Part #26 : Petualangan Sexs Liar Ku
Jlebbb…!!!
“Awngghhh…Rhandy shakittt!” pekik Annisa saat merasakan batang kejantanan Randy melesak masuk ke dalam organ intimnya untuk pertama kali.
Randy lalu menurunkan tubuhnya memeluk Annisa yang langsung disambut dengan melingkarkan tangan Annisa di punggung Randy.
Kuku-kuku jari tangannya mencakar punggung itu hingga membekas garis dan sedikit darah. Ia gigit bahu Randy untuk menetralisir rasa sakit yang ada di selangkangannya.
Seketika Annisa kembali menangis. Randy tahu kalau itu berat untuknya melepaskan sesuatu yang selama ini ia jaga dan ia rawat.
Randy tak bergeming, dia memberikan kesempatan Annisa untuk mengekspresikan sensasi yang baru pertama kali ia rasakan.
“Hiksss…hiksss…hiksss…”
Matanya kini ia benamkan di ceruk leher Randy sehingga leher Randy basah karena air mata Annisa.
Randy belai rambut Annisa penuh kelembutan. Dia pun lalu bertanya.
“Masih sakit tuan putri?”
Annisa hanya mengangguk pelan. Randy singkap rambut yang menutupi dahi Annisa lalu mengecupnya dalam.
Hal itu membuat wajah Annisa merona merah. Perasaan hangat menyelimuti hatinya, tanpa sadar ia menyunggingkan senyum penuh arti.
“Pakaiannya dilepas sekalian yah,” pinta Randy.
Annisa lagi-lagi hanya menurutinya tanpa banyak protes terhadap suami tidak sahnya.
Randy melingkarkan tangannya di pinggang Annisa, dalam sekali hitungan Randy menarik tubuh Annisa hingga dia terduduk di pangkuan Randy tanpa melepaskan kelamin mereka yang menyatu.
Annisa kemudian melepaskan pakaian beserta tank topnya sendiri lalu melemparkan ke samping.
Randy hanya tersenyum melihat Annisa melakukan itu. Gerakannya sederhana tak dibuat erotis tetapi di mata Randy gerakan itu sungguh sangat sensual.
“Kenapa?” tanya Annisa yang merasa Randy terus memperhatikannya.
“Kamu cantik!” ujar Randy yang membuat Annisa memalingkan wajahnya ke kanan karena malu.
Hal itu membuat leher kiri Annisa menjadi terekspose. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Randy langsung mencium leher Annisa yang jenjang.
“Achhh…!!!” desah Annisa yang langsung merangkul leher Randy dengan menggunakan tangan kiri.
Kalau kalian pikir Annisa masih dalam pengaruh alkohol kalian salah besar. Kesadarannya telah kembali tetapi tidak dengan akal sehatnya.
Nafsu birahi yang selama ini ia abaikan berontak ingin dipuaskan yang membuat akal sehat enggan untuk kembali pada waktu itu.
Randy meninggalkan beberapa kiss mark di leher Annisa. Tangan kanannya masih melingkar di pinggang Annisa untuk menahannya agar tidak terjatuh.
Tangan kiri Randy bergerak ke payudara kanan Annisa lalu sedikit meremasnya. Sontak Annisa menggenggam pergelangan tangan Randy karena masih terasa aneh saat orang lain memegang salah satu daerah sensitifnya itu.
Setelah Annisa mulai nyaman dengan sentuhan Randy di payudaranya, dia pindahkan tangan yang semula di pergelangan tangan Randy ke bahu Randy.
“Achhh…shhh…!!!”
Ciuman Randy bergerak ke seluruh penjuru leher Annisa membuat Annisa menjatuhkan kepalanya ke sebelah kiri agar leher kanannya ikut dinikmati oleh Randy.
Setelah puas dengan lehernya, ciuman itu turun ke dada Annisa, tepatnya payudara kiri Annisa.
“Achhh…emphhh…!!!”
Annisa meremas-remas rambut Randy sambil sesekali menghirup aroma rambut Randy yang wangi.
Beberapa saat menikmati dua gunung kembar itu, Randy kemudian kembali merebahkan tubuh Annisa.
