Part #41 : Petualangan Sexs Liar Ku

WARNING : Sensitif konten!

DISCLAIMER : Cerita ini hanya fiktif belaka, tidak ada maksud untuk menyinggung suatu golongan.

NOTE : Disarankan untuk tidak membaca sambil makan.

Flashback

Sekitar satu tahun yang lalu, waktu aku sedang mengandung anak ku dan baru menikah dengan Reza, kami sekeluarga mendapatkan undangan dari seorang kiai yang sangat disegani di Bandung. Dia adalah kiai Jamal.

Saat itu sedang ada acara penerimaan santri baru di pesantren milik kiai Jamal. Keluarga Reza menjadi salah satu undangan khusus karena kedekatan hubungan antara kakek Reza, ayah Reza dan kiai Jamal.

Perlu diketahui bahwa kiai Jamal adalah sahabat dari kakek Reza sekaligus guru bagi ayah Reza. Dari sana ayahnya ditempa dengan ilmu-ilmu agama.

Pesantren yang didirikan oleh kakek Reza pun dibangun atas bantuan dari kiai Jamal sebelum pesantren tersebut diwariskan ke anaknya yaitu ayah Reza dan kini berpindah tangan ke istrinya setelah beliau wafat.

Kami sampai di kediaman kiai Jamal sekitar pukul 17.30 wib. Setelah sampai kami langsung sholat Maghrib berjamaah dan dilanjutkan hingga sholat isya. Baru setelah itu kami berkumpul di ruang tengah rumah keluarga Jamal.

Aku tertegun melihat suasana di rumah tersebut. Rumah yang begitu besar dan mewah, tapi menurut ku rumah itu lebih mirip play grup ketimbang sebuah rumah.

Banyak anak-anak kecil yang berlalu lalang dan berlarian ke sana kemari. Semua itu adalah anak kiai Jamal, gila! Pikir ku.

“Ini belum semuanya, yang udah gede udah punya keluarga gak bisa hadir di sini,” ucap seorang pembantu yang tampaknya mengerti keheranan yang terpancar dari wajah ku.

Aku jadi malu, tapi aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutan ku. Sesaat kami saling bercerita mengenai silsilah keluarga kiai Jamal. Dari cerita yang disampaikan olehnya aku mengetahui beberapa fakta.

Istri pertama kiai Jamal berusia enam puluh lima tahun, hanya berjarak beberapa tahun dengan kiai Jamal. Sekarang dia sedang sakit-sakitan, dia mengidap penyakit stroke dan beberapa komplikasi seperti gula dan jantung (Saat kejadian istri pertama kiai Jamal belum meninggal). Mereka hanya dikaruniai satu orang anak.

Istri kedua saat itu berusia empat puluh lima tahun tahun dan dikaruniai lima orang anak yang beberapa diantaranya sudah beranjak dewasa.

Istri ketiga berusia dua puluh sembilan tahun dengan tujuh orang anak dan yang terakhir berusia dua puluh dua tahun dengan lima anak.

Aku benar-benar tercengang mendengar cerita wanita itu. Tidak habis pikir lelaki yang sudah rentan itu masih bisa melakukannya.

Secara fisik tidak ada yang bisa dibanggakan dari kiai Jamal. Kulitnya yang hitam kering dan keriput. Hidungnya yang besar dengan bulu-bulu hidung yang menjalar keluar seperti akar. Rambutnya yang hampir seluruhnya memutih. Dan bau badannya yang uhh…aku berpapasan dengannya sepintas saja sudah langsung mual.

Apakah dia tidak pernah mandi sama sekali? Kenapa para wanita itu mau menjadi istri seorang yang seperti itu? Padahal semua istrinya cantik-cantik, tidak mungkin mereka tidak laku.

Setelah selesai ngobrol aku berpindah dan mulai membaur dengan tamu yang lain. Bukan hanya keluar Reza yang diundang secara khusus, banyak kerabat-kerabat kiai Jamal yang diundang juga.

