Part #6 : Oh Marissa
Aku menurutinya rebah di kasur, dan marissa bangun dari duduknya, sambil menghadap kepadaku marissa bergaya yang sensual, dia melepas jaket jeansnya, ternyata kaus rajutannya tanpa lengan, menampakkan lengannya yang putih bersih sampai di ketiak. Aku menahan nafas, ketiaknya mulus banget. Wanita ini benar-benar terawat. Bekas jahitan di lengan tidak terlihat dari depan, karena ada dibagian lengan belakangnya.
“I wanna show you this…” katanya genit kemudian melepaskan kaus rajutannya, memperlihatkan dua bukit besar putih bersih masih tersangga BH, tapi tidak menutupi urat-urat merah dan kebiruan menerawang di buah dadanya. Lebih besar dari punya tiara.
Jantungku berdegup kencang, aku menelan ludah..
“Kamu tuh, baru dikasih yang begini udah nelen ludah, bukan payudaraku yang mau aku kasih lihat. Itu sih semua perempuan juga punya dan yang aku punya juga gak gede-gede banget. Kamu perlu lihat ini…..”
Marissa berbalik memunggungiku dan WHAT!!!
Sebuah bekas jahitan terlihat membelah punggungnya bagian kiri miring, dari dekat pundak sampai hampir pantat, tapi tidak melintang melewati tulang belakang
HAH!!
Aku bangun dari tidurku dan duduk dibelakangnya, ntah ada berapa jahitan di sana. Hatiku trenyuh melihat tubuhnya. Perasaan ini persis ketika aku dulu melihat tubuh tiara lebam-lebam dihajar banci mantannya.
Hatiku getun, segetun getunnya. Kuraba bekas jahitan itu perlahan… sangat pelan.., terbayang dalam imajinasiku bagaimana seorang gadis kecil berteriak kesakitan ketika sayatan benda tajam mengiris punggung kecilnya, kemudian rebah dengan berlumur darah.
Marissa perlahan berbalik, ku tatap wajahnya, kurasa ada air menggenang di pelupuk mataku. Aku adalah lelaki yang mengagumi wanita dengan segala keindahannya, tapi kini di hadapanku berdiri seorang wanita indah yang terkoyak, yang sudah pernah melewati episode terkelam dalam hidupnya ketika antara hidup dan mati hanya berjarak setipis kertas saja.
“Enakan lihat aku dari depan kan, ndre? Xixixixi…” Marissa masih bisa bercanda dengan kondisinya seperti ini.
“Itu juga hadiah dari pembunuh keluargaku.”
Aku hanya menggeleng lemah masih shock dengan apa yang ada di hadapanku. Kucium keningnya, dalam sekali. Aku gak ngerti dengan apa yang aku lakukan, ini seperti reflek. Perasaan ingin melindungi dari sifat laki-laki yang ada dalam diriku menuntunku. Kemudian kami rebah bersama di tempat tidur dengan kepala marissa berbantal dadaku. Perasaan trenyuh dan sedih, sungguh menguasai diriku. Dalam kondisi normal seharusnya kelelakianku sudah menunjukkan dirinya, tapi kali ini, dia tertidur tenang terhanyut perasaanku.
“Kalo kamu gak jijik sama bekas jahitanku, harusnya sih kamu tegang ndre..” Katanya sambil mengelus penisku dari balik celana dalam.
“Eh beneran, koq blom bangun sih ndre? Serius kamu jijik sama aku?”
“Nggak mar..”
“Trus kenapa?”
“Aku shock, sedih dan nelangsa banget ngelihat kesempurnaan kamu terkoyak begitu hebat dan yang kedua, waktu mau ke sini di kasih bekal dua ronde sama istriku hehehehehe”
“Pantesan, pinter bini kamu. yuks rebahan aja sayang, malam ini kamu charging dulu xixixixi”
Matanya yang bening dengan bola mata kecoklatan, memandang aku lekat sekali.
“Mar.. “ aku elus2 rambutnya
“Kenapa ndre?”
“Gapapa mar..”
“Kamu sayang aku, ndre?”
“Aku blom tau mar.. Just give sometime to define ya”
“Aku boleh kan bobo sama kamu begini?”
“Boleh Mar”
“Ndre.. kamu perlu tau. Cuma ada dua orang yang pernah aku tunjukin hal ini. Pertama suami aku dan kedua kamu. Jadi jangan anggap seolah-olah aku kasih tau ini ke semua laki-laki yang dekat dengan aku. Ini aibku ndre.. Kamu janji keep this as secret between us?”
