Part #19 : Suasana Baru
Terpejam membayangkan dirimu
Yang kini pergi bersama kenangan
Berjalan walau tak terkendali
Sulit terima semua yang terjadi
Apabila ini akhir
Dari semua kisah kita
Yang kau inginkan
Keputusanmu menghancurkan
Mimpi indahku dan juga hatiku
Jujur tak mampu ku menepis semua
Luka yang telah kau berikan untukku
BRUUKK..
Sebuah koran dilemparkan di meja depanku. Aku yang sedang mendengarkan sebuah lagu yang di putar di radio saat duduk di warung kopi dekat pasar jadi kaget. Lagi enak – enak mendengarkan lagu yang aku tidak tau siapa penyanyinya malah diganggu.
“apaan sih Om..” ucapku yang jengkel.
“pagi – pagi sudah melamun..” balas Om Heri menyindir.
“tapi gak usah lempar – lempar kan bisa..” ucapku kesal.
“salah sendiri aku panggil – panggil diem aja..” balas Om Heri cuek.
“terus ini maksudnya apa..?” tanyaku heran.
“baca itu..” balas Om Heri menyuruhku.
Sebuah rumah mewah yang terletak di pinggiran kota hangus dilalap si jago merah. Kebakaran tersebut mengakibatkan satu orang meninggal dunia dan kerugian materi hingga ratusan juta rupiah. Korban meninggal adalah K (30 tahun) yang diketahui adalah seorang penjaga rumah yang bekerja di rumah tersebut, korban ditemukan dalam keadaan tewas mengenaskan akibat terbakar. Saat kejadian pemilik rumah sedang tidak berada di tempat dan kuat dugaan kebakaran disebabkan oleh hubungan pendek arus listrik. Saat ini polisi masih menyelidiki penyebab pasti terjadinya kebakaran.
Aku hanya termenung setelah membaca berita di koran tersebut. Aku masih belum bisa sepenuhnya menerima antara berita yang aku baca dan kejadian yang aku alami. Apa semua berita yang tayang di televisi juga seperti ini..? Rasa – rasanya masuk akal juga karena banyak kasus – kasus besar yang merugikan negara tiba – tiba hilang karena teralihkan oleh kasus video 19 detik yang viral itu.
“woi malah bengong..” ucap Om Heri membuyarkan lamunanku.
“maaf Om..” balasku meminta maaf.
“besok lagi kalau kamu ikut – ikutan lagi tanpa sepengetahuanku, aku kirim balik kamu ke orang tuamu..” ucap Om Heri mengancam.
“iya Om..” balasku merasa bersalah.
Sebenarnya bukan sepenuhnya salahku sih karena aku yang kemarin ikut menyerang rumahnya pak Surya karena di ajak oleh bang Agus. Aku tidak membantah Om Heri karena aku juga salah tidak memberinya kabar. Hufh.. rasanya ada saja kejadian yang tidak terduga yang terjadi padaku.
Setelah aku dan Om Heri selesai beristirahat di warung kopi, kami kemudian pulang ke rumah karena aku yang harus bersekolah.
***
Setelah mengikuti upacara bendera, aku kemudian bergegas masuk kelas untuk mengikuti pelajaran. Saat aku yang baru saja duduk, Akbar yang baru ngobrol dengan Samo kemudian menghampiriku.
“Rik.. Yudha katanya sakit..?” tanya Akbar padaku.
“iya kenapa..?” balasku ke Akbar.
“sakit apa dia..?” tanya Akbar lagi.
“wah.. kurang tau ane..” balasku berbohong.
“besok udah masuk belum ya..” ucap Akbar kemudian.
“gak tau juga.. emang ada apaan sih..?” tanyaku heran.
“ane mau ajak diskusi Yudha masalah MEDUSA..” balas Akbar.
“emang MEDUSA ada masalah apa..?” tanyaku lagi.
“bukan masalah sih sebenernya, aduh gimana ya ngomongnya..” balas Akbar yang bingung.
“apaan sih dari tadi muter – muter gak jelas..” ucapku penasaran.
“gini Rik.. anak – anak pada bingung nanti buat seleksi pemilihan ketua MEDUSA..” balas Akbar padaku.
“emang apa yang di bingungin..?” tanyaku heran.
“masalahnya di peraturan yang kita buat itu, tertulis untuk menjadi ketua yang baru harus berduel dengan ketua yang lama..” balas Akbar menjelaskan.
“terus..?” lanjutku.
“terus gak ada yang mau..” ucap Akbar kemudian.
“oalah.. terus rencana ente sama Yudha gimana..?” tanyaku lagi.
“ane sama Yudha mau milih beberapa calon, terus nanti keputusan dari ente Rik..” ucap Akbar menjelaskan.
“hmm.. boleh.. boleh.. ente atur aja nanti sama Yudha..” balasku setuju.
Aku jadi heran mendengar penjelasan dari Akbar, apa teman – temanku menganggap kalau aku itu menakutkan sampai mereka berfikir seperti itu, padahal aku merasa kalau aku itu imut – imut lho kayak marmut. Hehehe.. ngomong – ngomong tentang marmut, aku jadi teringat sama Ratna, sekarang gimana ya kabarnya..?