Sesaat Randy memandangi wajah Annisa yang cantik namun agak kusut.
“Masih sakit?” tanya Randy dengan lembut.
Yang ditanya hanya menggelengkan kepala.
“Aku gerakin ya?”
Annisa lalu mengangguk pelan dengan ekspresi wajah innocent.
Randy kemudian menarik kontolnya hingga hanya kepalanya saja yang tertanam di vagina Annisa lalu kembali mendorongnya secara pelan.
“Ouhhh…Randy!” pekik Annisa.
Randy terus melakukan itu dengan tempo yang sangat lamban. Dia tahu kalau lubang peranakan Annisa pasti sakit apabila dia melakukannya dengan keras dan cepat.
Justru dengan gerakan pelan akan membuat suasana nyaman untuk Annisa yang baru saja kehilangan keperawanan.
Mata mereka saling bertemu. Annisa menunjukkan sisi lain dari dirinya. Ternyata dia memiliki nafsu birahi yang besar namun selama ini ia sembunyikan di dalam relung hatinya yang dibalut dengan keimanan.
“Enak sayang?”
Annisa kembali mengangguk. Randy lalu menempelkannya keningnya di atas kening Annisa dan hidung mereka saling menempel.
Mereka berdua sama-sama memejamkan mata untuk meresapi setiap detik kenikmatan yang mereka rasakan. Telapak tangan Annisa ia satukan di belakang leher Randy.
Baik Annisa maupun Randy dapat merasakan hembusan nafas dari desahan yang mereka keluarkan.
“Achhh…Randy!” panggil Annisa.
“Hmm?”
Randy membuka mata seraya memicingkan alisnya.
“Udah gak sakit,” jawab Annisa sedikit ragu-ragu.
“Bagus dong,” timpal Randy enteng.
“Ihh…Randy!”
“Apa?”
“Udah gak sakit!” ungkap Annisa sekali lagi, berharap Randy tahu apa yang dia maksud.
“Terus?”
Annisa mendengus kesal karena Randy tidak tahu kode yang dia berikan, atau malah pura-pura tidak tahu?
Dia kemudian menarik leher Randy ke samping wajahnya hingga pipi kirinya dan pipi kanan Randy saling bersentuhan.
“Kerasin!” bisik Annisa di telinga Randy.
Dia memang nyaman dengan gerakan lamban seperti itu tetapi dia jadi kesulitan untuk mencapai klimaks.
Randy terkekeh dengan permintaan Annisa, namun dia tak lantas menurutinya. Sedikit menggodanya sepertinya tidak buruk.
“Kerasin apanya?” goda Randy.
Annisa mengatupkan bibirnya rapat seraya memukul bahu Randy dengan kuat.
“Itunya!” timpal Annisa.
“Itunya apa?”
Randy pura-pura tidak tahu. Hal itu membuat Annisa kembali memukul bahu Randy.
“Ishhh…Randy! Aku gak tau namanya apa!” keluh Annisa.
“KONTOL!” balas Randy penuh penekanan.
“K O N T O L,” eja Randy lagi.
“Iya itu maksudnya.”
Tiba-tiba pompaan Randy berhenti.
“Apaan yang jelas dong,” pancing Randy.
“Ishhh…Randy!”
“Hmm?”
Annisa memutar bola matanya malas.
“Kontol,” jawab Annisa lirih.
Randy tertawa kecil saat bibir mungil Annisa mengucapkan kata itu. Lagi-lagi Annisa mendengus kesal karena berhasil dikerjai oleh Randy.
“Lebih keras sayang!”
“KONTOL!”
Randy mencubit pipi Annisa manja.
“As you wish!” balas Randy lalu mulai menggerakkan pinggulnya lebih cepat.
“Ouhhh…sshhh…enghhh…!!!”
Desahan Annisa kembali mulai terdengar. Ia pegang pipi Randy dengan kedua tangan, matanya tertutup dan mulutnya terbuka mengeluarkan desahan-desahan tanpa henti.
“Sshhh…awww…sshhh…awnghhh…!!!”
Pompaan Randy semakin lama semakin cepat dan kuat hingga menimbulkan suara.
