Part #53 : Mayumi

Di sebuah hotel tempat kami janjian, aku menemukannya di lobi sedang menyesap coffee cup dari gerai franchise. Ia masih dalam balutan pakaian kerjanya yang berarti ia belum pulang sama sekali ke rumahnya.

“Hai, Mayu-chan?” sapaku.

Mayumi

Mayumi

“Seramat maram, Aseng-san…” jawabnya dengan senyum lebar. Ia mengacungkan gemerincing sebuah kunci kamar yang ternyata sudah dipesannya terlebih dahulu. “Kita rangsung aja, yuk?” ajaknya tanpa tedeng aling-aling. Udah gak sabaran keknya. Tanpa ragu digandengnya tanganku menuju lift yang sepi malam ini. Gandengannya rapat hingga aku bisa merasakan kenyal lembut sebelah gunung Fujinya yang masih berbungkus bra. Riang ia menjelang malam yang bakalan panas ini. Di dalam lift ia lebih berani lagi dan memelukku dan mencium pipiku.

Aku sudah dapat membayangkan apa yang akan terjadi malam ini. Apalagi pak Ferdi sudah tau rencana kami berkencan di luar rumah malam-malam begini. Suami mana yang akan membiarkan istrinya pergi ke hotel dengan pria lain? Suami macam ini yang membiarkan istrinya dientot pria lain di sebuah hotel. Tak lama kami sudah sampai di dalam kamar. Mayumi gak mau repot ke kamar mandi dan langsung nyosor kepadaku setelah terlebih dahulu menelanjangi dirinya.

Ahh… Indah kali bodi binor Jepang ini. Kenapa-la kok mau dia berhubungan dengan pria lokal seperti pak Ferdi yang sudah tidak muda lagi. Rayuan maut ato SSI macam apa yang dulu dilancarkan pria yang rambutnya udah campur hitam putih gitu hingga ia rela dinikahi secara siri. Nikah siri itu tak ada kekuatan hukum sama sekali, kan? Ia bisa dengan mudah dicampakkan bila sang pria sudah merasa cukup dengannya tanpa bisa menuntut apa-apa. Lagipula pak Ferdi sudah steril, yang berarti ia tidak akan bisa menghamili Mayumi. Semakin mudah pak Ferdi melepasnya kelak karena tak ada tanggungan anak yang biasanya menjadi alat tawar.

Tapi aku juga mengerti kebutuhan Mayumi untuk menghangatkan ranjangnya selama berada di Indonesia sini bekerja. Sebagai seorang perempuan dewasa dengan kehidupan seks aktif, tentunya ia membutuhkan seorang teman tidur yang tetap. Mungkin menemukan hal yang pas dari pak Ferdi, mereka menjalin hubungan simbiosis saling menguntungkan ini. Kemungkinan ia tak bisa mempercayai pria sembarangan kalo harus berganti-ganti pasangan. Ini salah satu pilihan aman. Pria yang sudah menikah akan lebih aman dari segi stabilitas keuangan, mental dan kesehatan terutama.

Mayumi bergegas ke arahku dan jongkok di hadapanku menyamankan diri. Dilepaskannya sabuk ikat pinggang, melepas kancing dan restleting dan menurunkan celana panjang serta sempakku sekalian. Aseng junior sukses melompat bahagia bak joystick (tongkat bahagia, *maksa kali) dan langsung ngaceng keras karena menyaksikan tubuh telanjang indahnya duluan. Mayumi menjilat bibirnya yang kering ketika digenggamnya Aseng junior yang sudah mengangguk-angguk antusias mendapat lawan tempur, sarang barunya.

“Besaru, Aseng-san… Sugoi…” pujinya dan mengocok-ngocok batang kerasku. “Ahhhnn…. Mmmhh…” dioles-oleskannya batangku di mukanya dengan sesekali menghirup aroma jantan yang menguar dari kemaluanku. Dikecupinya juga batangku, membuatnya semakin berdenyut mengeras memampangkan urat-urat kasar. Ia tau betul mengeluarkan potensi maksimal kejantanan lelaki hanya dengan pujian. “Mloohh… Ahh…” ujung kepala Aseng junior tercelup sebentar di mulut Mayumi. Lidahnya menjulur dan menggelitik lubang kencingku.

“Ohh…” desahku karena rasanya sangat geli, ditingkahi juga dengan kocokan-kocokan kecil di pangkal batang penisku yang hanya menggunakan tiga jari; jempol, telunjuk dan jari manis. Lidahnya lalu berputar-putar di sekitar kepala Aseng junior, membalurkan ludah kental lalu diratakannya ke sekujur batang. Kocokannya jadi lancar dan licin. Lidahnya bermain-main lagi di lubang kencingku. Kupegangi kepalanya untuk memasukkan Aseng junior lebih banyak ke dalam mulutnya. Ia membuka mulutnya dan sedikit memiringkan kepalanya hingga Aseng junior membentur bagian dalam pipinya. Ia menggesek-gesekkan ujung Aseng junior ke dinding sekat pipinya seperti sedang menggesek bagian dalam vagina saja layaknya. “Ahh… ahh…” aku gak terlalu pilih-pilih tempat saat ini. Mau mulut mau vagina, apa saja asal enak akan kucoblos!

“Sugoi-nee… Penisu Aseng-san toruraru besar… Murut saya tidak muat…” sahutnya terus mengocok Aseng junior cepat dengan tiga jarinya.

Aku meleletkan lidahku keluar dan ia menirunya mengira aku akan meneteskan ludahku. Tapi tidak, aku malah memasukkan Aseng junior dengan arah lurus dalam keadaan lidahnya menjulur semua. Mendelik matanya mendapati penisku memasuki mulutnya dengan brutal. “Glllokk… Gllookkhh… Ahhh…” matanya agak berair karena tercekik susah bernafas saat Aseng junior menjejali rongga mulutnya. Aku kembali menjulurkan lidahku dan kembali patuh ia mengikutinya. Aku harus mengajarinya teknik ini yang kutau dari kak Sandra. Ia sangat ahli dalam deepthroat Aseng junior hingga ia tak kesulitan menikmati seluruh kejantananku di dalam mulutnya.

“Muat, kok… Buka lebar seperti itu… lidahnya keluarin semua… Yakk…” ia patuh dan mengeluarkan lidahnya lagi. Kumasukkan Aseng junior dalam-dalam hingga mentok permukaan perut bawahku menyentuh bibirnya. “Umm… Umm…” rasanya nikmat sekali memasuki rongga mulut sempit berbantalkan permukaan lidah Mayumi yang membalut batang Aseng junior tiap kutarik. Ludah kental berbekas di permukaan penisku. “Enak, kan?” kataku membanggakan hasilku mengajarinya hingga mahir. Ia mengocok-ngocok Aseng junior lagi dengan tiga jari.

Ia harus meredakan sesak nafasnya setelah dijejali kontolku yang menyumpal jalan nafasnya. Kutarik badannya dari bagian ketiak hingga gunung Fuji kembarnya tepat di hadapan acungan Aseng junior. “Ahh…” keras, kenyal dan becek berpadu jadi satu saat kujejal-jejalkan kepala liat Aseng junior ke gundukan payudaranya. Rasanya sangat nyaman sekali di kemaluanku dan pasti juga menyenangkan Mayumi sekaligus karena kudusel-duselkan tepat pada bagian putingnya yang menegang. Kuputar-putar, kutampar-tampar, kusodok-sodok hingga binor Nippon itu mengerang. “Kyaahh… Kuhh… Uuhh…” ia berganti-ganti menatapku dan Aseng junior-ku. Sepertinya ia sudah tak sabar.

