Part #20 : Sebuah Kebetulan
Suatu kebiasaan atau rutinitas yang sudah cukup lama kita lakukan dan tidak bisa kita lepaskan begitu saja. Seperti halnya aku yang terbiasa bangun sebelum jam 3 pagi karena akan pergi ke pasar. Sudah hampir seminggu ini aku selalu terbangun dan mendengarkan suara desahan wanita yang berasal dari sebelah kamarku, kadang dari kamar mas Adit dan kadang dari kamar mas Bagas yang berakhir sebelum adzan subuh berkumandang.
Aku sudah mulai mengenal penghuni kost yang lain seperti mas Rahmat yang menghuni kamar nomor 1, dia sudah berkeluarga tapi tinggal sendiri karena istri dan anaknya tinggal di kampung, sedangkan pekerjaan mas Rahmat adalah seorang supir pribadi, mas Rahmat setiap hari pergi pagi buta dan pulangnya sudah malam.
Untuk penghuni kamar nomor 2 bernama mas Bagas. Dia adalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang sudah jarang kuliah tapi lebih banyak bekerja. Mas Bagas punya usaha jual beli HP di salah satu mall di kota ini, dan nampaknya dia lebih menikmati pekerjaannya dari pada menyelesaikan kuliahnya. Mas Bagas ini pulangnya selalu malam dan tak jarang dia mengajak seorang wanita menginap, tapi yang aku heran wanita yang dibawa mas Bagas itu berbeda – beda dan cantik – cantik semua.
Pagi ini aku sedang duduk menikmati teh panas yang aku beli dari warung pak Narto, nampaknya aku harus beli alat untuk masak air biar setiap pagi aku tidak usah beli teh panas. Disaat sedang menikmati teh sambil merokok, tiba – tiba pintu kamar mas Adit terbuka dan keluar seseorang dari dalam.
“loh Rik.. kamu belum berangkat sekolah..?” tanya mbak Ririn padaku.
“belum mbak bentar lagi..” balasku sambil melihat mbak Ririn.
Aku terbengong melihat mbak Ririn yang hanya menggunakan kaos longgar tanpa lengan dan celana pendek di atas paha. Yang membuatku menelan ludah karena nampaknya mbak Ririn juga tidak mengenakan dalaman, hal itu tentu saja membuat payudaranya terlihat dari samping dan putingnya terlihat menyembul. Mbak Ririn terlihat cuek saat mengenakan pakaian seperti itu dan yang membuatku kaget adalah mbak Ririn punya tato di lengannya karena baru kali ini aku melihatnya memakai pakaian terbuka.
“minta rokoknya ya..” ucap mbak Ririn mengambil rokokku dan membakarnya.
“ambil aja mbak..” balasku mempersilahkan.
“kok aku liat kamu setiap pagi selalu bangun awal..” ucap mbak Ririn padaku.
“udah kebiasaan mbak.. biasanya aku tiap pagi nganter sayuran ke pasar..” balasku menjelaskan.
“oh.. pantes aja.. aku dulu juga gitu..” ucap mbak Ririn lagi.
Aku sudah beberapa hari ini mengenal kalau mbak Ririn itu orangnya asik, berbeda saat aku melihatnya waktu pertama kali yang terlihat cuek dan gak mau tau. Aku pertamanya bingung mas Adit sama mbak Ririn ini udah nikah apa belum karena mereka sudah tinggal bersama, kemudian aku jadi tau kalau mereka itu ternyata masih pacaran dan memang sudah ada rencana mau nikah.
“kamu liatin apa Rik..?” ucap mbak Ririn membuyarkan lamunanku.
“eh.. enggak mbak..” balasku salah tingkah.
“udah sana.. kamu sekolah dulu.. kelamaan liat malah pengen nanti.. hihihi…” ucap mbak Ririn kemudian masuk kamar.
Bangke.. aku jadi malu karena kepergok ngeliatin mbak Ririn, lagian cowok mana coba yang tidak tergoda untuk melihat pemandangan di depan mata. Hufh.. dari pada pikiranku ngelantur, mending aku mandi terus berangkat sekolah.
***
Sesampainya di sekolah aku mengikuti pelajaran seperti biasa, yang membedakannya adalah kami para siswa selalu di ingatkan dan di gembleng oleh guru agar lebih giat karena kami sudah kelas 3. Hal itu menjadikan kami para siswa kelas 3 merasa sedikit stres dan tertekan karena itu dilakukan oleh setiap guru yang mengajar. Saat jam istirahat sekolah aku di kamar mandi belakang sedang nongkrong bersama Yudha.
“gimana Rik.. udah dikasih tau Akbar belum..?” tanya Yudha padaku.
“apaan bro..? Calon – calon ketua MEDUSA..?” balasku ke Yudha.
“iya..” ucap Yudha.
“belum.. emang ada berapa orang..?” tanyaku ke Yudha.
“gak tau Rik.. terakhir kemarin bilangnya 5, gak tau sekarang jadi berapa..” balas Yudha padaku.
“kalian milihnya gimana..? Ditunjuk apa ada yang menawarkan diri..?” tanyaku lagi.
“Akbar yang milih.. kayaknya ditunjuk Rik.. kalau mencalonkan diri gak ada yang mau..” balas Yudha menjelaskan.