Plokkk…plokkk…plokkk…
Randy menjatuhkan tubuhnya menindih tubuh Annisa. Dia membalasnya dengan melingkarkan kakinya di pinggang Randy.
Tangan kiri Annisa memeluk Randy sedangkan tangan kanannya ia rentangkan ke atas meremas bantal yang ia pakai untuk sandaran kepalanya.
Kenikmatan yang ditimbulkannya semakin lama semakin besar. Telapak kaki Annisa sampai melengkung ke bawah seperti sedang berjinjit merasakan kenikmatan luar biasa yang baru pernah ia rasakan seumur hidup.
Hingga pada suatu titik ia tidak dapat lagi membendung gelombang dahsyat yang datang menenggelamkan dirinya pada kenikmatan hakiki.
“Inikah yang dinamakan surga dunia?!” batin Annisa sebelum akhirnya…
Serrr…serrr…serrr…serrr…serrr…
“Annggghhh…!!!”
Orgasme ketiga datang jauh lebih dahsyat daripada yang pertama dan kedua.
Pinggulnya terangkat bergoyang ke sana kemari kakinya menghentak-hentakkan kasur dengan cukup kuat. Otot perutnya berkontraksi hebat.
Kelopak matanya terkatup rapat, bibir bawahnya ia gigit, tangannya memeluk Randy melewati celah tangannya meremas kuat bahu tegap Randy dari belakang.
Randy membiarkannya beberapa saat untuk memberikan kesempatan Annisa menikmati orgasme ketiganya.
Dia mengangkat tubuhnya sedikit dengan bertumpu pada sikunya agar Annisa tidak kesulitan bernafas.
Annisa terlihat kesulitan mengatur nafas. Dadanya naik turun dengan cepat. Randy singkap rambut Annisa yang menutupi wajahnya.
Ia pandangi wajah Annisa yang mengkilap menurut dengan peluh yang membasahi setiap inci wajahnya.
Setelah sudah agak reda, Randy kemudian bangkit dan melepaskan kontolnya dari memek Annisa.
Ploppp…
Bunyi tercabutnya benda pusaka dari tempatnya. Senyum di bibir Randy tersungging kala pangkal batang kontolnya terdapat bercak darah yang mengalir melewati testisnya.
Randy kemudian pergi ke dapur untuk mengambil segelas besar air putih untuk Annisa yang telah banyak kehabisan cairan ditubuhnya.
“Bangun tuan putri,” ucap Randy lembut seraya mengelus pipi Annisa.
Annisa membuka matanya menatap Randy yang sedang duduk di tepi ranjang. Randy membantunya bangkit lalu menyerahkan air putih itu kepada Annisa.
Dalam beberapa kali tegukan air yang berada di dalam gelas pun berpindah ke dalam perutnya.
“Makasih,” ucap Annisa singkat lalu menyerahkan gelas yang sudah kosong itu kepada Randy.
Annisa kemudian kembali merebahkan dirinya memunggungi Randy. Badannya meringkuk dengan lutut berada di depan perutnya.
Randy lalu ikut merebahkan tubuhnya dibelakang Annisa. Ia topang kepalanya dengan tangan kanannya hingga kepala Randy berada di atas kepala Annisa.
Pandangan Annisa kosong ke depan seolah sedang melamunkan sesuatu. Setelah nafsunya reda, apakah akal sehat Annisa kembali muncul? ahh Randy tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Randy kembali memeluk Annisa lewat celah tangannya seraya mulai mencumbui leher Annisa yang terekspose.
“Achhh Randy ini salah, kita gak boleh ngelakuin ini!” cegah Annisa yang hanya sebatas di mulut.
Buktinya dia tidak melakukan gerakan penolakan. Baru saat Randy menggenggam payudara kanannya, dia berusaha untuk melepaskan genggaman itu tapi itu hanya sia-sia.
“Enghhh…Randy jangan, aku takut dosa, ouhhh…”
Perlahan nafsunya kembali bangkit. Annisa menumpuk tangannya di atas tangan Randy yang tengah meremas payudaranya.
Tangan Randy berpindah ke kaki Annisa lalu mengangkatnya ke atas. Kontolnya yang masih berdiri tegak ia arahkan ke lubang memek Annisa dari belakang.
