Part #47 : Petualangan Sexs Liar Ku

“Ran, ayo kita pulang aja!” ajak Sari dengan raut wajah kecewa.

Randy tahu apa yang terjadi barusan. Ada pertengkaran antara Sari dengan Reza tapi dia memilih untuk tidak menginterupsi.

“Iya mbak.”

Mereka berdua lalu pergi meninggalkan rumah Reza. Di perjalanan Sari tampak diam tidak seperti biasanya. Dia terlihat melamun dengan pandangan kosong.

Randy tidak mengarahkan motornya pulang ke rumah Sari tapi malah justru mengarahkan ke area supermarket.

“Ran, kok ke sini?” tanya Sari heran.

“Mbak udah makan? Atau di rumah ada makanan?”

Randy balik bertanya.

“Belum. Mbak gak masak soalnya di rumah gak ada orang. Mas Pram juga pulangnya biasanya malem,” jawab Sari jujur.

Sari awalnya mengira bahwa Randy akan mengajaknya makan tapi kenapa malah ke supermarket?

“Emm…gini mbak…” ucap Randy terpotong membuat Sari menyernyitkan dahinya tidak paham.

“Kenapa Ran? Ngomong aja.”

“Emm…mau gak mbak masakin lagi buat Randy? Soalnya masakan mbak enak banget,” jawab Randy sedikit malu-malu.

Sari terkejut namun sesaat kemudian hatinya berbunga-bunga. Dia tidak mampu lagi menahan sudut bibirnya yang terangkat ke atas. Jadi benar kalau Randy sangat menyukai masakannya?

Bahkan dia tidak mengajaknya makan malah membeli beberapa bahan untuk memasak. Sari pun dengan senang hati mengangguk. Mana mungkin dia menolak permintaan itu. Memasak untuk seseorang yang dia kasihi adalah sebuah kebahagiaan apalagi kalau yang dimasaki sangat menyukai masakannya.

Andai saja Pram yang meminta hal itu tapi kenyataannya tidak pernah. Sari yang selalu berinisiatif memasak untuk suaminya.

“Ya udah kita belanja yuk. Ini pake uangnya Randy ya. Pokoknya mbak gak boleh keluar uang sepeserpun.”

“Iya, gimana mbak mau bayar, orang bawa uang aja enggak,” balas Sari terkekeh.

Mereka lalu menghabiskan waktu untuk berbelanja kebutuhan dapur. Tawa dan canda menghiasi obrolan mereka di sela-sela aktivitas.

Ketika ditanya ingin dimasakkan apa, Randy hanya menjawab apa saja yang penting Sari yang memasak. Lagi-lagi Randy membuat hati Sari menggelitik seolah ada kupu-kupu terbang di dalam sana.

Dia lelaki yang mampu membuat wanitanya merasa bahagia meski dengan hal kecil sekalipun. Pram tidak pernah melakukannya sekali pun. Bahkan untuk menemaninya berbelanja pun kadang dia merasa enggan.

Berbelanja memang semenyenangkan ini jika bersama orang yang tepat. Setelah selesai berbelanja, mereka lalu pulang ke rumah Sari.

Di sana mereka tengah berkutat di dapur menyiapkan masakan. Entahlah, Sari sudah melupakan sesuatu. Yaitu prinsipnya untuk tidak memasukkan laki-laki lain ke dalam rumahnya ketika tidak ada sang suami. Tetapi dengan Randy, itu adalah sebuah pengecualian.

“Mbak siapin wajannya, biar Randy yang motong cabe sama bawangnya,” ujar Randy.

Sari mengangguk tapi diam-diam memperhatikan Randy memotong bahan-bahan makanan itu. Dirinya tersenyum menahan tawa ketika Randy melakukannya dengan sangat kaku. Sari kemudian mendekatinya.

“Bukan gitu caranya Ran!”

