banyak abis wax kayaknya untuk memolesnya jadi kinclong kayak gitu… Tau aku… Aku ini supir jadi tiap pagi aku harus moles mobil bosku supaya kinclong kayak gitu juga… Bosku ada di sana…” ia mengacungkan tangannya lalu melambaikan tangannya. “Ya kan, booossss??” sempat-sempatnya ia menyapa Buana di saat begini. Buana yang tak jauh dariku melambaikan tangan tanda ia tau apa yang dilakukan Iyon saat ini. Tau kalo sewaktu-waktu miliknya akan dikendarai supirnya. Karena kodrat seorang supir ya begitu, mengendarai kendaraan milik tuan ato bosnya.
Mendapat izin dari sang empunya kendaraan, Iyon tersenyum lebar. “Punya bos seperti dia akan sangat menguntungkan kalo anda penasaran… Kita mulai dengan yang pertama… Ini pinjaman! Hyaaa!” Iyon mulai menerjang lagi. Tentu saja Teuku Amareuk ini tidak tinggal diam melihat Iyon mulai menyerang kembali. Kali ini ia tidak memakai senjata andalannya yang berupa cambuk dan semacamnya. Di tangannya ada sebuah benda besar berputar-putar seperti baling-baling pesawat kecil.
Berikutnya adalah serangan brutal dari sebuah senjata aneh yang silih berganti dihantamkan Iyon pada Teuku Amareuk. Senjata berbentuk sebuah mata besar dengan beberapa buah mata pedang tajam berputar cepat di atasnya. Iyon bisa menyerangnya dari jari jarak dekat atopun dari jauh karena senjata bernama Quarn itu bergerak otonom seperti punya kemampuan bergerak sendiri. Ada sebuah tali magis yang menyatukan tiga buah pedang berputar cepat—sangat cepat sulit diikuti mata tak terlatih. Aku yang biasa bergerak cepat dengan Mandalo Rajo sedikit bisa melihat gerakan berputar cepatnya. Bagi lawan itu akan bagaikan tebasan tak berkesudahan sebuah baling-baling. Teuku Amareuk hanya bisa bertahan dan menangkis dengan dua tangan lipannya.
Tak ada kesempatan baginya untuk menyerang balik karena fokus untuk bertahan saja. Iyon sepertinya bertujuan untuk melenyapkan sepasang tangan lipan beracun berbahaya itu dari tubuh Teuku Amareuk. “Heaaa!! Heeyaaaa!!” berbagai sudut serangan dilancarkannya terus menerus untuk melenyapkan tangan lipan raksasa itu. Teuku Amareuk menyilangkan tangannya untuk melindungi mukanya dan Iyon sudah menyadari dari tadi gestur mempertahankan mukanya. Tebakanku, hanya itulah jejak manusia yang tersisa dari dirinya. Hanya wajah tampannya yang tersisa dari dirinya yang dulu. Dirinya yang sudah berkubang berkarat di dalam kegelapan dunia siluman ini.
“HEAAAHH!!” Teuku Amareuk agak menundukkan tubuhnya, awalnya kukira untuk semakin melindungi mukanya tetapi kaki kanannya berputar di balik punggungnya dan melancarkan serangan baru! Iyon sempat melihatnya dan berkelit sedikit takala sambaran kaki yang juga telah berubah itu menyerempet dadanya yang mencabik bagian depan pakaiannya. Ia mundur tetapi Quarn tetap berputar meradang. Keras tekstur lipan itu disilangkannya kembali untuk melindungi wajahnya. Jago juga si Teuku Amareuk. Didesak sedemikian brutal dalam keadaan bertahan ia masih sempat menyarangkan serangan berbahaya dengan menggunakan kakinya.
Kakinya menekuk tak wajar. “Sengat kalajengking, ya?” sadar Iyon saat ia menarik sobekan baju depannya yang koyak akibat serangan mendadak yang untungnya sempat ia elakkan barusan. Kaki kanan Teuku Amareuk berubah menjadi bagian ekor kalajengking yang beracun. Untung saja senjata itu hanya sempat merobek pakaian bukan merobek dadanya. Quarn berputar pelan menampakkan bentuk asli tiga buah pedang yang bergerak. Tak lama senjata berbentuk aneh itu menghilang. “Bagaimana tangan lipan itu? Masih bisa dipake?”
“Sudah mulai rusak… Tapi saya bisa menggantinya sewaktu-waktu… Tidak usah khawatir… kita masih bisa terus bersenang-senang…” jawab Teuku Amareuk seperti tidak terlalu gusar dengan beberapa rompal di beberapa segmen lipan yang menjadi bagian tangannya. Dan benar saja, beberapa bagian yang mengelupas itu digantikan kulit tebal berkilat yang baru. Ia lalu mengacungkan dua tangan lipan itu ke depan, ke arah Iyon. Kedua capit itu terbuka dan membuka mekanisme mulut lipan lebar-lebar.
