Part #37 : Petualangan Sexs Liar Ku

Randy pergi menjemput Annisa dengan rasa yang berkecamuk. Entah kenapa hatinya terpaku pada orang yang jauh di sana. Walaupun begitu dia mencoba untuk selalu berpikir positif.

Sesampainya di area kost yang ditunjuk oleh Annisa, Randy menghentikan motor sport yang dia kendarai. Ia buka helm full facenya sehingga menampakkan wajah tampan yang langsung jadi pusat perhatian.

Beberapa pasang mata tertuju pada Randy. Ya, karena itu adalah kost-kosan putri, melihat makhluk setampan dan segagah itu berjalan memasuki area kost mereka, banyak dari mereka sedikit tebar pesona.

“Hai, ganteng cari siapa?” ucap salah satu penghuni kost tersebut.

Randy menatap datar gadis yang melontarkan pertanyaan itu. Dia tidak berniat untuk menambah koleksinya pada saat ini. Untuk sekarang saja Randy sudah pusing setengah mati.

“Gue nyari Annisa ada?”

Dahi gadis itu mengernyit. Dia berusaha mengingat teman kost yang namanya sama dengan apa yang Randy sebutkan barusan.

“Maksud lu Anisa Fatmariza?”

Giliran dahi Randy yang berkerut. Sejujurnya dia sendiri tidak tahu nama lengkap dari calon istrinya tersebut. Beberapa detik hening tanpa ada kata.

Lalu secara kebetulan si empunya nama baru pulang dari kampus dan berjalan melewati mereka berdua.

“Stop!”

Sekejap dia ditarik tangannya oleh gadis yang ada di hadapan Randy.

“Ini Anisa yang lu cari?”

Randy melihat Anisa yang bukan Annisa yang ia maksud itu. Tampak seorang gadis culun dengan mengenakan kacamata super tebal sedang menenteng tas punggung.

Dia tak bereaksi apapun hanya menundukkan kepala karena takut. Saat itu Randy berpikir bahwa gadis yang bernama Anisa itu adalah salah satu korban perundungan.

“Masa sih cewek jelek culun macam dia dicariin cowok ganteng macam lu?” sergahnya remeh.

Randy pun merebut Anisa dari gadis yang belakangan diketahui bernama Widya. Randy memang sangat anti terhadap perundungan. Menurutnya semua orang di dunia ini memiliki posisi yang sama.

“Heh, cewek jelek culun yang lu bilang ini suatu saat bakalan lebih sukses daripada lu yang cuma bisa ngebully doang!”

Ucapan Randy sontak membuat Widya terperangah. Dia yang sebelumnya berniat untuk menggoda lelaki tampan itu langsung mati kutu.

Tak berselang lama, Annisa yang dicari Randy muncul dari balik punggung Widya heran dengan apa yang sedang terjadi.

“Kenapa ini?” tanya Annisa yang menggerakkan bola matanya ke arah Randy dan Widya secara bergantian.

“Gak ada apa-apa kok say, cuma cewek yang sok cantik ngebully cewek lain yang dia anggap gak secantik dia,” sindir Randy membuat Widya membulatkan matanya.

Randy hanya tersenyum sinis. Dia tidak segan-segan untuk melukai pelaku bully dengan kata-kata pedas yang ia berikan.

Merasa kesal dengan situasi barusan membuat Widya langsung pergi dengan mata berkaca-kaca.

“A…a…aku m…m…makasih,” ucap Anisa gagap.

Ternyata selain penampilannya yang culun dia juga kesulitan dalam melafalkan kata demi kata.

Randy tersenyum tulus sambil berucap.

“Sama-sama.”

Kemudian dia mohon undur diri dari mereka berdua. Sejenak Randy dan Annisa saling berpandangan.

“Kenapa?” tanya Annisa yang terus ditatap Randy tanpa adanya kata.

“Gak papa, gue cuma kesel kalo ada orang sok ngebully.”