Aku mengikuti pelajaran seperti biasa, kemudian saat istirahat aku ke kantin untuk jajan. Dan sekarang aku hanya sendirian karena biasanya aku ditemani oleh Yudha. Gimana ya kondisinya sekarang, aku waktu pulang dari rumah sakit belum sempat bertemu dengannya malah aku yang ketemu dengan Ratna, ngomong – ngomong kok Ratna bisa ada disana ya..? Apa mereka sudah balikan lagi..? Hufh.. besok aku akan mencoba untuk cari tau.
Disaat aku yang sedang melamun sendiri, tiba – tiba aku melihat Monic dan Nisa yang datang ke kantin. Aku melihat Monic yang masih terlihat acuh, sedangkan Nisa melihatku sambil tersenyum. Ingin sekali aku menghampiri mereka dan mengobrol bersama, tapi aku takut malah nantinya terjadi keributan kalau tiba – tiba Monic marah. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke kelas saja dari pada aku pusing.
Bel berbunyi tanda kegiatan belajar mengajar telah usai, kami para siswa bergegas untuk pulang ke rumah masing – masing. Setelah mengambil motor, aku kemudian memacunya tapi tidak langsung pulang, aku memacu motorku menuju ke rumah Yudha, aku ingin menengoknya dan ingin melihat kondisinya sekarang.
Saat sudah berada di dekat rumah Yudha, aku melihat di depan rumahnya terpakir sebuah mobil yang pernah aku lihat. Setelah memarkirkan motorku, aku bergegas untuk masuk dan disaat yang bersamaan keluar seseorang yang pernah aku temui.
Pria gundul berkacamata yang menyerangku tempo hari, kenapa dia ada disini..? Nampaknya dia kaget saat melihatku datang. Aku yang seketika itu geram karena dia yang ikut menyerangku sampai membuat Yudha terluka.
BUGH..
Tanpa ba bi bu langsung aku hantam mukanya dan mengenai hidungnya.
“aarrgghh…” teriak si gundul kesakitan memegangi hidungnya.
“hahaha..” suara bang Agus tertawa melihat si gundul aku pukul.
“bajingan..!! Hidungku patah..” ucap si gundul berlalu pergi.
“hahaha… mampus kamu Ndul.. hahaha…” terlihat bang Agus yang tertawa terbahak – bahak.
Aku kemudian melihat si gundul berlari masuk mobil dan pergi meninggalkan rumah bang Agus.
“sini Rik masuk..” ucap bang Agus mengajakku masuk.
“kok orang itu bisa ada disini bang..?” tanyaku heran.
“si Gundul..? Sini duduk dulu..” balas bang Agus dan aku mengangguk.
“tadi itu namanya Dedi Gundul.. dia dulu temanku Rik, tapi sekarang jadi anak buahnya si botak..” ucap bang Agus menjelaskan.
“terus ngapain dia kesini..?” tanyaku penasaran.
“minta maaf karena udah melukai adikku sama ngajak damai..” balas bang Agus.
“damai..?” tanyaku heran.
“iya.. dia tidak akan melaporkan pelaku pembakaran rumah dengan syarat aku berhenti memburu bossnya..” ucap bang Agus menjelaskan.
“lho.. tapi di berita koran dijelaskan kalau kebakaran disebabkan oleh konsleting listrik bang..?” balasku membantah.
“orang licik seperti Surya bisa melakukan segala cara Rik.. buktinya dia bisa menguasai salah satu anak buahku..” ucap bang Agus menjelaskan.
Hmm.. masuk akal juga sih ya.. pak Surya lebih memilih merugi dari pada dirinya terancam, nampaknya pak Surya juga takut sampai menyuruh anak buahnya untuk mengajak bang Agus berdamai. Dasar pengecut.. hehehe…
“loh Rik.. ente disini.. udah lama..?” ucap Yudha yang tiba – tiba keluar ke ruang tamu.
“baru aja bro.. gimana kondisi ente..?” balasku bertanya.
“udah gak papa Rik.. santai..” ucap Yudha yang kemudian duduk di dekatku.
“kamu mau minum apa Rik.. aku ambilkan dulu..” ucap bang Agus menawariku.
“apa aja bang..” balasku yang kemudian bang Agus masuk ke dalam.
“kok sepi bro.. pada kemana..?” tanyaku ke Yudha.
“aku cuma berdua sama kakakku Rik.. orang tuaku gak tinggal disini..” balas Yudha menjelaskan.
“lah.. kakakmu belum nikah..?” tanyaku heran.
“boro – boro nikah.. cewek aja gak mikir dia..” balas Yudha sinis.
Beberapa saat kemudian bang Agus keluar membawa 2 botol gepengan dan 1 botol air mineral. Kemudian bang Agus memberiku sebotol gepengan dan air mineral diletakkan di meja depan Yudha.
“loh bang..?” tanyaku heran.
“kenapa..? kamu gak doyan..?” balas bang Agus bertanya.
“bukan gitu, tapi..” ucapku sambil menunjuk botol air mineral.
“oh.. dia kan masih sakit.. hehe..” balas bang Agus terkekeh.
“brengsek..” gerutu Yudha merasa di ejek.
“hehehe…” ucapku yang ikut tertawa.
“sory bang kejadian kemarin di rumah sakit..” lanjutku meminta maaf.
