Part #27 : Petualangan Sexs Liar Ku

Air mata Annisa yang keluar tersamarkan di balik kucuran deras air yang keluar dari shower.

Di sinilah Annisa sekarang berada. Dia masih menyesali sesuatu yang terjadi tadi malam.

Bagaimana bisa dirinya kini sudah tidak gadis lagi sedangkan statusnya belum pernah menikah sama sekali.

Tapi tak dipungkiri dirinya merasa sedikit lega karena pria yang semalam meniduri dirinya berjanji akan bertanggung jawab untuk menikahinya.

Tak terbayang jika Annisa harus menikah dengan lelaki lain, dia tidak tahu bagaimana cara menjelaskan tentang keperawanannya yang telah tiada. Pasti dirinya akan sangat merasa bersalah.

Sejenak dia bergidik ngeri mengingat kejadian tadi malam. Dia bersikap layaknya jalang yang meminta dipuaskan.

Annisa yakin kalau saat itu dia tidak sedang dalam pengaruh alkohol atau hipnotis sekali pun.

Dia melakukannya atas kemauan dan keinginan dia sendiri tanpa paksaan dari Randy. Tapi dia masih heran kenapa dirinya bisa seperti itu, kenapa dirinya sangat sensitif terhadap sentuhan yang dilakukan oleh Randy.

Annisa menunduk ke bawah, ia sentuh organ intimnya yang kemarin menjadi titik dimana keimanannya menyerah terhadap hawa nafsunya.

“Achhh…”

Saat ini justru rasanya semakin sakit dari pada sebelumnya, seperti saat dirinya terjatuh dulu, rasa sakitnya terasa pada hari esok.

Sepertinya terjadi pembengkakan. Rasa sakitnya semakin terasa bila ia sentuh dinding luar vaginanya.

“Duh bakal susah jalan nih,” batinnya.

Selesai mandi junub, Annisa memakai pakaian yang dipinjamnya dari Randy. Hanya berupa jaket Hoodie yang terlihat kebesaran hingga lengan bajunya menutupi sebagian telapak tangannya.

Sedangkan hanya celananya saja yang terpaksa ia pakai lagi meskipun basah karena keringat hasil semalam. Hijabnya tidak ia pakai dan digantikan oleh Hoodie untuk menutupi rambutnya.

“Masih sakit? mau dibantu?” ucap Randy sambil menengadah salah satu tangannya.

Annisa menggelengkan kepalanya singkat. Kalau saja saat itu Randy sudah sah jadi suaminya, dirinya akan dengan senang hati merengkuh tangannya.

Tapi untuk kali ini dia harus menahannya. Dia hanya tidak mau menambah dosa lagi. Dosa yang semalam sudah lebih dari cukup.

Annisa berjalan ke mobil Randy dengan sedikit tertatih. Saat ini dirinya akan diantarkan pulang oleh Randy.

Di dalam mobil suasana menjadi sangat canggung. Tidak ada yang berani untuk membuka pembicaraan dan sibuk dengan lamunannya masing-masing.

“Gimana perasaan lu sama Reza sekarang?” tanya Randy membuka pembicaraan.

Annisa yang sedang memandang ke luar jendela menggelengkan kepalanya.

“Kayaknya aku gak bisa tinggal di rumah itu lagi, aku mau tinggal di rumah bunda aja,” balasnya tak menoleh sedikit pun kepada Randy.

“Gue anter lu ke rumah teh Adibah ya,” tawar Randy yang kembali dibalas gelengan kepala oleh Annisa.

“Gak usah, aku turun di depan pintu masuk aja, takut ada kak Reza di rumah.”

Randy tahu bagaimana pikiran Annisa. Pertemuan antara Randy dan Reza adalah hal yang harus dihindari pada saat ini. Tapi Randy punya alasan lain untuk itu.

“Sekalian gue minta restu sama teh Adibah?!”

Sontak mata Annisa berputar ke arah Randy mendengar ucapan itu. Randy menyunggingkan senyum kepadanya.

Annisa menunduk menahan hawa panas di wajahnya yang menimbulkan rona merah. Dia berusaha keras menahan sudut bibirnya agar tidak terangkat.

