Part #42 : Petualangan Sexs Liar Ku
Randy pulang dengan emosi yang tinggi. Adibah benar-benar harus diberi pelajaran, seenaknya saja menghancurkan batang milik orang lain.
Brakkk…
Terdengar Randy membanting pintu apartemen miliknya saat masuk. Hal itu membuat Icha dan Humaira tersentak kaget lalu seketika Humaira menangis dengan keras.
Randy sontak menatap anaknya panik. Dia lalu bergegas menghampiri Humaira kemudian langsung menggendongnya dalam pelukan.
“Usss…usss…usss…anak papa yang cantik maafin papa ya udah kagetin Aira…”
Randy yang semula dipenuhi amarah yang meledak tiba-tiba menguap begitu saja. Icha yang saat itu sudah bersiap untuk mengomel pun mengurungkan niatnya.
Lagi-lagi Randy menunjukkan sifat manisnya. Kalau saja itu adalah Reza mungkin Humaira sudah menjadi sasaran kemarahannya.
Tak berselang lama tangis Humaira berangsur mereda. Randy membawanya ke kursi santai yang biasa digunakan saat menonton TV. Posisi sandaran membentuk sudut tiga puluh derajat. Jadi posisi Randy setengah rebahan.
Randy memeluk Humaira yang saat itu dalam posisi telungkup. Randy membelai punggung anaknya dengan lembut. Rasa kasih sayang jelas tersemat di wajah Randy.
Icha menyusul dengan duduk di kursi samping Randy. Penumpuk satu paha di paha yang lain lalu menyangga dagunya dengan tangan sambil menatap ayah dan anak itu secara bersamaan.
“Kenapa pulang marah-marah?” tanya Icha dengan tenang.
Randy melirik Icha sesaat kemudian kembali fokus pada Humaira.
“Jangan ganggu dulu waktu gue sama Aira,” balasnya sambil memejamkan mata lalu menempelkannya pipinya di belakang kepala anaknya yang mulai tertidur nyaman.
Pemandangan itu menggelitik dadanya, seolah kupu-kupu hinggap di sana. Aira, titipan dari Tuhan yang paling berharga dalam hidupnya saat ini tengah dipeluk dengan kasih sayang yang teramat sangat besar oleh seseorang yang dia cintai.
Dia bersyukur karena sudah dipertemukan dengan pria itu, meskipun pada awal pertemuan mereka tidak semenyenangkan yang diharapkan.
Icha tahu kalau Aira memang anak kandung Randy, tapi tidak semua ayah kandung memberikan kasih sayang sebesar Randy. Dia benar-benar berbeda.
Icha lalu pergi ke dapur untuk membuat minuman untuk Randy. Paling tidak secangkir teh mampu menaikkan mood seseorang.
Saat dia kembali, Randy sudah menidurkan Humaira di atas ranjang. Dipandanginya terus wajah anaknya yang imut dan lucu walaupun dalam keadaan terlelap.
“Diminum tehnya Ran!” ujar Icha.
Randy terduduk di tepi ranjang dengan satu kakinya masih di atas kasur.
“Terima kasih istri ku,” balasnya sambil menyeruput teh yang diberikan Icha.
Wajah Icha berubah merah. Entah kenapa kupu-kupu yang tadi hinggap di dadanya beterbangan ke sana kemari.
“Siapa juga yang jadi istri mu!” protes Icha.
“Emang gak mau jadi istri gue?”
“Mau!” Dengan cepat Icha menutupi mulutnya yang tanpa sadar mengucapkan kata itu.
Randy hanya terkekeh melihat Icha salah tingkah di depan dirinya. Icha tampak mengusap-usap tengkuknya sendiri.
“Emm…tadi kamu kenapa waktu pulang?” tanya Icha mengalihkan pembicaraan.
Randy menghembuskan nafas sesaat.
“Gue pinjem hp lu dong,” pinta Randy kepada Icha.
“Hah? Buat apa?”
“Udah pinjem dulu, entar gue kasih tau.”
Icha tampak ragu. Dia mengambil ponselnya yang berada di atas meja lalu memegangnya di depan dada. Randy sudah menjulurkan tangannya namun belum juga Icha berikan.
Icha kemudian menggulingkan ponselnya beberapa detik yang terlalu lama hanya untuk membuka pola. Dengan cepat Randy merebut benda itu dari tangan. Sesaat Icha nampak protes namun dia tidak dapat berbuat apa-apa.
“Tenang aja, gue gak akan buka chat wa lu atau galeri lu. Video bokep lu aman kok hehe…”
Candaan Randy membuat Icha mengerucutkan bibirnya. Randy mengangkat alisnya lalu menarik sudut bibirnya kala melihat layar hp itu.
Di sana menampilkan foto wallpaper dirinya yang tengah terlelap tidur sambil memeluk Humaira. Randy terkekeh saat tahu Icha memotretnya diam-diam saat tidur.
“Sini kalo cuma mau liat-liat!”
Icha mencoba merebut ponselnya kembali namun Randy dengan cepat mengelak.
“Kalo mau minta foto tinggal bilang sih, gak usah diam-diam gitu, hehehe…”
Icha mencebikkan bibirnya kesal dengan wajah yang memerah.