“santai Rik.. Om mu memang suka bercanda.. hehe..” balas bang Agus tertawa.
Aku yang mendengar jawaban bang Agus hanya bisa nyengir. Bercandanya aja pukul – pukulan gimana seriusnya coba..? Memang bener – bener aneh kakaknya Yudha ini, berbeda sekali dengan adiknya. Pantas saja dia dijuluki Koclok karena keanehannya. Hehehe..
Aku, Yudha dan bang Agus kemudian mengobrol ringan sambil menikmati minuman. Tak terasa aku sudah cukup lama berada disini, akhirnya aku pamit dan memutuskan untuk pulang ke rumah.
Malam hari setelah makan malam bersama, aku kemudian masuk ke kamar untuk menyiapkan buku pelajaran esok hari. Walau aku gak pinter – pinter amat dan gak pernah belajar di rumah, setidaknya aku gak mau ketinggalan pelajaran saat di sekolah. Disaat aku yang sedang menata buku, tiba – tiba aku mendengar suara Om Heri memanggilku. Setelah memasukkan buku ke dalam tas, aku kemudian keluar kamar dan menemui Om Heri.
“ada apa Om..?” tanyaku ke Om Heri yang sedang duduk di ruang tengah.
“sini Rik.. liat ini..” balas Om Heri menunjukkan sebuah album foto.
“loh ini kan..” ucapku yang kaget.
“kemarin aku gak sengaja nemu waktu kita pindahan..” balas Om Heri.
“aku malah gak inget kalau ada foto ini..” ucapku sambil melihat foto – foto yang lain.
“aku juga ingetnya karena ketemu sama temenmu kemarin..” balas Om Heri menjelaskan.
Foto itu adalah foto waktu aku kecil bersama dengan Ratna. Aku lupa persisnya kami foto saat ada acara apa, yang aku ingat hanyalah aku yang lagi senang – senangnya bergaya pakai kacamata mainan yang dibelikan Bundaku dan waktu itu kami yang hendak difoto malah bergaya dan berpose dengan mesra, padahal waktu itu aku dan Ratna masih sama – sama kecil.
Aku yang jadi ingat sama Ratna kemudian mengambil foto tersebut dan menyimpannya, mungkin aku besok bisa baikan dengan Ratna lewat foto ini. Setelah aku mengembalikan album foto ke tempatnya, aku kemudian masuk kamar untuk tidur.
***
Pagi hari setelah pulang dari pasar, aku segera bersiap untuk berangkat ke sekolah. Setiap harinya aku harus berangkat lebih awal karena jarak antara rumah dan sekolah yang cukup jauh. Aku jadi teringat dengan janjiku ke Bunda kalau aku harus segera cari tempat kost. Mungkin nanti setelah pulang sekolah aku coba untuk mencarinya lagi.
Aku mengikuti pelajaran seperti biasa dan saat jam istirahat sekolah aku tidak keluar kelas karena Yudha yang belum berangkat ke sekolah, aku malas kalau sendirian di kantin bisa – bisa dikira kayak orang hilang. Hehehe..
Sepulang sekolah aku langsung menuju ke cafe tempat tongkrongan karena sebelumnya aku sudah janjian sama Reno untuk bertemu disana. Sesampainya di cafe aku melihat Reno yang sudah menungguku.
“woi Rik.. tumben – tumbenan ente kirim pesan.. biasanya ente langsung datang kemari..” ucap Reno yang melihatku datang.
“mastiin aja kalau ente kesini apa enggak..” balasku ke Reno.
“emang ada apaan sob..?” tanya Reno padaku.
“ane mau minta tolong temenin buat nyari kost – kostan..” balasku ke Reno.
“oh.. emang ente mau nyari dimana..?” tanya Reno padaku.
“nah itu dia.. makanya ane minta tolong ke ente buat nyariin..” balasku menjelaskan.
“hmm.. gini – gini.. ente besok mau lanjut kuliah disini juga gak..?” tanya Reno kemudian.
“belum tau sob..” balasku ragu.
“ya udah cari yang deket kampus aja.. jaga – jaga kalau ente kuliah disini..” ucap Reno menjelaskan.
“bolehlah..” balasku setuju.
Kemudian aku dan Reno pergi dari cafe menuju kontrakan Reno, setelah Reno memarkirkan motor dan berganti pakaian, kami kemudian pergi dengan Reno yang memboncengku.
Setalah sampai di kawasan kampus, aku dan Reno kemudian mencari – cari tempat kost yang aku inginkan dan hampir semua tempat kost yang kami datangi tidak cocok seperti yang aku inginkan.
“kemana lagi sob..? Ente nyarinya kebanyakan nuntut..” gerutu Reno karena aku selalu menolak.
“mungkin yang agak jauh dari kampus aja sob.. sapa tau ada..” ucapku mengajak Reno.
“ayolah..” balas Reno setuju.
Aku dan Reno kemudian pergi mencari tempat yang agak jauh dari kampus. Kenapa aku selalu menolak setelah bertanya tentang harga, karena bagiku terlalu mahal dan aku tidak kuat. Sebenarnya harga yang diminta masih wajar sih karena aku meminta yang ada kamar mandi dalamnya, tapi karena lokasinya yang dekat dengan kampus, jadi harga yang diminta lumayan tinggi.