Entah darimana kupu-kupu hinggap di dadanya yang membuat gelitikan yang kuat di sana.

Ekspresi wajahnya terlihat biasa saja tetapi di dalam lubuk hatinya dirinya tengah melompat-lompat tinggi di atas trampolin.

Annisa mengelus-elus dadanya mencoba menetralisir rasa euforia yang berlebihan. Ini sangat tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

Dia beranikan kembali menatap wajah Randy.

“Belum saatnya, aku akan bilang dulu sama bunda tentang semua ini.”

Randy hanya menimpali dengan anggukan lalu kembali fokus ke jalanan yang tengah mereka lewati.

Beberapa saat kemudian mobil sampai di depan pintu masuk perumahan milik Annisa.

“Aku turun di sini!”

Namun Randy mengabaikan permintaan Annisa.

“Randy stop!” perintah Annisa.

“Udah tenang aja, kalo gue mau nikahin lu, gue juga harus dapet restu dari kakak lu,” timpal Randy membuat Annisa mendengus kesal.

Mobil pun sampai di depan rumah Reza. Annisa celingak-celinguk berusaha melihat situasi rumah.

“Sepi,” ucapnya lirih.

Randy membukakan pintu untuk Annisa yang kesulitan untuk berdiri karena selangkangannya masih nyeri.

Annisa heran melihat pintu rumahnya tidak tertutup rapat. Dia kemudian masuk mengendap-endap di rumahnya sendiri.

Terdengar samar-samar suara bayi menangis. Ya, itu adalah suara Humaira, tetapi kenapa tidak ada yang menenangkan?

Annisa kemudian berjalan menuju ke arah sumber suara. Saat dirinya membuka pintu kamar, betapa terkejutnya Annisa melihat Icha tengah berbaring di atas lantai dengan muka yang penuh lebam.

Secepat kilat dia berlari ke depan untuk meminta bantuan.

“Aduhhh…”

Area selangkangannya sakit saat dia memaksakan diri untuk berlari, namun dia sebisa mungkin menahannya.

“Randy!” panggil Annisa dari arah pintu.

Randy yang sudah berada di dalam mobil pun kembali keluar mendengar panggilan itu.

“Ada apa?”

“K…kak Icha!”

icha

Randy berlari menyusul Annisa yang sudah lebih dahulu masuk ke dalam rumah.

Randy tercengang ketika mendapati Icha dalam keadaan yang cukup mengenaskan.

Tanpa pikir panjang Randy kemudian membopong tubuh Icha untuk mengantarkannya ke rumah sakit.

“Randy!” panggil Annisa ragu-ragu.

“Gue bawa Icha ke mobil, lu bawa Aira sama perlengkapannya, tolong!” ujar Randy yang langsung bergerak membawa Icha ke mobil meninggalkan Annisa yang masih mematung.

“Aduh Annisa, ini bukan saatnya buat cemburu!” batin Annisa merutuki dirinya sendiri.

Setelah semua lengkap, Randy kemudian memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Annisa melihat gelagat Randy yang sangat khawatir kepada Icha, tapi ia tepis pikiran buruk itu.

Humaira yang saat itu tengah digendong oleh Annisa masih terus menangis.

“Mungkin dia laper, bikinin susu gih,” pinta Randy seraya mengelus pipi Humaira.

Annisa mengangguk lalu membuat susu dari perlengkapan bayi yang dibawa tadi sebelum pergi.

Setelah jadi Annisa kemudian langsung mengarahkan dot susu itu ke dalam mulut Humaira yang langsung dicaploknya.

“Pasti semalam dia gak dapet asupan sama sekali,” ucap Randy singkat.

Tak bertahan lama, Humaira kembali menangis. Dia menolak susu yang disodorkan oleh Annisa.

“Usss…usss…usss jangan nangis sayang,” timang Annisa namun hasilnya nihil.

Humaira justru menangis semakin keras. Annisa sebisa mungkin menenangkan keponakannya itu.

Tak berselang lama mereka pun sampai di rumah sakit. Icha langsung dilarikan ke IGD rumah sakit tersebut.

“Maaf pak bu, bayi tidak diperbolehkan masuk,” ucap salah satu perawat.

Randy dan Annisa saling berpandangan.