“Yah udah lumayan sering kok dia begitu?”

“Lu kenal sama dia?”

“Kenal sih tapi gak akrab, kita sama jurusan cuma beda kelas, dia orangnya tertutup banget, juga gak pernah liat dia punya temen akrab.”

Randy menganggukkan kepalanya lalu menepuk bahu kiri Annisa.

“Tolong jangan jauhi orang-orang kaya gitu yah, mereka menyendiri bukan karena mereka gak butuh sosialisasi, tapi biasanya karena minder sama keadaannya, ditambah lagi perlakuan orang lain kadang malah menyudutkan dia secara gak langsung,” kata Randy menasehati.

Diam-diam Annisa mengulum senyumnya. Tidak habis pikir kalau lelaki badboy yang ada di hadapannya itu mampu bersikap seperti gentleman.

“Iya, aku gak kaya gitu kok, cuma jarang ada kesempatan buat ngobrol langsung sama orangnya aja,” balas Annisa tanpa ada rasa cemburu karena Randy yang perhatian dengan wanita lain.

Di wajah Randy mengecap rasa kesal dan kasihan atas apa yang terjadi pada gadis yang terbully itu.

“Randy ayok! Kamu gak ngerasa apa kalo kamu lagi diliatin sama mata-mata genit?”

Mata Randy langsung berputar ke seluruh penjuru kost-kosan itu. Ya, memang banyak yang curi-curi pandang kepada Randy. Sudut bibirnya terangkat.

“Cemburu ni yee…” goda Randy yang langsung dibalas dengan tabokan di bahunya.

Annisa sontak melipat kedua tangannya di perut sembari memalingkan muka karena kesal. Wajahnya memerah dan jantungnya berdetak semakin keras.

Randy merespon dengan merangkul bahu Annisa, namun sesaat kemudian langsung ditepis.

“Mandi dulu! Bau acem!” ungkap Annisa setengah bercanda.

“Nanti aja deh, habis nganter tuan putri pulang,” timpalnya.

“Hmm..***k mampir dulu ke apart?”

Randy terdiam sesaat. Dia tak mungkin mengajak Annisa ke apartemen miliknya karena di sana ada Icha dan Humaira. Tapi Randy harus mencari alasan yang masuk akal untuk menolak tawaran Annisa.

“Hmm…emang lu gak takut kalo gue ngapa-ngapain? Apa emang lu lagi pengin ngapa-ngapain?” goda Randy dengan menyunggingkan senyum nakal yang natural.

Annisa mendelikkan matanya seraya wajahnya memerah menahan malu. Bibirnya manyun ke samping menandakan kalau dia sedang kesal.

“Ya udah langsung pulang aja kalo gitu!”

Randy terkekeh. Paling tidak apa yang dilakukan olehnya berhasil membuat Annisa mengurungkan niat untuk mampir ke apartemen Randy.

Untuk mengurangi rasa malu, atau justru menambah, Randy kemudian menautkan jari-jarinya dengan milik Annisa lalu menariknya menuju motor yang ia parkirkan di depan gerbang kost.

Tidak ada perlawanan sama sekali dari Annisa. Dia justru semakin mempererat kaitan tangan di antara mereka. Beberapa pasang mata yang menatap intens ke arah mereka tidak diindahkan.

“Langsung pulang?” tanya Annisa yang harusnya jadi pertanyaan Randy.

“Emang mau kemana dulu?” ujar Randy balik bertanya.

“Emm…ya udah langsung pulang aja kalo gitu.”

Sebenarnya Randy sudah merasa bahwa Annisa secara tidak langsung memberi kode untuk mampir ke apartemen tapi situasinya tidak mendukung.

“Mau mampir ke hotel?” tawar Randy yang langsung mendapatkan cubitan dari Annisa.

“Aduh…!!!”

“Mau ngapain ke hotel?!” jawab Annisa ketus.