Setelah kami mencoba mencari tempat kost yang agak jauh dari kampus, kami malah tidak menemukan apa yang kami cari.
“sob mampir warung bentar.. rokok ane habis..” ucap Reno padaku.
Aku kemudian menepikan motor karena melihat ada warung di seberang jalan. Setelah Reno menyeberang jalan, tiba – tiba gerbang di sebelahku terbuka. Aku yang berhenti di depan gerbang kemudian memundurkan motorku karena ada orang yang mau keluar, saat aku melihat ada seseorang yang keluar dengan motornya, sekilas aku melihat ke dalam terlihat ada kamar – kamar yang berjajar seperti kost – kostan.
“mas.. mas.. ini rumah tinggal apa tempat kost ya..?” tanyaku saat orang yang keluar sedang menutup gerbang.
“eh iya bro.. ini kost – kostan.. tapi emang gak ada tulisannya..” balas orang tersebut.
“oh.. masih ada kamar kosong gak mas..?” tanyaku ke orang tersebut.
“masih ada bro.. kalau mau aku kasih nomernya pemilik kost.. nanti kamu telepon aja soalnya yang punya gak tinggal disini..” balas orang tersebut.
Orang tersebut yang kemudian aku tau bernama mas Adit memberiku nomor pemilik kost. Aku juga sempat bertanya harga per bulan dan total ada berapa kamar, juga kamar mandinya di dalam apa diluar. Setelah dirasa cukup mendapat penjelasan dari mas Adit yang nampaknya seperti yang aku cari, kemudian mas Adit pamit untuk pergi.
“sob.. kata penjual warung ini tempat kost..” ucap Reno saat kembali dari beli rokok.
“iya sob.. ini ane mau telpon pemilik kostnya dulu..” balasku ke Reno.
Aku menelpon nomor pemilik kost yang diberikan oleh mas Adit tadi, kemudian aku menjelaskan maksudku kepada pemilik kost yang aku ketahui bernama bu Ani. Beliau tinggalnya di luar kota dan urusan kost di serahkan pada penjual warung seberang jalan yang bernama pak Narto. Setelah berbincang dan sepakat untuk menyewa, bu Ani kemudian menyuruhku untuk bertemu dengan pak Narto sebagai penjaga kost. Bu Ani juga menjelaskan untuk pembayaran bisa langsung transfer atau dititipkan ke pak Narto.
Setelah mengakhiri telepon, aku kemudian menemui pak Narto untuk mengambil kunci dan menitipkan pembayaran uang kost. Setelah diberikan kunci, aku dan Reno kemudian masuk ke dalam untuk melihat kamarku. Hmm… cocok seperti yang aku inginkan.
Setelah dirasa cukup, aku kemudian mengantar Reno pulang karena dia mau ada acara dengan Anggi. Setelah mengantar Reno pulang, aku kemudian mampir ke minimarket untuk membeli cokelat, aku membelinya karena Reno mengingatkanku kalau hari ini adalah hari valentine. Mungkin dengan ini, aku bisa mengajak Ratna baikan.
Setelah membungkus cokelat dan foto yang aku bawa, aku kemudian mengarahkan motorku menuju kost Ratna. Setelah memarkirkan motor, aku langsung menuju ke kamarnya.
“tok.. tok.. tok..”
“tok.. tok.. tok..”
Beberapa saat kemudian pintu terbuka, dan saat Ratna melihatku yang mengetuk pintu.
JEGLEKK..
“aarrggghhh….” teriakku kesakitan.
Ratna tiba – tiba menutup pintunya dengan keras, apesnya tanganku sempat memegang samping pintu yang membuat jariku kejepit. Walau hanya mengenai ujung jari dan tidak sampai kena kuku, yang namanya kejepit pintu ya tetep sakit.
Aku masih mengaduh kesakitan sambil memegang jariku dan tiba – tiba seseorang datang menghampiriku.
Selly yang melihatku kesakitan langsung memegang jariku dan langsung di emutnya. Aku yang melihat itu seketika bengong dan seperti langsung hilang rasa sakitnya. Beberapa saat kemudian Selly mengajakku masuk ke kamarnya. Kemudian Selly mengambil sebuah salep dan mengoleskan ke jariku.
“masih sakit gak..?” tanya Selly padaku.
Aku yang masih bengong hanya menggelengkan kepala.
“kenapa kamu lihat aku seperti itu..?” ucap Selly kemudian.
“awww…” teriakku karena jariku di pencet oleh Selly.
“sakit Sel…” ucapku mengaduh.
“kamu liatin aku kayak nafsu..” balas Selly cuek.
“hufh.. hufh.. maaf Sel..” ucapku sambil meniup – niup jariku.
“kamu sama Ratna sebenernya kenapa sih..?” tanya Selly padaku.
“ceritanya panjang..” balasku masih meniup jariku.
“terus hubunganmu sama dia apa..?” tanya Selly kemudian.
“kita temen aja Sel..” balasku ke Selly.
“temen kok tidur bareng..” ucap Selly sinis.
“lho.. kok..” balasku heran.
“kenapa..? Bingung kok aku bisa tau..?” tanya Selly dan aku hanya mengangguk.
“kalian kalau main berisik..” ucap Selly menyindir.
