Part #6 : Aku benar-benar tak bisa fokus

Setelah terlebih dahulu mengantar Nissa sekolah, Aku pun tiba di kampus. Hari ini Aku benar-benar tak bisa fokus di kelas. Sudah kemarin kepikiran Elma dan mimpi basah tentang Mama, ditambah lagi hari ini kepikiran Kak Sasha dan Nissa. Ucapan-ucapan dosen di kelas tak mampu kucerna dengan jernih. “Aduh, kalau begini bisa-bisa nilaiku anjlok,” batinku. Tidak… Aku harus tetap berusaha.

“Jadi sebagai penilaian untuk ujian tengah semester kalian, Bapak akan memberikan tugas kelompok saja,” kata Pak Yono, yang langsung disambung oleh riuh kebahagiaan anak kelas.

“Huft, dasar mahasiswa malas, bisa-bisanya mereka senang jika ujiannya diganti,” batinku. Aku selalu benci tugas kelompok karena hanya akan menghasilkan pertemuan kelompok yang sia-sia. Berdiskusi membuang waktu sebelum akhirnya mengambil kesimpulan bahwa biar Aku saja yang mengerjakannya. Dongeng lama yang berulang.

“Kelompoknya akan Bapak tentukan sekarang,” ucap Pak Yono, sebelum akhirnya mulai membacakan nama-nama Kami.

Rasa sinis yang muncul dalam hatiku lenyap begitu saja. Ternyata Pak Yono adalah pembawa keberuntungan. Bagaimana tidak? Melalui tugas ini Aku ditempatkan pada kelompok yang sama dengan Elma. Bahkan lebih hebat lagi, Harun malah digabungkan dengan kelompok yang lain. Pada tugas kelompok ini Aku bisa menghabiskan banyak waktu dengan Elma. Sayangnya Aurel si cerewet juga berada di kelompok Kami.

“Aku harus gimana coba gak ada kalian?” ucap Harun bingung setelah sesi kelas berakhir. Memang di antara kita berempat hanya Dialah yang kecerdasannya tidak di atas rata-rata.

“Ye rasain, siapa suruh nomor mahasiswanya kejauhan,” ejek Aurel.

“Santai kali, kalau ada bingung nanya juga gapapa,” jawabku, mencoba membuatnya tenang.

“Eh- enak aja, kelompok Kita ya kelompok Kita. Ga ada bantu-bantu kelompok lain,” timpa Aurel. Dia ini memang sukanya memanas-manasi orang.

“Ya, kan Aku minta tolongnya ke Dio dan Elma, bukan Kamu,” balas Harun.

“Kamu ga tau aja kalau Dio dan Elma pasti bakal nanya ke Aku.”

Selagi perdebatan berlangsung Aku mencuri pandang ke arah Elma. Mencoba mencari tahu reaksinya setelah tahu Ia akan sekelompok denganku tanpa suaminya. Namun yang ku cari tahu ternyata tak terjawab, Elma hanya diam saja menonton perdebatan antara Aurel dan suaminya tanpa menampilkan ekspresi sama sekali. Ia bahkan tidak memandang balik ke arahku sedetik pun.

 

Elma

Setelah kelas bubar Aku berjalan ke area parkiran motor. Sepanjang kaki melangkah kepalaku hanya memikirkan cara untuk berduaan dengan Elma saat kerja kelompok nanti. Apakah Aku perlu menjemputnya ya? Tapi apa Harun tidak curiga jika begitu? Apa pun itu sebaiknya Aku menjemput Nissa dulu saat ini, batinku sembari merogoh kunci ke kantong celana.

Nihil, kunciku tak ada di kantong. Ku cari ke ransel dan saku jaket namun tak ada juga. Apa jatuh ya? Ku tengok jam tanganku, masih ada 30 menit sebelum Nissa pulang. Waktunya cukup, sebaiknya cari dari kelas saja dulu.