“oh.. ya nanti aku minta pendapat kalian lagi..” ucapku ke Yudha.
“terserah ente aja Rik.. kalau ane mending langsung ente tunjuk aja..” balas Yudha mengusulkan.
Setelah jam istirahat selesai, aku dan Yudha kembali ke kelas kami masing – masing. Saat sedang mengikuti pelajaran, aku mendapat pesan dari Reno kalau pengen ketemu setelah pulang sekolah di tempat tongkrongan, aku yang sempat bertanya hanya dijawab buat mastiin kesana atau enggak. Akhirnya setelah jam pulang sekolah, aku langsung menuju cafe tempat biasa kami nongkrong.
Sesampainya disana, aku belum melihat adanya Reno. Akhirnya aku hanya duduk sambil merokok menunggu kedatangan Reno. Setelah beberapa saat menunggu tiba – tiba seseorang datang dan langsung duduk di depanku.
Aku kaget karena melihat Ratna yang datang, bukan Reno yang sudah janjian sama aku. Hmm.. akhirnya aku menyadari kalau ini hanya akal – akalan Reno biar aku datang karena selama ini aku jarang nongrong dan nampaknya ini juga permintaan dari Ratna.
Aku melihat Ratna yang duduk di depanku hanya diam sambil menunduk, aku juga melakukan hal yang sama tetap diam dan menikmati rokokku karena aku menunggu apa yang di inginkan Ratna.
Setelah kami sama – sama terdiam hampir 10 menit, tiba – tiba Ratna mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan meletakkannya di meja depanku.
Aku yang melihat foto itu hanya terdiam karena aku belum tau maksud Ratna memperlihatkan foto yang aku berikan padanya.
“tolong jelaskan kenapa kamu memberiku foto ini..” ucap Ratna yang mulai bicara.
“karena kita adalah teman..” balasku dengan tenang.
“tapi kenapa Rik.. kenapa..?” ucap Ratna yang melihatku dengan mata berkaca – kaca.
“karena seorang teman tidak saling menyakiti..” balasku ke Ratna.
“tapi kamu sudah menyakitiku..” ucap Ratna kemudian.
“dan kamu menyakiti pacarmu dan dia adalah temanku..” balasku yang membuat Ratna diam.
Aku melihat Ratna yang diam tidak bisa berkata – kata lagi karena ucapanku.
“aku minta maaf karena sudah marah – marah ke kamu, aku melakukan itu karena aku menyayangi Monic sama seperti aku juga menyayangimu. Aku dan Monic belum pacaran Na dan nampaknya akan sulit bagiku karena dia yang marah padaku..” ucapku menjelaskan.
“maaf..” balas Ratna lirih.
“aku tidak menyalahkanmu, tapi aku mohon bersikaplah dewasa. Aku ingin kamu menyayangi Yudha seperti halnya dia menyayangimu. Jika kamu menyakitinya itu sama seperti kamu menyakitiku juga..” ucapku pada Ratna.
“sekarang aku harap tidak ada lagi permusuhan di antara kita, aku ingin melihat Yudha bahagia bersamamu yang artinya aku juga akan merasakan kebahagiaan itu..” lanjutku menjelaskan.
“akan aku coba Rik..” ucap Ratna padaku.
“makasih Na..” balasku tersenyum.
“ya udah aku pulang dulu ya..” ucapku berpamitan.
“Rik..” panggil Ratna dan aku melihatnya.
“apa masih ada ruang untuk aku di hatimu..?” tanya Ratna yang melihatku penuh harap.
Aku hanya tersenyum pada Ratna kemudian pergi meninggalkannya. Aku kemudian memacu motorku untuk pulang ke kost. Saat sampai di kost hanya ada aku sendiri karena penghuni yang lain ada yang bekerja ada juga yang pulang kampung.
Setelah bersih – bersih dan berganti pakaian, aku kemudian hanya duduk di depan kamar sambil merokok. Saat aku yang sedang menikmati kesendirianku, tiba – tiba aku melihat mas Bagas yang datang menggunakan motornya.
“tumben mas siang – siang udah pulang..” ucapku ke mas Bagas.
“enggak Rik.. cuma mau ambil barang aja..” balas mas Bagas.
Kemudian mas Bagas masuk kamar, beberapa saat kemudian mas Bagas keluar dan menghampiriku.
“kamu gak bosen apa siang – siang malah melamun..” ucap mas Bagas membakar rokok dan duduk.
“enggak mas.. udah biasa.. hehe..” balasku tertawa.
“malam minggu gak pergi – pergi kemana gitu..?” tanya mas Bagas kemudian.
“lagi malas mas.. hehe..” balasku ke mas Bagas.
“udah ikut aku aja yok.. nanti habis tutup toko kita jalan – jalan..” ucap mas Bagas mengajakku.
“hmm.. gimana ya..” balasku ragu.
“udah gak papa.. malam minggu ceweknya banyak Rik.. nanti kamu pengen yang kayak apa aku cariin..” ucap mas Bagas padaku.
“ya udah.. aku ganti baju dulu mas..” balasku menyanggupi.
Aku akhirnya menyanggupi ajakan mas Bagas dari pada aku di kost gak ngapa – ngapain malah bosen, lagian aku juga pengen sedikit hiburan untuk melepas penat.