Aku yang ketauan Selly gara – gara udah pernah tidur bareng Ratna jadi malu. Lagian juga yang teriak – teriak kan Ratna bukan aku.
“tenang aja Rik gak usah malu.. penghuni sini udah biasa kok bawa cowoknya nginep..” ucap Selly padaku.
“termasuk kamu..?” balasku keceplosan sambil menutup mulutku.
Aku merasa bersalah karena aku menanyakan urusan yang sebenarnya gak perlu aku tau.
“maaf Sel..” ucapku yang merasa bersalah.
“aku belum pernah kok Rik..” balas Selly tersenyum yang membuatku bengong.
“kamu udah makan belum..?” tanya Selly kemudian.
“belum..” balasku menggelengkan kepala.
“mau gak temenin aku makan diluar..?” ucap Selly mengajakku.
“boleh ayok..” balasku menyanggupi.
“ya udah aku ganti baju dulu yah..” ucap Selly yang hendak ke kamar mandi.
“kenapa gak disini..” balasku keceplosan lagi.
Bangsat.. kenapa mulutku kok gak bisa di kontrol sampai ngomongnya ceplas ceplos. Aku kemudian melihat Selly yang menatapku heran.
“kamu beneran pengen liat aku ganti baju disini..” ucap Selly yang mulai menurunkan tali bajunya ke samping.
“eh.. enggak Sel.. jangan.. jangan..” balasku gelagapan.
“aku kira kamu mau..” ucap Selly tersenyum kemudian masuk kamar mandi.
Setelah Selly selesai berganti pakaian dan berdandan, aku dan Selly kemudian keluar kamar, saat melewati kamar Ratna terlihat pintunya yang masih tertutup rapat. Aku dan Selly kemudian pergi ke salah satu mall di kota ini. Aku sempat bertanya kenapa makannya harus di mall, Selly beralasan sekalian ingin jalan – jalan.
Setelah sampai dan memarkirkan motor, aku kemudian masuk ke dalam bersama Selly dan dia berjalan bersamaku sambil menggandeng tanganku.
“Sel.. ini kok..” ucapku saat Selly menggandeng tanganku.
“kenapa..? Kamu gak mau..?” balas Selly bertanya.
“bukan gitu… tapi..” ucapku bingung.
“jalan berdua kalau gak gandengan itu kayak orang musuhan tau gak..” ucap Selly menjelaskan.
“iya sih.. tapi..” balasku grogi.
“udah gak usah tapi – tapian.. biasa aja gak usah grogi..” ucap Selly tersenyum.
Akhirnya aku menurut dan membiarkan Selly yang menggandeng tanganku saat berjalan. Kemudian saat aku dan Selly naik escalator untuk ke lantai atas, pandanganku beralih saat melihat ada dua orang yang sedang melihatku.
Mereka adalah Monic dan Nisa yang nampaknya sedang jalan – jalan juga. Monic melihatku dengan tajam seperti merasakan marah bercampur sedih saat melihatku sedang jalan bersama seorang cewek, dan bisa dipastikan kalau Monic akan tambah marah padaku. Sedangkan Nisa melihatku dengan biasa saja malah dia tersenyum manis padaku, hal itu tentu saja membuatku bingung karena dia tidak terlihat terganggu saat melihatku jalan dengan cewek yang mungkin tidak dia kenal.
“kamu liat apa Rik..?” tanya Selly saat melihatku menoleh ke bawah.
“enggak Sel..” balasku ke Selly.
Saat sudah sampai di lantai atas, aku sudah tidak mendapati Monic dan Nisa di tempat aku melihatnya tadi, dan sepertinya mereka sudah pergi. Aku dan Selly kemudian memutuskan untuk makan di food court mall tersebut.
Setelah membeli makanan, aku dan Selly kemudian mencari tempat duduk.
“sekarang cerita..” ucap Selly setelah kami duduk.
“cerita apa..?” balasku bertanya.
“tentang kamu dan Ratna..” ucap Selly mengingatkanku.
“apa yang ingin kamu tau..?” tanyaku ke Selly.
“yang bisa kamu ceritakan aja..” balas Selly padaku.
Aku kemudian menceritakan ke Selly kalau Ratna itu adalah teman masa kecilku, kemudian kami berpisah karena aku yang pindah rumah ke luar pulau, dan setelah itu aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Saat aku sudah kembali ke kota ini, aku tanpa sengaja bertemu dengan Ratna yang dikenalkan oleh temanku sebagai pacarnya, aku bilang ke Selly kalau saat itu aku belum tau kalau Ratna itu adalah teman masa kecilku. Setelah aku mengetahui kalau Ratna adalah teman masa kecilku, sikapnya ke temanku jadi berubah dan saat aku mencoba menghindarinya, sikap Ratna malah tambah parah. Akhirnya aku yang mengalah untuk tidak menjauhinya, dan hubunganku dengan Ratna juga tanpa sepengetahuan temanku. Hingga suatu saat, Ratna melihatku yang jalan dengan temanku cewek, dan setelah itu Ratna kemudian marah hingga saat di acara adik sepupuku, Ratna yang juga datang kemudian mengacaukan semuanya dengan bertindak konyol.
“sejak saat itu, Ratna marah padaku dan teman cewekku juga marah padaku..” ucapku mengakhiri cerita.