Randy menoleh lalu mempersilahkan Sari untuk mencontohkannya. Sari memegang kendali. Dia memotongnya dengan terampil, namun sosok wajah Randy yang tiba-tiba muncul di atas bahu kanannya membuat dia hilang konsentrasi, dan kemudian…

“Awww…!!!” pekik Sari.

Setelah itu dia melihat ujung jari telunjuknya mengeluarkan darah segar.

“Ehh…mbak gak papa?” tanya Randy panik.

Dia angkat jari itu ke depan mulutnya. Tanpa ragu dia langsung menyedot darah itu masuk ke mulutnya. Sari hanya bisa meringis menahan perih dan rasa yang tidak bisa ia ungkapkan.

Randy tanpa merasa jijik mengisap darah itu. Sari terus memperhatikan perbuatan Randy yang begitu manis. Dia baru pertama kali diperlakukan begitu. Jarinya memang terluka tapi hatinya tumbuh bunga yang bermekaran. Kalau boleh dia mau jarinya terus terluka agar dapat perhatian seperti itu lagi. Setelah mengering, Randy mengambil hansaplast dan membalutkan di luka itu.

“Udah beres mbak. Jangan ngelamun terus,” ucap Randy terkekeh.

Sari yang sedari tadi mengamati wajah Randy yang sedang fokus terhadap lukanya pun sontak kaget dan malu.

Dia menarik tangannya lalu bergegas kembali fokus pada acara memasaknya. Pikirannya kacau, dia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya tapi dia merasakan getaran yang begitu kuat di dalam hatinya seperti yang pernah ia rasakan pada Pram namun kali ini berkali-kali lipat lebih besar dari yang ia rasakan sebelumnya.

Ini tidak benar. Sari tidak boleh memiliki perasaan seperti itu. Randy adalah calon suami dari adiknya. Tapi tidak dipungkiri bahwa apa yang dilakukan Randy begitu mengesankannya.

Mereka kembali melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda karena sebuah insiden. Randy kembali berceloteh untuk mencairkan suasana dan usahanya berhasil. Sari terdengar menimpali candaan Randy.

Randy selalu berbicara hal-hal yang positif, membuat mood Sari yang sempat drop akibat menangkap basah Reza yang berselingkuh menjadi kembali normal.

“Nih Ran, cobain,” celetuk Sari sembari menyodorkan sepiring nasi goreng seafood spesial dengan bumbu cinta.

Randy memejamkan mata seraya menghirup aroma makanan yang menggugah selera.

“Baunya aja enak begini. Gimana rasanya ya.”

Sari memperhatikan Randy yang tengah memasukkan suapan pertama ke mulutnya. Rasa khawatir kalau saja Randy tidak menyukai masakannya.

“Gimana rasanya Ran?” tanya Sari was-was.

Randy memutar bola matanya ke arah Sari dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan kemudian lanjut memakannya tanpa menjawab.

“Gimana Ran?!”

Randy tiba-tiba menghela nafas pelan. Mimik wajahnya terlihat tidak baik-baik saja. Apakah makanannya tidak enak?

Randy lalu mengusap wajahnya sambil menggelengkan kepalanya seolah kecewa atau menyesal yang jelas jantung Sari terasa nyeri. Dia membuat Randy kecewa dengan masakannya. Apa dia salah memasukkan bumbu tadi? Apa apinya terlalu besar? Apa bahan makanannya sudah busuk?

Berbagai pertanyaan muncul di benak Sari. Saat itu Randy masih belum membuka mulutnya untuk menjawab. Membuat Sari terus merasa rendah diri.

“Kenapa Ran? Masakannya gak enak ya? Maaf ya, mbak udah berikan yang terbaik tapi hasilnya mengecewakan,” sesal Sari.

“Randy nyesel udah minta dimasakin sama mbak.”

Deggg…

Jantung Sari seolah tercabik-cabik mendengar perkataan Randy. Kenapa kalimat itu harus keluar dari seseorang yang sudah atau hampir menyentuh hatinya. Kalau tidak suka tinggal bilang saja rasanya tidak enak. Tidak usah mengatakan kalau dia menyesal telah memintanya untuk memasak.