Randy kembali memfokuskan pandangan ke layar hp. Membuka akun penyimpanan online tempat dia menyimpan rekaman percakapan antara Adibah dan kiai Jamal.
Setelah Randy menemukannya dia lalu mengarahkan speaker di dekat telinga Icha.
“Dengerin deh.”
Raut wajah terkejut tidak dapat disembunyikan oleh Icha. Dia menutup mulutnya saat mengetahui ternyata mertuanya itu terlibat dalam kasus kiai Jamal yang menghamili santriwati.
“Terus apa rencana mu? Jangan bilang kalo kamu mau lapor polisi?!”
Randy tersenyum sambil mengangkat alisnya beberapa kali.
“Bukannya lu benci sama teh Adibah? Gue juga!”
“Aku tau kalo teteh emang sering nyakitin aku, tapi aku juga gak nampik kalo dia yang bikin aku tobat, jadi…”
“Lu gan mau dia masuk penjara?”
Icha terdiam tak menjawab.
“Tenang, gue punya cara lain untuk balas apa yang udah dia buat sama lu.”
“Gimana?”
“Besok gue pinjem hp lu.”
“Mau apa? Kenapa gak pake hp mu aja?”
“Gue mau buktiin kalo gue masih punya kopian rekaman itu. Hp gue dirusak sama teh Adibah tadi. Makannya gue kesel banget pas pulang.”
“Hah?! Nanti kalo hp ku juga dirusak sama teteh gimana?”
Randy nyengir kuda.
“Entar gue ganti deh. Sekalian beli yang baru buat gue juga.”
“Ahh gak mau, hp kesayangan juga.”
“Ish, hp butut gini juga.”
“Apa kamu bilang?!”
Randy dan Icha sempat terlibat pertengkaran. Namun sikap manis yang lagi-lagi ditunjukkan Randy membuatnya luluh untuk yang kesekian kalinya.
•••
Hari itu adalah hari Sabtu. Tidak ada latihan basket, maka Randy memutuskan untuk pergi ke rumah Adibah pagi hari. Dia sudah memiliki rencana untuk menghukum wanita paruh baya itu karena telah merusak ponselnya.
Randy mengetuk pintu rumah Adibah. Tak berselang lama pintu pun dibuka oleh si pemilik. Ternyata Adibah sudah berdandan rapi. Mungkin akan pergi ke suatu tempat. Saat dandan begitu dia jadi terlihat mirip Annisa, cantik dan anggun.
“Mau apalagi kamu datang ke sini hah?!” Seru Adibah yang langsung melunturkan pujian yang Randy berikan dalam hati.
“Teteh dandan mau nyambut saya ya?” balas Randy penuh percaya diri.
“Cih, gak sudi!”
Adibah memutar bola matanya ke arah lain. Randy tak menimpali perkataannya lagi tapi mengambil ponsel yang ia pinjam dari Icha di dalam sakunya.
“Teh dengerin deh!”
Speaker ponsel itu mulai mengeluarkan suara rekaman yang paling ditakuti Adibah seumur hidup.
Deggg…
Matanya sontak memanas. Bibirnya bergetar hebat.
“K…kamu! Kenapa kamu masih punya rekaman itu?! Bukannya kemarin saya udah musnahin?!”
Randy tertawa sinis melihat ekspresi wajah Adibah yang syok.
“Saya kan sudah bilang, saya bisa buka rekaman ini dari hp manapun. Kalo teteh mau hancurin hp ini sekali lagi, silahkan. Saya tinggal tambahin tuntutan saya ke polisi atas pasal 406 KUHP tentang perusakan barang milik orang lain.”
Adibah mematung dengan mulut melongo. Matanya yang merah sudah mengeluarkan cairan bening. Namun begitu dia masih bersikap sok tegar.
“Ya udah gitu aja sih. Saya cuma mau wanti-wanti sama teteh biar jangan kaget kalo tiba-tiba ada polisi datang nyariin teteh.”
Randy menarik salah satu sudut bibirnya kemudian berbalik akan pergi meninggalkan Adibah yang masih terguncang.
“Tunggu!”
Randy menghentikan langkahnya dan menoleh sesaat.
“Apa maunya?!” tanya Adibah to the point.
Seringai tersemat di wajah Randy. Dia telah menang melawan wanita angkuh itu.
“Katakan apa mau kamu?!” kelakar Adibah mengulang pertanyaannya.
Randy mendekati Adibah hingga mereka hanya berjarak beberapa sentimeter.
“Karena liat teteh cantik begini saya jadi tertarik. Saya kira dengan begitu teteh tau apa mau saya sekarang,” jawab Randy sambil melingkarkan tangannya di pinggang Adibah lalu menariknya hingga menubruk perutnya sendiri.
Adibah menahan dada Randy dengan kedua tangannya.
“Dasar laki-laki brengsek! Otak cabul!”
“Cabul mana sama teteh?! Makan kotoran orang lain itu benar-benar cabul teh…”
Adibah mengeratkan gigi-giginya. Tidak dapat membalas karena hal itu memang terjadi dan dia lakukan.