“hmm.. mereka sama – sama cemburu Rik..” ucap Selly yang menilai ceritaku.
“mungkin..” balasku setuju.
“berarti kemarin Ratna sempat putus sama pacarnya gara – gara kamu ya..?” ucap Selly mengagetkanku.
“eh.. enggak lah.. enggak..” balasku mengelak.
“tapi mereka udah balikan lagi kok.. dan aku lihat mereka masuk kamar..” ucap Selly padaku.
“terus kenapa..?” tanyaku heran.
“mereka kalau main gak berisik..” balas Selly berbisik menyindirku.
“Sel.. bisa gak sih kalau gak bahas tentang itu..” ucapku yang malu.
“hihihi..” balas Selly tertawa.
Aku yang melihat Selly tertawa terlihat sangat manis sekali dan aku yang seperti terpesona tanpa sadar terus memperhatikannya.
“Rik.. kok ngeliatnya gitu amat..?” ucap Selly yang sadar aku perhatikan.
“eh.. enggak..” balasku grogi karena ketahuan.
“sekarang gantian kamu yang cerita..” ucapku mengalihkan.
“gak ada yang perlu diceritain Rik..” balas Selly menunduk.
“kenapa gitu Sel..?” tanyaku heran.
“aku malu dengan hidupku apalagi pekerjaanku..” balas Selly sedih.
“kenapa harus malu kalau apa yang kamu kerjakan itu benar dan tidak melanggar hukum..” ucapku ke Selly.
“kamu gak tau Rik.. pandangan orang terhadap orang sepertiku itu negatif karena aku bekerja di tempat hiburan malam..” balas Selly yang membuatku kaget.
“karena itu aku malu untuk bercerita..” lanjut Selly menjelaskan.
“jangan ceritakan kalau itu hanya membuatmu sedih, karena aku mengerti dengan apa yang kamu rasakan..” ucapku menenangkan Selly.
“tidak Rik.. kamu tidak akan pernah mengerti apa yang aku rasakan.. bagaimana rasanya menjadi anak yang tidak di anggap..” balas Selly yang mulai menangis.
“sstt… sudah Sel sudah..” ucapku agar Selly tidak bercerita.
“semua berawal dari mamaku yang menikah lagi setelah papaku meninggal, saat itu kakakku sudah menikah dan ikut suaminya. Sedangkan aku ditinggal sendiri karena mamaku yang pergi bersama suaminya. Aku benci dengan keluarga mamaku karena mereka tidak ada yang peduli denganku, sampai akhirnya adik papaku yang kemudian merawatku dan tinggal bersamanya..” ucap Selly bercerita sambil menangis.
“sstt… sudah Sel jangan diteruskan..” ucapku ke Selly dan dia menggelengkan kepala.
“Om dan Tanteku merawatku seperti anaknya sendiri, dan aku beruntung karena sepupuku juga mau menerimaku. Aku merasa memiliki orang tua dan saudara yang menyayangiku dan saat itu aku masih kelas 2 SMA. Aku akhirnya masuk ke SMA 8 karena lebih dekat dan bisa berangkat sendiri. Setelah aku lulus, Om ku memintaku untuk lanjut kuliah tapi aku menolak, aku merasa sudah cukup merepotkan keluarga Om ku makanya aku memutuskan untuk cari kerja..” ucap Selly menceritakan kisahnya.
Aku dari tadi hanya diam mendengarkan cerita dari Selly, ternyata dibalik sikapnya yang ceria menyimpan kesedihan yang mendalam. Walau aku hidup menumpang dengan Om dan Tanteku, tapi aku masih lebih beruntung karena punya orang tua yang sangat peduli padaku.
Selly kemudian bercerita kembali bagaimana dia bisa kerja di tempat hiburan malam dan tinggal di kost. Ternyata dia sempat mencari – cari kerja tapi belum ada yang menerima karena jarang ada yang menerima kerja untuk lulusan SMA, kemudian ada temannya yang menawari untuk kerja di tempat hiburan malam sebagai waitress dan dia mencobanya. Untuk tempat kost Selly tau dari Ratna yang satu sekolah dengannya, walau mereka seumuran tapi Selly satu tingkat di atas Ratna.
“awalnya memang berat Rik.. banyak godaan kerja di dunia malam, aku yang merasa sudah tidak kuat ingin berhenti tapi selalu dikuatkan oleh sepupuku..” ucap Selly padaku.
“apa sepupumu tau pekerjaanmu..?” tanyaku ke Selly dan dia mengangguk.
“hanya dia yang tau.. Om dan Tanteku tidak tau..” balas Selly padaku.
“kenapa tidak berterus terang..?” tanyaku lagi.
“aku malu Rik.. walau aku disana hanya kerja dan tidak aneh – aneh, tetap saja aku malu..” balas Selly menjelaskan.
“aku tidak malu mengakui kalau aku bekerja mengantar sayuran ke pasar..” ucapku tersenyum.
“kamu kerja di pasar..?” tanya Selly kaget.
“mulai besok aku sudah tidak lagi..” balasku ke Selly.
“kenapa..?” tanya Selly heran.
“aku ingin sepertimu, belajar mandiri dengan tinggal sendiri di kost..” balasku tersenyum.