Randy tahu kalau Annisa sedang ingin namun terlalu gengsi untuk meminta secara terang-terangan.

Jadi untuk mengurangi rasa bete, Randy mengajak Annisa untuk makan siang sejenak sebelum benar-benar pulang.

“Lu tadi ngapain di kost? Gak ada kuliah?”

“Habis ngerjain tugas, kuliahnya cuma pagi aja.”

Randy manggut-manggut sambil ber ‘oh’ ria.

“Oh iya, gimana sama teh Adibah? Belum ada tanda-tanda berubah pikiran?”

Annisa menggelengkan kepala.

“Belum, malah makin runyam,” ujarnya sebelum menyesap es teh yang ia pesan.

“Runyam gimana?”

“Semalam gara-gara bunda yang emosinya lagi gak stabil, kak Icha yang jadi korbannya. Sampe kak Icha pergi dari rumah karena udah gak tahan sama bunda. Sebenernya aku kasihan sama dia, pergi sendiri bawa anaknya, tapi mau gimana lagi?” jelas Annisa dengan penuh sesal.

“Pergi? Kemana?”

Randy pura-pura terkejut.

“Katanya sih pulang ke rumah orang tuanya.”

Randy hanya menghela nafas dan menganggukkan kepalanya. Beberapa saat hening tanpa ada kata yang keluar dari mulut keduanya. Lalu…

“Ran!”

“Ya?”

Annisa menumpuk telapak tangannya di atas punggung tangan Randy yang berada di atas meja. Hal itu sempat membuat jantung Randy bekerja lebih keras.

“Jangan nyerah ya, aku yakin kamu bisa meluluhkan hati bunda.”

Annisa menyunggingkan senyum manis kepada Randy membuat hati pria itu tercubit. Di saat Annisa sudah menyerahkan seluruh hati kepadanya, dia malah memikirkan wanita lain yang ada jauh di sana.

Perlahan rasa bersalah itu pun membuncah. Pada awalnya dia bersedia untuk bertanggung jawab kepada Annisa hanya agar tetap dapat terhubung dengan Annisa dan keluarganya.

Tapi kini harapan Annisa terhadap dirinya seolah menekan bahu Randy dengan beban beribu-ribu ton.

Kalau seandainya dia benar-benar akan menikahi Annisa, dia tidak tahu apa yang harus ia katakan kepada kekasihnya di sana. Kalau dia memutuskan untuk pergi dari Annisa, dia tidak akan tega melihat wanita itu kecewa.

Rencana Randy yang awalnya hanya menjadikan Annisa sebagai media balas dendam ternyata menjadi senjata makan tuan untuk dirinya sendiri.

Sekarang apapun pilihan Randy tidak ada yang menguntungkan baginya. Semua memiliki konsekuensi masing-masing.

Randy membalikkan telapak tangannya sehingga mereka kini saling menggenggam satu sama lain. Bagaimana mungkin dia menyakiti hati wanita yang tersenyum tulus di hadapannya itu.

“Randy?!”

Panggilan Annisa membuyarkan lamunan Randy.

“Iya kenapa?”

“Lagi mikirin apa?”

“Enggak kok, oh ya nama lengkap lu siapa kok gue belum tau hehehe…” tanya Randy melepas kecanggungan.

“Annisa Nashwa Syafira,” sebutnya.

“Oh cantik namanya, sama kaya orangnya, hehehe…”

Annisa memajukan bibir bawahnya menimpali gombalan Randy. Tiba-tiba saja Annisa merasakan perutnya berputar seperti ingin muntah.

“Ehh kenapa?”

Randy khawatir karena Annisa memajukan tubuhnya seraya menutupi mulutnya dengan telapak tangan.

“Hehehe..***k papa kok, mual gara-gara dengerin gombalan mu itu!” jawab Annisa setengah bercanda.

Randy mencebikkan bibirnya.