“Lu masuk, biar gue yang jagain Aira,” sergah Randy.

“Ta…tapi.”

Annisa tidak yakin untuk menyerahkan Humaira kepada Randy, tapi dia lebih tidak yakin kalau Randy masuk ke dalam menemani Icha.

“Percaya sama gue, gue gak akan ngapa-ngapain Aira,” pungkas Randy meyakinkan.

Annisa mau tidak mau menuruti apa yang dikatakan oleh Randy. Dia menyerahkan Humaira lalu pergi masuk ke dalam.

Annisa menunggu di depan pintu IGD menunggu kabar mengenai kondisi Icha saat itu.

Tidak berselang lama, dokter keluar dari ruangan itu.

“Gimana keadaan kakak saya dok?!”

“Dia mengalami trauma di kepala bagian belakang, sepertinya dia juga mendapatkan kekerasan, kalau pihak keluarga membutuhkan kami bisa melakukan visum, untuk saat ini keadaannya sudah normal, anda boleh masuk sekarang, tapi ingat pasien jangan banyak bergerak dulu,” jelas dokter panjang lebar.

“Terima kasih dok!”

Annisa kemudian masuk ke dalam ruangan tempat Icha dirawat. Sejenak Icha melirik ke arah pintu saat Annisa masuk.

“Kamu gak papa?” tanya Icha cepat.

Annisa mengernyitkan dahinya.

“Harusnya Nisa yang tanya gitu ke kakak.”

Perlahan air mata Icha keluar mengalir di pipinya.

“Kakak tau kamu semalam tidur sama Randy kan?”

Deggg…

Jantung Annisa berasa akan berhenti saat itu, dia berpikir darimana kakak iparnya tahu mengenai hal itu.

“K…kakak, Nisa…”

“Kenapa setelah kamu melakukan itu, kamu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa? hiksss…”

Icha tidak mampu menahan tangisnya lagi. Annisa diam menunduk tak berani membantah karena memang kenyataannya begitu.

“Nisa punya alasan kak.”

“Alasan apa? Alasan untuk memberikan perawan kamu sama dia?” sindir Icha.

“Ini bukan seperti yang kakak pikirin, ini semua kecelakaan kak, Nisa…”

“Kamu sudah dibodohi sama Randy, kamu itu dijebak Nisa!” potong Icha dengan nada sedikit meninggi.

Annisa menggelengkan kepalanya.

“Enggak kak, ini bukan sepenuhnya salah Randy, ini salah Nisa juga,” bela Annisa sambil menundukkan kepala.

Sebenernya Annisa bisa saja menjelaskan tentang kronologi kejadian semalam saat dirinya memergoki kakaknya tengah selingkuh. Tapi dia tak tega, apa lagi sampai rumah tangga kakaknya hancur.

“Bagaimana kamu jelasin sama suami kamu nanti kalau kamu sudah tidak perawan lagi?”

“Nisa gak perlu jelasin lagi tentang keadaan Nisa, karena Randy udah bersedia bertanggung jawab nikahin Nisa,” jawab Annisa.

Deggg…

Icha tersentak kaget mendengar penuturan dari Annisa.

“Kamu yakin mau nikah sama dia? Kamu gak tau siapa dia sebenarnya Annisa! Dia punya niat buruk sama keluarga kita!”

“Nisa tau kalo dia sebenarnya orang baik tapi salah jalan aja,” sela Annisa mencoba meyakinkan kakak iparnya.

Icha menghembuskan nafas kasar.

“Gimana kalo dia gak serius? Gimana kalo dia cuma mempermainkan kamu? hmm?”

“Untuk saat ini Nisa cuma bisa percaya sama dia kak, tapi kalau memang bukan ini jalannya, insyaallah Annisa ikhlas,” jelas Annisa.

“Kakak sendiri kenapa bisa kaya gini? apa ini karena…”

“Karena kakakmu!” serobot Icha.

“Kamu tau? gara-gara dia liat kamu lagi sama Randy, dia ngamuk sama kakak dan hampir dia mencelakai Humaira, untung aja kakak bisa selametin dia walaupun kakak yang jadi korbannya.”

Annisa menggelengkan kepalanya sempat tidak percaya. Ternyata Reza memiliki sifat tempramen yang tidak diketahui oleh Annisa.