“Wusshh wusshh…” beberapa benda melesat cepat dan Iyon berkelit menghindari tembakan dari lipan-lipan itu. Para penonton yang ada di sekeliling galanggang ini yang mendapat imbasnya. Tembakan pertama yang meleset mengenai satu penonton dan dengan cepat benda itu masuk menggerogoti, melubangi dan memasuki tubuhnya. Tentu saja panik yang penonton lain yang menyaksikan kengerian itu. Mereka berteriak-teriak ‘Lipan! Kelabang!’ Ternyata yang ditembakkannya adalah lipan-lipan berukuran normal yang punya kemampuan memasuki tubuh korbannya. Menggelepar hebat penonton tak beruntung itu tubuhnya dimangsa lipan beracun itu dari dalam. Tak lama ia mati tak bergerak lagi.
Semakin banyak lipan yang ditembakkan Teuku Amareuk ke arah Iyon yang mati-matian dielakkannya. Beberapa mengenai penonton lagi dan yang tak mendapat sasaran, berkeliaran melata kemana-mana. Beberapa penonton menginjak lipan-lipan itu sampe hancur. Aku sudah membuat bubur lipan dua ekor. Besar, panjang, dan berwarna merah darah. Serangan wabah lipan beracun ini sangat berbahaya. Athropoda beracun itu tak pandang bulu siapa yang diserangnya. Rekan Teuku Amareuk itu juga sudah menginjak beberapa ekor yang terlalu dekat dengannya. Apalagi kami-kami ini yang bukan siapa-siapa baginya.
“Kamu hanya menghindar terus… Tidak menyenangkan… Harusnya kami merasakan satu saja… itu sudah lebih dari cukup… Ayolah…” kata Teuku Amareuk sarkas sekali. Siapa yang mau terkena serangan mematikan berbahaya semacam itu? Iyon mengelak melompat-lompat secara acak. Menghindari tiap tembakan lipan yang keluar dari bukaan mulut lipan raksasa di tangan Teuku Amareuk. Ia lalu berlari menghindar berputar, sepertinya ia sedang mencoba mengusahakan sesuatu. Ada sesuatu di tangannya.
“Aku gak mau mati cepat-cepat, Teuku… Ini!” ia melemparkan sesuatu ke arah kaki kiri Teuku Amareuk yang masih berbentuk normal. Itu lipan milik Teuku Amareuk! Iyon bermaksud menggunakan senjata lawan ke pemiliknya? Apakah akan berhasil. Binatang melata yang menjijikkan bagi sebagian besar orang itu menggeliat sebentar lalu mencoba bekerja sesuai kodratnya di permukaan kaki kiri Teuku Amareuk, pemiliknya sendiri. Lipan itu mampu membunuh manusia, hewan bahkan jin sekalipun. Sudah ada beberapa contoh sosok tubuh yang bergelimpangan tewas di sekitar kami akibat serangan mematikan lipan itu yang terdiri dari beberapa jenis mahluk.
Teuku Amareuk agak kaget merasakan sesuatu hinggap di kakinya tetapi ia tak menunjukkan panik sedikitpun setelah melihat lipan merah itu melata di kaki kirinya. Hewan beracun itu tadinya hendak melakukan tugasnya untuk melubangi daging kaki yang dihinggapinya ini, tapi sepertinya ia tau kaki milik siapa dan urung melakukannya. Iyon melihat kegagalan taktiknya itu tetapi tidak membuatnya surut—ia melakukan jurus Bayangan Bunga Bujur andalannya. Sekedipan mata kemudian ia sudah ada tepat di belakang Teuku Amareuk dan menendang lipan merah itu. Teuku Amareuk tak menyangka kalo lawannya malah membunuh hewan beracun yang berada di kakinya itu.
Entah apa tujuan Iyon melakukan itu semua karena ia melempar beberapa lipan merah yang tak mau mencelakai pemiliknya itu lagi dan lagi lalu membunuhnya. Tentu saja seperti usaha yang sia-sia dan menghabiskan waktu juga tenaga. Iyon melakukan itu semua dengan cepat dibantu dengan jurus B3-nya. Berpindah tempat secara sistematis melempar lipan merah ke punggung Teuku Amareuk dan langsung menendangnya sampai lumat lalu berpindah ke tangan kanannya, mengulang hal yang sama. Tendangannya tak terlalu kuat, hanya sekedar bisa menghancurkan lipan itu hingga lumat. Selesai melakukan itu semua, Iyon muncul tepat dihadapan Teuku Amareuk tetapi berbalik memunggunginya.
