Part #16 : Elma kembali bergerilya

“Jadi gimana sebenarnya perasaanmu ke orang itu?” tanya Desy.

“Aku gak yakin Des…” aku terdiam sesaat, memandangi gerombolan keluarga yang sedang bersepeda bersama. Kalau dipikir-pikir bagaimana sebenarnya perasaanku pada Kak Sasha ya? Aku suka padanya, tidak terbantahkan lagi. Namun bagaimana sebenarnya isi hatiku padanya? Apakah aku benar-benar mencintainya melebihi perempuan lain yang ada di sekitarku? Melebihi Aurel, Elma, bahkan Mama dan Nissa sekalipun. Aku belum yakin, namun satu yang ku ketahui; hatiku merasa gundah gulana memikirkan bahwa Kak Sasha akan hidup jauh dari sini sebentar lagi.

“Menurutmu aku harus bagaimana?” tanyaku balik.

“Kamu harus berpikir matang-matang. Jangan cepat ambil kesimpulan, bisa saja kamu merasa sayang cuma karena dia akan pergi. Bisa jadi setelah dia sudah jauh, perasaanmu malah hilang. Begitu juga sebaliknya, jangan sampai juga dia sudah jauh baru kamu sadar kalau kamu sayang sama dia. Masih ada beberapa hari, pikirkan saja dulu dengan baik. Kalau memang sayang, kamu harus ucapin sebelum dia pergi, jangan sampai nyesal,” ucap Desy. Meski masih SMA, pemikirannya sudah cukup dewasa. Entah bagaimana mulanya tadi hingga akhirnya jogging kami pagi ini justru diakhiri sesi curhat olehku. Ia mendengarkan dengan begitu baik, tak pernah memotong di tengah pembicaraan, dan memberikan saran seperlunya saja. Aku benar-benar membutuhkan sosok seperti Desy di tengah kegalauanku saat ini.

“Ngomong-ngomong perempuan yang kamu maksud itu siapa?”

“Rahasia Des…” ucapku tersenyum. Tak mungkin aku mau membocorkan bahwa perempuan yang ku sukai itu adalah kakak sepupuku sendiri.

Ia tersenyum balik. Memamerkan lesung pipinya yang begitu serasi dengan hidung mancungnya. Pagi ini ia kembali mengenakan padanan celana legging bahan nilon dan sport bra. Perutnya yang kencang nampak mengkilat diterpa sinar mentari.
“Semoga berhasil deh kalau gitu,” ucapnya sambil mengelus pundakku.

Desy

Sejak bangun tadi, penisku benar-benar merasa tegang dan bernafsu. Mungkin karena sudah pernah merasakan vagina, penisku belakangan ini jadi lebih merepotkan karena selalu mengharapkan sentuhan. Duduk di sebelah Desy yang cantik dan seksi di jalanan sesepi ini membuat pikiranku menjadi sedikit kotor. Paha kencangnya yang dibalut oleh legging ketat membuatku berfantasi betapa menyenangkannya jika menggenjot tubuhnya di balik semak-semak.

Seketika wajah Desy berubah. Senyumnya terganti oleh ekspresi terkejut sambil menatap ke arah bawah. Ku ikuti arah pandangannya yang ternyata sedang menatap ke arah pahaku. Oh sial… Aku sampai lupa diri jika penisku telah berdiri keras sejak tadi. Buru-buru ku tarik turun kain hoodie-ku sampai menutupi tonjolan penisku. Desy lalu memalingkan wajahnya ke arah jalanan lagi, berusaha menghilangkan kecanggungan. Aduh, aku tak boleh membiarkan penisku mengganggu pertemananku dengan Desy kali ini. Sudah cukup hubunganku dengan Elma dan Aurel yang nyaris berantakan karenanya, jangan sampai Desy juga. Lagipula Ia adalah musuh adikku, Nissa pasti tak akan mau bercinta lagi denganku jika tahu bahwa aku juga turut bernafsu pada Desy.

“Be-besok jogging lagi kan?”

“I-iya, besok lagi,” jawabku, kami berdua sama-sama tergagap menahan rasa salah tingkah muncul.

Kami pun berpisah arah pagi itu. Sepanjang perjalanan aku berpikir bahwa aku harus segera melakukan sesuatu dengan penisku. Aku harus memperoleh kepuasan hari ini, jika tidak di rumah maka di tempat lain pun tak apa. Entah dengan siapa, yang penting nafsuku harus dipuaskan hari ini.

Pagi pukul 9 setelah kelas, aku memperoleh kesempatan yang sangat jarang ku peroleh sebelumnya. Ya, pagi ini aku berjalan berduaan mengitari kampus bersama Elma. Kebetulan memang hanya ada kami berdua pagi ini. Aurel, meski tadi mengikuti kelas, namun menolak saat diajak. Sedangkan kata Elma, Harun tak pulang sejak semalam hingga tak muncul di kampus pagi ini.