“Maaf Ran. Kalau gitu gak usah dimakan.”

Kristal bening sudah mengalir di sudut mata Sari. Dia sudah bersiap untuk mengambil piring itu dari hadapan Randy namun dengan cepat pria itu menahannya. Hal itu membuat Sari bingung.

Randy nyesel karena setelah makan makanan ini, Randy kayaknya jadi jatuh cinta sama mbak.”

Sari melongo tanpa ada gerakan. Dia masih berusaha mencerna kata-kata yang keluar dari mulut Randy.

Randy mengatupkan bibirnya rapat menahan senyum yang nyaris mengembang.

Sesaat kemudian…

Bughhh…

Sari memukul bahu Randy dengan kekuatan penuh. Tangisnya pecah, Sari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Di samping itu Randy malah tertawa karena berhasil mengerjai Sari.

“Randy jahat!” sungut Sari yang membalikkan badannya memunggungi Randy.

Setelah tawanya reda, Randy kemudian berpindah duduk di depan Sari yang masih menutupi wajahnya.

“Maaf mbak, Randy cuma becanda kok. Soalnya masakan mbak enak banget sampe Randy gak tau harus ngungkapinnya gimana,” jelas Randy yang langsung mendapat lirikan tajam dari Sari.

Mukanya sembab namun terlihat menggemaskan. Randy kemudian mengusap air mata Sari di pipinya. Kedua mata mereka bertemu. Randy mulai mendekati wajah Sari.

Jantung Sari kembali berdegup kencang. Dia memegang tepi meja agar tubuhnya tidak goyah. Jiwa dan raganya berperang hebat. Namun melihat sorot mata Randy membuat Sari terhipnotis untuk mengikuti alur yang diciptakan oleh Randy. Hingga akhirnya…

Cuppp…

Bibir Randy sukses mendarat di bibir Sari. Otak wanita itu mendadak blank. Dia tidak tahu apakah ini nyata atau hanya khayalan seperti sebelumnya.

Rasanya begitu nyata. Kalau ini hanya khayalan semata, tolong biarkan dia menikmatinya untuk sesaat. Sari mulai memejamkan matanya seraya membuka bibirnya kala Randy mulai bergerak memainkan ritme.

Tanpa sadar Sari membalas pagutan Randy yang begitu lembut. Dia masih mengira kalau itu hanya khayalan semata. Biarlah Randy melirik dirinya mengecap-ngecap sendiri bibirnya.

Hembusan nafas Randy menerpa bagian atas bibirnya membuat bulu tipis yang berada di sana berdiri. Sari baru sadar ada yang aneh ketika lidah Randy menempel di lidahnya. Rasa manis dan asin khas masakannya begitu terasa. Dia benar-benar hafal tentang itu.

Dia pun membuka mata dan kaget melihat wajah Randy yang memenuhi seluruh layar di matanya. Jadi ini nyata? Dia tidak sedang berkhayal? Gejolak birahinya seolah melejit bag roket ke luar angkasa.

Salah satu tangan Sari bergerak menarik kerah leher baju Randy ke arahnya. Untuk sejenak dia melupakan norma yang dia jaga selama ini. Mungkin setelah ini berakhir dia akan menyesalinya. Tapi untuk saat ini dia benar-benar haus akan saliva Randy.

Dia membalas dengan semangat. Naluri kewanitaannya berperan mengontrol otaknya menuntut untuk dipuaskan. Posisinya kini Sari sudah tidak lagi duduk di kursi melainkan terhimpit tepi meja makan dan tubuh Randy.

Nafsu Randy juga sudah meletus. Ia angkat pinggul Sari sehingga kini Sari terduduk di atas meja makan. Tangannya mulai aktif bergerilya di pinggang Sari. Memijat bagian itu yang ditanami lemak yang tidak begitu tebal.

Geli dan nikmat bercampur menjadi satu. Lidah mereka bergerak semakin liar. Baik mulut Randy maupun mulut Sari sama-sama belepotan oleh air liur mereka.