“Iya Mar… BTW, ML kamu sama yang lain?”
“Maksudnya? Oo… iya aku paham…
Ndre.. selama ini aku cuma ML sama suamiku aja, gak pernah sama yang lain.”
“Serius?”
“Emang kamu pikir aku nyaman tunjukkin ini ke laki-laki pasangan MLku yang aku gak tau dia akan bereaksi bagaimana? seumur hidupku aku merasa kayak lady frankenstein. klo ada cowok yang horny lihat bekas luka aku, artinya dia pshyco. kalau dia lari tunggang langgang keluar kamar tanpa pake celana, aku bakalan sakit hati”
“Kan bisa quicky atau sambil pake baju atau gelap atau gimana lah..”
“Xixixixi nggak sayang.. mana enak ML begitu? Lagipula jahitan itu bukan hanya ada di dua tempat ini aja”
“What?!?! Masih ada lagi?”
“Mau lihat?”
“Klo kamu nyaman… boleh..”
“Kebalik, yang akan nggak nyaman tuh kamu, aku sih udah biasa aja.”
“Hhhhmmm… rasanya aku juga bakalan biasa aja”
“Kalau gitu, setelah kamu lihat, kita harus ML”
“Koq…”
“Itu artinya kamu nyaman dan biasa aja. Jadi kamu horny..”
“Aku belum siap ML mar..”
“Kalau gitu, gk usah lihat dulu ya ndre…”
“Iya Mar.. Boleh kasih tahu gak kenapa kamu memutuskan cerita sama aku?
Kamu kan kenal banyak psikiater.” Kataku membelokkan topik pembicaraan ke arah yang lebih normal.
“Gak tau ndre.. Aku ngerasa ada yang klik waktu aku sit in di kelas kamu waktu itu. Makanya aku titip pesan ke pak roni, buat kamu.”
“Apa yang kamu lihat?”
“Aku lihat cowok, eh bapak2 kulit gelap dan tinggi tapi chic, jelasin di kelas dgn sabar. Trus gimana kamu bisa bawa kelas kamu itu cair banget. Aku tuh sering sit in sama beberapa trainer yang pake ruanganku. Kelas kamu tuh full of knowledge, tapi cheer banget. Gak banyak, ndre… yang kayak kamu.”
“Hahahaha koq isinya bagus semua, aku butuh kritik dari kamu tau…”
“Kritiknya ya… Nanti aku sit in lebih lama biar bisa lihat secara utuh ya ..
Boleh khan?”
“Boleh banget mar.. Makasih ya..
Soale ngasih training kayak kemarin tuh pertama kali buat aku”
“Masak sih.. Koq kayak udah pro gitu?”
“Gak tau juga, kali bakat dari sononya..Hahahaha”
“Bisa jadi sih ndre..”
“Bobok yuks mar..”
“Kelonin aku ya, ndre..”
“Iya.. mar..” kataku sambil mengangguk
Kami segera tertidur pulas berpelukan hanya pakaian bagian bawah saja.
————————–
Pagi hari jam 7 aku bangun, marissa sudah gak ada di sampingku.
Jas, kemeja dan celana panjangku sudah ada di hanger, tersetrika rapi banget di bungkus plastik dengan logo laundry hotel ini.
Ulah marissa…
ketika di kamar mandi, ada yang membuka pintuku, ku intip, ternyata marissa sudah dengan three pieces suit khas wanita karir.
“Sini, aku bantuin kamu pake baju.. ” kata marissa menyambutku keluar kamar mandi.
“hhhmmm.. okey..”
“dah.. Udah ganteng..” katanya sembari menepuk dadaku dan tersenyum manis banget setelah selesai membantu memakaikan jas dan memasangkan dasiku.
Kupadangi matanya, ada ketulusan di sana. “Makasih ya mar..”
“iya ndre.. aku kangen melayani cowok kayak gini.. biasanya sih suamiku, kali ini suami orang xxixixixi”
aku kecup dahinya… tapi aku gk mau memeluknya karena akan membuat parfumnya menempel di jasku
marissa memadangi mataku, ada setitik air mata di sana..
“aku tunggu di resto ya…” katanya sambi menyeka genangan dimatanya yang hampir saja jatuh.
Aku jadi ingat Janis.. dan bagaimana Janis memperlakukanku bagaikan seorang raja untuknya.
Marissa, cewek dengan penampilan tiara, tapi pengabdian seperti janis….
“uuugghhhfffftttt….” aku menarik nafas dalam.
Bersambung