“Tapi kenapa kak Reza bisa tau kalo Nisa lagi sama Randy?”

“Kenapa kamu gak tanya aja sama Randy? dia yang kirim fotomu lagi tidur sama Reza.”

“Apa?! Randy ngelakuin itu?” tanya Annisa tidak percaya.

Sungguh rasa kecewa timbul di hati Annisa kepada Randy. Kenapa dia melakukan itu? Apa dia sengaja?

“Aira?!” seru Icha.

Dia baru sadar disekitarnya tidak ada anaknya. Dia pun mencoba bangkit.

“Achhh…”

Icha memegangi kepalanya yang sakit.

“Kak, kata dokter kakak jangan banyak gerak dulu,” ucap Annisa sambil merebahkan kembali kakak iparnya itu.

“Aira…”

Annisa ragu untuk mengatakannya, namun dia harus jujur.

“Aira lagi sama Randy kak, kata suster bayi gak boleh masuk ke dalam ruangan.”

Mendengar ucapan Annisa, Icha kembali merebahkan tubuhnya. Awalnya Icha mengira kalau Humaira sedang bersama Reza, kalau iya dirinya pasti akan panik mengingat apa yang dilakukan oleh Reza terhadap anaknya semalam.

Annisa heran melihat ekspresi wajah Icha yang biasa saja mendengar hal itu. Dia kira Icha akan marah padanya karena menitipkan Humaira pada Randy.

“Kamu bisa panggilin Randy? kakak mau ngomong sama dia bentar.”

Annisa mengernyitkan dahinya namun tak ayal mengangguk pelan. Dia kemudian keluar untuk menemui Randy. Banyak pertanyaan yang ada di lubuk hatinya tapi ia tepis, bukan waktunya memikirkan hubungan antara Randy dan Icha.

Di luar dia mencari-cari batang hidung Randy, namun dia tidak menemukannya. Tiba-tiba Annisa merasa cemas.

Apakah Randy membawa kabur Humaira? Menculik? Membunuh? Ahh pikirannya benar-benar kacau. Annisa mencarinya panik.

Beberapa saat mencari akhirnya dia menemukan mereka. Di sana Randy tengah duduk di sebuah kursi taman rumah sakit itu sembari menimang Humaira yang tengah tertidur nyaman di pelukannya.

Hal itu membuat hati Annisa menghangat, dia sudah salah sangka, dia tidak menyangka Randy melakukan sesuatu semanis itu layaknya anak kandung dia sendiri.

Annisa kemudian menghampiri mereka. Randy beberapa kali mencium pipi mungil Humaira. Sepertinya dia tidak menyia-nyiakan kesempatan yang langka itu.

“Randy!” panggil Annisa.

Yang dipanggil kemudian menoleh.

“Gimana keadaan Icha?”

“Kak Icha udah baikan, dia juga udah sadar, katanya dia mau ngomong sesuatu sama kamu.”

Randy mengangguk kemudian menyerahkan Humaira kepada Annisa.

“Titip Aira,” ucap Randy kemudian berlalu.

“Ishhh, siapa dia? lagaknya seolah dia ayah kandung Aira,” batin Annisa.

Randy berjalan memasuki ruangan tempat Icha dirawat, dia disambut dengan tatapan dingin dari Icha.

“Kenapa kamu ngingkari perjanjian kita?” serobot Icha langsung sebelum Randy sampai ke brankarnya.

“Perjanjian apa?”

“Perjanjian kalo kamu gak akan libatin Annisa dalam misi balas dendam mu!”

Randy tersenyum remeh.

“Perjanjiannya gue gak akan libatin Annisa kalo lu mau buka akses gue ke nyokapnya Reza, tapi lu nolak jadi perjanjiannya batal dan gue lebih pilih jalan gue sendiri,” jelas Randy sembari melipat kedua tangannya di depan.

“Kamu tau, gara-gara kamu kirim foto Annisa kemarin malam, Aira hampir aja celaka tau!”

Randy mengernyitkan dahinya tidak paham apa maksud dari ucapan Icha.

Kemudian Icha menceritakan tentang kejadian setelah Randy mengirimkan foto Annisa kepada Reza. Mendengar penjelasan Icha, Randy naik pitam.