Setelah berganti pakaian, aku dan mas Bagas kemudian pergi ke mall tempat mas Bagas kerja. Aku dan mas Bagas membawa motor sendiri – sendiri karena mas Bagas bilang kalau nanti waktu pulang, pasti kita gak sendiri dan ada penumpangnya.
Sampai di lapak tempat usaha mas Bagas, aku hanya melihat sekalian belajar di dunia usaha, sesekali aku mencoba melayani pelanggan karena aku yang bilang ke mas Bagas kalau aku juga pengen belajar. Mas Bagas ternyata tidak pelit ilmu malah mengajariku tentang manajemen usaha dan keuangannya. Dia bilang kalau dunia usaha lebih menyenangkan dari pada kuliah, makanya sampai sekarang mas Bagas belum lulus – lulus dan malah terkesan malas untuk melanjutkan.
Dari yang aku tau, ternyata keuntungan yang di dapat juga lumayan. Walau usaha mas Bagas tidak terlalu besar, tapi dengan manajemen dan perhitungan yang tepat bisa menghasilkan keuntungan yang besar, hal itu juga yang membuat mas Bagas lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bersenang – senang.
Dari sini aku bisa menilai kalau mas Bagas itu orangnya cerdas, ramah dan komunikatif kepada pelanggan. Tak jarang ada pelanggan cewek yang di anggap menarik oleh mas Bagas bisa tergoda oleh rayuannya, di dukung dengan penampilan dan wajah yang rupawan, menjadikan si cewek terpesona yang pada akhirnya berakhir di atas ranjang.
Setelah waktu menunjukkan pukul 10 malam, aku dan mas Bagas kemudian menutup lapak. Biasanya kalau bukan akhir pekan, jam 9 malam mas Bagas sudah menutup lapaknya. Aku dan mas Bagas yang sudah rapi karena tadi kami sempat bergantian untuk mandi di kamar mandi mall, kemudian mas Bagas mengajakku pergi menuju tempat biasa dia bersenang – senang.
Beberapa saat kemudian, aku dan mas Bagas sudah sampai di salah satu tempat hiburan malam di kota ini. Setelah memarkirkan motor, mas Bagas langsung mengajakku ke dalam. Setelah membeli minuman dan mencari tempat duduk, aku melihat mas Bagas yang tolah – toleh seperti mencari sesuatu.
“cari apa mas..?” tanyaku ke mas Bagas.
“nyari cewek Rik..” balas mas Bagas yang masih tolah – toleh.
“oh ya tinggal datengin terus di ajak kenalan mas..” ucapku ke mas Bagas.
“gak semua cewek yang bisa di ajak jalan juga bisa di ajak enak – enak Rik..” balas mas Bagas menjelaskan.
“oh…” ucapku setuju.
“kalau ngajak cewek jalan tapi gak bisa enak – enak sama aja rugi buat kita Rik..” ucap mas Bagas menjelaskan.
“emang mas tau mana yang bisa di ajak mana yang enggak..?” tanyaku penasaran.
“kita liat aja..” balas mas Bagas tersenyum.
Duh.. rusak.. rusak.. kalau mikirnya kayak mas Bagas gini sama aja cuma memanfaatkan cewek untuk memuaskan nafsunya, memang sih yang dilakukan itu suka sama suka, tapi kenapa aku kok gak sampai hati untuk melakukan seperti mas Bagas, apa karena aku yang punya adik cewek jadi aku gak tega hanya memanfaatkan tubuh wanita tanpa memikirkan perasaannya.
Aku yang hanya menikmati minuman melihat mas Bagas yang masih sibuk mencari mangsa, tiba – tiba pandanganku teralihkan pada seseorang yang aku kenal terlihat sedang mengantarkan pesanan.
“susah kalau yang itu Rik.. namanya Selly, dia diajak jalan aja susah apalagi buat enak – enak..” ucap mas Bagas tiba – tiba karena melihatku sedang memperhatikan Selly.
“emang udah pernah mas..?” tanyaku penasaran.
“aku udah beberapa kali coba, tapi gak pernah bisa Rik.. dari pada buang – buang waktu mending cari yang lain..” balas mas Bagas menjelaskan.
Aku yang mendengar itu hanya tersenyum karena teringat Selly yang pernah bercerita padaku kalau dia niatnya disini hanya bekerja tidak untuk macam – macam. Beberapa saat kemudian mas Bagas pamit untuk pergi sebentar, sepertinya dia sudah mendapatkan cewek yang dia incar. Dan benar saja beberapa saat kemudian mas Bagas datang bersama seorang cewek, aku yang merasa agak pusing karena minuman ditambah aku yang belum terbiasa dengan suara musik yang bising kemudian memutuskan untuk keluar sebentar.
Aku sepertinya tidak cocok berada di tempat seperti ini karena aku yang terbiasa dengan suasana yang nyaman dan tenang. Saat aku sedang duduk menikmati rokok, tiba – tiba ada seseorang yang menghampiriku.
“kamu kok malah diluar..” ucap seseorang mengagetkanku.
“eh Sel.. kok kamu tau aku disini..” balasku setelah melihat Selly.
“aku tau kamu dari tadi liatin aku waktu di dalam, tapi kenapa kok tiba – tiba kamu keluar..” ucap Selly bertanya.