Teh Adibah terlihat sedang bersenda gurau dengan istri kedua kiai Jamal. Umur mereka tidak berbeda jauh, mungkin itu yang membuatnya menjadi cepat akrab. Aku mendekati istri ketiga kiai Jamal yang bernama Tari. Dari sekian banyak istri kiai Jamal mungkin dirinya yang paling cantik. Aku sempat minder awalnya tapi ternyata dia orangnya sangat ramah. Dengan cepat kami langsung akrab.

Kami ngobrol hingga bermenit-menit. Aku tengak-tengok tapi tidak menemukan batang hidung kiai Jamal. Saat aku masuk ke ruangan ini aku sempat berpapasan dengannya saat dia keluar dari rumah entah kemana dan belum kembali sampai sekarang.

Setelah lama mengobrol aku minta ijin ingin ke kamar kecil. Dia menunjukkan arah toilet yang ada di rumah itu. Rumahnya begitu besar sampai-sampai aku kesulitan untuk menemukan toilet yang ditunjukkan oleh Tari.

Aku salah jalan, harusnya belok kiri aku malah jalan lurus hingga aku mendapati sebuah tangga menurun. Aku mengernyitkan dahi ku. Aku pikir sekarang aku berada di lantai satu, berarti itu adalah ruang bawah tanah? Aneh pikir ku.

Tapi sejenak aku mendengar suara gemericik air dari bawah sana. Aku yakin kalau itu suara kran, baiklah aku asumsikan itu adalah kamar mandi atau toilet, maka dari itu tanpa pikir panjang aku langsung turun ke bawah karena aku sudah tidak dapat menahan kemih ku lagi.

Di sana ada tiga toilet yang tengah pintunya tertutup rapat dan dari dalam suara gemericik itu berasal. Ada yang memakai, pikir ku.

Aku lalu masuk ke wc sebelah kirinya. Dari mulai tembok, alas, bak air semua terbuat dari semen dan menggunakan toilet jongkok.

Sejenak aku heran kenapa kiai Jamal yang kaya raya itu membangun tempat seperti ini? Penerangan hanya berupa satu lampu pijar yang terletak di depan toilet. Cahayanya hanya masuk sebagian ke dalam toilet karena temboknya Tidan full ke atas.

Aku pun mulai berjongkok, tak berselang lama cairan bening kekuningan keluar dari lubang kecil di area segitiga ku.

Samar-samar terdengar orang sedang mendesah dari sebelah. Aku mengernyitkan dahi ku. Aku paham sekali kalau itu suara orang yang sedang…bersenggama!

“Oughhh…mas…enakkk…”

“Emmhhh…yah…therusss…Dilaaa… therusss…ouhhh…!!!”

Aku tertegun mendengarnya. Setahu ku Dila satu-satunya di sini adalah istri terakhir kiai Jamal. Aku pun penasaran ingin tahu apa yang mereka lakukan.

Setelah membasuh vagina ku, aku mencari cara untuk mengintip. Ahh aku menemukan sebuah lubang di tembok samping ku yang memisahkan antara dua ruangan itu. Lubangnya tertutup oleh sebatang kayu. Maka aku tarik kayu itu dengan mudah.

Lubang itu mirip dengan glory hole yang pernah aku lihat di video bokep yang aku tonton dulu, atau jangan-jangan memang benar lubang itu dibuat untuk tujuan tersebut.

Sejenak aku mengarahkan satu pandangan mata ku ke dalam lubang tersebut. Betapa terkejutnya aku melihat pemandangan di sana.

Aku melihat seorang pria tua tanpa menggunakan bawahan alias bottomless tengah berjongkok di tepi bak air menghadap ke pojokan tembok.

Di belakangnya tampak seorang wanita muda yang cantik dengan keadaan telanjang bulat tengah merenggangkan kedua bokong pria itu ke kanan dan ke kiri, dan tanpa jijik dia menjilati lubang keriput itu layaknya es krim.