Randy kemudian melepaskan pelukannya. Dia akan sedikit bermain-main. Di sini bukan dia yang harusnya memohon.
“Ya udah kalo gak mau. Teteh siap masuk penjara kan? Gimana ya kalo Annisa sampai tau kelakuan bundanya di belakang dia? Nasib pesantren ini gimana? Tanggapan orang-orang gimana? Nama baik teteh pasti tercoreng.”
Randy menghembuskan nafas berat seolah dirinya kecewa namun di dalam hatinya dia tertawa lebar. Dia sudah kembali akan pergi tapi lagi-lagi ditahan oleh Adibah.
“Tunggu! Ikut saya,” ujar Adibah sambil berbalik dan masuk ke suatu ruangan di dalam rumahnya.
Randy mengikuti sesuai arahan dari wanita itu. Mereka telah berada dalam satu ruangan yang cukup luas.
Suasananya cukup penat dengan cahaya yang sedikit masuk dari celah-celah jendela yang tertutup. Di sana ada sebuah kasur yang sudah agak lusuh dan beberapa perabotan yang terletak secara berantakan. Adibah mengunci pintunya lalu mendekati Randy.
“Saya gak mau ngulur-ulur waktu. Lakukan sekarang dan kita selesai! Setelah ini kamu hapus rekaman itu dan pergi dari hidup kami!”
Randy membulatkan bola matanya. Tampak aura wajah berubah dengan drastis. Dia sudah menunggu momen ini.
Randy mencengkeram kerah Adibah lalu dengan keras mendorong wanita itu hingga membentur tembok belakangnya.
“Heghhh…!!!”
Adibah tersentak merasakan sakit akibat benturan itu. Wajahnya berubah takut saat melihat Randy seolah berubah menjadi sosok lain dari sebelumnya. Setan memang sudah merasuki raga Randy. Membuatnya melihat Adibah sebagai seekor mangsa yang siap dia terkam dan cabik-cabik.
“Heh jalang! Di sini gue yang berkuasa! Lu gak berhak ngatur-ngatur gue!” Seru Randy seraya menarik jilbab Adibah yang sudah terpakai rapi.
Rrettt…!!!
“Awhhh…!!!”
Adibah merasakan sakit namun Randy tidak memperdulikannya. Rasa dendam dan amarahnya kini benar-benar akan ia tuntaskan.
Randy kembali menarik kerah pakaian Adibah lalu mendorong perutnya dengan tangan yang lain hingga posisinya setengah membungkuk, kemudian dengan satu gerakan Randy membanting Adibah ke atas ranjang usang itu.
Bugh…!!!
Rasanya memang tidak sakit karena mendarat di benda empuk namun gerakan Randy yang kasar membuatnya takut setengah mati.
Adibah masih berbaring terlentang dengan siku menahan tubuhnya. Dia perlahan mundur saat melangkahkan satu kakinya.
“Mau apa kamu?! Mau bunuh saya? Silahkan kalau kamu berani!” tantang Adibah menutupi rasa takutnya.
Randy menduduki perut Adibah lalu menarik kerahnya lagi hinggdadaa Adibah terpaksa membusung.
“Tenang gue gak akan bunuh lu. Kenapa? Karena gue pengin liat lu tersiksa, menderita.”
Wanita itu semakin takut dengan ancaman Randy, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah. Berharap Randy tidak menyakitinya.
Dengan kasar Randy menarik Adibah hingga kedua bibir mereka bertemu. Randy memagut bibir Adibah, melumatnya buas layaknya rusa yang sedang dicabik-cabik oleh sang singa lapar.
“Enghhh….mmhhhh…!!!”
Adibah masih mencoba melawan dengan mendorong dada kokoh Randy, namun hal itu hanya sia-sia. Kekuatan fisik Adibah tidak sebanding dengan Randy.
Gigi Adibah masih terkatup rapat saat Randy berusaha menerobos mulutnya dengan menggunakan lidah. Bibir Adibah terasa perih karena Randy menggigilnya sampai berdarah.
Randy dapat merasakan rasa asin dari cairan yang keluar, tapi hal itu membuatnya bertambah buas.
Randy melepaskan ciumannya sesaat lalu.
Plakkk…!!!
“Arkhhh…!!!”
Sebuah tamparan mendarat di pipi Adibah yang membuatnya terpaksa membuka mulut karena mengerang. Hal itu dimanfaatkan Randy untuk mengisi lubang itu dengan cairan miliknya.
“Cuihhh…”
Saliva yang sudah dikumpulkan Randy di dalam mulutnya ditembakkan ke dalam mulut Adibah.
“Cuihhh…”
Satu ludahan lagi di arahkan Randy ke wajah Adibah yang membuat riasan di wajahnya perlahan luntur.
Mata Adibah sudah memerah, mengeluarkan cairan bening yang mengalir di pipinya. Baru pertama kali dia diperlakukan dengan begitu kasar oleh seorang pria.
Setelah puas Randy mendorong tubuh Adibah dengan kasar hingga kasur itu berdenyut. Kedua tangan Randy sudah berada di tengah pakaian yang dikenakan Adibah lalu menariknya ke samping dengan kuat.