Sama seperti tak sabarnya orang yang bersembunyi di balik pintu kamar mandi itu juga dengan kamera HP yang sedang merekam menyala. Kubiarkan aksi intip-mengintip sang suami yang penasaran dan cemburu berat tapi suka dengan skandal gila ini. Kuremas-remas kuat gunung Fuji kembar itu menggantikan peran tanganku membuat Mayumi mengerang juga. Pentilnya dengan gemas kupencet-pencet habis dipilin. Kuangkat tubuhnya dari dua ketiaknya, ranjang tak jauh dari kami berada. Kuarahkan Mayumi kesana.

Kuperiksa kerang Nippon-nya, cukup basahkah? Jari tengah kiriku kutelusupkan masuk dan ternyata sudah basah tetapi belum becek. Masih harus lebih distimulasi lagi. Kulebarkan kakinya. “Jyaaa… Kyaaa… Damee… Damee…” erang menggelinjang binor Nippon itu dengan mukaku menyeruduk masuk ke antara kakinya dan menelusupkan lidahku menyapu-nyapu vagina bergelambir umami itu. Kacang itilnya kusedot-sedot hingga ia meremas rambutku. Diacak-acaknya rambutku membalasku yang mengacak-acak kemaluannya. Dua jariku bahkan kutusukkan, mengocok liang kawinnya selagi kacang itilnya terus kusedot berdecap-decap. Suara bising nyaring Mayu-chan membahana. Jariku kutekuk ke arah atas, mengait dan menggerus bagian atas dinding liang kawinnya untuk mencari titik sensitif itu. Biasanya ada di situ lokasinya. Ketemu satu bagian yang agak tebal dan sedikit kasar teksturnya, fokus kukulik di situ dan…

“Kyyaaaa… Ah ah ah… Ikkuuu!!”

Berkejat-kejat tubuh Mayumi mendapat orgasme dengan permainan jari dan lidahku. Lidahku mendapatkan hampir semua rasa gurih yang mengalir keluar dari liang kawinnya. Kulijati jariku yang juga bernoda cairan lezat itu. Kuberikan padanya juga untuk mencicipi rasa lezat dirinya. Tak sungkan ia menjilati kedua jariku untuk merasakan rasa dirinya sendiri. Aseng junior-ku semakin tegang mengeras melihat begitu submisifnya perempuan satu ini. Patuh ia menerima apapun mauku. Mungkin ini yang membuatnya mudah menerima apapun kemauan pak Ferdi dengan legowo.

Tubuh lemahnya tak sulit untuk digeser ke tengah ranjang agar aku juga bisa naik. Kepalanya kuposisikan ada di tepian ranjang hingga ia tak dapat membaringkan kepalanya kecuali miring ato mengangkat kepalanya. Kubiarkan dia memilih dulu tapi tak membiarkannya menggeser posisi tubuhnya. Cepat aku memposisikan diri di antara kakinya yang kudesak melebar terbentang. Kugesek-gesekkan bagian kepala Aseng junior yang pejal liat. Cairan cinta Mayu-chan membasahi kepala penisku untuk membantunya masuk nanti, fungsi utama seksresinya.

“Ahh…” erangnya pelan ketika Aseng junior masuk membelah kerang Nippon-nya. “Hamiru, Aseng-san! Hamiru saya!” ucapnya berulang-ulang. Ini seperti menjadi keinginan tersembunyinya yang baru terbersit baru-baru saja. “Jyaa… Uhh… Uh…” kuambil kedua tangannya dan kutarik hingga kepalanya ikut terangkat. Kondisi ini menyebabkan otot perutnya tertarik berkontraksi dan alhasil jepitan kerang Nippon-nya mengapit erat Aseng junior-ku.

“Akhh!!” walo licin dan lancar, kepitan otot perutnya membuat liang kawin Mayu-chan menjadi sangat sempit. Pejal Aseng junior tergencet sempurna di liang menyempit ini. Aku blingsatan sendiri karena ulahku menggantung kepalanya. Ini sangat luar biasa enak. Kupompa Aseng junior cepat-cepat. Kami berdua mengerang silih berganti, sahut bersahutan merasakan nikmat yang sangat luar biasa. Semakin kutarik kedua tangannya dan badannya semakin tegak, semakin menggigit otot perutnya berkontraksi menjepit si kontol Aseng junior! “Akhh… Maaak! Enak kali, Mayu-chaaan!!” erangku meningkahi suara nyaring binor Jepang yang sedang diintipi suaminya sendiri di balik pintu kamar mandi itu.

Pengaturan nafas dalam pertarungan ato latihan menggunakan silat harimau Mandalo Rajo adalah satu hal penting yang menjadi kunci sukses setiap gerakan bertenaga. Aplikasinya ke kehidupan sehari-hari juga menjadi suksesnya dalam kehidupan seksku. Pengaturan nafas yang sama bisa membuatku menjadi sedemikian perkasa dalam menggasak tiap-tiap liang kemaluan yang kuhadapi. Baru akhir-akhir ini saja aku memanfaatkannya setelah rutin berlatih silat Mandalo Rajo dan merasakan manfaatnya yang menjadikanku sangat perkasa dan bebas. Bebas mau main cepat ato main lama. Aseng junior juga jadi lebih mudah untuk dikendalikan. Bisa diatur-atur tingkat kekerasannya dan mengatur timing-nya kapan harus harus ngecrot ato bertahan tapi dalam keadaan tetap tegang.

Walo sempit kepitan liang kawin Mayu-chan akibat posisi tubuhnya ini sangat nikmat bagi Aseng junior. Kalo tanpa pengaturan nafasku, mungkin aku udah dari tadi ngecrot karena rasa geli-geli enak yang mendera bagian kepalanya yang menggerus-gerus isi bagian dalam liang kawin binor Jepang ini. Kepala sensitif Aseng junior hanya sekedar memberiku rasa nikmat tapi aku menahan semburan spermaku dengan teknik nafas ini. Aku hanya mengerang-ngerang keenakan yang seirama dengan pasangan seks-ku memberitau dirinya kalo aku juga merasakan kenikmatan yang setara dengannya. Memberitaunya kalo ia juga memberiku kenikmatan yang enak sekali. Pikiran itu harus dia tau. Akan ada kepuasan tersendiri bila ia merasakan itu.

“Motto… motto, Aseng-san… Jyaaa….” tubuh Mayu menggeliat-geliat kek ulat bulu mendapat gempuran cepatku. Mata kami berdua saling terpaut karena tubuhnya setengah bangkit dari berbaringnya. Kedua tangannya masih kutarik dan digenggamnya erat tautan tanganku. Sodokan Aseng junior masih stabil terus menggempurnya. “Iku! Ikuu! Jyaah… Kyaaa!!” sodokan cepat dan posisi ini membuat Mayu-chan tak tahan dan mendapat kenikmatan orgasmenya dengan cepat.

Kepalanya jatuh ke belakang, menengadah dan kremus-kremus… Liang kawinnya meremas batang Aseng junior dengan ritmis. Seperti ada tangan-tangan berjari magis yang meremas-remas seluruh permukaan panjang kemaluanku. Kulepas betotan tanganku yang menarik tubuhnya yang terangkat setengah bangkit hingga ia berbaring lagi di atas ranjang dengan kepala tergolek lemah di tepian. Aku perbaiki pengaturan nafasku agar dapat bertahan. Aku akan melepasnya di kesempatan kedua nanti. Mayu-chan kubiarkan menikmatinya dulu kenikmatan orgasmenya itu. Ia tersenyum sangat manis sekali diantara nafas tersengal-sengalnya. “Oishi-nee… Motto…” ia mengulurkan tangannya menandakan aku boleh melanjutkannya. Mulai kugerakkan lagi sodokan Aseng junior yang masih bercokol di dalam kemaluannya. “Ahh… Kimochi…” kutarik lagi tangannya seperti tadi.