“Dasar psycho! berani-beraninya dia mau bunuh anak gue! awas kalo ketemu bakal gue bikin dia cacat!” umpat Randy dengan telapak tangan terkepal.

Randy kemudian menatap wajah Icha lekat.

“Apa setelah ini lu bakal balik lagi ke rumah Reza?”

“Iya, aku gak ada tujuan lain selain pulang…”

“Dan ngebiarin Aira dalam bahaya karena tinggal sama cowok psycho itu?” sergah Randy cepat.

Icha memalingkan wajahnya dengan mata berkaca-kaca. Sesungguhnya kalau ada pilihan lain dia tidak akan mau pulang ke rumah itu lagi.

“Kalo lu mau balik ke rumah Reza lagi, gue bakal bawa Aira sama gue!”

Seketika mata Icha menatap tajam mata Randy.

“Apa hak mu atas Aira? dia itu anak aku.”

“Dan anak ku juga!” serobot Randy.

“Enggak! sejak kamu minta aku buat gugurin kandungan aku, kamu udah kehilangan status sebagai ayah dari Aira!”

“Kapan gue minta lu buat gugurin kandungan lu? Gak pernah, gue cuma bilang lu minta tanggung jawab sama Reza!”

Sejenak Icha mengingat kejadian MSJ season 1. Memang Randy tidak pernah memintanya untuk menggugurkan kandungan, itu hanya asumsi dari dirinya sendiri.

“Atau lu mau tinggal sama gue di apartemen?” lanjut Randy lagi.

Icha mengerjap tidak percaya dengan apa yang ditawarkan oleh Randy.

“Udah gila kamu, kita itu bukan muhrim kamu ngajak aku tinggal bareng?!”

Randy tersenyum sinis.

“Kalo lu ingat dulu kan kita pernah…”

“Icha yang dulu udah mati!” serobot Icha.

“Tolong jangan ungkit masa lalu ku lagi!”

Mata Icha memanas melihat Randy yang mencoba mengingatkannya pada masa lalu yang sudah dia kubur dalam-dalam.

Randy kemudian duduk di kursi samping brankar lalu melipat salah satu tangannya di brankar Icha dan tangan satunya terulur mengelus puncak kepala Icha. Namun entah kenapa Icha hanya diam saja.

“Gue percaya kalo lu udah berubah, tapi gue tetep gak bisa ngebiarin lu balik lagi ke rumah Reza, gue gak mau terjadi apa-apa sama anak dan ibu dari anak gue,” sergah Randy sambil tersenyum namun bukan senyum sinis melainkan senyum hangat.

Hal itu tak ayal membuat hati Icha menghangat. Icha tahu kalau Randy selalu mengeluarkan kata-kata manisnya pada perempuan mana pun hingga mereka terjebak tipu muslihat darinya.

Tetapi mendengar ia berkata ‘ibu dari anaknya’ membuat desiran kuat di bagian dadanya. Randy lelaki pertama yang berbicara semanis itu kepada dirinya. Reza, suaminya saja tidak pernah melakukan itu.

“Kenapa kamu jadi peduli sama aku?”

Icha mencoba membuang pikiran yang mengarah pada perasaannya terhadap Randy.

“Karena berkat lu, anak gue masih hidup sampai sekarang, sehat, lucu, dan lu mau ninggalin kehidupan gemerlap lu yang dulu demi anak kita, itu yang bikin gue sayang ehh… maksudnya salut sama lu,” ucap Randy sembari menutupi mulutnya karena sempat keceplosan.

Icha menahan sudut bibirnya agar tidak tertarik ke atas namun gagal. Dia memalingkan mukanya ke arah lain agar ekspresi wajahnya tidak terlihat oleh Randy.

“Kalo lu gak mau tinggal sama gue, lu ikut Annisa tinggal sama teh Adibah, dia udah bilang kalo dia gak mau balik ke rumah Reza lagi.”

Senyumnya luntur berganti dengan ekspresi heran.

“Kenapa?” tanya Icha penasaran.

“Kenapa?! emang Annisa belum cerita sama lu?”

Icha hanya menggelengkan kepalanya singkat.