Brettt…!!!
Sobeklah pakaian itu beserta dalamannya dan hanya menyisakan bra warna coklat. Tak berlangsung lama juga karena setelah itu Randy membetot tali bra bagian depan yang membuat payudara Adibah terekspose dengan bebas.
Randy tertegun. Payudaranya cukup besar dengan puting berwarna coklat kehitaman. Namun yang membuat Randy terkejut ialah ukuran nipplenya seukuran dot bayi milik Humaira.
Adibah berusaha menutupi asetnya dengan tangan tapi cepat-cepat Randy tahan agar hat itu tak terjadi.
“Diem aja dan nikmati lonte!”
Kedua tangan Adibah dibentangkan ke kanan dan ke kiri lalu Randy mencaplok putingnya.
“Awngghhh…!!!” desah Adibah ketika menerima serangan itu.
Tampaknya payudara adalah area paling sensitif Adibah, berbeda dengan Annisa yang berada di bibirnya.
Dengan semangat empat lima, Randy mengenyot putingnya kanan dan kiri, membuat Adibah menendang-nendang kakinya di udara.
“Awhhh…ihhh…shhh…mphhh…!!!”
Rasa seperti tersengat aliran listrik memenuhi tubuh Adibah hingga ia kejang-kejang.
Apakah dia orgasme hanya dengan merangsang payudaranya? Ahh…Randy sama sekali tidak memperdulikannya.
Saat merasa tubuh Adibah sudah melemas, Randy turun dan dengan satu gerakan ia tarik rok panjang beserta celana dalam yang dikenakan Adibah ke bawah.
Randy terperangah melihat kemaluan Adibah yang sudah tanpa penutup lagi. Wanita itu diam saja tak berusaha untuk menutupi ketelanjangannya, dia tahu kalau itu adalah hal yang percuma.
Randy masih mengamati bentuk memek Adibah yang unik dan baru pertama kali dilihatnya secara langsung.
Bagian bibirnya menggelambir seperti jengger ayam. Tapi hal yang membuat Randy terpanah adalah bagian klitorisnya.
“Teteh cewek-cewek punya penis ternyata hahaha…” tawa Randy dengan keras.
Adibah melotot tajam lalu sedikit menutupi segitiga miliknya dengan cara mengapit kedua pahanya.
Randy kembali membenggangkan paha Adibah untuk melihat benda itu lagi. Klitoris itu tampak membengkak dan menyembul keluar layaknya penis kecil.
Randy pun tidak tahu kenapa bisa demikian. Apakah karena faktor genetik, kelainan, atau karena sesuatu telah dilakukan kepadanya hingga mendapat bentuk seperti itu.
Dia melihat itu dengan sangat bernafsu. Didekatkan wajahnya ke memek Adibah sesaat kemudian langsung dicaploknya.
“Enghhh…stoppp…!!!”
Kembali desahan keluar dari mulut Adibah. Awalnya Randy hanya mengecup bagian sekitar vaginanya, lalu dia menjilati benda yang menyembulkan itu, menggerakkannya ke sana kemari.
Tanpa menunggu waktu lama dia langsung menyedot-nyedot klitoris itu. Saking besarnya Randy sampai bisa memasukkan benda itu ke dalam mulutnya.
“Achhh…shhh…udhaahhh…udhaahhh…”
Mulutnya berkata tidak namun pinggulnya bergoyang mengikuti putaran mulut Randy yang sedang memainkan area sensitifnya.
Hingga saat itu datang, tiba-tiba tubuh Adibah kembali mengejang dan…
“Ahhh…ahhh…ahhh…ahhh…”
Crottt…crottt…crottt…crottt…
Desahan Adibah mengiringi klimaks yang dibarengi dengan squirting hebat di depan wajah Randy yang membuat wajah pria itu basah kuyup seolah habis membasuh muka.
“Anj***k…dasar lonte! Siapa suruh lu semprot di muka gue!”
Plakkk…!!!
Lagi-lagi tamparan mendarat di pipi Adibah hingga memerah. Randy seolah melupakan bahwa yang berada di depannya itu adalah wanita. Dia menganggap Adibah hanya seorang jalang mudahan.
Randy melepaskan seluruh pakaiannya hingga telanjang bulat. Mata Adibah sontak terfokus pada benda panjang bulat yang ada di selangkangan Randy dengan mulut melongo. Baru pertama kali dia lihat kemaluan lelaki sebesar dan segagah milik pria itu.
Randy berjongkok di depan muka Adibah sambil tersenyum menyeringai. Kedua bokong Randy menekan dada Adibah membuatnya susah bernafas.
“Buka mulut lu anj***g! Nih gue kasih kontol! Lu doyan kontol kan?!”
Adibah yang kesulitan bernapas kemudian membuka mulutnya. Hal itu dimanfaatkan oleh Randy untuk langsung menjebloskan kontolnya ke dalam mulut Adibah.
“Ouh…nikmat juga mulut lonte satu ini.”