Masih ada sisa ekstase nikmat orgasme sebelumnya ditambah sensasi baru sodokan Aseng junior yang bergradual dari pelan ke cepat. Lagi-lagi ketat kepitan sempit menekan dari kontraksi otot perutnya meremas-remas. Gesekan kelamin kami berdua membuai kami. Gak heran kalo Mayu-chan akan orgsme lagi bentar-bentar karena aku gak akan menahannya lagi. Keras dan kekar batang Aseng junior terus merojok cepat keluar masuk memberi rasa nikmat yang disalurkannya lewat suara nyaring erangan bokep JAV-nya yang khas. “Ikkeh-ikkeh… Jyaaa… Motto-motto, kyaa!! Aseng-san… motto… Ahh!”

Lancar sodokan Aseng junior berkat licin lubang sempit ini menekan besar keras saling mendesak. Keras batang perkasaku mendesak lubang sempit liang kawin Mayu-chan hingga kami sama-sama merasakan kenikmatan ini. “Ikkeh-ikkeh, Aseng-saaan… Motto… Iku-Ikuu…” jeritnya nyaring kembali tak terlalu lama dari orgasme terakhirnya dan aku tak menahan juga. Kulepas kontrol pernafasanku dan meledak jugalah bersamaan spermaku di dalam liang kawin sempitnya.

“Croot croott crooott!!” semburan deras pertamaku malam ini memasuki rahimnya. Membuahinya, berusaha membuahi sel telur yang ada di dalam rahimnya pada malam kedua ini. Memperbesar prosentase keberhasilan adalah dalihku. Semakin sering dibuahi akan semakin memperbesar kesempatan. Semua pejuang dua garis pink pasti akan setuju dengan pernyataan ini. Semakin sering ‘dikunjungi’ di masa suburnya akan meningkatkan kemungkinan hamil. Diencrotin tentunya.

“Ohh… ohh… ohh…” erangnya merasakan kenikmatan ganda itu bersamaan. Mayu-chan mendapatkan orgasmenya bersamaan dengan semburan sperma hangatku di dalam perutnya. Ia berbaring di ranjang karena tangannya kulepas. Kutarik tubuhnya mundur lalu kupeluk dirinya erat, mencumbu mulutnya agar menjadi bacol bagi seseorang yang mengintip di balik pintu kamar mandi sana. Berciuman dengan binor ini sangat menggairahkan karena ia tak segan-segan saling bertukar ludah denganku, yang bagi sebagian orang mungkin menjijikkan. Tapi dengan relanya ia menerima ludahku begitupun sebaliknya.

Berguling-gulingan kami di atas ranjang bagai sepasang ular yang saling belit. Bahkan persatuan kelamin kami sudah terlepas meninggalkan ceceran noda sperma dan cairan bersatu padu di mana-mana, terutama di selangkangan kami berdua. “Oishi, Aseng-san…” katanya kala ia berada di atasku. Matanya beralih dari mulut dan mataku berganti-ganti. “Enak, Aseng-san?” Aku mengangguk. Ia menjangkaukan tangannya ke kemaluannya sendiri dan menggosok-gosoknya. “Penisu Aseng-san enak…” ia lalu beralih menggenggam Aseng junior-ku yang manut-manut mengantuk.

“Lagi?” tanyaku karena ia menggesek-gesekkan Aseng junior-ku ke belahan vaginanya. Ia tersenyum manis dengan mata segaris lucu.

“Ragi, Aseng-san…” jawabnya.

“Bersihkan dulu, ya?” kataku menjawil dagunya. Ia langsung tanggap dan mundur dari hadapan mataku. Tanpa ragu ia menjilati ceceran cairan kental yang ada di sekitar Aseng junior. Tanpa jijik ia menjilati sperma yang berceceran di atas rambut jembutku, bola pelerku apalagi yang masih menempel di batang dan kepala penisku. Dijilatinya dengan seksama lalu dimasukkannya batang Aseng junior semampunya dengan baluran tambahan ludah. Terasa hangat hingga Aseng junior tegak mengacung keras lagi.

Dengan sistematis, Mayu-chan naik berjongkok di atas selangkanganku. Bokong kenyalnya terasa bergesekan di pahaku saat ia berjongkok lalu memposisikan tubuhnya di atas jangkauan Aseng junior. Dengan tangan ia mengarahkan kepala Aseng junior memasuki liang kerang Nippon-nya yang masih becek oleh sisa spermaku. “Jyaahh… Ahh… Sugoi…” diturunkannya tubuhnya dan menelan batang Aseng junior di dalam liang kawinnya. Awalnya tak semua masuk tetapi seiring waktu, gerakan naik turunnya semakin dalam dan menjadi mentok. Tiap hentakan masuk ia mengerang, “Ah ah ah ah…”

Gerakan naik turun Mayumi yang mengocok Aseng junior juga menyebabkan gerakan membal-membal gunung Fuji kembarnya. Indah sekali. Saat ini, inilah pemandangan paling indah mengalahkan gunung Fuji aslinya di tanah leluhur Mayu-chan. Kubiarkan gerakan membal itu untuk beberapa lama walo godaan untuk menjamahnya sangat besar. Erangannya terus membahana nyaring. Kerang Nippon-nya mencengkram erat memijat-mijat, mengurut-urut batang Aseng junior yang meradang keras. Kaki Mayumi mengangkang bertumpu pada tapak kakinya, lebar memamerkan proses keluar masuk Aseng junior di dalam liang kelaminnya sendiri. Pemandangan ini sangat menggairahkan.

“Aseng-san suka oppai Mayu-chan?” tanya binor di antara goyangan naik turunnya. Ia memegangi gunung Fuji kembarnya dan meremasnya sedikit.

“Suka sekali, Mayu-chan… Besar dan indah sekali…” pujiku tapi tak kunjung menjamahnya.

“Pegangu, Aseng-san… Tidak apa-apa… Pegangu…” desah Mayu dan meleletkan lidahnya menjilati bibirnya sendiri.

“Goyangin aja terus, Mayu-chan…” Lebih enak melihatnya goyang-goyang. Pemandangan menghentak-hentak naik turun Mayumi lebih mengasikkan daripada memegang oppai kenyal itu. Apalagi rasa nikmatnya membuat ketagihan. Rasa clekit-clekit menggigit kala ujung Aseng junior membentur mulut rahimnya yang disundul-sundulnya berulang kali. “Terus, Mayu-chan…” kataku terus memberinya semangat melakukan WOT penuh tenaga ini. Kuulurkan tanganku dan disambutnya dengan tangan juga. Jari-jari kami saling mengait sebagai pegangan dirinya. Jari dan telapak tangan kami menyatu erat seperti juga penyatuan erat kelamin kami yang saling bertaut.

Perutnya mengetat tidak seperti oppai-nya yang berguncang indah. Kepalanya mengombang-ambing tetapi gerakannya tidak berubah, tetap bertenaga naik turun. “Uuuhh… Motto… Ahh… Sugoi-nee… Aseng-san… Kimochi-desu…” ia berhenti menghentak dan menggantinya dengan gerakan maju mundur dan kadang berputar geal-geol. Aseng junior serasa dipilin-pilin menjadi kepang rambut di dalam liang kawinnya. Ditariknya tanganku hingga aku bangkit dan ia gantian mau rebah dipangkuanku, kutahan hingga ia hanya condong ke belakang saja—kulepas tautan jari kami berdua. Ia menahan tubuhnya dengan bersandar dengan tangannya. Kakinya yang masih menapak di kasur ranjang kembali melebar.