Aku tersentak melihat siapa mereka. Mereka adalah kiai Jamal dan Dila. Gila! Mereka melakukan itu di tempat seperti ini? Padahal mereka memiliki kamar yang jauh lebih nyaman. Jantung ku berdetak kencang. Kiai Jamal membalikkan badan ke arah Dila.

“Mas mau pipis Dila!”

Wanita itu mengangguk seolah mengerti apa yang diinginkan oleh pasangannya itu.

Dila kemudian membuka mulutnya sambil menjulurkan lidahnya seperti anjing. Tak berselang lama mata ku membulat kala air yang sama seperti yang aku keluarkan tadi mengucur deras masuk ke dalam mulut Dila.

Tiba-tiba rasa mual itu datang. Aku tutup mulut ku merasa jijik dengan adegan itu. Berkali-kali aku beristighfar karena saat itu aku sedang mengandung Humaira.

“Amit-amit jabang bayi,” ucap ku sembari mengelus perut ku yang besar. Semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan anak ku.

Kenapa mereka melakukan hal tak wajar itu? Aku rasa dalam agama tidak dibenarkan melakukan hal menjijikkan seperti itu. Memanglah mereka sah secara agama tapi dalam berhubungan tetap ada batasnya.

Aku coba memfokuskan lagi pandangan ku ke dalam. Wajah Dila sudah basah kuyup terkena siraman air seni kiai Jamal sampai ke rambut-rambutnya.

Setelah air itu habis kiai Jamal kembali membalikkan badan dan nungging. Melihat istrinya dari bawah selangkangannya sendiri.

“Dila sinih!” perintahnya untuk mendekat.

Dila menyetujuinya tanpa banyak protes. Dia buka mulutnya membentuk huruf ‘o’ lalu menempelkannya di lubang pantat kiai Jamal. Jantung ku sudah tak bisa terkontrol lagi. Aku membayangkan sesuatu yang tidak ingin ku bayangkan di depan mata ku.

Tak lama kemudian aku menahan nafas kala adegan yang sangat nista itu akhirnya terjadi juga. Keluarlah benda lembek seperti bubur berwarna kuning dari lubang itu langsung masuk ke dalam mulut Dila!

“Hoekkk…!!!”

Aku tak dapat menahan lagi rasa ingin muntah dari dalam perut ku. Keluarlah juga makanan yang tadi aku makan ke lantai semen toilet itu. Tubuh ku melemas, kepala ku pusing.

Sejalang-jalangnya aku dulu, tak pernah terlintas sedikit pun untuk melakukan hal semenjijikkan itu. Aku tak sanggup lagi untuk melanjutkan mengintip mereka.

Aku siram bekas muntahan ku lalu buru-buru membetulkan pakaian untuk bergegas keluar dari tempat itu. Benar-benar manusia psikopat. Penyimpangan seks yang sangat tabu. Sebaiknya aku tidak berurusan dengan keluarga itu terlalu jauh.

Saat aku hendak keluar tiba-tiba pintu toilet ku diketuk oleh seseorang.

Doggg…doggg…doggg…

Suara gedoran pintu yang terbuat dari seng.

“Ki! Ada di dalam?” tanya seorang lelaki dari luar.

Aku mematung diri tak berani bergerak apalagi membuat suara.

“Hey iya ada apa?” jawab kiai Jamal dari sebelah yang mendengar panggilan itu.

Pria itu bergerak ke samping setelah mengetahui orang yang dicari ternyata ada di sebelah toilet yang aku gunakan. Pintu kemudian dibuka oleh Kiai Jamal.

“Mohon maaf Ki, saya mengganggu aktifitasnya ya?”

Nada bicara orang itu terdengar canggung.

“Sudah selesai kok, ada apa?”

“Emm…gini Ki, santriwati yang bernama Inayah itu sudah positif hamil!”

Deggg…

Jantung ku lagi-lagi dibuat memompa lebih keras. Ada rahasia lagi yang disembunyikan oleh Kiai Jamal bahkan seluruh orang yang ada di pesantren ini.