Jlebbb…
“Ouhhh…”
Benda besar nan kokoh itu kembali masuk ke dalam goa kenikmatan milik Annisa.
Perlahan dia kembali menggerakkan pinggulnya memompa memek Annisa dari belakang.
Saat ini Randy harus benar-benar aktif dalam permainan mereka, karena Annisa yang masih amatir hanya diam tak merespon gerakan pinggulnya dan hanya mendesah saja.
Randy memegang bagian belakang paha Annisa agar posisinya tetap mengangkang.
“Achhh…emphhh…enghhh…ouhhh…”
Randy rangkul Annisa melewati bagian bawah kepalanya lalu dagu Annisa ia arahkan menengok ke wajahnya dan…
Cuppp…
Bibir mereka kembali bertemu, Annisa mulai membalas ciuman Randy. Perlahan Randy menjulurkan lidahnya masuk ke dalam mulut Annisa.
Namun lidahnya tertahan oleh gigi Annisa yang terkatup rapat.
“Buka mulutnya sayang,” pinta Randy.
Annisa berpikir sejenak, tapi tak ayal dia menuruti permintaan Randy. Dia lalu membuka mulutnya.
“Lidahnya julurin sayang,” pinta Randy untuk yang kedua kali.
“Hah…mhauu…apaah??!” balas Annisa yang tersengal-sengal karena masih disodok di bagian bawah.
“Udah julurin aja, entar juga tau.”
Tanpa pikir panjang lagi Annisa menjulurkan lidahnya. Tanpa basa-basi Randy langsung mengulum benda lunak itu.
Sesaat Annisa kembali menarik lidahnya ke dalam karena terkejut. Namun setelah diyakinkan oleh Randy, dia kembali menjulurkan lidahnya.
Randy kembali mengulum lidah Annisa dengan mulutnya. Annisa menahan posisi itu walaupun cape harus melet terus-terusan.
Randy dengan sangat bernafsu menghisap seluruh saliva Annisa yang ada di lidahnya. Randy kemudian menarik bibirnya melepas kuluman itu lalu menelan semua yang dihisapnya ke dalam kerongkongan.
Annisa yang melihat itu hanya meringis sambil alisnya memicing merasa tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Randy. Dia tidak tahu kalau saat sebelum semua itu terjadi, Randy sempat meludahi mulutnya saat tertidur.
Pompaan Randy semakin cepat membuat Annisa tersentak dengan cukup kuat yang mengakibatkan payudaranya bergoyang-goyang tak beraturan. Annisa sedikit menahan pinggul Randy agar tidak terlalu keras.
“Enghhh…Rhan…”
“Iya sayang?”
“Posisi kaya tadi aja.”
Entah dia belum terbiasa dengan posisi itu atau dia lebih nyaman dengan posisi missionary, dia meminta Randy untuk mengganti posisi seperti sebelumnya.
Randy menuruti permintaan Annisa. Dia ubah posisinya berada di atas Annisa tanpa melepaskan kelamin mereka berdua.
Posisi Randy saat itu seperti sedang push up, tapi yang naik turun bukan dadanya melainkan pinggulnya. Annisa melingkarkan tangannya di leher Randy.
Plokkk…plokkk…plokkk…
Suara kelamin mereka saling beradu kembali terdengar. Annisa menatap wajah Randy sambil menggigit bibir bawahnya.
“Enghhh…Rhann…” ucapnya tertahan.
“Hmm?!”
Randy tidak mengerti apa maksud Annisa.
“Cium!” pinta Annisa terang-terangan.
Randy tersenyum mendengar permintaan Annisa. Dia mengangguk lalu bibir mereka kembali bertemu.
“Ccppp…sssppp…nymppp…sssppp…”
Tanpa diduga Annisa melibatkan lidahnya dalam permainan kali ini. Meskipun gerakannya masih sangat kaku dia mencoba sebisanya.
Mereka melakukan french kiss dengan sangat panas. Nafsu Annisa benar-benar sudah menggila layaknya gunung api yang telah lama menyimpan magma di dalam kemudian meletus.