“pusing aku Sel.. aku gak pernah ketempat seperti ini, aku merasa kurang nyaman dengan suasananya ditambah suara yang bising malah bikin aku pusing..” balasku menjelaskan dan Selly hanya tersenyum.
“kok aku lihat kamu datang sama si Kampret..?” ucap Selly padaku.
“Kampret siapa Sel..?” tanyaku yang bingung.
“si Bagas..” balas Selly sinis.
“kok bisa Kampret..?” tanyaku lagi.
“Kampret itu Kambing Predator.. mukanya sok lugu kayak kambing tapi sikapnya ganas kayak predator..” balas Selly menjelaskan.
“oh.. dia temen kostku Sel.. emang kamu kenal sama mas Bagas..?” tanyaku penasaran.
“kenal sih enggak Rik, cuma disini dia udah terkenal suka berburu wanita..” balas Selly padaku.
Ah.. aku jadi paham sekarang kenapa mas Bagas yang kebingungan saat belum dapat cewek, dan nampaknya kelakuan mas Bagas juga sudah diketahui oleh banyak orang.
“kok kamu malah disini..?” ucapku bertanya.
“aku istirahat bentar Rik.. dari tadi aku udah mondar – mandir..” balas Selly padaku.
“oh.. hmm.. kamu nanti pulang jam berapa Sel..?” tanyaku ke Selly.
“sekitar jam 4 Rik.. kenapa..? Kamu mau nungguin aku..?” balas Selly bertanya.
“itu kalau boleh dan kamu mau..” balasku ke Selly.
“mau.. mau.. mau..” ucap Selly yang terlihat senang.
“ya udah kamu masuk dulu aja Sel, nanti dicariin temenmu..” ucapku menyuruh Selly.
“iya Rik.. ya udah aku tinggal dulu ya..” balas Selly tersenyum dan aku hanya mengangguk.
Setelah Selly masuk, aku masih diluar menikmati rokokku. Beberapa saat kemudian aku kembali ke dalam menemui mas Bagas. Aku melihat mas Bagas sedang bermesraan dengan teman wanitanya, dan aku melihat ternyata di meja juga ada tambahan minuman.
Aku melihat mas Bagas dan teman wanitanya sudah sama – sama mabuk, terlihat mereka yang sedang bermesraan dan tak jarang mereka saling merangsang. Nampaknya mas Bagas sudah tidak kuat lagi menahan nafsu, kemudian dia pamit untuk pulang duluan bersama teman wanitanya.
Aku yang ditinggal mas Bagas hanya duduk sendiri sambil menikmati minuman yang dibeli mas Bagas. Saat aku sedang menikmati minuman, tiba – tiba ada seorang cowok yang duduk di dekatku.
“sendirian aja mas..” ucap cowok itu padaku.
“iya..” balasku cuek.
“boleh dong aku temenin..” ucapnya lagi dan aku hanya meliriknya.
Aku melihat cowok itu berpakaian rapi dan terlihat keren, tapi dari gelagatnya kok aku curiga kalau dia..
“mas suka merokok ya, aku juga suka lho menghisap rokok..” ucap cowok itu genit sambil memainkan lidahnya.
Kan bajingan.. mimpi apa aku semalam sampai ketemu SUPRI PENSIL. Masih mending digodain cewek, lha ini malah… arrggghh…!!!
“kok diem aja sih mas..” ucap si supri sambil memegang pahaku.
“gak usah pegang – pegang..” balasku menyingkirkan tangannya dari pahaku.
“ih.. masnya kok malu – malu sih..” ucap supri sok manja.
“dasar SUPRI PENSIL..” gerutuku kesal.
“namaku Kiky mas.. bukan Supri..” balas cowok itu yang mendengar ucapanku.
“gak ngurus siapa namamu.. bagiku kamu SUPRI PENSIL.. SUKA PRIA PECINTA SILIT..!!” ucapku memakinya.
Terlihat cowok itu melotot karena aku mengejeknya dengan sebutan itu. Aku yang dipelototi bukannya takut malah jadi emosi.
“ngapain kamu melotot..!! kamu gak terima..!! mau aku hancurin itu mukamu..!!” ucapku yang sudah emosi, dan aku melihat si supri mulai menciut.
“pergi gak..!! Atau aku patahin juga sini lehermu..!!” ucapku lagi dan si supri langsung buru – buru pergi.
Hufh.. sabar – sabar.. kenapa juga aku terpancing emosi cuma gara – gara makhluk setengah jadi. Aku kemudian tanpa sengaja melihat Selly yang terlihat sedang menahan tawa, sepertinya dia juga melihatku saat digoda oleh supri. Aku yang dilihat oleh Selly hanya bisa geleng – geleng kepala.
Hari semakin menjelang pagi dan terlihat pengunjung sudah mulai meninggalkan tempat ini, aku kemudian juga ikut keluar dan menunggu Selly menyelesaikan pekerjaannya.
Setelah menunggu cukup lama, terlihat para pekerja sudah mulai keluar untuk pulang, tak berapa lama terlihat Selly yang juga keluar dan langsung menghampiriku.
“maaf ya nunggu lama..” ucap Selly padaku.
“gak papa Sel.. ya udah yuk aku antar pulang..” balasku ke Selly.
“kita jalan – jalan dulu Rik.. mau ya..” ucap Selly memohon.
“kamu emangnya gak capek..?” tanyaku heran.