“Wah cepet juga yah, padahal baru saya gauli sekali.”

Mata ku membulat sempurna. Jangan tanyakan lagi bagaimana nasib jantung ku, mungkin rasanya seperti pelari maraton ketika finis. Aku hanya berharap setelah ini aku masih memiliki tenaga untuk keluar dari tempat ini.

“Ya sudah, langsung kamu masukin ke tempat karantina saja sekarang. Nanti kalo sudah satu tahun kembalikan dia dan buat dia tutup mulut. Kamu ngerti kan caranya?”

“Ng…ngerti Ki!” jawabnya terbata.

“Bagus!”

Setelah itu aku mendengar langkah orang menaiki anak tangga lalu pintu toilet sebelah yang tadi digunakan untuk melakukan itu kembali ditutup. Sepertinya mereka akan lanjut lagi. Maka aku tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk keluar dari situ.

Flashback end.

•••​

“Gila si kakek tua bangka itu!” ujar Randy marah.

“Kalau didenger dari cerita lu pasti jumlah santriwati yang dihamili dia lebih dari satu,” lanjut Randy lagi.

Icha masih belum bersuara setelah menyelesaikan ceritanya. Bukan apa-apa, tapi dirinya kembali dilanda mual yang sangat hebat. Ingatan itu membuatnya lemas dan pusing.

“Kemana bayi-bayi itu setelah dilahirkan?”

Icha hanya menggelengkan kepala tanda tak tahu. Ini bukan masalah pribadi lagi. Ini sudah termasuk hal kriminal. Calon suami Annisa itu seorang psikopat! Randy tidak akan membiarkan itu terjadi.

Sejenak Randy kembali memandang wajah Icha yang tengah menunduk. Telapak tangannya dengan setia terus bersemayam di depan mulutnya sendiri.

“Apa teh Adibah tau atau bahkan terlibat dalam urusan ini karena mereka jalanin pesantren sama-sama?”

“Aku gak tau pasti, tapi aku pernah dapet info kalo mereka sering saling transfer santri antar dua pesantren. Dan anehnya sebagian besar itu cewek.”

Kali ini Icha mampu bersuara saat jantungnya mampu mengendurkan detaknya.

Randy mengusap dagunya sendiri sambil berpikir. Kalau memang benar Adibah terlibat dalam masalah ini, berarti dia telah melakukan tindakan kriminal dan bisa dijebloskan ke dalam penjara.

Tanpa sadar randy tersenyum. Ini bisa ia manfaatkan untuk memblackmail Adibah, tapi dia harus mencari bukti dulu tentang keterlibatan Adibah.

“Makasih sayang.”

Cuppp…

Randy langsung mengecup bibir Icha tanpa permisi membuatnya sontak terkejut, namun beberapa saat kemudian Icha menarik sudut bibirnya dengan wajah memerah.

•••​

Hari itu hari Jumat. Setelah latihan basket Randy datang ke rumah Adibah. Sebelumnya Randy pergi ke kampus Annisa untuk menjemputnya tapi ternyata dia tidak ada. Randy curiga kalau Annisa dilarang untuk berangkat kuliah oleh Adibah.

Randy memasuki kawasan pesantren milik keluarga Adibah. Saat itu terdengar kumandang adzan dari masjid pesantren. Beberapa santri laki-laki sedang berjalan menuju tempat yang sama.

Sebenarnya Randy berniat untuk langsung ke rumah Adibah, namun setelah adzan selesai terdengar pengumuman kalau khotbah Jumat diisi oleh KH. Jamaluddin Al-Mannaf.

Randy mengerutkan keningnya. Dia yakin kalau itu adalah nama dari kiai Jamal yang dijodohkan dengan Annisa. Dengan segera Randy berbalik mengikuti para pemuda yang kebanyakan menggunakan sarung dan kopiah.

Untuk pertama kali sejak Randy pergi meninggalkan desanya saat lulus SD, dia kembali memasuki tempat ibadah. Dia bingung harus melakukan apa, jadi dia hanya mengikuti orang-orang di sana.