Dia sudah tidak lagi mengingat norma-norma agama yang sejak kecil ibunya tanamkan kepadanya. Yang saat ini ia inginkan adalah mencapai kenikmatan dunia yang sedalam-dalamnya.
Merasa Annisa sudah dikuasai nafsu yang sangat besar, Randy memompa memek Annisa semakin kuat dan cepat. Annisa meresponnya dengan memeluk tubuh Randy erat.
Bibir mereka terlepas meninggalkan saliva yang saling terhubung. Randy mulai memfokuskan gerakannya pada satu titik yang sedang berjuang meraih puncak kenikmatan.
Plokkk…plokkk…plokkk…
“Enghhh…Rhann…therusss…enakkk…”
Plokkk…plokkk…plokkk…
Annisa menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri dengan kasar.
Plokkk…plokkk…plokkk…
“Ouhhh…ghuuee…mhauu…nyhampeee…” ucap Randy di tengah desahan mereka.
Plokkk…plokkk…plokkk…
Baik Randy maupun Annisa sudah berada di ujung tanduk. Maka dalam dalam hentakkan terakhir.
“Awngghhh…!!!”
Crottt…crottt…crottt…
Serrr…serrr…serrr…serrr…serrr…
Mereka mencapai klimaks secara bersamaan. Mendapatkan semburan Randy di dalam rahimnya membuat efek klimaksnya menjadi berlipat ganda.
“Heghhh…heghhh…heghhh…”
Mata Annisa mengerjap merasakan kontraksi pada perutnya yang tak kunjung usai. Punggungnya melengkung ke belakang merasakan tulangnya yang seolah-olah lolos dari persendian.
Tubuhnya terasa sangat ringan hingga ia merasa sedang terbang di atas awan. Tak terkecuali Randy, dia merasa sangat puas atas permainan mereka barusan.
Kalau ditanya lebih puas mana dibandingkan dengan wanita-wanita lain yang pernah ia tiduri, jawabannya semua memiliki keistimewaan masing-masing.
Tetapi saat ia melakukannya bersama Annisa, ada kebahagiaan tersendiri di hatinya. Kebahagiaan saat melakukannya bersama orang yang ia cintai. Tapi apakah dia telah jatuh cinta kepada Annisa? Masih terlalu cepat untuk menjawabnya.
Sejenak mereka mengatur nafas yang tersengal-sengal. Randy benamkan wajahnya di ceruk leher Annisa.
Annisa melingkarkan salah satu tangannya di leher Randy dan satu tangannya meremas sprei.
Suasana sunyi menyelimuti kamar apartemen milik Randy, yang terdengar hanya suara nafas mereka berdua.
Randy kemudian menjatuhkan tubuhnya di samping Annisa yang membuat kontolnya otomatis terlepas dari goa Annisa.
Perlahan cairan putih kental bercampur darah keluar dari vagina Annisa yang sedikit membengkak.
Annisa masih memejamkan matanya karena kelelahan. Randy kemudian memegang tangan kiri Annisa lalu menariknya ke arah dirinya.
Tubuh Annisa otomatis berputar dan menelungkup di atas tubuh Randy. Kepala Annisa tertidur beralaskan dada Randy, tangan kirinya melintang di atas dada Randy dan juga kaki kiri Annisa memeluk Randy hingga pahanya menindih kontol Randy yang semakin melemas.
Karena kelelahan mereka pun akhirnya tertidur pulas. Mereka tidur di bagian kanan ranjang karena bagian kiri sudah basah kuyup terkena keringat mereka berdua akibat permainan itu.
•••
Suara burung di pagi hari berkicauan. Sinar matahari menembus kaca jendela melewati tirai tipis dan hinggap di kelopak mata Annisa.
Dia terjaga namun rasa nyaman yang ditimbulkannya membuatnya enggan untuk bergerak sedikitpun.
“Hmm, ternyata bantal dan guling yang terbuat dari kulit manusia enak juga,” batinnya.
“Tunggu dulu, kulit manusia?”
Annisa sontak membuka matanya lebar. Dirinya terkejut mendapati dirinya tengah tertidur memeluk seorang lelaki yang bukan muhrimnya.
Dia kemudian bangkit dan memundurkan tubuhnya dari tubuh yang masih bernafas tenang itu.