Randy menjambak rambut Adibah lalu memaju mundurkan kepalanya mengocok kontol besar itu. Adibah hanya merem melek sambil mengeluarkan air mata diperlakukan demikian.
Kontol panjang milik Randy itu menyodok hingga mencapai kerongkongan Adibah, membuatnya tersedak.
Randy kemudian mencabut batang miliknya ketika Adibah memukul-mukul pahanya karena tak bisa bernafas.
“Heghhh…heghhh…heghhh…”
Nafas Adibah tersengal-sengal. Randy beringsut ke bagian bawah tubuh Adibah. Dia kembali melihat benda yang baru saja menjadi favoritnya. Klitoris.
Tanpa menunggu lama Randy langsung mencaplok klitoris yang mencuat keluar itu.
“Ouhnghhh…!!! Stop! Dasar bajingan!” umpat Adibah.
Namun apa yang dikatakannya berbeda seratus delapan puluh derajat dengan yang dia lakukan. Saat itu dia justru mengangkat pinggulnya sekaligus mengapit kepala Randy.
Randy dengan nafsu setan yang menjalar di tubuhnya menyedot-nyedot klitoris itu seperti dia menyusu pada puting payudara. Ia gigit-gigit kecil daging segar itu sambil memasukkan tiga jarinya sekaligus ke dalam lubang peranakan Adibah.
“Ouhhh…shittt…dasar memek lonte jalang sialan…!!!”
Tak berselang lama Adibah kembali menegang. Randy yang sudah mengantisipasi langsung menghindar dan…
Currr….currr…currr…
Beberapa tembakan squirt meluncur deras dari memek Adibah hingga menerpa tembok yang berjarak beberapa meter darinya.
“Gila memek lonte semprotannya kenceng bener!”
Tak dipungkiri Randy merasa takjub karena itu adalah squirting terjauh yang pernah dilihatnya. Adibah masih sibuk mengatur nafas sambil sesekali kakinya kelojotan bekas orgasme yang begitu dahsyat.
Adibah memejamkan mata hingga tak sadar Randy sudah bersiap dengan batang kebanggaannya di demam lubang yang menganga lebar itu.
Jlebbb…!!!
Randy langsung menusukkan kontol besar itu tanpa menempelkannya terlebih dahulu, memberikan efek kejut pada diri Adibah.
“Arrknghhhh….!!!” teriak Adibah yang tidak menyangka benda yang menyerupai bambu itu langsung melesak jauh ke rahimnya.
Ya, hentakkan Randy memang sangat keras yang membuat kepala kontolnya menembus lubang memek dan rahim Adibah dalam waktu yang hampir bersamaan.
Adibah merasakan perutnya seperti dirobek oleh bambu runcing. Namun sensasi yang ditimbulkan meremangkan bulu kuduknya.
Randy pun merem melek. Meskipun lubang di samping bibir vagina Adibah sudah agak kendor tapi suasana di dalam benar-benar menjadi sensasi berbeda dari beberapa wanita yang telah bermain dengannya.
Sesaat suasana hening. Mereka larut dalam kenikmatan yang menjalar di seluruh tubuh. Apalagi klitoris Adibah yang menyembul seolah sedang menggelitik bagian atas kejantanannya.
Randy pandangi wajah Adibah yang sudah kusut. Adibah menatapnya datar. Entah kenapa setiap kali dia menatap wajah wanita itu emosinya muncul.
Plakkk…!!!
Lagi-lagi tamparan didapat oleh Adibah. Wanita itu memegangi pipinya yang terasa panas. Dia meringis kesakitan.
Randy seolah melupakan prinsipnya untuk tidak menyakiti fisik seorang wanita. Ohh tapi itu hanya berlaku untuk manusia, sedangkan yang ada di depannya itu hanya anjing betina sialan!
Randy memegang leher Adibah dengan kedua tangan lalu ditariknya benda panjang yang tertanam di lubang peranakan Adibah kemudian dengan hentakan keras dia hujamkan lagi hingga melesak masuk ke dalam rahimnya.
“Haagkhhh…!!!” sentak Adibah keras.
Randy terus melakukannya dengan sorot mata tajam menatap wajah itu. Semakin lama semakin cepat dan keras. Adibah gelagapan menerima serangan itu. Selain vaginanya yang terasa perih dan panas juga karena dirinya sulit untuk bernafas karena dicekik oleh Randy.
Adibah memegang pergelangan tangan Randy berusaha melepaskan cekikikan itu, namun kekuatannya bukan apa-apa dibandingkan pria itu. Hingga akhirnya dia pasrah.
“Ohh tuhan beginikah akhir hidup ku?” batin Adibah merasa pandangannya kabur.
Kemudian tak berselang lama dirinya tidak sadarkan diri.
Entah berapa lama dia pingsan. Dia terbangun karena merasakan tubuhnya basah kuyup.
Byurrr…
Adibah pun mencoba bangkit namun dia merasa kedua tangannya tidak bisa digerakkan. Saat dia lihat ternyata tangannya terikat di sebuah kayu lemari yang sudah rusak.
Tidak hanya itu, dia juga merasakan nyeri yang begitu hebat di area vaginanya. Benar saja, klitoris Adibah yang menyembul kini telah dijepit dengan jepitan jemuran.