“Tipuan apa yang sedang coba kau lakukan?” tanya Teuku Amareuk dengan suara bass wibawanya itu. Iyon tak langsung menjawab melainkan melakukan beberapa gerakan yang jarang dilakukannya. Ia terakhir menggunakan cara ini saat menganimasi beberapa buah batu besar saat melawan siluman monyet yang mengaku dewa saat itu. Itu semua benda mati dan ia menggerakkan batu-batu itu membentuk tubuh humanoid raksasa dengan benda mati solid itu untuk menimpa siluman monyet kala itu. Apakah Iyon mencoba menguasai tubuh Teuku Amareuk dengan teknik ini?
“Nomor tiga memukul nomor satu berulang-ulang sampai moncrot! Nomor empat memukul nomor dua sampai bonyok!” kata Iyon pelan dengan membentangkan kedua tangannya. Benar! Dia menggunakan teknik penomoran itu lagi. Dengan memberi tanda nomor pada tiap bagian tubuh lawan, ia menjalin koneksi yang membajak perintah kesadaran tubuh Teuku Amareuk di bawah kendalinya lewat penanda yang dilakukannya. Jadi penanda berupa nomor itu disamarkan Iyon lewat membunuh lipan-lipan merah itu di bagian tubuh Teuku Amareuk tadi. Cara yang cerdas!
Biasanya nomor satu adalah kepala, nomor dua badan, nomor tiga tangan kanan, nomor empat tangan kiri dan seterusnya sampai nomor enam. Jadi tangan kanan memukul mukanya sendiri dan tangan kiri memukul tubuhnya sendiri kalo sesuai penomorannya. Nomor yang tidak diberi perintah bergerak akan diam saja.
“DHUGG!! BUGGHH!! DHUGG!! BUGGHH!! DHUGG!! BUGGHH!!” Benar saja! Dua tangan Teuku Amareuk memukuli muka dan badannya sendiri dengan tangan berbentuk lipan raksasa itu dengan semena-mena—tanpa bisa dicegah. Terbelalak kaget tentunya pria tampan berbentuk campuran beberapa siluman itu kala wajahnya yang sangat dilindunginya, dipukuli oleh tangannya sendiri. Muka terdorong berulang-ulang oleh tonjokan tangan kanannya sendiri hingga beberapa luka dan memar berdarah mulai menodai wajahnya. Begitu juga dengan tubuhnya yang dihajar menggunakan tangan kiri yang berupa lipan raksasa berwarna merah itu. Bagian dada perutnya berkali-kali mendapat bogem mentah. Iyon hanya menyaksikan itu semua dari jarak aman masih dengan tangan membentang. Menjaga konsentrasinya pada nomor-nomor yang sudah disematkannya di tiap anggota tubuh Teuku Amareuk.
Pukulan-pukulan itu tak berkurang sedikitpun kekuatan menggedornya. Tak berkurang daya hentaknya. Menghajar dengan telak tiap sasarannya. Pasti Teuku Amareuk sangat bingung apa yang sedang terjadi pada tubuhnya. Kenapa tubuhnya mengingkari perintah dirinya? Apakah Iyon akan bisa mempertahankan keadaan ini sampe Teuku Amareuk KO oleh kekuatannya sendiri?
Iyon orangnya sangat praktis. Kalo ia bisa mengalahkan lawan dengan cepat dengan cara mudah, ia akan mempertahankan cara itu sampe lawan KO. Minimal menyerah. Muka Teuku Amareuk sudah bonyok moncrot seperti perintah pemberi nomor. Begitu pula dengan tubuhnya, penuh lebam-lebam berdarah. Teuku Amareuk pasti akan memutar otaknya bagaimana cara lepas dari teknik unik milik Iyon ini.
“SHRRUUKKK!!” sesuatu yang berbentuk gilig panjang keluar dari bagian belakang tubuh Teuku Amareuk. Dari bentuknya seperti ekor ular. Bagian tubuh yang baru muncul ini bergerak dengan cepat. Iyon lumayan kelimpungan untuk memberi perintah baru pada nomor tiga dan empat. Trik teknik aneh ini sudah ketahuan oleh lawan. Ia menghapus apapun yang telah dilakukan Iyon pada bagian tubuhnya sebelumnya, yang disamarkan dengan pura-pura menendang, membunuh beberapa buah lipan merah tadi. Ujung ekor ular itu mengusap-usap penanda nomor yang sudah disematkan Iyon pada sekujur tubuhnya.