Ia paham fungsinya dan kembali bergerak. Aseng junior menusuk melengkung memasuki tubuhnya. Di posisi ini aku bisa dengan mudah melihat kemaluannya serta bentuk gunung Fuji kembarnya. Kali ini yang dominan bergerak hanyalah pinggulnya kebawah, bergerak naik turun mengocok Aseng junior menggunakan lubang kemaluannya. Mulutnya menganga merasakan rasa nikmat tempo yang diaturnya sendiri. Aku yang duduk bebas menggerepe-gerepe sekitar kerang Nippon-nya. Kulebarkan bukaan bibir menebal vaginanya, kukutik-kutik kacang itilnya, kupilin-pilin dan kucubitin. Mayumi mengerang semakin histeris nyaring suaranya. “Motto, Aseng-san… Ahh… Jyaahh… Ah…” ia menyeruduk maju karena intensitas gesekan kelamin kami tak terperikan lagi nikmatnya dan ia mendapat orgasme kembali. Tubuhnya rapat kepadaku, dipeluknya tubuhku erat dengan kalungan tangan di leher. Kurebahkan tubuhku.

“Hashh… hashh… hashh…” nafasnya memburu menghimpitku setelah baru saja memuncaki tinggi nikmat yang mendera tubuhnya hasil pergumulan kami berdua. Aseng junior menusuk masuk, diperas-peras kedut ritmis liang kawinnya yang baru saja jadi episentrum tremor kenikmatan. “Kyaah…” erangnya karena setelah menunggu sebentar, aku mulai menggerakkan Aseng junior keluar masuk kembali dengan tubuhnya masih rapat memelukku. Kupeluk juga tubuhnya agar tak kemana-mana karena aku mempercepat gerakan keluar masukku. “Ah ah ah ah!” erangnya nyaring merasakan lesakan sodokan cepat Aseng junior bak piston mesin satu silinder. Aku sampe harus melebarkan kakiku untuk mendesakkan penisku keluar masuk. Ia mengerang nyaring bak pemain JAV itu.

Menikmati nikmatnya tubuh binor Jepang yang diintip suaminya dari kamar mandi sambil menikmati pemandangan indah wajah cantik orientalnya yang mengerang-ngerang pasrah diapakan saja. Aseng junior terus memompa cepat berusaha mengeluarkan muatan yang ada di dalam kantung pelerku memasuki tubuhnya lagi. Gerakan cepatku ini membuat Mayumi sangat gelisah dengan suara berisik nyaringnya yang mengaduh-aduh dalam bahasanya sendiri. Udah kayak ngentoti artis JAV kurasa audio-video yang kualami saat ini. Visualnya binor Jepang nan cantik dan suaranya beneran ikkeh-ikkeh kimochi yang termasyur itu. Kudekap erat tubuhnya dan sodokan cepat memompa hingga terasa panas walo licin dan lancar.

“Kyaaa… Aseng-san! Kimochi…. Aaah… Kyaaaa…. Motto! Motto! Ikku! Ikku! Ah!” ia mendapatkan lagi orgasmenya tapi aku tak mengurangi kecepatan menyodokku. Mayumi berkejat-kejat. “Yamete! Yameteee… Ahhh… Damee!!” erangnya minta aku berhenti dulu. Aku tak perduli maunya karena aku sendiri mau mencapai kepuasanku juga yang sudah di ambangnya. Ngilu juga memaksa dengan cepat begini. Kepala Aseng junior memang sudah terasa geli-geli enak apalagi kepitan menjepit liang kawin Mayumi memijat ritmis selalu dengan gerinjal-gerinjal sepanjang lorongnya.

Dengan beberapa kali sodokan menghentak, kusemburkan semprotan sperma kentalku untuk beberapa kalinya malam ini. Kutekan sedalam-dalamnya menuju rahimnya. Selangkanganku menekan erat bokongnya. Berkedut-kedut batang Aseng junior memompakan isi muatan spermaku memasuki binor NIppon ini. Ia hanya bisa mangap-mangap kehabisan nafas menerima cairan kental hangat di dalam rahimnya. Kugulingkan tubuhnya hingga ia ada di bawah dan aku menghimpitnya. Kuciumi mulutnya dan ia menerimanya dengan pasrah aja. Kusodok-sodok pelan lalu kulepaskan Aseng junior dari sarang baru yang umami ini. Sebuah bantal kufungsikan sebagai pengganjal pantatnya agar muatan yang baru kusetor ke dalam dirinya tak keluar cepat-cepat. Biarkan dulu meresap dan bekerja di kedalaman sana. Sepertinya lucu juga punya anak dari binor yang asli Jepang.

Mayu-chan pasrah-pasrah aja pantatnya kuganjal sedemikian rupa tanpa bertanya apapun. Aku memunggungi pintu kamar mandi karena aku tau penghuni di dalamnya pelan-pelan keluar lalu menuju pintu. Aku masih meremas-remas oppai-nya ketika ia keluar dari kamar ini dengan bekal hasil rekamannya. Pasti akan jadi bacolnya kelak ato jadi alatnya bercinta dengan istrinya nanti.

—————————————————————————-
“Apa seperti ini yang pak Ferdi harapkan?” tanyaku. Kami sedang ada di cafe yang sama seperti malam pertama perkuliahan kami.

“Tepat sekali, pak Aseng… Ini yang selalu saya impi-impikan… Bayangkan kalo rasa sayang saya menjadi bertambah-tambah pada Mayu-chan… Saya jadi takut kehilangan dia… Saya jadi tambah sayang dia… Pokoknya begitu, pak…” jawab pak Ferdi dengan penuh semangat.

“Kalo bapak sayang sama dia… bapak seharusnya gak memberikannya pada awak… Dia bisa hamil-loh, pak…” kataku. Kami sedang menunggu empat orang lainnya yang akan menyusul sebentar lagi. Mungkin mereka sedang di perjalanan menuju kemari.

“Tidak apa, pak Aseng… Saya tidak bisa menghamilinya… Anak saya sudah empat dari istri pertama saya… Sudah pada besar-besar… Mayu-chan sangat ingin hamil… Kalau pak Aseng bisa… tidak apa-apa…” katanya dengan mimik senang dan hepi-hepi aja kek baru jatuh cinta. Bucin yang berkarat.

“Pak Ferdi tau kalo pak Ferdi ini sakit?” tanyaku pedas. Aku sampe mengernyitkan keningku melihat tingkahnya. ” Ngasih binik sendiri ke pria lain untuk ditidurin… dihamilin… pak Ferdi bahkan menyaksikan itu semua… Itu sakit-loh…” kataku.

“Saya tau, pak… Tapi saya menikmatinya, pak… Saya sangat menantikan waktu bapak berkencan lagi dengan Mayumi di lain waktu…” kata-katanya terpotong karena teman-teman kerjanya yang juga teman sekelas kami sudah tiba dan mengambil tempat duduk masing-masing. Ia mengangguk memberi kode kami akan melanjutkan pembicaraan itu lain waktu. Waktunya makan-makan lagi. Malam ini aku bersikeras yang mentraktir mereka. Cherni agak kaget mendengarnya tapi demi melihat pak Ferdi yang santai memesan makanan ia tak mengatakan apa-apa. Aku sepertinya tau apa yang ada di benak perempuan itu karena setelah kuliah malam pertama itu, aku selalu menggunakan Supra X-125-ku selalu untuk pergi ke kampus. Gak pernah sekalipun kukendarai mobil. Mungkin dikiranya aku masih berpenghasilan pas-pasan aja walo sudah berpredikat wakil manager karena hanya pake motor dibandingkan mereka semua yang mengendarai mobil. Sepertinya pak Ferdi belum cerita banyak pada mereka.