Randy tersenyum sinis karena telah berhasil membangunkan anjing betina itu dengan guyuran air.
“Ahh…shakittt!” desah Adibah.
Randy mendekati wajah wanita yang sedang menggigit bibir bawahnya itu untuk menahan rasa perih.
“Apa?! Sakit?” goda Randy yang tidak mendapatkan balasan apa-apa dari Adibah.
Wajahnya ia palingan karena tidak ingin melihat pria yang begitu kejam padanya.
“Ohh gak sakit, ya udah gue tambahin deh,” ucapnya seraya menjepitkan benda yang sama di kedua putingnya.
“Arkhhh…shakittt…!!!”
Kini suaranya mengeras. Dia sudah tidak tahan lagi dengan siksaan ini. Kalau disuruh memilih, dia lebih baik dibunuh daripada harus menanggung semua ini.
“Sakit gak?!” tanya Randy lagi.
Adibah terpaksa mengangguk.
“Kalo gitu mohon ding minta lepasin, gitu.”
Adibah tak bergeming. Dia masih mempertahankan harga dirinya untuk tidak mengemis pada pria itu. Tapi rasa sakit terus menjalar ke seluruh tubuhnya.
“Oh ya udah, berarti gak mau dilepasin ya.”
Randy dengan santainya berdiri lalu berjalan di sekeliling ruangan itu sambil mencari benda-benda yang bisa menjadi ‘mainannya’ selanjutnya.
Adibah berusaha menahan sakit mati-matian di daerah putingnya. Rasa di klitorisnya kini mulai memudar, bagian tubuh itu mulai mati rasa. Mungkin karena aliran darah di bagian itu berhenti.
Mata Adibah kembali terbelalak ketika melihat Randy tersenyum sambil menggoyang-goyangkan benda yang cukup mengerikan di depan wajahnya.
“Jebakan tikus ini kayaknya asik juga deh,” celetuk Randy dengan santainya.
Berbeda dengannya, dari sorot matanya Adibah merasakan ketakutan yang luar biasa. Jepit jemuran saja rasanya begitu perih, apalagi perangkap tikus yang bagian bawahnya terdapat gerigi yang siap mengoyak kulitnya.
Dengan cepat Adibah menggelengkan kepalanya. Dia mulai menurunkan egonya.
“Tholonggg…lepasin…!!!” mohon Adibah.
Dirinya kalah. Ya, kalah dari seorang pria brengsek yang mampu membeli harga dirinya. Adibah malu, kesal, merasa hina sehina-hinanya. Randy menaikkan salah satu sudut bibirnya.
“Ssstttt…anjing minta tolongnya gak gitu. Anjing itu gonggong!”
Adibah menggeleng. Kalau dia menuruti ucapan Randy itu sama saja dengan dia mengakui dirinya anjing.
Melihat penolakan dari Adibah, Randy mulai berjongkok dan meregangkan pegas perangkap tikus itu lalu ia arahkan di jari kakinya.
Brattt…!!!
“Arrrkkkhhh…!!!” teriak Adibah saat merasakan gerigi itu menancap di telapak kakinya.
“Ahhh…tholonggg…shakittt…!!!”
Kembali Adibah memohon kepada Randy. Kaki Adibah kelojotan menahan rasa perih itu. Adibah sadar apa yang diinginkan oleh pria brengsek itu. Randy benar-benar menepati janji untuk menyiksanya.
Dengan hati yang teriris dia mengabaikan harga dirinya untuk bertahan hidup. Adibah kapok telah berurusan dengan pria itu. Dia adalah seorang psikopat.
“Gukkk…gukkk…gukkk…” gumam Adibah menirukan suara anjing.
Randy tertawa semakin keras saat Adibah menghayati perannya sebagai seekor anjing betina. Namun dia menepati janjinya. Dia lepaskan ikatan di kedua pergelangan tangan Adibah.
Wanita itu dengan cepat melepaskan semua benda yang menjepit bagian tubuhnya. Dia masih meringis kesakitan. Randy kembali mendekati tempat Adibah. Tapi dengan cepat dia menendang tubuh Randy hingga goyah.
Adibah cepat-cepat bangkit untuk berlari menuju pintu walau sambil tertatih. Namun naas pintunya terkunci dan dia tidak tahu dimana kunci itu berarti.
Tak berselang lama dia merasakan rambutnya ditarik ke belakang sampai tersungkur. Randy menatapnya geram. Adibah beringsut mundur ketika melihat tatapan mangsa sang pejantan.
Adibah berbalik merangkak menjauhi pria itu namun secepat kilat kakinya ditarik kembali. Randy sudah berlutut tepat di selangkangan Adibah. Wanita itu tahu apa yang akan terjadi.
“Ahhh…!!!”
Randy memasukkan kejantanannya dengan kasar dari belakang. Dia menekan punggung Adibah hingga payudaranya menempel di lantai.
Clakkk…clakkk…clakkk…
Bunyi peraduan mereka. Kedua manusia berlawanan jenis itu sudah seperti anjing sedang kawin. Adibah sudah pasrah dengan kedua tangannya lurus ke depan.