“Yee kirain beneran mau muntah.”

Annisa terkekeh geli.

“Aku emang alergi sama gombalan macam itu,” ucap Annisa mencoba bersikap normal.

“Udah bisa bercanda ya! hmm…tapi kalo diliat-liat lu emang cantik, bidadari surga aja kalah cantiknya sama lu, hehehe…”

“Hoekkk…!!!”

Annisa secepat kilat bangkit dari duduknya dan berlari menuju toilet sambil menutupi mulutnya. Randy melongo melihat langkah seribu Annisa.

“Lah beneran alergi gombalan ternyata,” pikir Randy tanpa berusaha menyusulnya.

Randy tidak habis pikir bahwa gombalannya benar-benar dapat mengakibatkan Annisa mual.

Sambil menunggu Annisa kembali, Randy menggulir ponselnya untuk sekedar melihat status dari teman-temannya.

Matanya tertuju pada status milik Ranty. Di sana terdapat foto kakaknya sedang mengoperasikan laptop di sebuah kamar yang tidak Randy ketahui.

Mungkin saja kost-kostan temannya, pikir Randy. Sampai dia melihat benda kecil yang berada di atas meja belakang Ranty.

Saat di zoom in, gambar terlihat pecah dan buram. Tapi dari penglihatan Randy benda itu tampak seperti bungkus kondom bermerek Satru yang identik dengan warna merah, tapi Randy tidak bisa memastikan dengan jelas.

Di sebelahnya ada bungkus berbentuk balok berwarna hitam yang dapat dipastikan itu adalah rokok bermerek Malioboro. Randy memutar bola matanya ke arah lain.

“Sejak kapan kak Ranty ngerokok? Ehh…tapi bisa jadi itu punya temennya, tapi masa temen ceweknya ngerokok? Apa temen cowok? Ahh..***k mungkin.”

Lagi-lagi pelipisnya berkedut. Randy usap wajahnya dengan telapak tangan. Perasaannya gelisah, maka ia putuskan untuk menanyakan langsung lewat chat. Dia tidak mau berprasangka buruk dulu.

“Kak lagi dimana itu?” Isi chat Randy yang merujuk pada status yang baru diupload oleh Ranty.

Randy letakkan ponselnya di atas meja. Menunggu dengan gelisah balasan dari kakaknya itu. Saat sedang mengaduk minuman di depannya yang belum habis, sudut matanya menangkap seseorang yang ia kenal.

Secara otomatis pandangan matanya beralih ke orang tersebut.

“Tante Dewi?” pekiknya dalam hati.

Randy melihat Dewi sedang berada di kafe yang sama dengan dirinya. Dia tak sendirian, dia ditemani oleh seorang pria yang menemani Dewi semalam, siap lagi kalau bukan Pram.

Deggg…

Randy sontak menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Namun sudut matanya masih dapat menangkap aktivitas dari kedua orang tersebut.

Di sana tampak Dewi sedang berbicara dengan Pram. Senyum lebar tersungging di bibir Dewi, terlihat bahwa wanita itu menikmati setiap momen bersama.

Rasa dongkol menyeruak di dada Randy. Dia tersenyum kecut, merasa posisinya sudah digantikan oleh lelaki lain di hati Dewi.

Sebisa mungkin Randy memakluminya. Mungkin perasaan Dewi terhadapnya hanya sebuah pelarian karena wanita itu merasa kesepian, dan ketika dia mendapatkan perhatian dari lelaki yang benar-benar dia cintai, dia melupakan Randy begitu saja.

Ahh miris sekali nasib Randy. Baiklah dia akan mundur secara pelan-pelan dari hati Dewi, mungkin itu jalan yang terbaik.

“Ehh…tapi kalo mereka selingkuh, gimana nasib istri om Pram ya?”

Saat sedang menerka-nerka, Annisa muncul di hadapan Randy.

“Udah? Masih mual?”