“Misua gak jelas lu gimana, Cher?” tanya Julio mulai rese di antara kami yang sedang menikmati makanan. Saling berbincang begini selalu diwarnai obrolan-obrolan gak jelas kek gini. Ia sedang memasukkan potongan daging steak miliknya ke mulut. Cherni hanya merengut aja gak bermaksud menjawabnya.

“Apaan sih, koh Julio… Gak usah nanyain itu, deh…” kata Neneng bermaksud melempar pria itu dengan gulungan tisu. Cherni yang tepat di depanku hanya bungkam dan menyeruput ice lemon tea miliknya. “Kokoh juga gak jelas gitu, kan?”

“Makanya kutanya dulu… Misua gak jelasnya itu kugantiin aja, mau?” kata Julio lalu dibarengi tertawa-tawa lepasnya yang khas. “Kami berdua ini kan dalam posisi gak jelas-nih… Bisalah kan… saling mengisi…” ia terus mencoba. Dari omongan singkat ini aku bisa mengambil kesimpulan cepat ini.

“Huuh… Enak di kokoh Julio aja gak enak di Cherni-nya…” sengit Neneng membela temannya. “Kalo koh Julio yang gak jelas kan kokoh sendiri… Masak punya binik gak pernah dikasih nafkah… Cherni yang gak jelas kan misuanya…” Neneng sampe menunjuk-nunjuk Julio membendung keinginan mesum pria itu pada perempuan Tionghoa cantik ini.

“Makanya tadi kubilang saling mengisi, Neng… Daripada kosong? Kedinginan… Ya, kan?” Julio terus melancarkan seribu satu alasannya. Ini yang pernah dikatakan pak Ferdi waktu itu tentang keliaran teman sekerjanya ini saat mempertimbangkan memberikan Mayumi padanya. Julio ini player profesional yang memanfaatkan ketampanannya dan juga hartanya untuk mereguk kenikmatan sebanyak-banyaknya dari banyak perempuan. Teman tidak masalah, terbukti ia melancarkan rayuan pada mahluk tercantik di tempat ini, Cherni. “Neneng kalo mau juga gak pa-pa…”

“Najis… Mending aku sama bapak-bapak bertanggung jawab kek pak Aseng aja daripada sama kokoh… Ish…” tolaknya mentah-mentah. Bahkan Cherni tertawa terbahak-bahak mendengan penolakan menohok barusan. Tak kurang si-ito-ito itu, pak Ferdi dan bahkan Julio sendiri ikut tertawa. Aku bengong gak ngerti dark comedy-nya.

“Dalam-bah…” komentar si ito yang kerap dipanggil Aisa oleh yang lain. Ia mengaduk-aduk jus miliknya sambil tertawa-tawa bersama lainnya. Ini kuanggap sebagai pelampiasan emosi aja. Udah stres di kerjaan ditambah tugas kuliah lagi, gak salah kalo bersenda gurau di cafe begini. “Awas aja kalo sampe aku juga kau beter (incar)… Pecah telormu kubuat, Julio…” belum-belum ia mengultimatum Julio agar jangan melancarkan rayuan sejenis padanya.

“Aku ini sangat fleksibel-lah… Kalian bertiga-pun gak masalah… Aku ini sangat penuh cinta-loh… Gak percaya?” gak perduli Julio terus melancarkan jurus mautnya. Tiga buah gumpalan tisu hampir bersamaan menyerbu dirinya disertai ledakan tawa kami semua. Sangat akrab kami malam itu makan dan bercanda ria dengan banyolan-banyolan dewasa khas dari Julio. Pria itu bahkan berinisiatif membuat sebuah grup di BBM untuk kami berenam untuk ngobrol kala tidak bersama seperti ini. Mereka semua setuju dan aku menyetorkan pin-ku untuk grup itu.

“Apa nih?” jerit tertahan Neneng melihat layar HP-nya. Cherni yang duduk disampingnya kepo apa yang dijeritkan Neneng barusan. “Ntah hapa-hapa ajalah koh Julio ini… Masak gambar grupnya itu…” kata Neneng yang bergidik geli lalu menunjukkan juga apa yang dimaksudnya pada Aisa. Si-ito itu juga bergidik jijik.

“Napa rupanya?… Aku kan admin grupnya… Aku-lah yang nentuin gambar grupnya apa…” ngeles si Julio. Ternyata setelah kucek grup baru yang baru dibuat itu memakai gambar sebuah penis mengacung keras. “Itu punyaku-tuh… Yang berminat silahkan antri…” lalu ia tertawa-tawa ditimpali lebih banyak kepalan tisu yang mengarah padanya. Sialan memang si Julio kimak ini, foto kontolnya dijadikan gambar grup yang tentu aja membuat tiga perempuan itu jengah mau muntah. Neneng mencekik lehernya secara jenaka, memaksa pria itu segera mengganti gambar dengan yang lain. Malahan diganti dengan sebatang kontol yang sedang menusuk selubang pepek. Bengak kali nih anak. Karena dari bentuk, warna dan ukurannya itu sepertinya kontol miliknya lagi. Entah perempuan mana yang menjadi korbannya.

“Sakit semua badanku-woy… Abis kalian cubitin semua badanku yang seksi ini…” keluh Julio mengusap-ngusap sekujur lengan dan pahanya yang tadi menerima hujanan cubitan dan pukulan ketiga perempuan anggota grup ini. Pak Ferdi dan aku hanya tertawa-tawa kecil aja menertawakan nasib ngenesnya. Memang keterlaluan bercanda Julio tapi sepertinya itu biasa aja karena sudah terlalu sering ia melakukan hal semacam ini. “Si ucok cibay-ku ini untung gak ikut kalian cubit…” ia lalu menggosok-gosok selangkangannya. “Eit-eit! Tahan dulu… Tahan dulu… Kalo mau nyubit… nanti aja kita buka kamar dulu…” ia sudah siap sedia melarikan diri begitu ketiga perempuan itu mengeluarkan mimik monster dengan tangan teracung mengancam mencubit lagi.

“Laki-laki apa kek gitu semua ya, pak Ferdi?” tanya Neneng menunjuk Julio. Pak Ferdi mengangkat bahunya tanda tak paham. “Kurang ajar sama mata keranjang kek gini…” sambungnya.

“Lu ngapain nanya pak Ferdi, sih? Sam… eh…” ia berhenti sebelum terlalu jauh. Aku paham situasinya. Semua yang ada di sini tentu tau affair pria itu dengan staff asal Jepang yang kini menjadi istri sirinya. Yang mereka tidak tau kalo aku sudah tau itu… Gimana, sih? Betul, ya… Pak Ferdi melambaikan tangan pada Julio tanda tak mengapa. It’s okay gitu. Kontan mata-mata mereka menatap padaku penuh arti.

“Rata-rata laki-laki itu sama aja dimana-mana… Kalian tau semua saya gimana… Apalagi Julio…” kata pak Ferdi mengaku. Lalu terdiam sebentar dan melirik padaku untuk meneruskan kata-katanya barusan. “Cewek cantik tentu aja membuat laki-laki melotot… Pengen memiliki… Pengen menyentuh…” katanya meneguk minumannya sedikit. “Beberapa perempuan juga sama… Normal sih menurut saya…”

“He he he…” Julio tertawa terkekeh-kekeh membenarkan kata-kata pak Ferdi barusan. “Lu pada jangan tersinggung ya… setiap ngeliat kalian bertiga… yang kubanyangkan adalah menelanjangi kalian trus… trus… Aa… tau sendiri terusannya…” kata Julio bersandar santai di kursinya. Ia menggeleng-geleng mengagumi gambar yang muncul yang di benaknya. Mungkin gambar tubuh tiga perempuan ini yang sedang telanjang.