Teuku Amareuk beruntung tadi belum mengeluarkan ekor ularnya ini jadi belum sempat dinomori Iyon. Kalo tidak sampe akhir ia akan terus begitu dan KO! Iyon juga tidak menyangka kalo lawannya ini punya satu bagian tubuh lain yang belum ditunjukkan, ekor ular. Ini membuka tabir baru bahwa Teuku Amareuk ini sangat cerdas menganalisa masalah hingga ia bisa membongkar kunci kekuatan trik aneh Iyon ini. Padahal Iyon sudah menyamarkannya sedemikian rupa.
“Kau sudah merusak wajah dan tubuhku sampai segininya, Iyon…” Teuku Amareuk perlahan bangkit sambil memegangi wajahnya yang sudah babak belur. Wajahnya tak dapat disebut tampan lagi karena bonyok dan bengkak di sana-sini, berdarah dan lebam menggenaskan. Begitu juga tubuhnya. Ekor penyelamat dirinya bergerak melata khas ular yang sangat besar, proporsional dengan ukuran tubuhnya yang tinggi besar juga. “Tentunya ini harus mendapatkan balasan yang setimpal…” ia meregangkan tubuhnya, menekan sesuatu di dalam tubuhnya agar keluar. Ia tak mengambil posisi berdiri melainkan tetap merangkak di tanah.
“BLAARRRTT!!”
Sekujur badannya yang luka-luka lebam itu meletus seperti balon, mengoyakkan kulit tebal yang membungkus tubuhnya. Dan apa yang di dalam tubuhnya benar-benar menjijikkan. Dibalik kulit tebalnya yang mengelupas bekas meledak tadi ada beberapa ekor lipan raksasa lagi bergulung-gulung di dalam tubuhnya dan sambungan ekor ular itu terus menuju bagian lehernya. Bentuk tubuhnya sudah tidak karu-karuan lagi sekarang.
Iyon mengambil selangkah mundur melihat bentuk tubuh asli lawannya ini. Lipan-lipan raksasa itu kemudian mengambil posisi seharusnya berada, menjadi tangan-tangan baru hingga Teuku Amareuk total memiliki empat tangan lipan, dua ekor kalajengking (kaki kirinya berubah menjadi ekor kalajengking juga) dan satu ekor ular panjang. Plus leher panjang ular juga. Beberapa lipan merah yang masih tersisa keluar dari tubuhnya juga.
“Eeww…” jengah Iyon melihat bentukan menjijikkan Teuku Amareuk yang sudah mengambil bentuk sejati tubuhnya. Seekor ular besar sepanjang sekitar sepuluh meter dari ujung mulut sampai ujung ekor, dengan diameter terbesar sekitar dua puluh senti, empat buah tangan yang terbuat dari empat lipan raksasa dan sepasang ekor kalajengking. Di kalangan mahluk buas, tipe ini sudah termasuk Chimaera karena gabungan berbagai bentuk hewan menjadi satu dalam satu tubuh. Sisik ular di tubuhnya berkilauan terkena sinar obor dan sedikit sinar bulan yang menyembul setengah di atas langit menuju dini hari.
Mulut ular itu menganga mendesis-desis dengan lidahnya yang panjang bercabang membaui malam untuk mengenali mangsanya; Iyon. Sobatku itu memungut kembali cambuk andalannya yang dari tadi dibiarkannya di tanah. Kamarasuta bergerak melata meliuk-liuk lagi mirip gerakan bentuk ular Teuku Amareuk. Mereka kembali menghitung langkah untuk mulai menyerang. Jangkauan ular itu lebih luas karena panjang tubuhnya juga karena tangan-tangan panjang yang berupa empat lipan raksasa.
“Boooss… Pinjam lagi, yaaa??” seru Iyon pada Buana yang bersama-sama dengan kami menonton di pinggiran gelanggang. Entah yang mana lagi yang akan dipakai Iyon dari koleksi empat Menggala Suba Buana. Setelah tadi sempat meminjam pedang aneh bermata besar bernama Quarn tadi, Iyon punya previlege khusus untuk memakai milik Buana. Apapun yang dikendarai ato dipakai Buana ia bisa meminjamnya dengan syarat harus diizinkan. Hak khusus ini karena ia adalah supir pribadi direktur utama grup usaha konglomerasi itu. Dari mobil-mobil mewahnya, koleksi motor, helikopter bahkan sampai pesawat jet.