Saat sedang panas-panasnya, tiba-tiba ponsel Randy berdering keras membuat aktivitas mereka langsung terhenti.

Mereka melepaskan bibir mereka yang tertaut hingga saliva mereka terhubung membentuk sebuah benang.

Dengan kesal Randy mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Dia tahu setelah ini dia akan kehilangan momentum bersama Sari yang baru pertama kali mereka lakukan.

Ternyata telepon itu dari Justin yang mengingatkan ku untuk datang ke rumahnya pada malam hari. Randy hanya mengiyakan lalu telepon pun ditutup.

Pandangan Randy berputar mencari keberadaan Sari namun wanita itu sudah tidak ada di sana. Dia masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Randy mengusap-usap wajahnya sendiri. Tampaknya Sari menyesal. Apakah hubungan mereka akan berakhir begitu saja?

Di lain sisi di dalam kamar yang terjadi justru jauh dari prediksi Randy. Di sana Sari tampak duduk di depan kaca sambil mengamati sekitar area bibirnya yang masih basah. Dia foto dirinya sendiri dari arah cermin sebelum menghapus jejak DNA Randy dari area bibirnya dengan menggunakan tisu. Mungkin dia tidak akan gosok gigi selama beberapa hari. Pikirannya.

Setelah mengelap bibirnya, ia masukkan tisu itu di sebuah kotak kecil yang hanya Sari yang dapat membukanya. Tak berselang lama Randy mengetuk pintu kamar Sari.

Sari berbenah terlebih dahulu sebelum benar-benar keluar. Saat bertemu di depan pintu, Sari menatap Randy datar.

“Mbak,” panggilnya lirih.

Sari tidak menjawab melainkan melangkahkan kakinya menuju ruang makan lagi. Randy langsung mengekorinya.

“Maaf mbak. Randy khilaf,” ucap Randy menyesal.

Helaan nafas Sari terdengar sebelum menjawab.

“Gak papa, mbak tau kamu masih muda. Pasti kamu punya hasrat yang menggebu-gebu. Mbak juga salah, mbak gak munafik kalau ikut menikmatinya juga. Mbak hanya merasa bersalah saja sama Annisa. Lebih baik kita gak melakukan hal itu lagi. Karena jujur mbak takut apa yang kita lakukan menjadi lebih jauh dari yang semestinya,” terang Sari panjang lebar.

“Iya mbak.”

Sari kembali menunjukkan kedewasaannya. Dia tidak merespon dengan cacian dan makian. Dia justru memaklumi dan mengakui apa yang ia rasakan. Kalau orang lain pasti gengsi untuk mengakui kalau dia ikut menikmatinya.

“Dihabisin Ran kalo emang makanannya enak,” celetuk Sari.

“Mbak gak makan?”

“Nanti aja belum laper.”

“Cobain mbak,” ungkap Randy sambil menyodorkan sesuap nasi ke dalam mulut Sari.

Wanita itu menggeleng pelan.

“Biar mbak tau gimana Randy bisa jatuh cinta sama mbak,” bujuk Randy lagi.

Mata Sari sontak membulat.

“K…kamu serius cinta sama mbak?” tanya Sari dengan penuh penekanan.

Namun Randy hanya tersenyum simpul sambil menempelkan ujung sendok itu di bibir Sari. Dengan setengah hati dia membuka mulutnya hingga makanan itu masuk.

Sari sudah biasa memakan makanan yang ia masak sendiri. Tapi entah mengapa rasanya ini jauh lebih enak saat disuapi oleh Randy.

Mereka makan dengan satu sendok yang sama. Suasana menjadi cair kembali.

“Oh ya mbak. Nanti malam Randy gak bisa belajar ngaji. Apa bisa diganti sekarang?”

“Oh gitu. Boleh deh. Mbak siapin dulu ya.”

Setelah mendapat anggukan dari Randy, Sari bergegas mengambil peralatan untuk belajar. Mereka kemudian larut dalam pembelajaran.