Ia pegang kepalanya yang terasa pusing. Tiba-tiba ingatannya terlempar ke beberapa jam sebelum ia bangun. Ia ingat betapa menjijikkan dirinya melakukan hal nista itu. Betapa bejatnya dia menikmati zina itu.
Bibirnya gemetar, perlahan air matanya jatuh. Akal sehatnya yang sudah kembali merutuki dirinya sendiri yang dengan sukarela menyerahkan kesuciannya kepada lelaki selain suaminya.
“Hiksss…hiksss…hiksss…”
Annisa tengah duduk memeluk lututnya sendiri dan membenamkan wajahnya di antara lutut.
Mendengar ada orang yang menangis Randy pun terjaga.
“Kenapa tuan putri menangis?” tanya Randy yang kini terduduk di atas ranjang.
Annisa kemudian mengambil sebuah bantal dan menutupi dadanya yang terekspose, hal itu percuma saja karena Randy sudah melihat semuanya.
“Hiksss…hiksss…hiksss…”
Annisa memalingkan wajahnya kala Randy yang berusaha mengusap pipi Annisa dari air mata.
“Kenapa kamu lakuin itu sama aku? hiksss…” tanya Annisa masih menangis sesenggukan.
“Sorry gue khilaf,” dalih Randy.
Annisa tahu kalau itu tidak sepenuhnya salah Randy. Malam itu dia sedang mabuk, dirinya juga salah karena menerima begitu saja perlakuan Randy padanya.
Tanpa diketahui Annisa kalau itu semua memang sudah direncanakan.
Annisa kemudian menatap mata Randy tajam, bukan ke arah yang lain.
“Tanggung jawab!”
Deggg…
“Tanggung jawab? tapi kan lu gak hamil,” sanggah Randy.
“Emang tanggung jawab harus nunggu hamil?” sentak Annisa tidak mau kalah.
Randy menghembuskan nafas kasar.
“Terus lu mau gue tanggung jawab apa?” tanya Randy mencoba tenang.
“Nikahin aku!” jawab Annisa dengan sangat tegas.
“Anjirrr…!!!” umpat Randy dalam hati.
Dia tidak bisa santai kalau begini ceritanya. Annisa menyeka air matanya, mencoba untuk berhenti menangis.
“Gue tanya deh sama lu, emang lu cinta sama gue?”
Annisa melotot matanya menatap Randy.
“Gak!” balasnya singkat.
“Kalo lu gak cinta sama gue, kenapa minta gue nikahin?” sergah Randy meminta alasan yang jelas.
“Karena kamu udah ambil apa yang harusnya jadi hak suami ku.”
Randy menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. Alasannya cukup masuk akal, apalagi bagi seseorang yang taat beragama. Impian mereka pasti ingin mempersembahkan mahkotanya untuk seseorang yang menjadi pendamping seumur hidup mereka.
“Nanti aku yang akan bilang sama istri mu.”
Randy tercengang dengan ucapan Annisa.
“Istri gue? siapa?” tanya Randy bingung.
“Bukannya kamu udah punya istri, dan anak yang kamu bawa kemarin manggil kamu papa.”
“Gue belum nikah kok, dan anak yang kemarin gue bawa itu ponakan, dia emang manggil gue papa,” jelas Randy.
Tanpa sadar Annisa menyunggingkan senyum tipis mendengar penjelasan Randy.
Apa benar Annisa meminta tanggung jawab karena hal itu, atau karena dia sudah jatuh…cinta?
“Kalo gitu gak ada alasan lain lagi.”
Randy menatap wajah Annisa lekat, siap tahu dia hanya bercanda.
“Apa lu yakin? lu tau gue kan orangnya kaya gimana, jangankan ngaji, sholat aja gak pernah,” aku Randy terus terang.
“Aku yakin kalo kamu bisa berubah kok, aku tau kalo kamu sebenarnya orang yang baik.”
Annisa menatap Randy penuh arti. Dia tidak mengada-ada, dia meminta Randy untuk menikahinya juga sebagai bentuk tanggung jawab karena dia ikut menikmati seks yang mereka lakukan.
Apakah Randy akan mengabulkan permintaan Annisa?
Bersambung