Kami sering berkelakar kalo kemampuan anehnya ini mirip kutukan sebenarnya. Iyon dan kendaraan punya koneksi yang aneh. Iyon akan dengan mudah mengendarai apapun yang bermesin ato tidak tanpa perlu belajar ato berlatih dulu. Kutukan aneh ini tak sengaja ia temukan ketika mengendarai mobil dahulu sekali padahal ia belum pernah nyetir sebelumnya apalagi belajar. Secara alami ia bisa menguasai mobil itu tanpa kesulitan. Kendaraan seperti menyerahkan dirinya pada Iyon dengan anehnya. Jadi kalo ia jadi maling kendaraan, apapun bisa diembatnya. Mobil yang dikasih alarm paling canggihpun gak akan aktif di tangannya dan dengan mudah dibawanya pergi. Untungnya dunia itu sudah ditinggalkannya dan lebih fokus menjadi seorang supir aja. Tapi bukan supir sembarangan… Supir direktur utama sebuah konglomerasi yang sudah kami kami anggap seperti teman yang sangat akrab.
Balik lagi soal meminjam Menggala Suba milik Buana, jadi para mahluk Menggala itu semua sudah pernah dikendarai Buana seperti kendaraan sehingga secara teori mereka adalah kendaraan bagi bos-nya Iyon. Iyon memanfaatkan atribut kendaraan ini dan meminjamnya untuk pertarungan semacam ini. Ini keuntungan bagi Iyon secara ia sama sekali tak punya mahluk-mahluk Menggala kuat sekelas yang dimiliki Buana seperti Quarn dan mahluk satu ini…
Muncul dihadapan Iyon seekor mahluk berkaki empat dengan tubuh gempal berwarna hitam mirip seekor singa. Ada tanduk kecil di dahinya yang terbuat dari sebilah belati. Wah… Ternyata ia meminjam singa hitam berelemen angin itu. Tubuhnya sangat keras seperti batu hitam. Kata Buana tubuh singa hitam itu memang dari batu tetapi anehnya bisa lentur bergerak tetapi keras, gimana bilangnya? Iyon berdiri tepat di samping singa hitam itu, memegangi surai kakunya sebentar seperti sedang ngobrol memberitahunya apa yang harus dilakukannya. Mudah-mudahan saja Iyon bisa menyudahi pertarungan ini hanya dengan memakai singa hitam ini, jangan sampe minjam yang lain-lain. Kuda purba itu malah naga Wingasaur-nya.
“CTARRR!!” Iyon melecutkan cambuknya ke tanah seperti pawang sirkus dan singa hitam itu segera berlari menerjang. Singa yang berbobot beratnya bisa berlari luwes dengan cepat. “RRROOOAAAAARRRRHHH!!!” ia mengaum keras saat cakar-cakarnya sampe duluan menepis dua buah tangan lipan raksasa ular jejadian Teuku Amareuk lalu menginjaknya. Singa itu mengincar kepala ular besar itu. Tentu saja Teuku Amareuk tau kelemahannya sendiri. Sengit ia mengelak meliuk elastis dan menyarangkan semua alat serangnya yang ada. Dua tangan lipan yang tersisa berusaha menggigit, dua ekor kalajengking mematuk menyengatkan bisanya, ekor panjang ular itu membelit tubuh berat hitam singa itu, membelenggunya tak boleh lari.
Seperti menggigit, mematuk dan membelit bongkahan batu saja yang terjadi. Gigitan taring lipan raksasa itu tak mampu membenamkan racunnya. Sengatan ekor kalajengking itu tak mampu menginjeksikan bisanya. Libatan ekor tebal nan panjang ular itu tak mampu membelitnya. Sebaliknya singa hitam itu meradang. Tamparan cakar kaki depannya yang besar menghempaskan apapun yang menyerangnya. Dengan meraung menggetarkan dada, ia mencabik-cabik sebuah tangan lipan raksasa itu hingga putus lalu beralih ke lipan raksasa berikutnya. Ia seperti tak perduli pada serangan-serangan yang menyasar tubuhnya. Singa hitam ini seperti buldoser yang terus menyeruduk, mengandalkan keras tubuhnya bak sebongkah intan hitam.
Dengan melompat-lompat bebas, singa hitam memporak-porandakan perlawanan dan pertahanan Teuku Amareuk. Ia berhasil membenamkan taring kerasnya pada sisi tubuh ular itu. Tak diindahkannya usaha menggigit balasan dari dua tangan lipan raksasa yang tersisa, sepasang tangan lipan dan sepasang ekor kalajengking itu sudah tak berbentuk utuh lagi—tak dapat bergerak lagi. Selagi menggigit, ia mengguncang-guncangkan kepalanya untuk mendapatkan kerusakan maksimal berupa robekan. Terbanting-banting leher panjang dan kepala ular itu.