Kampus sudah terpantau sepi. Sore seperti ini memang biasanya mahasiswa sudah banyak yang pulang, tentu saja kecuali mereka yang masih mengikuti kelas sore. Kegiatan organisasi biasanya baru aktif di malam hari. Aku berjalan ke kelasku yang berada di pojok lorong lantai 3. Area ini nampak telah gelap gulita, kelas sore memang jarang diadakan di area lantai 3. Namun sesuatu yang ganjil terlihat dari ruangan yang ku tuju. Nampak sinar lampu masih menyala terlihat dari jendela kelas.

“Masih ada orang ya?” ucapku sembari bersiap masuk. Namun ternyata memang benar, hal yang janggal sedang terjadi di dalam sana.

Melalui celah di jendela Aku mengintip dua figur manusia di dalam ruang kelas. Sosok Pak Yono sedang berdiri di dekat meja dosen. Nampaknya Ia menggenggam lengan seorang mahasiswi di hadapannya. Sebagian tubuh Pak Yono menghalangi pandanganku untuk melihat jelas sang mahasiswi. Perempuan itu pastilah teman sekelasku mengingat ruangan ini baru saja digunakan Pak Yono untuk mengajar di kelas Kami.

Gerakan Pak Yono terlihat mencurigakan, Ia mencoba memajukan wajahnya seakan sedang ingin mencium sang mahasiswi namun dengan cekatan juga mahasiswi itu melempar wajahnya ke sisi samping. Namun Pak Yono tak kunjung menyerah, Ia menarik wajah mahasiswi itu ke arahnya dan mulai mencium lagi. Kali ini berhasil, dengan penuh desak Ia terus memajukan wajahnya. Kini Pak Yono mendorong mahasiswi itu berusaha mendudukkannya di meja dosen. Jelas sekali Ia memaksa mahasiswi itu untuk berhubungan seks dengannya. Dengan tubuhnya yang tidak muda lagi nampak Pak Yono masih mampu mencengkeram erat mahasiswi yang menolak itu.

Dasar dosen mesum, beraninya dia memerkosa teman kelasku. Orang ini harus ku beri pelajaran. Aku yang tak terima langsung membuka pintu kelas dan masuk ke kelas. Lantas kedua orang di kelas itu pun terkejut.

“E-eh Kamu, ada apa?” ucap Pak Yono sembari menatapku tajam. Ia mengambil beberapa langkah mundur, berlagak seperti tak ada apa-apa.

Namun ucapan itu tidak ku gubris. Ada sesuatu yang membuatku lebih terkejut. Ternyata mahasiswi yang dari tadi coba diperkosa oleh Pak Yono adalah Aurel, teman dekatku. Aurel sedang berdiri kaku di sebelah meja dosen dengan rok yang masih sedikit terangkat dan kancing kemeja yang sudah hampir terbuka semua, menampilkan bra berwarna hitamnya yang sedikit terangkat. Puting payudara sebelah kanannya yang merah muda menyempil tipis dari celah sempit itu.

 

Aurel

“Ada apa ya?!” kali ini suaranya lebih kencang. Saking tertegun memerhatikan Aurel Aku sampai tak sadar jika Pak Yono telah berdiri di hadapanku saat ini. Matanya yang garang menatapku tajam. Kali ini bibirnya menyunggingkan senyum tipis yang mengintimidasi.

Semua niat heroikku yang tadi sempat muncul hilang entah ke mana setelah digertak seperti itu. Wajahku kaku, entah mengapa Aku merasa takut. Sambil tertunduk Aku membalas pertanyaan Pak Yono, “Ku–kunci Saya kelupaan Pak,” jawabku sambil bergegas ke bangkuku, dan memang benar, kunciku memang sedang terbujur di lantai kelas.

“Udah nemu kan kuncinya? Ya sudah sekarang pulang!” ucapnya sambil menunjuk ke arah pintu.

Dengan kepala tertunduk Aku pun meninggalkan ruang kelas.