Randy sedang duduk lesehan di lantai dengan bersila saat lelaki tua berjambang putih tengah berdiri di belakang mimbar sambil berceramah.

Dia bisa pastikan kalau itu adalah kiai Jamal. Randy memperhatikan setiap ucapan-ucapan yang keluar dari mulutnya. Sebagian besar dia membahas tentang jihad.

Setelah selesai sholat Jumat Randy tidak langsung keluar. Dia masih terus memperhatikan kiai Jamal yang sedang melayani jamaah untuk bersalaman dengannya. Dari situ bisa dilihat kalau dia orang yang sangat dihormati di lingkungan itu.

“Mumpung kiai Jamal ada di sini,” ucap salah satu orang yang berdesakan untuk menyalami laki-laki itu.

Saat semua orang sudah berlalu, kiai Jamal lalu pergi meninggalkan masjid. Kalau di lihat dari arahnya, dia menuju rumah Adibah. Randy terus mengikuti lelaki tua itu tanpa menimbulkan curiga.

Benar saja, belum sempat kiai Jamal mengetuk pintu rumah Adibah, si empunya rumah sudah membukakan pintu.

Sesaat Adibah menengok kanan kiri mencoba melihat situasi. Setelah dirasa aman Adibah lalu mengajak kiai Jamal untuk masuk ke dalam rumah, kemudian pintu terkunci.

Randy curiga dengan apa yang dilakukan mereka di dalam rumah, maka Randy dengan perlahan mendekati jendela rumah yang terbuka, hanya tertutup oleh tirai. Randy tidak bisa melihat ke dalam namun suara mereka masih jelas terdengar.

“Annisa dimana?” ucap kiai Jamal untuk mengawali percakapan.

“Dia ada di kamar, sengaja saya kunci dari luar, HP-nya juga saya sita biar dia gak bisa komunikasi sama orang luar,” jawab Adibah.

Randy mendengus geram. Pantas saja dari semalam Annisa tidak bisa dihubungi dan juga Adibah sudah tega mengurung anaknya sendiri.

Ahh Randy hampir saja melupakan sesuatu. Dia kemudian mengambil ponselnya lalu menekan aplikasi recorder. Setelah rekaman suara aktif dia letakkan ponselnya di dekat jendela. Dia yakin akan mendapatkan informasi dari percakapan itu.

“Bagaimana? Apakah kemarin Annisa curiga waktu dia balik tapi kita gak ada?”

“Sepertinya tidak sih.”

“Baguslah, saya sempat khawatir ketika balik dia sudah ada di sini.”

“Iya, sepertinya kita terlalu memaksa kemarin di waktu sempit itu.”

Sejenak tidak ada suara dari mereka berdua. Ponsel Randy terus melakukan tugasnya dengan baik.

“Emm…bagaimana dengan calon anak penghuni surga itu, Ki?” tanya Adibah.

Randy mematung dengan alis mengkerut. Apa maksud dari ucapan Adibah itu?

“Alhamdulillah sehat, dan beberapa sudah bisa ditinggal ibunya kembali ke pesantren. Untuk saat ini jumlahnya sudah ada tujuh belas.”

Sedikit demi sedikit Randy mulai mengerti. Mungkin maksudnya bayi-bayi yang dilahirkan oleh murid-muridnya seperti yang diceritakan oleh Icha semalam.

“Terus rencana selanjutnya gimana, Ki?”

“Ya, nanti satu per satu akan dikirim ke Afganistan untuk dilatih militer yang nantinya akan berjuang mengangkat senjata di masa depan.”

Bola mata Randy membulat sempurna nyaris meloncat. Ternyata mereka sudah melakukan tindakan itu sejak lama. Dan apa? Anak-anak itu akan dikirim ke Afganistan? Mereka sudah keterlaluan.

“Amin,” balas Adibah singkat.

“Apa kita bisa melakukan ‘itu’ sekarang Adibah?”