“Aku membayangkan menusuk-nusuk seluruh tubuhmu dengan garpu… lalu kutuang cuka… Pasti jadi konser metal paling dahsyat yang pernah ada…” kata Aisa mengerikan dengan muka dibuat sedemikian datar. Tangannya bergerak seolah masih menusuk-nusuk dengan garpu itu. “Neng… kau mau apa?” ia beralih pada temannya.

“Menelanjanginya juga… Tapi abis itu Neng ikat di pohon… Neng tuangi air gula biar dirubungi semut merah… Hiiih…” kata Neneng lebih sadis. Julio belagak pingsan di kursinya dengan lemas.

Bahkan sehabis makan-makan ini, lucu-lucuan sesama anggota grup BBM ini terus berlanjut di rumah. Berbagai ledekan dan lelucon dilemparkan silih berganti dari berbagai pihak. Sesekali aku juga ikut nimbrung mengirimkan gambar meme lucu yang sesuai topik pembicaraan.

Julio: bg Aseng seru kn?

Julio menghubungi langsung tidak ngobrol rame-rame di grup lagi. Pria yang suka ngomong blak-blakan ini sebenarnya seru untuk dijadikan teman bercanda tapi belum tentu tepat dijadikan sahabat.

Aseng: seru dong

Julio: jgn diambil ati y bg Aseng sy mmg bercanda x srg berlebihan kyk td

Aseng: gk pa-pa biasa itu

Julio: sy spt ini hny utk pelarian aj bg Aseng drpd pusing di rmh

Aseng: stres?

Julio: kek gitulah bini sy masalah x bg

Aseng: knp bini mu td dengernya gk dinafkahi gt

Julio: iya bg gak dientot2 sdh berapa lama wkwkwk

Aseng: ?? (kaget aku dengan kata vulgar yang telah diketikkannya barusan)

Julio: 5 bulan ada gk kuentot itu perempuan

Aseng: klo di kami (Islam) 3 bulan gk dientot blh minta cere tuh binimu

Julio: mn berani dy minta cere abis dy dihajar klgnya klo berani minta

Aseng: knp? ketauan selingkuh dy?

Julio: foto di grup td foto kontol selingkuhan x sm dy bg Aseng

Aseng: ?? (lagi-lagi aku kaget dengan apa yang disampaikannya padaku)

Julio: sy telpon aj y?

HP-ku bergetar pertanda ada telepon masuk dari Julio terlihat dari nomor kontaknya yang sudah kusimpan.

“Ya… Alo? Gimana tadi… Awak gak ngerti…” bingungku.

“Itu yang foto grup pertama tadi itu bukan foto kontolku, bang Aseng… Itu foto selingkuhan binikku sebenarnya… Malas kali kutarokkan foto kontolku diliatin banyak orang… Yang kedua itu mereka pas lagi maen…” jelasnya tentang hal yang kubingungkan dari tadi.

“Oo…” mulutku bulat baru paham situasinya.

“Pasti bang Aseng mau nanyak… Kok gak kau cere aja binikmu itu? Udah ketauan selingkuh kek gitu…” katanya menanggapi pikiran orang banyak secara normalnya. Aku juga mau menanyakan itu.

“Iya-iya… Kenapa?” tanyaku.

“Gimana aku mau menceraikan dia, bang… kalo aku juga sama bejatnya kek dia…” jawabnya terdengar ringan. Benar juga. Dua-duanya sama-sama nakal di luaran rumah. Siapa yang mau disalahkan dan bagaimana punya keberanian untuk menyalahkan kalo dua-duanya adalah pelaku yang sama.

“Wah… Runyam ya rumah tangga klen… Gak pusing kau, Julio?” tanyaku.

“Gak saya bawa pusing, bang Aseng… Ngapain pusing-pusing… Kalo saya mau perempuan saya cari aja yang tersedia… Saya punya beberapa pacar lain yang bisa saya pake kapan aja saya mau… Kalo binik saya… saya gak tau persis… ada berapa pacarnya ato hanya satu itu aja…” jelas si Julio itu malah terdengar seperti membanggakan rumah tangganya yang rusak parah begini.

“Jadi foto itu dikirim sama binikmu, Julio?” tebakku.

“Tepat sekali, bang… Jadinya kami kirim-kiriman foto gitu… Perang siapa yang paling gila selingkuhnya…” jelasnya entah ada dimana ia saat ini. Aku tenggarai mungkin ada di tempat sepi karena tak ada suara sedikitpun di background-nya. Seperti juga diriku yang duduk di tepi kolam renang. Awalnya kukira ia akan ada di semacam diskotik ato klub malam sejenisnya untuk mengakomodasi dirinya yang aku anggap cukup liar.

“Wah… Yang paling gila, ya? Jadi klen gak tinggal serumah lagi-lah?” tanyaku membayangkan sendiri apa yang akan terjadi selanjutnya. Rumah tangga macam apa itu? Suami istri masing-masing tau kalo pasangannya berselingkuh secara terang-terangan.

“Masih serumah, dong… Tapi yaa… beda kamar… Pisah ranjang istilahnya… Rumah cuma tempat singgah buat tidur doang…” katanya enteng sekali nadanya seperti menggampangkan. “Gara-gara itu juga, bang…” gantungnya.

“Gara-gara apa?” tanyaku penasaran akan ucapan terakhirnya itu.

“Tri-es…”

“Tri-es? Threesome maksudnya?” tebakku. Kenapa dengan 3S? Apakah biniknya main hati dengan partner threesome mereka.

“Awalnya itu ideku, bang untuk maen 3S… Adalah cewek bispak yang ku-setting sebagai partner 3S kami… Jadi maen-lah kami dua cewek satu cowok, kan… Masih biasa-biasa aja… Aku dong yang enak bisa maen sama dua cewek… Lanjut-lanjut… Binikku pengen coba yang dua cowok satu cewek, dong… Katanya biar adil… Kuturuti… Kucarikan partner cowok yang bisa kukondisikan… Binikku sangat menikmatinya… Kami berdua hepi… Dan satu hari ia mengajukan satu cowok baru yang katanya sreg di hatinya… Ganteng, bersih, sopan dan berpendidikan… Kuturuti juga karena masih tetap diselingi dengan dua cewek satu cowok yang kumau… Rupanya, bang… cowok itu mantannya dulu waktu masih SMA… Maen hati dia ternyata…” paparnya gamblang. Wah… Liar sekali kehidupan orang-orang ini. Aku jadi silau dibuatnya. Gak kebayang harus berbagi istri dengan pria lain. Aku gak akan pernah mau.

“Jadi keknya binikmu itu… cuma selingkuh sama satu cowok mantannya itu-la ya?” simpulku.

“Aku gak perduli, bang… Mau satu itu aja… mau banyak juga gak pa-pa… Karena aku banyak, bang… Kalau dia cuma satu itu aja… dia yang rugi, kan?” jawabnya lebih santuy lagi. Wah… Masyarakat hedonis perkotaan… Yang cuma mikirin enak saja. Keknya aku udah mulai ketularan nih.

“Jadi anak klen siapa yang ngurus?” tanyaku lagi.