“Kemarin malam dia mergokin Reza jalan sama selingkuhannya, dan lu tau? ternyata selera dia masih sama kaya dulu, masih suka sama stw,” jelas Randy.

Icha menghembuskan nafas berat. Tidak terlihat ekspresi terkejut sama sekali. Dia sudah tahu mengenai kelakuan suaminya itu di luar.

Dia beberapa kali menerima pesan sayang yang dikirimkan oleh seorang wanita di ponsel milik Reza. Namun dia memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu karena tidak ingin masalah timbul yang akan berpengaruh terhadap kelangsungan rumah tangganya.

“Terus gimana tanggapan Annisa tentang itu?”

“Ya dia marah, apalagi waktu dia liat mereka ciuman di dalam salah satu klub.”

“Apa?! Kamu bawa Annisa masuk ke diskotik?!” sentak Icha terkejut.

Randy mengangkat kedua bahunya.

“Dia yang minat masuk,” jawab Randy cuek.

“Jadi dari situ kamu jebak Annisa sampai bisa tidur sama kamu?!”

Randy memalingkan wajahnya enggan menjawab pertanyaan itu.

“Pilihannya cuma dua, lu tinggal sama gue atau sama mertua lu.”

Randy kembali menatap Icha seraya melipat kedua tangannya di depan.

Icha menggigit bibir bawahnya. Sungguh itu pilihan yang sulit. Tinggal bersama Randy itu bukanlah suatu pilihan yang tepat, tetapi jika ia memilih tinggal bersama mertuanya hidupnya tidak akan tenang.

Icha memang pernah tinggal bersama Adibah saat awal-awal pernikahannya dengan Reza. Setiap hari sindiran demi sindiran tidak pernah absen dari mulut mertuanya itu.

Keluar kamar hanya untuk makan dan minum, itu pun harus dibayar dengan kata-kata yang menyakitkan dari Adibah.

Kalau kembali dengan orang tua Icha itu tidak mungkin. Ayah ibunya sudah bercerai, ibunya sudah menikah lagi dan ikut suaminya, sedangkan ayahnya, dia sama sekali tidak dapat membayangkan tinggal bersama orang itu.

Bisa-bisa Icha dijadikan budak nafsu oleh ayahnya sendiri. Yah, awal mula kehidupan laknat Icha memang berasal dari situ.

Mana pilihan yang akan dipilih oleh Icha?

“Arggghhh…!!!” kesal seorang pria sambil memukul tembok sebuah koridor hotel.

Ini sudah hotel yang ke sekian kali dia datangi, namun tidak ada tanda-tanda keberadaan Randy dan Annisa.

Reza membuka galeri ponsel miliknya. Melihat foto yang semalam dikirimkan ke HP-nya.

Dia yakin sekali kalau mereka sedang berada di dalam kamar hotel melihat ranjang yang ditiduri Annisa cukup mewah, dan Randy bukanlah orang kaya yang mampu membeli apartemen.

“Annisa, sebenarnya kamu dimana?!” pekik Reza frustasi.

Bersambung

Wanita Panggilan Pelanggan Setia Ku Bagian Dua
Fot bugil memek tante berjilbab bugil di kamar
gadis binal cerita
Demi Memuaskan Nafsu Binal Sahabatku
Cerita Sex Janda Yang Udah Lama Gak Dipuasin
karyawan cantik bugil
Vony gadis cantik teman kantor yang punya libido tinggi
Foto cewek cantik telanjang masih perawan suka berkaca mata
500 foto chika bandung telanjang hot ngangkang pamer body mulus di kasur
Ngentot Gadis Desa Yang Masih Polos
Ngentot Gadis Desa Yang Masih Polos
pacar horny
Memuaskan pacarku yang lagi horny berat bagian 1
sex saat hujan
Hujan lebat yang menghanyutkan keperawanan ku juga
Tante Linda Yang Ganas Dan Haus Akan Sex
Kisah Sang Perawan
Ngentot Istri Orang Di Kereta Api
kakak sexy
Paling Nafsu Kalo Liat Kakak Ku Pakai Baju Yang Ketat-ketat
pelacur cantik
Pelacur yang telah mengambil keperjakaan ku
pelajar sma
Menikmati memek gadis cantik berjilbab pelajar sma