“Maaf Ki, saya lagi berhalangan.”

“Oh, saya kira sudah masuk masa menopause.”

“Masih Ki, cuma tidak sesering dulu. Mungkin sebentar lagi sudah masuk masa itu.”

“Ya sudah, kalo gitu lakukan seperti biasa saja. Kebetulan saya lagi pengin buang air kecil,” ucapnya lalu terdengar langkah kaki menjauh hingga menghilang.

Cek…

Rekaman berakhir. Senyum tersungging di bibir Randy. Ini sudah jadi bukti yang cukup untuk membuat Adibah bertekuk lutut kepadanya. Tidak lupa Randy membackup rekaman tersebut di penyimpanan online miliknya untuk berjaga-jaga agar rekaman itu tidak hilang.

Randy terus menunggu mereka selesai melakukan aktivitas yang emm… menjijikkan! Ingin dia masuk namun itu terlalu beresiko.

Sekitar satu jam Randy menunggu dengan sabar. Akhirnya mereka keluar juga. Kiai Jamal berpamitan dengan Adibah lalu pergi entah kemana.

Setelah kiai Jamal menghilang, Randy mendekati rumah Adibah lalu mengetuk pintu itu.

Sekian detik kemudian pintu dibuka oleh Adibah. Matanya langsung mendelik melihat siapa yang datang.

“Mau apalagi kamu ke sini, hah?!” bentak Adibah penuh amarah.

Randy hanya menyunggingkan senyum sinis.

“Kalo kamu mau ketemu sama Annisa, pulang saja sana dan bangun karena kamu lagi mimpi!”

“Ih, siapa juga yang mau ketemu Annisa, saya kan maunya ketemu teteh,” balas Randy santai.

Adibah melotot ke arah Randy. Tangannya sudah berkacak pinggang hendak mengusirnya.

“Saya gak sudi punya urusan sama kamu!” seru Adibah lagi.

“Oh gitu ya, ehh omong-omong kok kaya ada bau-bau orang habis bab ya?” ujar Randy sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan hidung.

Sontak Adibah langsung menutup mulutnya dengan menggunakan telapak tangan.

“Kalo kamu gak ada urusan penting lebih baik kamu pergi sekarang juga!” lanjut Adibah masih dengan menutup mulut.

“Ada, dan sepertinya teteh akan sangat tertarik.”

“Jangan mimpi!”

Randy tak membalas lagi namun mengeluarkan ponselnya dari dalam saku. Diangkat benda itu sejajar dengan wajah Adibah lalu rekaman percakapan antara Adibah dan kiai Jamal diputar.

Adibah terkejut setengah mati hingga badannya sedikit terhuyung ke belakang. Tubuhnya langsung melemas, bibirnya bergetar hebat.

Randy langsung mematikan rekaman karena yakin bahwa wanita di hadapannya itu sudah tahu isi seluruh percakapan.

Kedua terdiam nyaris tanpa suara. Adibah masih syok atas apa yang terjadi. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa Randy merekam percakapan dengan kiai Jamal. Tamat sudah riwayatnya.

Tiba-tiba Adibah memegangi dadanya. Nafasnya menjadi tersengal-sengal. Hal itu sontak membuat Randy panik. Adibah memegang bahu Randy saat dirinya nyaris terjatuh karena tidak sanggup menopang tubuhnya sendiri.

Reflek Randy memegangi siku Adibah untuk menahan tubuh agar tidak jatuh. Tubuh Adibah kembali terdorong ke depan yang membuat buah dadanya menempel di dada Randy.

Satu tangan Adibah mencengkeram kuat bahu Randy dari belakang dengan posisi memeluk. Lalu dalam satu gerakan…

Srettt…

Tubuh Adibah mundur satu langkah seraya mendorong Randy dengan cukup kuat saat benda pipih yang ada di tangan Randy telah berpindah ke tangan Adibah.

“Shit…!!!” umpat Randy setelah sadar dirinya telah dikelabui.