“enggak kok.. lagian hari ini aku juga libur kok..” balas Selly tersenyum.
Akhirnya aku dan Selly kemudian pergi meninggalkan tempat tersebut. Selly memboncengku dengan memelukku erat yang membuatku merasa hangat di pagi yang dingin ini.
“kita mau kemana Sel..?” tanyaku saat di perjalanan.
“kemana aja Rik.. aku gak mau pulang cepat – cepat..” balas Selly dan aku hanya mengangguk.
“Rik..” panggil Selly.
“ya..?” jawabku menanggapi.
“gimana rasanya digoda sama cowok..?” tanya Selly yang membuatku aarrgghhh…
“udah deh gak usah dibahas kenapa..” balasku kesal.
“hihihi… maaf.. maaf..” ucap Selly tertawa.
Setelah aku dan Selly yang cukup berputar – putar mengukur jalan, kemudian aku mengarahkan motorku menuju ke alun – alun, aku sudah lama tidak kesini dan aku merasa kangen dengan tempat ini. Setelah memarkirkan motorku, aku kemudian mengajak Selly jalan – jalan.
“wah.. rame juga ya disini.. kamu sering kesini ya Rik..?” tanya Selly padaku.
“dulu setiap minggu aku olah raga disini Sel..” balasku ke Selly.
“aku suka suasananya..” ucap Selly yang terlihat senang.
Aku dan Selly berjalan berdua sambil bergandengan tangan, hal ini mengingatkanku pada orang – orang yang dulu pernah berjalan bersamaku di tempat ini. Aku masih ingat setiap moment saat aku bersama orang – orang yang aku sayangi dan pastinya aku selalu merindukan tempat ini karena tempat ini menyimpan banyak kenangan indah.
“aku mau kok di ajak kesini lagi saat aku libur..” ucap Selly padaku.
“boleh..” balasku tersenyum.
“makasih..” ucap Selly yang menggandeng lenganku dan merapatkan tubuhnya.
Aku melihat Selly yang terlihat bahagia walau dari wajahnya terlihat sudah sangat capek karena semalaman bekerja. Setelah cukup berjalan – jalan, aku kemudian mengajak Selly untuk sarapan bubur di warung sekitar alun – alun.
Kami menikmati sarapan sambil mengobrol, aku yang melihat mata Selly terlihat mengantuk dan terlihat beberapa kali menguap jadi kasihan. Akhirnya aku mengajaknya untuk pergi dan mengantarnya pulang.
“Rik.. antar aku ke tempat saudaraku aja ya, soalnya hari ini aku libur..” ucap Selly saat perjalanan.
“dimana..?” balasku bertanya.
“di perumahan dekat terminal..” ucap Selly menjelaskan.
Aku kemudian mengarahkan motorku menuju daerah yang disebutkan oleh Selly, tapi itu kan perumahan yang sama dengan… ah mungkin dia hanya tetanggaan atau beda komplek sama saudaranya Selly.
Sepanjang perjalanan Selly hanya terdiam memelukku saat membonceng, disaat kami berhenti di lampu merah, aku mendengar dengkuran halus dari Selly, nampaknya dia tertidur karena kecapean. Aku kemudian memacu motorku agak pelan sambil memegang tangan Selly yang melingkar di perutku, aku takut jalan cepat – cepat karena Selly yang tidur sambil membonceng.
Setelah sampai di kawasan perumahan, aku berhenti sejenak untuk membangunkan Selly.
“Sel.. Sel..” panggilku membangunkannya.
“eh.. iya.. aduh maaf aku ketiduran..” balas Selly tersadar.
“ini rumah saudaramu yang mana..?” ucapku bertanya.
“terus aja Rik.. nanti gang ke tiga belok kiri..” balas Selly menjelaskan.
Aku kemudian menjalankan motorku sambil berfikir, jangan – jangan.. ah.. semoga saja bukan.. tapi kalau iya.. hufh.. saat sampai di gang ke tiga aku membelokkan motorku dan menjalankannya pelan dengan perasaan cemas. Saat melewati sebuah rumah seseorang yang aku kenal pikiranku tambah gak tenang.
“stop Rik.. yang ini rumahnya..” ucap Selly menyuruhku berhenti.
Dan benar saja yang aku takutkan terjadi, rumah ini adalah rumah seseorang yang aku kenal dan saat aku melihat di teras terlihat seseorang yang langsung mendatangi kami saat tau kami yang datang. Dan ternyata sepupunya Selly adalah..
“Nis..” panggilku bingung saat melihat Nisa mendatangi aku dan Selly.
“makasih ya Rik udah nganter kakakku..” ucap Nisa tersenyum dan aku makin bingung.
“loh kalian udah saling kenal..?” ucap Selly yang heran.
“kami satu sekolah kak..” balas Nisa menjelaskan.
“pantesan.. aku kira Riki satu sekolah sama..” ucap Selly terpotong karena aku meliriknya.
“sama siapa kak..?” tanya Nisa penasaran.
“enggak dek..” balas Selly salah tingkah.
“udah ya aku pulang dulu..” ucapku kepada Selly dan Nisa agar tidak dibahas lagi.
“iya.. makasih ya Rik..” balas Selly.
“hati – hati ya..” balas Nisa.