“Belum ada anak kami, bang… Gak usah punya anak-lah kalau keadaannya kayak gini… Kalau ada anak kami… entah anak siapa nantinya dia itu…” jawabnya tetap enteng. Benar juga. Kasihan anaknya di tengah keluarga yang carut-marut kek gitu.

“Aku turut prihatin dengan keadaan keluargamu, Julio… Apa ada keinginan untuk memperbaikinya?” aku berperan sebagai seorang teman, walo masih baru, untuk mendengarkan uneg-unegnya. Siapa tau masih ada jalan untuk rekonsiliasi, perdamaian untuk mereka berdua. Keluar dari kegilaan itu.

“Jujur ya, bang… kalo duduk sendirian kayak gini… ada, bang…” jawabnya setelah jeda beberapa saat. “Siapa sih yang mau rusak kayak gini terus… Semua pasti mau keluarga yang harmonis… yang bahagia… ada anak-anak yang lucu… Bukan cuma bersenang-senang aja… Semua tentu ada masanya… Apalagi umur terus bertambah…” hentinya. Aku yakin disana ia sedang menyeka air mata ato hidungnya yang tiba-tiba meler.

“Mulai ngomong hati ke hati dengan binikmu, Julio… Buang ego sebentar… awak yakin binikmu juga sama capeknya denganmu… Perempuan itu pastinya juga punya mimpi punya keluarga kek yang kau bilang tadi… Harmonis, bahagia, anak-anak lucu, damai… Kalo perempuan normal maunya cuma itu aja-nya… Udah cukup-la gila-gilaan klen selama ini… Udah puas-la istilahnya…” kataku mencoba memberinya nasehat sekedarnya. Moga-moga bisa diterimanya dan dipertimbangkannya.

“Iya-ya, bang… Capek juga kayak gini terus… Aku akan coba, deh…”

“Bagus kalo gitu… Tapi ingat… jangan pake emosi… Buang ego laki-laki kita sebennnntar aja… Pasti berhasil…” kataku lumayan senang mendengar ia mau mencobanya. Entah sekarang ato nanti-nanti.

“Sip, bang… Ini aku mau ke kamarnya sekarang… Udahan ya, bang… Makasih masukannya…” katanya cepat. Wah… Enak juga punya kepribadian kek si Julio itu. Mau minta maaf juga bisa blak-blakan, gak mikir panjang-panjang, tanpa banyak pertimbangan. Bagus, deh. Semoga rekonsiliasinya berhasil. Semoga rumah tangganya aman damai setelah kegilaan ini.

Aku masih duduk santai-santai di pelataran di tepi kolam renang yang sepi menjelang tengah malam ini. Semua penghuni rumahku sudah dibuai dalam mimpi lelapnya. Memandangi gelapnya langit tak berbintang karena kalah karena kemilaunya cahaya artifisial bumi. Sesekali terdengar kendaraan melintas di jalan kompleks di depan sana. Beberapa tetanggaku baru pulang beraktifitas malam ini. Udara malam ini tidak terlalu dingin malah cenderung gerah. Untung aku ada di tepi kolam hingga suhu gerah ini dibantu diredam sejuknya air.

“JOST! JOST! JOKHH!!” dua kali ledakan mendarat di air kolam dan satu di paving block. Sontak aku mendongak ke atas. Sebuah gumpalan api besar membumbung tinggi di atas halaman rumahku. Api?

Benda itu berusaha menabrakkan dirinya di pagar ghaib yang sudah kusiapkan berlapis-lapis sebagai perlindungan rumah ini. Tapi tiga kali ledakan serangan itu sudah berhasil menembus tadi. Untung tidak mengenaiku. Ini pasti santet yang sangat kuat hingga bisa menembus pertahanan pagar ghaib buatanku. Ini gak bisa dibiarkan. Berani-beraninya mengusikku di rumah.

“Banaspati…” gumamku mengenali santet yang dikirimkan padaku ini. Ini bukan kali pertama aku menghadapi serangan mahluk ghaib semacam ini. Ilmu hitam bernama kondang Banaspati ini kerap dikirimkan oleh pelakunya kepada korban-korbannya. Biasanya kalo sudah mengenai targetnya akan menimbulkan penyakit yang aneh-aneh yang gak bisa disembuhkan pihak medis. Ato juga menyebabkan rumah yang ditujunya kebakaran karena bentuk api ghaib-nya. Di dalam api itu bisa ada satu ato lebih mahluk ghaib yang menyerupai gumpalan api tersebut tergantung kesaktian dan kewaskitaan sang pengirimnya. Biasanya berbentuk jin jahat yang sudah bekerja sama, mengikat perjanjian Menggala Suba dengan orangnya.

Mandau Panglima Burung kuhunus di tangan kanan dan bakiak Bulan Pencak di kaki. Ada dua jenis Banaspati yang secara umum dikenal, yang pertama adalah jenis Banaspati kiriman seperti ini. Biasanya dibuat dari telur ayam kampung pertama yang ditelurkan induknya, dibacakan mantra-mantra untuk menumpangkan jin jahat ke dalamnya untuk ditujukan kepada taget, di atas bara api hingga meletus pecah. Dari dalam telur itu akan keluar bola api yang akan terbang ke target tujuannya. Yang kedua adalah Banaspati yang merupakan mahluk ghaib yang tinggal di kerajaan-kerajaan mereka, biasanya hutan-hutan angker. Wujudnya sama berbentuk kepala orang tua dengan mata melotot, gigi taring dan lidah panjang berapi membara terbang mencari mangsa manusia yang lengah.

Siapa yang mengirim Banaspati ini? Siapa yang baru mencari masalah denganku? Julio… Apakah ada hubungannya dengan Julio? Dengan istrinya? Apakah aku dianggap mengganggu status mereka? Kalo dari pasutri itu sepertinya tidak mungkin. Lebih masuk akal kalo berasal dari orang yang telah mengambil keuntungan dari situasi mereka berdua. Teman selingkuh biniknya Julio…

Siapapun orang yang telah mengirim ini padaku, akan mendapat balasan yang berat dariku. “FUSHHH…” sontekan lompatan menggunakan bakiak Bulan Pencak membuatku melompat tinggi, melampaui bidang pelindung pagar ghaib-ku. Aku mencapai bola api yang membara berkobar bak sebuah matahari mini. Aku dapat melihatnya sekarang. Banaspati ini adalah jenis kedua yang kujabarkan di atas tadi. Kepala berapi membara. Jenis kroco-kroconya jin Ifrit yang hanya dapat mematerialisasikan dirinya dalam bentuk kepala berapi saja. Jin Ifrit total seluruh tubuhnya berapi jadi ini masih bawahannya walo gak bisa dianggap enteng juga. Terbukti ia bisa menembakkan tiga kali serangan apinya menembus pagar ghaib berlapis-lapisku tadi.

“BUOH! BUOH!” ia menembakkan bola api itu lagi selagi aku melayang mencapai ketinggiannya. Serangan itu kutangkis dengan mandau lalu kutendangkan bakiak Bulan Pencak sebelah kanan hingga lepas padanya, meluncur cepat dan telak mengenainya. Kepala berapi itu terjajar mundur. Sisa dua bola api serangannya mendarat di puncak bidang kubus pagar ghaib yang mengitari rumahku. Apinya padam menyisakan asap tipis. Kuayunkan kaki kiriku berputar dengan kuat lalu kujejakkan kaki kananku, membuatku meluncur maju cepat pada Banaspati yang barusan terjajar mundur. Mandau terentang dihunus siap kusabetkan.