Di depan kelas, Aku terpaku diam dengan dilema yang besar. Teman macam apa Aku ini? Melindungi Aurel saja tak mampu. Masa dibentak sedikit langsung gentar? Pertanyaan itu menghujani kepalaku, membuatku menampar pipiku sendiri dengan keras. Payah sekali diriku ini. Aku takut sama apa sih memangnya? Percuma saja Aku rajin olahraga dan berlatih tinju hingga membentuk tubuh seperti ini kalau melawan tua bangka saja tak mampu. Namun bagaimana jika Ia memberiku nilai jelek karena Aku melawan? Dari dalam kelas terdengar lagi suara Pak Yono.

“Sekarang ga usah melawan lagi Kamu. Sudah ga ada lagi yang bisa nyelamatin,” ucapnya lantang.

Seketika bayangan wajah Mama, Nissa, dan Kak Sasha muncul di benakku. Ku bayangkan jika mereka bertiga ada dalam situasi yang sama. Aku pasti tak akan bisa memaafkan diriku jika meninggalkan Aurel saat ini. Masa bodoh dengan nilai kuliah, hidup Aurel sedang bergantung padaku. Dengan mengepalkan tangan Aku pun menendang kuat pintu kelas.

Kali ini Pak Yono tak sempat bereaksi. Tubuhnya masih tiarap di atas meja, sepertinya sedang berusaha menindih Aurel di bawahnya. Tanpa berkata apa-apa, Aku menarik leher Pak Yono dan melemparnya jauh ke samping dengan sekuat tenaga. Ia yang tidak sempat melawan langsung terlempar jauh dari meja dan terseret jauh menimpa bangku-bangku kelas. Bangku-bangku itu turut jatuh menimpa tubuhnya. Tubuhnya seketika merintih kesakitan sebelum akhirnya terdiam kaku, darah segar meluncur dari kepalanya. Pria tua itu terbujur di lantai yang dingin.

Tanpa berkata apa-apa Aku meraih lengan Aurel dan menariknya menjauh. Ia menurutiku tanpa sempat memperbaiki pakaiannya. Kini payudaranya sudah tidak terlindungi bra lagi. Dasar tua bangka, cepat sekali gerakannya.

Aurel berdiri di sampingku dengan kemeja yang telah terbuka semua kancingnya. Bra hitamnya sudah diangkat ke atas payudara pucatnya, menampilkan puting merah mudanya. Payudaranya sangat putih sampai-sampai tiga tahi lalat kecilnya bisa terlihat jelas, samar urat-urat biru juga timbul dari payudaranya. Rok Aurel juga masih sedikit tersingkap, memperlihatkan sebagian pahanya yang mulus. Nampak sedikit bekas memerah di pahanya, sepertinya Pak Yono baru saja memaksa Aurel untuk mengangkang dengan penuh tenaga.

Tiba-tiba saja Aurel menghujam tubuhku, memelukku erat. Ia membenamkan wajahnya ke pundakku, mengeluarkan suara tangis. Aku balik menenangkannya dengan mengelus punggungnya pelan. Bulatan payudaranya dengan erat menempel pada dadaku.

“Ma-makasih Yo, huhuhuhu,” terdengar suara ingus yang ditarik. Tangisannya pecah seketika.

“Maaf Rel, Aku gak langsung nyelamatin Kamu dari tadi.”

“Makasih Yo, Kamu ga terlambat kok,” balasnya kini dengan suara yang lebih tenang setelah menghabiskan beberapa menit di pundakku. Pernyataan itu juga membuatku merasa lebih baik. Setidaknya kini Aku tak perlu menyalahkan diri. Setelah lega menangis Aurel pun melepaskan pelukannya.

“Perbaiki pakaianmu Rel, sudah waktunya pulang,” ujarku sambil menatapnya. Tubuhnya yang begitu indah bisa-bisa membuatku semakin salah fokus. Ia pun menuruti, mulai dengan menarik branya ke bawah, lalu mengancing kemejanya. Kali ini kemejanya Ia kancing penuh, tak seperti biasanya kala Ia menyisakan dua kancing teratas terbuka. Ku tengok ke lantai nampak tubuh Pak Yono masih terbaring kaku dengan bersimbah darah.