Tak kurang sampe di situ saja, Iyon yang bebas menyabetkan cambuk Kamarasuta dan sukses membelit leher ular jejadian Teuku Amareuk yang kurang awas akibat serangan singa hitam yang ganas mencabik-cabik tubuh ularnya. Betotan kuat ditarik Iyon untuk menariknya mendekat untuk kembali dihujamkan benda runcing di pangkal gagang cambuk itu. Sabar Iyon tarik ulur untuk mempendek jarak keduanya. Singa hitam itu makin ganas mencabik-cabik mangsanya. Khas seekor kucing ia melompat-lompat untuk berpindah posisi serangan lalu membenamkan gigitan dalam lalu dirobek dengan mengguncangnya dan berpindah lagi. Tubuh ular itu makin parah luka kerusakannya. Rompal sana rompal sini, menggenaskan.
“CRRRAAABB!!” Iyon berhasil membenamkan pangkal runcing di ujung gagang cambuknya pada bagian kepala ular jelmaan Teuku Amareuk setelah mencukupkan jarak serangnya. Ular itu menganga dengan samping kepala tembus. Lidahnya lunglai tak berdaya. Matanya tak fokus berkedip-kedip sebentar lalu membeku. “CRRUUSHHH!!” dan sesuatu yang mengejutkan kembali terjadi, kepala ular itu terputus dari lehernya. Sesuatu meluncur keluar dari lubang menganga dari bekas putus tadi. Iyon mengikuti arah luncurannya dari mendarat di tanah berumput meranggas. Posisinya ada di dekat para penonton di tepi gelanggang dan rekan satu-satunya.
Sosok itu adalah seorang pria berambut panjang berkulit putih tak berpakaian sehelaipun. Tubuhnya sangat langsing malah mirip perempuan kalo tak melihat lonceng yang menggantung di selangkangannya. Ia berdiri dan menggeretakkan lehernya. Sepertinya ia belum mau menyerah sama sekali. Ia tak mau mengaku kalah dan sedang mengusahakan sesuatu. Apa lagi yang bisa dilakukannya? Apakah ia masih punya metode bertarung yang lainnya?
“Aku belum kalah, Iyon… Pertarungan kita tak akan berhenti sampai salah satu dari kita ada yang tewas…” kata orang yang bisa dipastikan sebagai bentuk lain dari Teuku Amareuk. Entah ini wujud aslinya ato entah ada yang lain lagi kalo yang ini rusak sampe hancur juga. Dia melakukan gerakan memperkuat kuda-kuda serang lagi. Para pendukungnya dari barisan golongan gelap bersorak-sorai karena jagoan mereka belum sepenuhnya kalah dan masih bersemangat untuk melanjutkan pertarungan ini.
“AYOO… AAYOOO, TEUKUUU!! MAJU TERUUSS!! HABISI ORANG ITUUU!! HABISI RIBAK SUDEEE!! AAYYOOO!!” suara-suara mereka membahana mengisi hutan lebat ini yang dibalas teriakan dari pendukung kami dari golongan putih yang mengambil sisi di mana kami berada.
Kojek yang tadi memimpin yel-yel pemberi semangat pada Iyon menghampiriku masih dengan tangan mengacung tinggi. “Seng-Seng… Kao tengok itu kawannya si Teuku itu… Gak curiga kao nengok tingkahnya?” tanya Kojek meningkahi suara bising yang membahana di tengah rimba begini.
“Gak ngapa-ngapain pun dia dari tadi…” sahutku. Orang ato apapun itu, dari tadi cuma diam saja berdiri tegak di tepi gelanggang tarung ini. Diam membisu tak juga memberi semangat pada pimpinannya. Yang aku masih gak habis pikir adalah dimana satu lagi anggota terakhir Burong Tujoh itu. Aku yakin sekali melihat ada tujuh siluet bayangan mereka lengkap saat pertama kali aku bentrok dengan Tabek, si hantu cicak itu. Gak mungkin kan dalam kelompok hantu begini ada istilah mengundurkan diri ato resign? Ato malah dia pindah ke kelompok lain yang masa depannya lebih menjanjikan? Ada pensiun dan jaminan kesehatan… Paok!
“Mangkanya dia gak ngapa-ngapain itu yang aneh… Ngeri jugak ngelawan benda kek gitu yang gak ketauan apa maunya… Kalo si Teuku-Teuku ini udah abis kubilang sama si Iyon… Abis ini giliranku, nih…” kata Kojek yang ternyata kepikiran juga tentang calon lawannya yang kalo secara hierarki posisinya di bawah Teuku Amareuk. Kojek sudah bisa meraba tingkat kesaktian lawan Iyon tetapi ia malah ragu akan lawannya nanti.
“Tenang aja, Jek… Apa awak aja yang maju?” usulku. Kekuatanku sudah mulai pulih kembali. Walopun masih belum sepenuhnya terisi. Mungkin kalo matahari bersinar nanti kekuatanku terisi dengan cepat.