Sepersekian detik ia baru sadar ada sabetan benda tajam yang akan menghajarnya, sepersekian detik juga ia bisa menguasai dirinya. Giginya menangkap bilah tajam mandauku. Panas apinya terasa membakar ujung-ujung rambutku hingga keriting berkerut. Terasa panas membakar. Ia berusaha membakar ato melumerkan bilah baja mandau ini? Ia menggigit kuat mandauku hingga sulit dilepas. Lawan yang ulet. Ia menahanku mengambang di ketinggian.

Dengan bobotku yang hanya 67 Kg ini, kulipat gandakan dengan tenaga mengayunkan mandau, akan kuhantamkan iblis api ini ke bidang lebar pagar ghaib yang ada dibawah. “HEAAAHH!!”

Kami berdua meluncur cepat ke bumi karena tenaga ayunan sabetanku. Ia tak kunjung melepas mandauku yang terus digigitnya. “DRRRTTT-TAAK!!” suara berisik dari benturannya yang menghantam keras puncak dinding ghaib tak terlihat itu. Ia tak juga melepasnya walo tubuhnya terbanting dan tergerus pelindung yang kubuat korosif bagi sifat tubuhnya yang bermuatan negatif. Aku juga tak mau melepas senjataku ini. Kudesak tubuhnya ke pagar ghaib terus dengan menghimpitnya hingga aku melayang terbalik, aku di atas dan Banaspati tergencet di pagar pelindung. “KRAAAHHH!!” ia meradang dan mengayunkan mandauku yang menghubungkan kami.

Tetap kukuh terhubung, kami melayang meluncur menjauh berputar-putar bak bumerang ke arah jalanan akibat tenaga mengayun si Banaspati barusan. Pasti akan sakit sekali kalo membentur aspal keras jalanan. Diperparah lagi ada sebuah mobil yang baru saja melintas sehabis berbelok dari persimpangan. Kalo menabrak mobil itu duluan, bisa meledak itu mobil karena unsur api dan bensin yang bertemu. Aku ingat masih memakai bakiak Bulan Pencak sebelah kiri dan langsung kuayunkan kakiku menendang dan menghantam tubuh berapi Banaspati sialan ini. Itu semua berlangsung dengan sangat cepat karena aku terbiasa berkelahi cepat dengan silat harimau Mandalo Rajo.

Banaspati itu terjengkang terlepas dari mandauku. Ada bunga api memercik beradunya baja mandauku dan gigi tajamnya. Setan kepala api itu terseret-seret di atas aspal hingga membuat kerusakan memanjang di depan mobil yang melintas ini. Aku harus berjumpalitan di depan kap mobil SUV itu, aku bisa melihat pengemudi mobil itu di gerakan cepat yang bagi orang awam akan seperti slow motion, menghindari merusak mobil itu, bersalto menjauh dan kembali memburu si Banaspati dengan memutar mengambil sisi samping. Kupanggil kembali sebelah kanan bakiak Bulan Pencak akibat fitur Menggala Wasi-ku (Menggala yang menjadikan senjatanya sebagai partner tarung secara garis besar. Bakiak Bulan Pencak dan mandau Panglima Burung adalah benda Menggala Wasi-ku).

Lengkap dengan semua artileri tempurku, bakiak Bulan Pencak yang mempercepat gerakanku dan mandau Panglima Burung di tangan sebagai pedang Selatan-ku, kusongsong lagi Banaspati yang masih berusaha mengambang sehabis terbanting-banting di atas aspal, menggerus merusak jalanan tepat di depan rumahku. Mobil itu berhenti mendadak, ngerem paku, kaget dengan apa yang hampir menimpanya. Banaspati celingak-celinguk mencariku yang berputar dari sisi kiri dirinya.

“Pedang Selatan Membelah Neraka!” ia terlambat mengantisipasi sabetan penuh berputarku dengan lompatan jauh berkat sontekan bakiak Bulan Pencak. Hanya desiran angin yang menyertai di belakangku yang kemudian menggoyangkan kobaran api di wujud kepalanya, perlahan reda, redup dan mati dengan tubuh terbelah dua. Banaspati itupun mengabur dan hancur hilang seperti asap. Siapa yang sudah mengirim Banaspati sekuat itu? Banaspati memang ilmu hitam ato iblis jahat yang kuat. Tapi yang barusan tadi itu terlampau kuat dari yang pernah berurusan denganku. Aku sampe kerepotan membasminya. Apalagi dia berhasil menembus pagar ghaib-ku dan memasukkan serangannya.

“Gak apa-apa, kan?” sapaku pada pengemudi mobil itu. Ia sepertinya masih syok dengan kejadian barusan. Ia masih memegangi stir mobil dan pandangan kosong ke depan, ke bekas kobaran api Banaspati yang telah kutebas. “Vivi… Vivi gak pa-pa, kan? Hei?” aku mengetuk-ngetuk kaca samping mobilnya untuk menarik perhatiannya. Tak berapa lama ia menurunkan kaca samping itu. Ia tentunya masih kaget.

“Apa itu tadi, bang?” tanyanya dengan suara bergetar. “Bukan Kuyang lagi, kan?”

“Bukan… Itu tadi namanya Banaspati… Udah… Vivi pulang aja… Sudah aman…” kataku. Untung aja yang meliat semua kejadian ini secara langsung adalah Vivi jadi aku gak terlalu repot harus menjelaskan apapun karena ia sudah tau aku siapa berkat kejadian dengan Kuyang tempo hari. Pelan-pelan ia menjalankan kembali mobilnya, menghindari jalan aspal rusak gerusan tubuh dan panas Banaspati tadi. Dan saat aku menoleh ke arah rumahku untuk pulang, ada asap tebal putih membumbung tinggi dari sana. Kimak! Kebakaran!

Panik aku berlari cepat-cepat kek kesetanan dan melompati pagar setinggi dua setengah meter itu dengan perasaan kalut. Semua anak dan istriku ada di dalam rumah. Ini pasti sisa serangan si setan Banaspati pukimak tadi. Tapi aku tak menemukan sumber api di mana-mana. Hanya ada asap putih yang setelah kuhirup aromanya yang ternyata bukan asap sama sekali. Ini uap air. Kolam rendah yang biasa dipakai Rio untuk bermain air adalah sumber uap air seperti kabut tebal yang awalnya kukira asap. Sebuah batu apung putih bulat segenggaman tanganku yang ada di paving block juga berdesis panas menimbulkan cincin putih radiasi di atas lantai batu. Benda ini dan dua lagi yang masuk ke kolam yang tadi berhasil masuk ke dalam pagar ghaib-ku, menguapkan semua air kolam sampai kering tak bersisa.

Bersambung

Adik keponakan ku yang centil dan sexy
Pembantu cantik
Nikmatnya ngentot pembantu cantik yang masih perawan
Nikmatnya Bercinta Dengan Tante Yola
500 foto chika bandung saat masih perawan pertama kali jalan sama pacar
sekertaris cantik sange
Sex Appeal Yang Menggoda Dari Boss Ku
Foto bugil anje viral bugil sambil colmek sampai muncrat
dukun cabul
Cerita dukun cabul yang menikmati tubuh pasien nya bagian satu
Foto bugil memek berbulu full HD
Petualangan Sexs Liar Ku Season 2
ABG Putih mulu berkaca mata lagi sange colok memek berbulu
ayu
Menikmati memek ayu gadis cantik berkerudung
Foto Tante Bohay Nungging Sebelum Ngentot
Ngentot baby sitter
Mbak Marni, Baby Sitter Yang Merawatku Dari Kecil
sma nakal
Darah Keperawanan Gadis Cantik Primadona Sekolahan
Foto telanjang anak smp masih kecil memek perawan sempit gundul
Terpaksa Menikahi Gadis Berjilbab Yang Masih SMA