Sari terkadang sempat hilang fokus dengan Randy yang berada di sisinya. Setelah pernyataan cinta yang entah serius atau bercanda tapi mampu membuat hati Sari mendadak menjadi taman bunga yang dipenuhi dengan kupu-kupu yang berterbangan ke sana kemari.

Sejak itu Sari semakin mengendurkan pertahanannya. Dia tidak lagi menahan sentuhan-sentuhan dengan kulit Randy. Justru beberapa kali dia sengaja melakukan itu meski hanya sekedar menepuk atau mencubit bahkan mengelus.

Selesai belajar mengaji, mereka duduk-duduk di ruang tengah sambil menonton tv dan mengobrol. Mereka seperti sudah tak berjarak walaupun untuk menuju ke sebuah hubungan intim masih mereka jaga.

Sari sudah tidak ragu lagi untuk menyandarkan kepalanya di bahu Randy begitupun sebaliknya, Randy sudah tidak canggung lagi untuk melingkarkan tangannya di bahu Sari.

Tak terasa mentari sudah mulai menenggelamkan diri. Itu berarti mereka sudah menghabiskan waktu lebih dari delapan jam.

Mereka baru sadar ketika azan Maghrib berkumandang. Mereka memutuskan untuk beribadah bersama. Sari sering melakukannya bersama Pram tapi dengan Randy, dia merasakan getaran aneh dalam dirinya. Entahlah.

Selesai beribadah Randy pamit untuk pulang. Saat itu Pram masih belum pulang padahal jam kerja sudah lama lewat.

Di perjalanan Randy ingat dengan janjinya untuk pergi ke rumah Justin. Dia lalu memutar arah. Dalam hati bertanya ada apa Justin mengundangnya?

Sesampainya di rumah Justin, Randy melihat rumah tampak sepi, hanya lampu teras yang menyala sedangkan lampu ruang dalam mati.

Randy yang sudah berada di depan pintu lalu menelpon Justin. Beberapa detik tidak ada jawaban. Saat Randy akan mematikan panggilannya tiba-tiba Justin mengangkatnya.

“Halo Ran?!”

“Halo, gue udah di depan rumah lu nih kok sepi.”

“Ouhhh…ya bentar yahhh…shhh…”

Justin mendesah dari arah telepon sebelum ditutup. Tak berselang lama lampu ruang dalam kemudian menyala. Lalu pintu terbuka.

Randy menahan nafas sambil menelan ludahnya sendiri melihat orang yang membukakan pintu.

“Anes?!” seru Randy kaget apalagi melihat penampilannya.

Saat itu Anes hanya mengenakan celana dalam dan bra warna putih yang terlihat tidak muat hingga isinya nyaris melompat keluar.

“Hai Ran! Masuk sini!” ajak Anes seraya menggandeng tangan Randy.

Dia berjalan pelan seolah ragu. Ternyata mereka sedang melakukan aktivitas intim. Randy tidak ingin mengganggu acara mereka. Dia lalu menghentikan langkahnya.

“Kenapa?” tanya Anes yang merasakan tarikan tangannya menjadi berat.

“Gue pulang aja deh, kayaknya kalian lagi sibuk,” ujar Randy pelan.

“Siapa yang sibuk? Sini masuk!”

Tiba-tiba Justin keluar dengan memakai celana bokser dan bertelanjang dada. Pandangan Anes dan Randy sontak beralih ke arah sana.

“Gue yang undang lu. Kita juga baru pemanasan kok.”

Randy mengernyitkan dahinya. Dia tidak mengerti maksud dari Justin. Dia masih trauma atas kejadian yang membuat hubungan keduanya merenggang.

Tapi melihat tubuh Anes yang begitu sensual membuatnya takut akan tergoda. Namun saat ini Randy tidak punya pilihan lain. Tangannya kembali ditarik oleh Anes untuk masuk ke ruang tengah.

•••​

Di lain tempat Pram baru saja menginjakkan kaki di rumahnya. Dia disambut dengan hangat oleh Sari.