“Di–di—dia m-mati?” tanyaku gagap ke Aurel. Saking sibuknya memerhatikan Aurel Aku sampai lupa bahwa dosenku masih tergeletak di lantai saat ini.

“Gapapa juga kalau mati!” jawabnya dengan nada penuh amarah.

Aku pun melangkah mendekati tubuh itu, memeriksa nadi dan nafasnya. Ternyata masih hidup.

“Masih hidup Rel,” ucapku dengan senyum kelegaan. Aurel tak membalas ucapanku. Ia hanya memasang wajah kaku, nampak kemarahan tersirat dari kedua bola matanya.

Sebelum meninggalkan kelas Aku membuka ponsel Pak Yono dengan menempelkan sidik jarinya. Aku mencari kontak satpam kelas lalu mengirim pesan, “Tolong ke kelas XXX di lantai tiga dulu. Saya butuh bantuan.” Kami pun langsung meninggalkan kelas.

Aku menemani Aurel hingga jemputannya tiba. Sebelumnya Aku sudah memberitahu Nissa bahwa Aku akan terlambat menjemput. Kami berdiri di depan kampus sampai beberapa menit kemudian sebuah mobil ambulans berkecepatan tinggi masuk ke dalam kampus. Kami melihat ambulans itu dengan cara yang berbeda, Aurel nampak tersenyum tipis seakan senang, sedangkan Aku menatapnya dengan gelisah. Aku harap dosen itu tidak sampai meninggal.

“Kayaknya Aku terlalu banyak pakai tenaga tadi,” kataku, sambil menatap ambulans itu berjalan menjauh dengan sirene menyala. Mungkin tubuh kaku Pak Yono telah diberikan perawatan di dalam sana.

“Ga usah khawatirin orang itu. Kamu udah ngelakuin yang terbaik kok tadi,” ucapnya, tangan Aurel meraih jemariku. Sentuhan halus jemarinya membuatku terpana.

“Ma-maaf Rel, seharusnya Aku gak perlu khawatir kayak gini. Padahal Kamu lebih butuh disemangatin saat ini.”

Ia mengangguk sambil tersenyum padaku. Untuk sekilas, Aku terbayang lagi pada tubuhnya bagian atasnya yang telanjang saat di kelas tadi. Puting yang merah jambu, payudara yang mungil, kulit yang begitu putih, tubuh Aurel bagaikan seonggok air yang begitu jernih. Padahal tadi saat menolongnya Aku tak merasa nafsu sedikit pun, kenapa tiba-tiba sekarang penisku jadi keras membayangkannya.

“Yo?” ucapnya tiba-tiba.

“Iya?”

“Aku pasti akan balas budi suatu saat nanti ke Kamu,” ucap Aurel, jemarinya meremas tanganku lebih kencang. Tak lama setelahnya mobil jemputan Aurel tiba.

Bersambung

500 foto chika bandung bugil di luar kamar hotel jembut lebat
bu guru cantik
Memuaskan hasrat ibu guru ku yang cantik
wanita sexy
Nikmatnya ngentot dengan wanita sexy yang punya tubuh menggoda
Foto bugil Rino Sakura gadis cantik tanpa sensor
Buah dada mama yang begitu indah
sma nakal
Darah Keperawanan Gadis Cantik Primadona Sekolahan
Black Circle
Cewek cakep
Ku gadaikan kesetiaan ku hanya karena ingin terpenuhi kebutuhan bathinku
Foto Bugil Abg Jembut Lebat Lugu Pemalu
bu guru cantik
Cerita sex terbaru merenggut keperawanan ibu guru cantik
dukun cabul
Cerita dukun cabul yang menikmati tubuh pasien nya bagian satu
dukun cabul cantik
Cerita hot kisah si dukun cabul bagian dua
perawan
Virginku telah ku lepas pada orang yang telah membuatku bahagia
Pembantu hot
Menikmati pantat montok pembantu ibuku yang manis
Foto Ngentot Abg Cantik di Hotel Melati
Nikmatnya Bercinta Dengan Tante Yola