“Anjing memek lu enak banget shittt!”
Randy terus menghujam memek itu dengan brutal. Dia berdiri yang mengakibatkan pinggul Adibah semakin tertarik ke atas sedangkan kepala beradu dengan lantai.
Melihat itu Randy melangkahkan kaki kanannya ke depan dan menginjak kepala Adibah lalu kembali melanjutkan pompaannya.
“Ahhh…ahhh…ahhh…”
Adibah gelagapan mencari sesuatu untuk dipegang. Randy mempercepat genjotannya. Tubuh Adibah bereaksi cepat dan…
Currr…currr…currr…currr…
Beberapa semburan mengucur deras dari memek Adibah saat Randy menekan kontolnya ke dalam. Seolah pria itu memompa cairan itu layaknya pompa air.
Setelah squirting yang hebat dari Adibah, Randy melepaskan kelaminnya yang tertanam di dalam vagina Adibah lalu mendorong tubuh itu hingga tertidur miring di atas lantai.
Randy menatap tubuh telanjang itu yang tergeletak tak berdaya. Saat itu kondisi Adibah sangat mengenaskan. Dan di situlah dendam Randy terbalaskan lunas.
Pria itu kembali pada mode normal. Di putar tubuh Adibah sedikit hingga terlentang. Dia merangkak di atasnya sambil mengarahkan batang kejantanannya yang masih tegang.
Sejenak dia melirik ke arah klitoris wanita itu yang bengkak sebesar jempol manusia, lalu dia kembali menatap wajah Adibah.
Jlebbb…
“Enghhh…” desah Adibah dengan memalingkan muka.
Dia sudah tidak punya tenaga lagi untuk melawan. Adibah sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi padanya. Di luar dugaan Randy memaju mundurkan pinggulnya dengan pelan dan santai.
Dia belai pipi Adibah yang merah bekas tamparannya tadi lalu menciumnya. Wanita itu mengernyit dahinya seraya menatap Randy heran.
Randy tersenyum manis, bukan senyum sinis. Adibah merasa dia sedang menghadapi orang yang berbeda. Apakah dia bipolar? Apakah pria itu punya kepribadian ganda?
Entahlah tapi apa yang dilakukan Randy sedikit demi sedikit membuatnya terangsang, apalagi merasakan aktifitas di bagian bawah tubuhnya.
Meskipun Adibah diam tak mengimbangi goyangan Randy tapi dia merasakan geli yang nikmat di area dalam.
“Ouhhh…sshhh…emphhh…”
Hanya itu yang keluar dari mulut Adibah. Randy mulai memperlihatkan jurusnya menaklukkan wanita seperti biasa.
Karena sikap pasrahnya membuat dia lebih memilih untuk menikmati apa yang terjadi. Dia melupakan fakta bahwa pria yang sedang memacu birahi di atas tubuhnya itu adalah pria yang menghancurkan masa depan anaknya.
Randy mencium leher jenjang Adibah. Memberikan setiap kecupan terbaiknya. Hal itu membuat Adibah terlena dan melupakan rasa sakit yang ditimbulkan oleh pria itu.
Intensitas pompaan yang semakin cepat dan keras membuat Adibah mengerang kenikmatan. Tanpa sadar Adibah melingkarkan kakinya di pinggang Randy dan tangannya di leher Randy.
Mereka mulai berciuman panas. Lidah mereka bertarung tanpa ada wasit yang melerai. Saliva mereka bercampur menjadi satu.
Kepala kontol Randy yang terbenam jauh di mulut rahim Adibah sudah membesar pertanda sebentar lagi Randy mencapai puncaknya.
“Ouhhh…tehhh…saya mau nyampe…”
“Enghhh…iyaaahhh…ouhhh…”
Saat itu datang tiba-tiba tubuh Adibah mengejang hebat.
Crottt…crottt…crottt…crottt…
Badan Adibah melengkung ke belakang dengan mengeluarkan cairan yang begitu banyak menyempot kontol Randy. Pun demikian dengan Randy yang memompa spermanya masuk langsung ke dalam rahim wanita paruh baya itu.
Sejenak mereka terdiam saling berebut oksigen seolah zat itu langka. Randy masih memeluk Adibah dengan merebahkan kepalanya di dada besar wanita itu.
Lantai ruang itu sudah basah tergenang air squirting Adibah yang sangat banyak. Ada gurat wajah puas dan lega dari Adibah.
Bertahun-tahun setelah suaminya meninggal dia kembali merasakan persetubuhan yang dahsyat. Meski dia hanya merasakan di akhir sesi setelah pasangannya itu memperlakukannya dengan lembut. Minimal seperti seorang manusia.
Kalau dengan kiai Jamal? Ahh lupakan saja. Dia hanya menjadikan Adibah sebagai toilet berjalan. Bahkan saat bersenggama dengannya pun dirinya tidak pernah merasa terangsang sama sekali. Mungkin karena bentuk fisiknya yang sama sekali tidak menggoda di mata wanita.
Setelah mampu mengatur nafas dengan baik, Randy kemudian mencabut batang kejantanannya dan berdiri. Hampir saja ia terjatuh karena terpeleset cairan orgasme Adibah.