Aku kemudian pergi meninggalkan rumah Nisa dengan perasaan bingung. Ternyata dunia ini sempit dan penuh dengan suatu kebetulan. Aku masih tak menyangka kalau Selly dan Nisa itu sepupuan. Mereka pernah bercerita padaku kalau mempunyai saudara sepupu, tapi saat mereka bercerita tidak pernah menyebut nama. Tapi ngomong – ngomong, kok sikap Nisa biasa aja ya malah terkesan senang saat melihat aku bersama dengan Selly, waktu melihatku jalan di mall juga tidak marah seperti Monic, pasti ada sesuatu yang membuat Nisa bersikap seperti itu, besok aku akan mencoba untuk bertanya padanya.
Pagi menjelang siang dan aku langsung pulang menuju kost. Setelah bersih – bersih, aku memutuskan untuk tidur karena semalaman bergadang.
Aku terbangun sore hari karena mendengar ada orang ngobrol di depan, saat aku keluar kamar aku melihat mas Anang dan mas Rahmat yang sedang berbincang. Mas Anang terlihat baru saja balik dari pulang kampung karena masih menggendong tas di punggungnya, sedangkan mas Rahmat sedang mencuci mobil yang dibawanya, tapi yang membuatku heran mobil yang dibawanya berbeda dari yang biasanya dan aku seperti pernah melihat mobil ini. Aku yang kemudian mendatangi mas Anang dan mas Rahmat yang sedang mengobrol.
“baru balik mas..?” tanyaku ke mas Anang.
“eh iya Rik.. kamu baru bangun..” balas mas Anang padaku.
“iya mas.. hehehe..” ucapku tertawa.
“ya udah mas aku ke kamar dulu..” ucap mas Anang kepada mas Rahmat.
“iya Nang..” balas mas Rahmat yang masih mengelap mobil.
“mandi sana Rik..” ucap mas Anang terkekeh sambil menuju kamarnya.
Aku masih melihat – lihat mobil yang di cuci oleh mas Rahmat, aku masih mencoba mengingat – ingat ini mobil siapa ya..?
“Rik.. ngapain bengong..?” tanya mas Rahmat membuyarkanku.
“eh enggak mas.. mobilnya bagus..” balasku berkilah.
“oh.. kirain kenapa..” ucap mas Rahmat kemudian.
“mobilnya siapa mas..? Kok aku baru lihat..?” tanyaku penasaran.
“anaknya temen bossku Rik..” balas mas Rahmat padaku.
“oh.. kok kamu yang bawa mas..?” tanyaku lagi.
“disuruh nyuciin Rik.. heran aku nyuci mobil aja nyuruh orang, harusnya aku kalau minggu setengah hari Rik, gara – gara ini jadi aku balik kesana lagi buat nganter mobil..” balas mas Rahmat menggerutu.
“kok gak dicuciin diluar aja mas..?” tanyaku heran.
“males Rik.. anaknya udah manja pelit lagi, boro – boro abis minta tolong terus ngasih duit, ucapan makasih aja enggak.. dari pada dicuci diluar mending aku cuci sendiri aja, uang yang dia kasih bisa buat beli Rokok..” balas mas Rahmat menjelaskan.
“kok ada sih mas orang kaya gitu..” ucapku yang ikut kesal.
Kring.. kring.. kring..
Tiba – tiba HP mas Rahmat berbunyi dan mas Rahmat buru – buru mengangkatnya.
“halo non.. iya non.. bentar lagi non.. iya.. iya.. aduh.. ya non Dini alasan aja mau kemana gitu.. iya non.. sabar ya non.. iya iya..” suara percakapan mas Rahmat di telepon.
Aku yang tanpa sengaja mendengarnya jadi kaget saat mas Rahmat menyebut nama Dini. Jangan – jangan mas Rahmat ini supirnya Dini. Ah.. sekarang aku jadi ingat, ini kan mobilnya Benny yang dia bawa waktu jemput Dini di sekolah.
“ini mobilnya Benny ya mas..?” ucapku ke mas Rahmat dan dia terlihat kaget.
“loh kok kamu tau Rik..?” balas mas Rahmat yang kaget.
“terus yang barusan telepon Dini..?” tanyaku lagi.
“kamu tau non Dini juga..” balas mas Rahmat heran.
“emang kenapa mas kok kayaknya Dini nyuruh cepet – cepet..?” tanyaku yang penasaran.
“itu Rik.. non Dini udah gak betah, mas Benny nyuruh aku buat nyuci mobil kan akal – akalannya biar bisa berlama – lama sama non Dini..” balas mas Rahmat menjelaskan.
“ayo mas aku bantu..” ucapku mengambil lap kering kemudian membantu mas Rahmat.
“wah Rik.. kok kamu jadi ikut bantuin..” ucap mas Rahmat heran.
“biar Dini gak kelamaan nunggu..” balasku sambil mengelap mobil Benny.
Entah kenapa aku malah membayangkan Benny yang berduaan dengan Dini, dan setelah tau kalau Dini yang ternyata gak betah sama Benny, berarti Dini yang mau sama Benny hanya terpaksa, apa dia melakukannya agar aku tidak mendekatinya lagi..? Argh.. kenapa juga aku malah jadi teringat Dini, padahal aku sudah lama melupakannya.
“Rik.. Rik.. woi Rik..” panggil mas Rahmat padaku.