“makasih ya Rik..” ucap Selly tersenyum.
“makasih buat apa..?” tanyaku heran.
“makasih sudah mau mendengarkan ceritaku dan mau menemaniku jalan – jalan..” balasnya tersenyum.
Sebenarnya Selly berterima kasih karena sudah menguatkannya untuk berani jujur kepada Om dan Tantenya, adik sepupunya juga sudah beberapa kali menyuruhnya untuk bicara, tapi Selly masih belum berani dan malu. Selly akan mencoba untuk bicara pada Om dan Tantenya dan meyakinkan mereka kalau Selly tidak aneh – aneh dan bisa menjaga diri.
Tak terasa hari semakin larut, aku dan Selly kemudian memutuskan untuk pergi karena dia harus berangkat kerja. Sekarang aku yang sekalian mengantarnya kerja karena setiap berangkat dan pulang kerja Selly tidak pernah mengendarai motor sendiri, dia lebih sering menggunakan jasa ojek atau bareng dengan temannya.
Setelah naik memboncengku, dia langsung memelukku tidak seperti saat berangkat tadi yang duduk biasa. Aku jadi heran dengan perubahan sikap Selly.
“Sel.. jangan kenceng – kenceng meluknya..” ucapku ke Selly saat perjalanan.
“biarin..” balas Selly cuek.
“kan aku jadi enak..” ucapku menyindir.
“kenapa sih kamu selalu mikir mesum..” balas Selly jengkel.
“maaf Sel.. maaf bercanda aja..” ucapku merasa bersalah.
“iya aku tau kok kalau kamu bercanda..” balas Selly padaku.
Setelah aku mengantarkan Selly ke tempat kerjanya, aku kemudian pamit untuk langsung pulang. Saat di perjalanan, tiba – tiba aku teringat dengan tujuan awalku tadi, yaitu memberikan cokelat ke Ratna. Aku kemudian memutar balikkan motorku menuju ke arah kost Ratna sambil berfikir gimana cara aku memberikan cokelatnya.
Aku yang sudah berada di dekat kost Ratna masih bingung, apa aku coba temui lagi ya..? Tapi nanti kalau dia yang langsung nutup pintu lagi malah repot aku. Akhirnya aku memarkirkan motor di depan kost Ratna dan berjalan masuk ke dalam.
Setelah aku sampai di depan pintu kost Ratna, aku jadi bimbang. Ketok enggak ketok enggak, akhirnya aku meletakkan cokelat yang sudah aku bungkus bersama foto di depan pintu kamarnya.
“tok.. tok.. tok..”
Setelah mengetuk pintu, aku langsung berlari dan bersembunyi di balik tembok sambil mengintip. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka dan muncul sosok Ratna yang terlihat bingung, dia menengok ke kanan dan ke kiri seperti mencari siapa yang mengetuk pintu. Kemudian saat melihat di bawahnya ada sebuah bungkusan, terlihat Ratna yang mengambilnya kemudian masuk lagi ke dalam kamar. Aku yang merasa lega karena bungkusanku yang sudah di ambil kemudian memutuskan untuk pulang ke rumah.
***
Hari berikutnya aku masih bersekolah seperti biasa dan saat jam istirahat sekolah aku tetap di dalam kelas karena Yudha yang belum juga masuk sekolah. Setelah jam sekolah selesai, aku langsung pulang ke rumah karena aku yang mau pindahan.
“kamu jadi mau pindahan sekarang Rik..?” tanya Tante Septi saat aku sedang mengepak barang – barangku.
“iya Tan.. mau mindahin barang dulu aja..” balasku ke Tante Septi.
“oh.. jadinya kost dimana..?” tanyanya lagi.
“ya masih di daerah kota kok Tan.. gak terlalu jauh dari kampus..” balasku menjelaskan.
“besok kalau kamu udah kost sendiri, masih mau main kesini kan..?” tanya Tante Septi yang membuatku langsung melihatnya.
“aku pasti masih ke sini kok Tan dan aku juga gak akan lupa sama Om, Tante dan Adek..” balasku dan Tante Septi tersenyum.
Setelah selesai mengepak, aku kemudian menata barang – barangku ke atas mobil pick up Om Heri. Setelah semuanya selesai, aku kemudian berangkat sendiri. Om Heri sempat ingin ikut membantu tapi aku tolak karena barangku yang tidak banyak dan aku beralasan kalau nanti masih tidur di rumah dan baru mulai besok aku tidur di kostan.
Aku kemudian memacu mobil menuju tempat tinggal baruku. Setelah sampai tempat kost, aku langsung memindahkan barang dan menatanya. Aku sempat bertemu dengan penghuni kost yang lain. Tempat kostku ini hanya terdiri dari 5 kamar dan semua penghuninya sudah bekerja. Kamar nomer 1 dan 2 aku belum ketemu penghuninya, untuk kamar nomer 3 adalah kamarku, kamar nomer 4 adalah kamar mas Adit yang aku temui saat mencari kost kemarin dan kamar nomer 5 dihuni oleh mas Anang yang bekerja sebagai pegawai bank.
Aku saat ini hanya bertemu dengan mas Anang yang baru saja pulang dari bekerja, setelah berkenalan dan mengobrol sebentar, aku kemudian pamit untuk pulang karena aku baru akan menempatinya besok.