“Ahh… Apa pulak! Kao udah ngembat empat hantu-hantu itu… Nambah satu lagi pulak… Bagilah satu, Seng… Gampang-lah itu… Percaya aja sama kedan-mu ini…” tolaknya sembari menepuk dadanya merasa yakin akan kemampuannya. Keahlian bela diri Kojek adalah murni kekuatannya. Itu yang selalu menjadi andalannya. Percaya akan kemampuannya sendiri. Apalagi ditambah dengan senjata andalannya yang berupa gas mudah terbakar itu. Belum pernah ada yang selamat dari ledakan senjata mengerikan itu.
“Eh? Apa?”
Tiba-tiba sesuatu yang mengejutkan terjadi. Sesuatu yang sangat mencengangkan. Ini di luar nalar bahkan bagi para kalangan golongan hitam apalagi bagi golongan putih seperti kami. Teuku Amareuk yang sedang bersiap-siap dengan kuda-kuda serangnya walo tak berbusana pantas, ditangkap pada bagian lehernya oleh rekannya sendiri yang tepat ada di belakangnya. Tangan yang selama ini tersembunyi di balik jubah itu ternyata sangat besar. Satu tangan itu dapat menggenggam leher dan kepala Teuku Amareuk versi langsing ini dalam satu genggaman saja. Diangkatnya dengan mudah tubuh itu di bagian leher, ditambah memegangi sebelah kakinya.
Tubuh Teuku Amareuk terangkat di udara.
Tak kalah kaget siluman Chimaera itu mendapat perlakuan tiba-tiba ini dari rekan yang menyertainya ke tantangan terbuka kami ini. Teuku Amareuk kaget bukan buatan. Ia berteriak-teriak menyebut-nyebut nama Ganaek ato Ganeuk berulang-ulang minta dilepas. Satu lututnya terangkat naik.
“KRRRUUGGKKK!!” suara memilukan tulang belulang patah terdengar menggantikan teriakan Teuku Amareuk. Disusul suara teriakan melengking dari suara vokal ngebass yang biasa berwibawa itu. Suaranya membahananya sontak membungkam yel-yel penyemangat dua kubu. Suaranya sangat menyakitkan seakan para pendengar juga merasakan tulang belakangnya berderak patah beberapa ruas dihantamkan ke lutut ke rekannya sendiri. “Gaaann..?!!” dia masih hidup setelah itu? Suaranya bergetar memilukan.
Masih dengan sebelah tangannya yang besar, yang memegang bagian kaki. Lalu dengan brutal ia membanting tubuh Teuku Amareuk ke sana kemari seperti menggebuk kepala tikus di arena permainan anak-anak. Tiap kepala tikus muncul dari lubangnya, ia menggebrak menggunakan martil plastik yang disediakan wahana. Martil plastik itu adalah tubuh lunglai Teuku Amareuk. Gdebag-gdebug-plak-pluk-bag-bug! Melihatnya saja sudah sangat menyakitkan apalagi mengalaminya langsung.
Apa sebenarnya yang sedang terjadi saat ini? Perpecahan di kalangan Burong Tujoh sendiri? Suksesi kepemimpinan ato malah kudeta berdarah? Apakah Teuku Amareuk akan bisa bertahan dengan perlakuan rekannya yang sangat brutal barusan? Perlu keberuntungan yang sangat tinggi sekali untuk bisa selamat dari bantingan brutal berulang-ulang barusan. Apalagi yang menjadi titik fokus hempasan adalah bagian kepala yang sangat vital bagi kebanyakan mahluk.
Belum puas dengan semua perlakuannya barusan pada tubuh Teuku Amareuk yang sudah tak berdaya, rekan anehnya itu dengan tanpa perasaan mencabut kepala yang tak lagi berbentuk utuh itu lepas dari leher yang juga sudah lunglai. Tak sekedar kepalanya yang copot dari tenggerannya di leher, tulang belakangnya ikut lolos rontok dari punggungnya. Kepala itu lepas melekat dengan tulang belakangnya sekaligus. Gore yang mengerikan terjadi kemudian oleh darah yang berceceran, berserakan dimana-mana di bekas semua bantingan dan cipratan darah yang menjadi gambaran betapa brutalnya rekan tak dikenal Teuku Amareuk ini. Mahluk yang tadinya disebutkan abah Hasan sebagai yang paling berbahaya di tanah Rencong ini, gugur begitu saja seperti tak ada nilainya. Teuku Amareuk tak mungkin masih hidup setelah semua itu.