Annisa menggeleng cepat.

“Aku mau pulang aja, badan ku kerasa lemes, kayaknya aku masuk angin deh.”

Randy menempelkan punggung tangannya di dahi Annisa. Memang terasa sedikit panas.

“Mau ke dokter?”

“Gak usah, pulang aja.”

Permintaannya hanya dijawab dengan anggukan kepala. Sejenak Randy melirik ke arah dua insan yang tadi ia perhatikan sebelum pergi.

Tersirat raut wajah bahagia dari Dewi yang membuat Randy memantapkan hatinya untuk mundur, namun kehidupan baru yang ada di dalam tubuh Dewi tidak dapat ia abaikan begitu saja.

•••​

“Makasih udah dianterin,” ucap Annisa setelah turun dari motor Randy.

“Gak disuruh mampir dulu nih gue?”

Sejenak Annisa memutar bola matanya ke arah pintu rumah yang masih tertutup rapat.

“Kayaknya bukan waktu yang tepat deh.”

“Lagian bunda juga lagi ngajar kayaknya,” imbuh Annisa lagi.

“Tau darimana gue mau ketemu sama bunda mu?”

Randy nyengir kuda. Annisa membuka mulutnya sesaat kemudian, rona merah terpancar jelas di wajah Annisa.

“Biar cepet bisa dihalalin,” goda Randy yang membuat wajah Annisa semakin memerah layaknya kepiting rebus.

“Mulai dari sekarang biasain dengerin gombalan-gombalan kaya gitu, nanti kalo udah jadi suami istri gue bakal kasih setiap hari.”

“Siapa yang mau jadi suami istri?!”

Randy dan Annisa serempak menoleh ke arah sumber suara. Seorang wanita dengan wajah dingin yang berstatus sebagai ibu dari Annisa menatap mata Randy.

“Selama saya masih hidup jangan harap restu keluar dari mulut saya!”

Kedua pasang mata saling bertemu. Randy mulai dapat mengontrol kegugupannya saat berhadapan dengan Adibah.

“Bunda!”

“Diam kamu Annisa! Bunda kan sudah bilang kalau kamu jangan pernah berhubungan lagi dengan pria ini!”

Annisa langsung menunduk ketakutan. Tangannya di satukan di depan pahanya.

“Tante, atau aku panggil teteh aja deh. Nih ya teh, Annisa itu bukan anak kecil lagi, dia udah dewasa. Dia bisa pilih jalan hidupnya sendiri. Teteh gak berhak ngatur-ngatur hidupnya.”

“Kamu gak usah ikut campur dengan keluarga saya! Kamu itu bukan siapa-siapa! Cuma pelaku seks menyimpang dan Annisa cuma jadi korbannya!”

Adibah meradang. Matanya panas dan membulat sempurna. Baru kali ini ada yang membantah ucapannya.

Randy memicingkan matanya. Apa dia bilang? Seks menyimpang? Menyimpang dari mananya?

Sungguh ucapan Adibah hampir membuat Randy kalut. Kalau saja orang itu bukan perempuan, sudah Randy buat dia babak belur seperti yang pernah ia lakukan terhadap anak laki-lakinya.

Randy menghembuskan nafas berat, mencoba mengontrol emosinya yang nyaris meletup.

“Gini ya teh, emang teteh itu bundanya Annisa, tapi bukan berarti teteh bisa nyetir Annisa semau teteh. Annisa selama ini tertekan sama kemauan teteh yang selalu gak bisa dibantah. Apa teteh mau anaknya sengsara karena gak bisa milih jalan hidupnya sendiri?!”

Tangan Adibah sudah terkepal keras. Gigi atas Adibah beradu dengan gigi bawahnya.

“Kalo teteh gak percaya, coba teteh tanya sendiri sama Annisa.”

Sontak mata Annisa membulat menatap ke arah Randy. Tidak menyangka kalau Randy membawa dirinya dalam percakapan yang horor itu.