“eh.. iya mas kenapa..” jawabku kaget.
“kamu aku panggil – panggil malah diem aja..” ucap mas Rahmat heran.
“hehe.. maaf mas.. kenapa emang..?” balasku ke mas Rahmat.
“kok kamu bisa kenal sama mas Benny dan non Dini..?” tanya mas Rahmat penasaran.
“kalau Benny cuma temen lama mas, kalau Dini satu sekolah sama aku..” balasku menjelaskan.
“oh.. eh bentar – bentar.. jangan – jangan kamu yang ngikutin non Dini waktu pulang sekolah itu ya..?” ucap mas Rahmat curiga.
“eh.. iya mas..” balasku malu.
“wah.. parah kamu Rik.. pantes aja aku kayak pernah liat kamu.. tapi ngomong – ngomong ada masalah apa Rik kamu sama non Dini sampai dia marah – marah gitu..?” tanya mas Rahmat penasaran.
“hmm.. sebenernya hanya salam paham aja sih mas.. aku cuma mau menjelaskan tapi Dini udah gak mau denger penjelasanku..” balasku menjelaskan.
“paham.. paham.. emang non Dini kalau udah marah susah Rik..” ucap mas Rahmat setuju.
“mas.. jangan bilang – bilang ke Dini tentang aku ya.. takutnya dia malah marah sama kamu..” ucapku ke mas Rahmas.
“wah.. jelas kalau itu Rik.. aku juga gak mau kalau kena marah..” balas mas Rahmat.
Beberapa saat kemudian kami sudah selesai membersihkan mobil Benny, mas Rahmat sempat berterima kasih karena sudah dibantu. Saat mas Rahmat akan mengantarkan mobil, aku kembali mengingatkan mas Rahmat untuk jangan menyinggung tentang aku kepada Dini.
Setelah mas Rahmat pergi, aku kembali bertemu dengan sebuah kebetulan, dan kali ini kebetulan yang sebenarnya sudah aku lupakan. Aku yang merasa gerah memutuskan untuk mandi dan beristirahat.
***
Pagi hari disekolah, aku mengikuti upacara bendera dan berlanjut dengan pelajaran seperti biasa. Saat jam istirahat aku menyempatkan diri untuk makan di kantin, dan saat kembali mengikuti pelajaran, aku teringat bahwa aku ingin bertanya kepada Nisa tentang Selly. Setelah aku mengajak Nisa ketemuan lewat pesan, dia menyanggupi untuk bertemu denganku di mall tempat aku dan Nisa pernah ketemu setelah jam pulang sekolah. Hingga saat jam pulang sekolah tiba, aku langsung menuju tempat aku dan Nisa bertemu karena Nisa akan menemuiku disana.
Setelah sampai di tempat yang telah disepakati, aku segera mencari tempat duduk dan menunggu Nisa datang. Setelah beberapa menit menunggu, terlihat Nisa yang datang sendiri dan langsung menghampiriku.
“udah lama nunggu Rik..?” tanya Nisa padaku.
“enggak kok.. baru aja..” balasku ke Nisa.
“kamu mau ngomong apa..?” tanya Nisa padaku setelah duduk.
“eh.. aaa..” balasku yang bingung mau memulai dari mana.
“kamu bingung ya..? Kamu mau tanya tentang kak Selly..?” ucap Nisa yang mengetahui kebingunganku.
“iya Nis.. kenapa kok kamu..” balasku terpotong.
“gak marah..” sahut Nisa memotongku.
“iya..” balasku mengangguk.
“aku gak punya hak buat marah sama kamu Rik, malah aku mau berterima kasih sama kamu..” ucap Nisa yang membuatku bingung.
“terima kasih untuk apa..?” tanyaku yang bingung.
“terima kasih karena sudah membuat kak Selly tersenyum..” balas Nisa tersenyum.
“hah.. maksudnya..?” tanyaku yang bingung.
“kak Selly pernah menjalani hidup yang berat Rik, semenjak saat itu dia selalu murung dan terlihat sedih.. setelah mengenalmu, dia sudah bisa tersenyum dan terlihat bahagia..” balas Nisa menjelaskan.
“aku..?” ucapku yang heran.
“iya.. kamu pasti bingung ya..?” tanya Nisa padaku.
“iya Nis.. aku bener – bener bingung..” balasku penasaran.
“semua berawal setelah papanya kak Selly meninggal, tak berapa lama setelah itu mamanya menikah lagi dan suaminya tinggal bersama mereka. Suatu hari kak Selly hendak diperkosa oleh papa tirinya, hal itu tidak sempat terjadi karena kepergok oleh mamanya, tapi hal yang mengejutkan karena papa tirinya menuduh kak Selly yang menggodanya dan mamanya percaya pada suaminya. Sejak saat itu mama dan papa tirinya meninggalkan kak Selly sendiri sampai keluarga besar juga mengucilkannya. Aku yang tau seperti apa kak Selly kemudian meminta papaku untuk mengajak kak Selly tinggal bersama kami..” ucap Nisa menjelaskan.
“memang kejadiannya gimana kok sampai keluarga besar bisa percaya oleh cerita papa tirinya..?” tanyaku yang penasaran.