Suara malam sangat sepi. Hanya ada suara angin semilir yang bahkan berdesau perlahan ikut risau akan kengerian yang baru saja mengoyak malam durjana ini. Teuku Amareuk yang merupakan tokoh jahat yang tentu saja sudah banyak berdosa menyebabkan penderitaan dimana-mana, apakah ia pantas ia mendapat akhir seperti ini? Mayatnya, bagi mahluk kejam mantan rekan Teuku Amareuk, itu hanya karkas tak berguna, diinjak dan ditendang karena menghalangi gerak majunya ke dalam gelanggang. Menyongsong siapapun yang akan menghadapinya. Hanya Iyon yang menghalanginya.
“Dia sudah kalah! Yang seperti ini sudah tidak perlu lagi ada di muka bumi ini… Cara-caranya sudah sangat ketinggalan zaman dan kuno… Teror sporadis dan masih tergantung pada pesanan… Spesialisasi racun dan mencari untung kecil-kecilan… Cara-cara tak berguna… Kalian akan segera merasakan bagaimana kecerdasan otak dan kekuatan otot bergabung menjadi satu…” ujar mahluk berbadan besar gempal yang masih terbungkus jubah panjang itu. Suaranya biasa saja. Suara seorang pria yang sangat biasa. Tapi ia bisa bergerak sangat cepat! Seperti mempunyai jet booster di punggungnya, ia melesat cepat dengan tangan ditarik ke belakang, siap mengepal.
Iyon terkesiap kaget dan hanya bisa menyilangkan tangannya melindungi dadanya yang diincar musuh. Kuda besi yang memperkuat kuda-kuda kokoh pertahanannya segera mendapat lawan berat…
“BUUGGHH!!”
Sekali hajar, tubuh Iyon terdorong mundur. Tak hanya mundur selangkah dua, ini terdorong jauh. Aku dan Kojek mengejar tubuh Iyon yang masih berusaha bertahan. Debu dan pasir berserakan dari jalur kakinya yang terseret di tanah. “Sreeeettt…”
“Kau keluar gelanggang! Ganti!” serunya pada kami bertiga. Kojek yang pertama kali menangkap tubuh Iyon terdorong jauh sampe keluar gelanggang. Kami bertiga liat-liatan apa maksudnya. Jadi lingkaran luas ini adalah arena pertarungan? Ada batas-batasnya? Kalo keluar dihitung kalah? Ini maennya pake aturan turnamen, ya? Kirain cuma batas gak berarti aja. Ternyata ada aturan ini juga. Seperti pertandingan bela diri biasa yang memakai batas-batas gelanggang. Peserta yang keluar dari batas dikurangi nilainya. Dalam hal pertarungan ini langsung dihitung kalah.
“Iya, Jek… Aku keluar garis, nih… Kalah aku… Skor satu-satu kalo gitu… Giliranmu sekarang…” Iyon memperbaiki posisinya sambil mengelus-elus kedua tangannya yang bekas dihajar mahluk besar itu bergantian. “Pukulannya gilak kali… Kuat gilak!” sambung Iyon memberi sedikit informasi pada petarung kedua dalam kelompok trio kami ini untuk menghadapinya setelah Iyon dengan sekali pukul sudah berhasil dikeluarkannya dari gelanggang pertarungan.
“Okehh!! Ini lawan menarik…” jawab teman kutilang keriting kami ini. Si kurus tinggi langsing rambut keriting ini membuka baju yang dikenakannya menampilkan otot-otot liat tipis kering berkulit hitamnya. “HORTUK! BABIAT BALEMUN! SIGAK!” ia langsung mengeluarkan tiga tato timbul sekaligus di punggung, sekujur tangan kanan dan pangkal tangan kiri. Tato timbul babi hutan, harimau dan burung gagak. Ada lonjakan energi Lini yang meluap-luap dari tubuhnya karena pemakaian tiga kekuatan andalan Kojek ini. Jarang-jarang ia menggunakan ketiga kekuatan ini berbarengan. Tapi lawan ini memang harus dihadapi dengan cara yang tak biasa. Energi Lini dari dalam tubuhnya menggelegak menjadi buih-buih di sekitar tubuhnya menyebabkan kepulan asap tipis yang membumbung, membuat aura seram Kojek menyeruak. Lawan harus ekstra hati-hati kalo menghadapi Kojek yang ekstra serius seperti ini.
Tangannya membentang lalu menekuk seperti taring seekor babi hutan yang akan menyeruduk mangsanya, jari-jarinya membentuk cakar-cakar yang diperkeras seekor harimau lalu kedua tangannya seperti mengepaknya seekor burung yang hendak lepas landas. Bagaimana kalo keganasan seekor babi hutan dan harimau diperparah dengan bisa terbang? Mantul tentunya.
Bersambung