Sesampainya di rumah, aku langsung membersihkan diri dan berganti pakaian kemudian makan malam bersama Om dan Tanteku. Setelah selesai aku langsung masuk ke kamar untuk mengabari orang tuaku dan istirahat.
***
Pagi hari aku sudah bersiap untuk berangkat sekolah, setelah tadi pagi aku berpamitan pada mang Karjo dan teman – teman di pasar, kini giliran aku berpamitan kepada Om dan Tanteku karena hari ini aku sudah mulai tinggal di kost.
“kamu jaga diri baik – baik ya.. kalau ada apa – apa kasih kabar..” ucap Tante Septi memelukku bersama dek Fian.
“iya Tan.. nanti kalau aku ada waktu juga main kesini kok..” balasku pada Tante Septi.
“ya udah hati – hati ya..” ucap Tante Septi tersenyum.
“Om pamit dulu ya..” ucapku ke Om Heri.
“hmm..” balas Om Heri cuek.
“jangan kangen ya..” ucapku mengejek.
“najis..” balas Om Heri sinis.
“sstt… Ayah..!!” ucap Tante Septi melotot menegur Om Heri.
“hehehe..” balas Om Heri nyengir.
“rasain..” ucapku mengejek dan Om Heri hanya melirikku.
Aku kemudian naik dan bersiap untuk berangkat.
“Rik tunggu bentar..” ucap Om Heri yang kemudian berlari masuk ke dalam rumah.
Aku yang menunggu beberapa saat kemudian Om Heri keluar menghampiriku.
“Rik titip ya..” ucap Om Heri memberiku sebuah kunci.
“ini kan kunci rumah lama..” balasku heran.
“iya.. karena kamu yang lebih dekat makanya aku nitip kalau ada orang yang mau lihat, kamu yang bukain pintu.. hehe..” ucap Om Heri padaku.
“ah.. aku kira mau dikasih uang jajan..” balasku sebel.
Setelah berpamitan aku bergegas untuk berangkat ke sekolah. Sesampainya disana aku mengikuti pelajaran seperti biasa, dan saat jam istirahat sekolah aku bertemu dengan Yudha yang sudah berangkat sekolah.
“gimana bro..?” tanyaku ke Yudha saat di katin.
“udah gak papa Rik..” balas Yudha padaku.
“oh.. syukur deh kalo gitu..” ucapku lega.
“Rik.. ngomong – ngomong ente gak cerita ke anak – anak kan..?” tanya Yudha padaku.
“enggak kok.. apa mau ane cerita..?” balasku ke Yudha.
“eh.. gak usah lah ngapain cerita – cerita..” ucap Yudha padaku.
“hehe.. kirain..” balasku tertawa.
“oh iya.. gimana Rik udah dapet kost belum..?” ucap Yudha bertanya.
“udah bro.. kemarin di anter Reno nyarinya..” balasku ke Yudha.
“jadinya dapet dimana..?” tanya Yudha lagi.
“masih di kota sih cuma agak jauh dari kampus..” balasku menjelaskan.
Setelah jam istirahat selesai, aku dan Yudha kembali ke kelas masing – masing untuk mengikuti pelajaran. Saat jam pulang sekolah, aku langsung pulang ke tempat tinggal baruku.
Setelah sampai kost aku langsung ganti baju dan bersih – bersih kamar karena kemarin belum sempat. Saat aku sedang mengepel lantai, aku melihat mas Adit datang bersama pacarnya. Setelah memarkirkan motor, terlihat pacarnya langsung masuk kamar dan mas Adit menghampiriku.
“weh.. udah mulai kamu tempatin Rik..” ucap mas Adit padaku.
“udah mas.. mulai hari ini..” balasku ke mas Adit.
“baguslah.. moga – moga kamu betah..” ucap mas Adit kemudian.
“iya mas..” balasku tersenyum.
“santai aja Rik.. disini kost bebas..” ucap mas Adit berbisik sambil menyeringai.
Aku yang mendengar itu hanya tersenyum.
“udah ya aku masuk dulu..” ucap mas Adit kemudian.
“iya mas..” balasku mengacungkan jempol.
Setelah selesai menyapu dan mengepel, aku kemudian masuk ke kamar untuk bersantai. Saat sedang rebahan, sayup – sayup aku mendengar suara cewek teriak mendesah. Aku yang sadar kalau itu pasti ceweknya mas Adit. Entah kenapa aku malah membayangkan ceweknya mas Adit saat sedang disetubuhi, mana orangnya lumayan cantik dan seksi juga, pasti sangat menggairahkan.
Tiba – tiba aku tersadar kalau sedang memikirkan yang tidak – tidak. Hufh.. nampaknya aku harus mulai terbiasa dengan lingkungan baruku karena mau tidak mau pasti aku akan sering mendengarnya, selain mas Adit yang bilang kalau ini kost bebas juga karena kamarku yang bersebelahan dengan kamar mas Adit. Dari pada pikiranku jadi ngawur dan memikirkan yang tidak – tidak, lebih baik aku memutuskan untuk tidur siang.
Aku merasa seperti memulai lagi perjalanan hidupku yang baru, di tempat yang baru dan suasana yang baru.
Bersambung