“Apa benar kalau kamu selama ini merasa tertekan dengan semua sikap bunda?”

Giliran Adibah yang melontarkan pertanyaan yang serupa. Annisa membeku, lidahnya kelu tidak bisa bergerak, seolah tulang tumbuh di dalamnya.

“Ayo Annisa bilang semuanya. Memperjuangkan kebebasan mu dari tekanan bunda mu bukan termasuk sesuatu hal yang durhaka,” tuntut Randy dengan percaya diri.

Apapun respon dari Annisa tidak menjadi masalah bagi Randy. Dia sudah mempersiapkan semua tindakan yang akan ia lakukan atas jawaban Annisa. Entah itu membela dirinya atau membela bundanya.

“Annisa?! Apa benar semua itu? Apa benar semua yang bunda lakukan demi kebaikan kamu itu justru membuat kamu tertekan?” desak Adibah lagi.

Adibah menatap Annisa lekat, yang ditatap justru menunduk tak sanggup membalas sorot mata ibunya.

Mata Annisa berkaca-kaca, ia tutup mulutnya yang mengeluarkan ringisan. Sungguh itu adalah jawaban yang berat baginya.

Kalau boleh jujur, dia memang sangat tertekan dengan seluruh permintaan dari Adibah. Itu juga salah satu yang menjadi alasan dirinya dulu lebih memilih tinggal bersama kakak dan kakak iparnya. Bukan karena jarak rumah yang lebih dekat dengan kampus.

Tetapi dia tidak bisa berterus terang. Dia tidak ingin melihat bundanya sedih dan kecewa, tapi dia juga tidak ingin mengorbankan hidupnya dengan terus menuruti semua permintaan bundanya yang bertentangan dengan hatinya.

“Lihatlah teh, tanpa Annisa jawab aja saya rasa teteh juga udah tau jawabannya.”

Adibah melemparkan tatapan yang tajam kepada Randy.

“Bukannya mau sok bijak tapi saya sarankan teteh jangan terlalu egois. Teteh selalu mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan perasaan Annisa. Dia pernah curhat sama saya.”

Kalimat terakhir dari Randy itu sebenarnya bohong. Annisa tidak pernah menceritakan apapun tentang hal itu. Tapi melihat respon Annisa yang diam saja, bisa dipastikan kalau apa yang Randy katakan itu adalah suatu fakta, padahal dia hanya menebak.

“Inget teh, orang baik itu bukan orang yang selalu benar, tapi orang yang mau memperbaiki kesalahannya.”

Randy menarik salah satu sudut bibirnya.

“Kalo gitu saya permisi dulu, assalamualaikum.”

“Waalaikumusalam.”

Hanya Annisa yang menjawab salam Randy. Itu untuk pertama kalinya Adibah mengabaikan ucapan salam dari seseorang.

Bersambung

tante buas
Melayani dua wanita STW yang punya nafsu besar
Cerita sexs ibu guru liar suka colmek
janda ngentot
Aku Berselingkuh Dengan Pak RT
Foto Memek Mulus Tembem Cewek Bispak
bispak cantik
Cerita ngentot dengan susi cewek bispak yang cantik
Kisah Sang Perawan
Foto Abg Masih SMA Mulus Selfie Nungging
Cerita ngentot gadis bertoket gede waktu magang
Cerita dewasa ngentot di toilet
sekertaris cantik sange
Sex Appeal Yang Menggoda Dari Boss Ku
Cerita sexs akibat di rumah sendirian
gadis cina
Cerita dewasa petualangan sex geng joni bagian 1
suster nakal
Suster cantik yang membantu proses kesembuhanku
Foto bugil jepang JAV kana tsruta bugil jadi kucing
bulan madu
Cerita dewasa bulan madu yang membawa bencana
pembantu hot
Meremas Dan Merangsang Pembantu Sange Bagian Dua