Adibah buru-buru menyembunyikan benda itu di belakang tubuhnya sambil menyeringai penuh kemenangan.

“Balikin hp-ku teh!” tegas Randy dengan geram sambil menengadahkan salah satu tangannya.

Adibah kembali mundur satu langkah.

“Jangan harap!”

Randy mendengus kesal. Tangannya ia topang di pinggang.

“Asal teteh tau ya, rekaman itu udah saya simpan di penyimpanan online. Jadi percuma aja kalo teteh ambil hp saya, saya tetep bisa buka di hp yang lain,” jelas Randy.

“Bohong! Emangnya saya bodoh?! Mana mungkin kamu bisa buka di hp yang lain? Kamu kan ngerekamnya pake hp ini!”

Randy menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa wanita itu benar-benar gaptek, tidak tahu kalau hal semacam itu bisa dilakukan.

“Balikin gak! Apa perlu saya rebut paksa dari teteh?!”

“Silahkan saja! Saya tinggal teriak kalau kamu mau mencoba perkosa saya, kamu akan babak belur sama warga!”

“Saya hanya ingin merebut hak milik saya!”

“Memangnya mereka akan percaya?! Mereka akan lebih percaya sama saya daripada sama kamu!”

Senyum licik kembali tersungging di bibir Adibah.

“Kembalikan atau saya akan laporkan teteh ke polisi!”

Ancaman Randy tak membuat Adibah gentar.

“Silahkan saja, kamu gak punya bukti apa-apa!” ucap Adibah sambil mengangkat tangan yang memegang ponsel ke atas.

“Tu…tunggu! Jangan bilang teteh mau ngancurin hp saya?!”

Seringai Adibah kembali tercetak di bibirnya lalu…

Prankkk…

Benar pipih kesayangan Randy itu pun dibanting dengan sangat keras ke lantai. Randy mengusap wajahnya ke bawah.

Tidak sampai situ saja. Adibah kembali memungut ponsel itu yang layarnya masih menyala namun hanya berbentuk garis-garis vertikal lalu dia kembali melemparkannya ke dalam akuarium yang ada di ruang tamu hingga ponsel itu benar-benar mati total.

Randy mendesah keras. Kalau saja orang yang dihadapinya bukan perempuan, dia sudah babak belur dihajar olehnya. Randy kembali menatap mata Adibah tajam.

“Awas ya teh! Besok saya akan laporkan teteh ke polisi. Teteh akan dijebloskan ke penjara!”

Randy pun berbalik untuk pergi dari tempat itu.

Di jalan umpatan demi umpatan keluar dari mulut Randy. Dia bersumpah akan membalaskan apa yang sudah diperbuat oleh Adibah.

Ini sudah bukan rencananya balas dendam kepada Reza tapi murni balas dendam ke Adibah secara pribadi.

Bersambung

sustwr abg
Cerita hot perjakaku di ambil oleh perawat sexy yang merawat ku
Mama sexy
Tiap Memandang Mama Aku Menjadi Sangat Bergairah
3 cewek sexs
Sensasi kenikmatan ngentot dengan 3 cewek cantik
Cerita Dewasa Berawal Dari Nonton Video Panas
Foto bugil indo populer terbaru memek tembem susu gede
cerita remaja
Pengalaman masa muda yang tak akan pernah terlupakan bagian 2
Foto bugil Rin Hinami no sensor
pembantu polos
Menikmati orgasme dengan pembantu yang polos
One by One
janda muda berjilbab
Bercinta Dengan Janda Muda Berjilbab
Cerita ngentot gadis bertoket gede waktu magang
sex dengan ibu teman
Aku tak kuasa menahan gejolak nafsu melihat belahan dada ibu teman ku
Foto telanjang anak SMP cantik bisyar
pijat plus
Menikmati pijatan yang membuat ku jadi terangsang
pemerkosaan
Reporter cantik yang malang di perkosa di gerbong kereta api
tantehot
Perselingkuhan Ku Dengan Tante Yang Kesepian Bagian Satu