“Baru pulang mas?” ucap Sari sambil menerima tas kerja suaminya.

Pram tidak menjawab pertanyaan Sari langsung masuk ke dalam sambil mengendurkan ikatan dasinya lalu menghempaskan pantatnya di sofa.

Wajahnya terlihat sangat lelah namun bukan itu saja. Sari merasa suaminya itu berbeda dari biasanya. Dia terlihat murung.

“Mas kenapa?” tanya Sari yang merasa janggal.

“Gak papa. Cuma cape,” jawabnya singkat dan datar.

Sari semakin yakin bahwa firasatnya itu benar.

“Ya udah mandi dulu gih, udah adek siapin air hangat. Habis itu makan malam.”

Pram hanya mendehem lalu pergi ke dalam kamar kemudian melepaskan seluruh pakaiannya dan memakai handuk di pinggang baru pergi ke kamar mandi.

Sari masuk ke kamar untuk membereskan pakaian suaminya yang tercecer di lantai. Saat Sari sedang memungutinya tiba-tiba ponsel Pram berbunyi.

Rasa penasaran muncul, dia lalu mengambil ponsel itu dan melihat nama kontak yang ada di layarnya.

‘Iqbal OB’ nama yang tertera di sana. Sari berpikir mungkin itu adalah salah satu office boy yang ada di kantornya. Tapi kenapa seorang OB menelpon suaminya malam-malam?

Setelah panggilan itu berhenti karena tidak diangkat, Sari kemudian mengeceknya. Ternyata ada lima panggilan serupa sebelumnya. Apakah sepenting itu sampai menghubungi berkali-kali. Tapi seharusnya Pram sudah mengangkatnya dari tadi karena sebelumnya ponsel itu masih dipegang oleh Pram.

Selain itu ada beberapa pesan dari orang yang sama dan hanya pesan terakhir yang bisa dibaca tanpa membuka kuncinya.

Dahi Sari mengernyit saat membaca isi pesan itu.

“Maaf sayang,” isi pesan tersebut dengan diakhiri emot sedih.

Jantung Sari mendadak berdegup kencang. Kenapa seorang OB memanggil suaminya dengan sebutan sayang? Sari menggigit kuku tangannya. Apa suaminya punya kelainan? Apakah Pram adalah lelaki penyuka sesama jenis?

Rasa penasaran membuatnya membuka kunci layar ponsel itu. Dia pernah mengintip Pram membuka kunci HP-nya tanpa sepengetahuannya saat sedang duduk bersebelahan.

Berhasil! Sari kemudian membuka aplikasi pesan wa miliknya suaminya itu. Tangan Sari bergetar dan wajahnya memucat membaca pesan-pesan sebelumnya. Dia sadar ternyata itu bukanlah office boy, melainkan orang lain yang dipalsukan.

“Pram besok suami ku pulang, kayaknya kita untuk sementara gak bisa ketemu dulu deh.”

“Kenapa? Apa kamu lebih memprioritaskan suami kamu daripada aku?!”

“Bukan gitu Pram! Kamu kan tau suami ku orangnya seperti apa, kalo kita ketahuan bisa bahaya.”

“Kalo ketauan biar aku yang tanggung jawab.”

“Tanggung jawab apa yang kamu maksud?!”

“Aku akan menikahi kamu!”

“Gak bisa Pram, gimana sama istri kamu?”

“Aku akan memilih kamu, kalo kamu siap aku akan ceraikan istri ku.”

Deggg…

Sari mengelus dadanya sesak membaca kalimat terakhir dari suaminya yang begitu menyakitkan. Tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja. Meskipun berat, Sari tetap melanjutkan membaca.

“Itu bukan jalan yang terbaik. Dari awal memang hubungan kita salah dan kita sepakat untuk menjalin hubungan ini secara diam-diam.”

“Aku kira hubungan kita spesial. Aku kira kita punya tujuan yang sama. Aku kira kamu serius pada malam itu waktu kamu bilang mau menikah dengan ku.”