“karena kejadiannya di kamar orang tuanya.. jadi papa tirinya meminta kak Selly untuk mengambilkan sesuatu dan mengantarnya ke kamar, kak Selly yang tidak curiga hanya menurut dan mengantarkannya masuk kamar, tiba – tiba papa tirinya menutup pintu dan menguncinya. Setelah itu papa tirinya berusaha memperkosa kak Selly. Kak Selly berusaha melawan dan memberontak sampai mamanya datang, papa tirinya yang takut ketahuan kemudian berpura – pura minta tolong dan saat pintu dibuka kemudian papa tirinya langsung menuduh kak Selly yang menggodanya. Kak Selly yang dipukuli oleh mamanya hanya bisa menangis..” ucap Nisa menjelaskan dengan mata yang berkaca – kaca.
Aku yang mendengar cerita dari Nisa jadi ikut emosi, papa tirinya yang bejat dan mamanya Selly yang bodoh karena sudah dibutakan oleh suaminya. Harusnya dia lebih percaya kepada darah dagingnya sendiri bukan malah percaya kepada orang yang baru, lagian kalau di logika kan gak masuk akal, sekuat apa sih seorang gadis remaja bisa mengurung pria dewasa dengan alasan menggoda. Bodoh.. bodoh.. aku yang jadi emosi tanpa sadar tanganku terkepal.
“Rik..” ucap Nisa menggenggam tanganku.
“maaf Nis..” balasku yang sadar.
“aku tau kamu marah, sama seperti aku Rik.. tapi aku sudah tidak memikirkan keluarganya lagi Rik karena aku hanya memikirkan kak Selly..” ucap Nisa padaku.
“kamu tau Rik, sebenarnya itu kejadian yang kedua kalinya setelah sebelumnya yang melakukannya adalah kakak iparnya. Tapi setelah kejadian dengan papa tirinya, kak Selly menjadi tertutup dan trauma kepada laki – laki karena dia menganggap semua laki – laki itu sama. Apalagi saat dia yang bekerja di tempat hiburan malam dan tidak sedikit laki – laki yang menggodanya, hal itu menjadikannya semakin benci kepada laki – laki. Aku yang selalu berusaha menguatkannya dan memberi pengertian bahwa tidak semua laki – laki itu sama seperti kakak ipar dan papa tirinya..” lanjut Nisa bercerita.
Aku hanya terdiam mendengar cerita dari Nisa, aku tidak menyangka kalau Selly sampai mengalami hal itu yang membuatnya jadi trauma. Tapi aku merasa kalau Selly tidak sedikit pun takut atau bahkan menghindariku.
“aku tidak tau Nis kalau Selly sampai trauma kepada laki – laki..” ucapku ke Nisa.
“karena kamu yang sudah menyembuhkannya..” balas Nisa tersenyum.
“aku..?” ucapku kaget.
“iya.. kamu yang sudah membuat kak Selly bisa tersenyum lagi, itulah mengapa saat aku melihatmu jalan bersama kak Selly aku hanya tersenyum, karena aku merasa senang kak Selly bisa bertemu denganmu..” balas Nisa yang membuatku heran.
“kenapa bisa begitu Nis..?” tanyaku heran.
“karena aku mengenalmu dan aku percaya padamu..” balas Nisa tersenyum.
“sudah Rik.. jangan terlalu kamu pikirkan, yang jelas aku merasa senang dan berterima kasih karena sudah membuat aku dan kak Selly bahagia..” ucap Nisa kemudian.
“iya Nis..” balasku ke Nisa.
“Rik.. aku mohon kamu jangan merasa terbebani dengan semua ini, aku tidak pernah melarangmu untuk dekat dengan siapa saja, dan satu lagi aku mohon kamu bisa baikan lagi dengan Monic..” ucap Nisa yang membuatku galau.
Aku benar – benar tidak menyangka dengan apa yang Nisa ucapkan, dia yang pernah menyatakan perasaannya padaku malah membiarkanku untuk dekat dengan siapa saja, apalagi dia menyuruhku untuk kembali dekat dengan sahabatnya yang dia tau kalau aku sangat menyayanginya.
“udah yuk kita pulang..” ajak Nisa padaku.
“iya Nis.. kamu udah dijemput..?” tanyaku dan Nisa menggelengkan kepala.
“kamu mau aku antar..?” ucapku dan Nisa mengangguk tersenyum.
Aku dan Nisa kemudian berjalan bersama menuju parkiran, dan kali ini ada yang berbeda karena Nisa yang menggandeng tanganku saat berjalan berdua. Perasaanku benar – benar bercampur aduk, antara senang, bingung, bimbang dan yang jelas aku galau.
Aku kemudian memacu motorku untuk mengantar Nisa pulang, Nisa yang memboncengku menyamping dengan melingkarkan tangannya di perutku dan dada kanannya menempel di punggungku yang membuatku merasa nyaman. Aku merasakan ada ketulusan yang ditunjukkan oleh Nisa, dan sepertinya aku juga merasakannya.
Setelah mengantar Nisa dan berpamitan, aku kemudian pergi meninggalkan rumah Nisa untuk kembali ke kost. Sepanjang perjalanan aku merasakan kebingungan karena akhir – akhir ini pikiranku tersita oleh wanita – wanita yang dekat denganku. Aku merasa lelah dan aku ingin beristirahat sejenak untuk menenangkan pikiranku yang kacau.
Bersambung