Adibah yang masih lemas mencoba bangkit. Namun baru saja duduk dia memegangi kepalanya yang terasa pusing.
Randy membantunya berdiri dengan cara memapahnya. Adibah menatapnya dengan heran. Tadi dia benar-benar memperlakukannya secara kejam, namun sekarang kenapa dia balik jadi perhatian dengannya?
Randy menangkap hal itu. Lalu dia berucap.
“Yang tadi kita lupakan saja. Anggap kalau kita impas. Rekaman saya hapus, tapi inget teh, perbuatan buruk suatu saat akan terbongkar juga, meskipun dengan jalan lain.”
“Diam kamu! Jangan sok ceramah, lakukan saja janji mu kalau kamu memang laki-laki,” ketus Adibah.
Adibah kembali pada mode angkuhnya. Ingin sekali dia usir lelaki itu keluar rumahnya tapi dia masih takut Randy kembali berbuat kasar seperti tadi.
“Dan satu hal lagi. Batalkan perjodohan Annisa dengan kiai Jamal, karena saya yang akan menikahi dia.”
“Tidak bisa! Sebentar lagi kiai Jamal akan mengkhibah Annisa. Setelah itu kamu gak punya kesempatan lagi buat dapetin anak saya.”
“Keputusan ada di anda. Tinggal batalkan perjodohan ini dan selesai.”
“Tidak semudah itu. Kamu gak tau Kiai Jamal!”
“Emangnya siapa dia?”
Belum sempat menjawab tiba-tiba pintu rumah diketuk dari luar. Mereka berdua langsung buru-buru memakai pakaian masing-masing. Tidak lupa Adibah mencuci muka untuk melunturkan make up-nya yang berantakan.
“Jangan keluar dulu! awas!” ujar Adibah memperingati.
Dia berjalan menuju pintu dengan pincang karena kakinya sakit bekas terkena perangkap tikus dari Randy.
Diam-diam Randy mengintip siapa yang datang. Pintu dibuka oleh Adibah. Terlihat dua orang laki-laki dan perempuan dengan menggendong seorang anak kecil.
“Assalamualaikum bunda,” ucap wanita berkerudung ungu itu.
“Waalaikumusalam, ehh Sari kok ke sini?”
“Iya tadi Sari tungguin bunda gak dateng-dateng, ditelfon juga gak diangkat. Kebetulan tadi mas Pram baru aja pulang jadi sekalian deh ke sini.”
“Iya tadi bunda mendadak ada urusan tapi udah selesai kok, ini mau siap-siap.”
Dari pembicaraan barusan Randy langsung tahu kalau itu adalah anak pertama Adibah yang menikah dengan Pram.
“Loh bunda pipinya kenapa? Kok bengkak? Merah lagi cap tangan,” tanya Sari.
“Eee…ini tadi ada nyamuk nempel di pipi bunda terus bunda pukul tapi gak kena,” jawab Adibah mencari alasan.
Sari masih terlihat curiga namun Adibah buru-buru mengalihkan pembicaraan.
“Ehh…cucu Oma yang ganteng dari tadi diem aja, belum salim ya sama Oma,” ujarnya sembari menjulurkan tangannya dan disambut ciuman di punggung tangan neneknya itu.
“Duh nak Pram, maaf yah jadi ngerepotin. Tadinya bunda mau ajak Sari sama Keelan jalan-jalan berdua,” sergah Adibah merasa tidak enak telah melibatkan menantunya itu.
“Gak papa teh, tadi kebetulan kerjaan gak banyak jadi pulang cepet.”
Awalnya Adibah akan menjemput anak pertamanya untuk jalan-jalan menggunakan taksi online. Adibah ingin membahas tentang perjodohan antara Annisa dan kiai Jamal yang belum sempat ia ceritakan pada kakak Annisa itu. Tapi saat dirinya akan pergi tiba-tiba Randy datang untuk mengacau.
“Annisa mana Bun? Kok sepi?”
“Dia ada di kamar kok lagi tidur, kecapean mungkin, ” balas Adibah singkat.
Dia tidak mungkin bilang bahwa dia mengunci Annisa di dalam kamar. Sari hanya mengangguk pelan.
“Ya sudah, kalian tunggu di mobil ya. Bunda mau ganti baju dulu.”
“Kenapa gak tunggu di sini aja?” tanya Sari heran.
“Bunda cuma sebentar aja kok,” alasannya.
Padahal dia ingin menyelundupkan Randy keluar dari rumahnya agar tidak ketahuan.
“Ya udah kalo gitu. Sari ke mobil dulu ya Bun.”
“Iya,” balasnya singkat.
Randy masih mematung di celah yang aman. Dia memandang wanita berkerudung ungu itu dengan seksama. Wajahnya sangat mirip dengan Annisa namun versi lebih dewasa.
Randy juga tidak lupa kalau lelaki yang ada di sebelah anak pertama Adibah itu memiliki hubungan gelap dengan wanita lain.
Lamunan Randy buyar ketika Adibah menyuruhnya keluar melalui pintu belakang.
Bersambung