“Aku memang mencintai kamu. Aku punya mimpi bisa bersatu sama kamu, tapi keadaan gak memungkinkan. Untuk ucapan ku malam itu, kamu tau kalo saat itu kita sedang bercinta. Aku sangat bergairah membayangkan kita bisa menikah. Jangan anggap serius ucapan ku waktu itu!”

“Baiklah, kalo kau pikir begitu. Bersenang-senanglah dengan suami mu. Jangan pedulikan aku!”

“Bukan kayak itu Pram! Aku tetap mencintai kamu. Aku cuma gak bisa cerai dari suami ku. Aku punya anak dari dia, gimana nasib Reihan kalo aku cerai? pasti dia akan bawa Reihan pergi, aku gak rela!”

“Pram! Jawab kenapa kamu diem aja?”

“Pram! Aku minta maaf!”

“Aku sedih kamu begini. Kamu perlu tau kalo kamu adalah lelaki yang ada di hati ku selamanya.”

“Ya sudah kalo kamu gak mau jawab telepon ku atau balas pesan ku. Aku cuma mau minta maaf.”

“Maaf sayang.”

Kalimat terakhir yang Sari baca sebelum ponsel milik suaminya itu jatuh di atas kasur pernikahannya. Seluruh badannya lemas. Dadanya sesak seolah berpuluh-puluh tombak terbang dan menancap tepat di jantungnya.

Duduknya merosot ke pinggir ranjang. Kini dengan lutut ditekuk dan punggung bersandar di bibir ranjang, ia benamkan wajahnya di celah antara kedua lututnya.

Ternyata selama ini suaminya telah berselingkuh dengan wanita lain. Bahkan mereka sudah melakukan hubungan badan.

Dan yang lebih menyesakkan lagi, Pram mengatakan bahwa dia lebih memilih wanita itu daripada Sari yang berstatus istri sahnya.

“Ya Tuhan, mengapa suami hamba tega berselingkuh di belakang hamba, mengapa dia lebih memilih wanita itu daripada hamba. Apa sesuatu yang kurang dari hamba yang tidak bisa hamba berikan padanya sampai-sampai dia mencarinya dari wanita lain?”

Saat sedang terisak-isak dengan tangisnya, Pram yang baru selesai mandi datang mendekati istrinya dengan heran.

“Kamu kenapa sayang?!” tanya Pram heran.

Sari lalu mengangkat kepalanya menatap wajah Pram tajam. Lelaki itu kaget melihat sorot mata Sari yang baru pertama kali ia lihat sejak mereka menikah.

“Iqbal OB itu siapa mas!” tanya Sari penuh penekanan.

Deggg…

Wajah Pram seketika memucat. Tubuhnya membeku seolah tidak memiliki sendi. Apa yang akan dia jelaskan tentang hal ini? Rasanya penjelasan apapun tidak akan bisa menyelamatkannya dari posisi ini.

Bersambung

Cerita ngentot gadis bertoket gede waktu magang
pijat erootis
Pijatan erotis ayu yang membuat terangsang
Foto bugil tante cantik susu gede sudah lama tidak ngentot
500 foto chika bandung bugil telanjang di hotel sambil ngangkang
adik ipar
Bercinta Dengan Siska Adik Ipar Ku
Foto Sex Cewek Mulus Memek Rapat
ayu
Menikmati memek ayu gadis cantik berkerudung
Membantu Memuaskan Tante Lela
Ngentot dengan calon istri orang
Rahasia Yang Akan Terus Ku Simpan
gadis perawan di perkosa
Memperkosa Gadis Perawan Sampai Berak
ibu dosen sexy
Bu Dosen Yang Suka Ngentot
ngentot hot
Cerita hot pacar kakak ku yang tau cara memuaskan wanita
Tante sange
Memuaskan tante Vera di atas ranjang
Ngewe dengan janda hot yang memek nya masih sempit
istri binal
Aku Berselingkuh Dengan Pak RT Bagian Dua