“Paling pergi ngehotel lagi,” ucap Elma dengan wajah yang kaku. “Aku sampai naik Grab ke kampus gara-gara dia.”

Aku cuma mendengarkan dia sambil terus melangkah. Entah ke mana tujuan kami, aku hanya ingin menghabiskan waktu dengannya pagi ini. Dia mengenakan baju hitam, celana jins, dan jilbab putih saat ini, gaya mahasiswi pada umumnya.

“Aku pengen juga ga pulang kayak gitu, ngapainlah di luar, gantian dia yang nungguin di rumah.”

Seketika kakiku berhenti melangkah. Sepertinya rencanaku bisa ku jalankan hari ini.

“Memang kamu ga masalah nginap-nginap kayak gitu?”

Ia mengangkat kedua pundaknya lalu berkata, “Menurutku ga masalah… kamu ingat kalau aku pernah bilang pengen kita nyewa kamar hotel kan? Aku pengen berduaan juga sama kamu Yo, ga cuma dia yang bisa seenaknya,” ucapnya sambil menatapku. Tentu saja aku ingat, dan memang itu pula rencanaku.

“Kamu mau ga kalau siang selesai kelas nanti aku sewain kita kamar hotel?” tanyaku lagi.

“Kamu beneran?”

Aku hanya mengangguk.

“Kalau gitu aku mau…” Sambil menatap mataku lekat Elma bertanya, “Emang kamu bakal ngapain aja ke aku Yo?”

Mendengarnya mengucapkan itu saja sudah membuat penisku keras. Aku langsung terbayang untuk bisa merasakan vaginanya untuk pertama kali, menyenggamainya dengan keras, lalu menyemprotkan sperma di jilbabnya, akan ku habiskan semalaman untuk dia.

“Aku bakal ngelakuin semua yang ga pernah dilakuin Harun ke kamu El.”

Ku lihat wajah Elma juga memerah. Sepertinya fantasi ibu muda ini juga sudah merangsangnya. Seketika Ia meraih tanganku di lorong kelas itu, menggenggamnya cukup lama. Kalau ada kenalan kami yang melihat mungkin akan jadi gosip, namun apa pun itu, kami tetap lanjut bergenggaman tangan di sepanjang lorong kampus.

Elma

Siang hari pukul 14:00, aku sudah dipersilakan untuk memasuki kamar oleh seorang pegawai hotel. Setelah mencari melalui situs web, akhirnya aku menemukan hotel dengan harga terjangkau namun kualitas yang baik. Setidaknya aku bisa menggunakan uang hasil terjemah dokumen yang diberikan Mama untuk kesenanganku.

Setelah dari kampus, Elma memilih pulang dulu untuk menyusui Maura. Katanya setelah itu ia bakal segera ke sini, sekalian membawa persiapan menginap. Sambil menunggu Elma, penisku tak kunjung melunak. Ini adalah pertama kalinya aku akan bersenggama di kamar hotel, dan rasanya ternyata menegangkan juga.

Aku menunggu sambil melakukan hal-hal. Mulai dari mandi, menonton TV, hingga akhirnya membaca novel karangan Kazuo Ishiguro yang ku bawa. Tak terasa sudah hampir dua jam aku di sini. Tak kunjung ada kabar lagi dari Elma. Sampai akhirnya pada pukul 16:00 sebuah pesan yang ku tunggu-tunggu pun muncul.

“Maaf ya Yo, ternyata dari siang tadi Harun udah di rumah. Aku jadi ga berani keluar.”

“Nanti aku ganti uangmu buat nginep.”

Memang nasib kurang beruntung. Selama ini aku selalu menahan diri untuk tidak mengajak Aurel atau Elma untuk menyewa kamar hotel karena kendala biaya. Sekalinya aku punya uang untuk membayar yang terjadi justru mengecewakan. Elma batal datang.

“Gapapa kok.” Balasku dengan patah semangat.

Tak bisa terus-terusan merasa kecewa. Aku harus memutar otak agar uangku tak sia-sia. Mau ku apakan kamar ini?

Seharusnya Nissa sudah pulang sekolah beberapa menit lalu. Apa aku ajak dia ke sini saja ya? Rasanya bergairah juga menikmati tubuh adikku yang indah di tempat selain rumah. Apalagi kami tak bisa bebas untuk bersenggama di rumah lagi sejak kedatangan Kak Sasha. Baiklah sepertinya begitu saja. Aku langsung meraih kunci motor dan bersiap meninggalkan kamar. Namun tiba-tiba ponselku bergetar lagi.

Aurel

Kamu lagi apa?

Niatku untuk bergegas ke arah rumah sepertinya harus ku urungkan. Kali ini perubahan rencana terjadi lagi. 15 menit setelahnya, aku dan Aurel sedang berdiri berdampingan di lift. Ia dengan kemeja putih dengan kancing atas terbuka, rok hitam selutut, dan sepatu hitam, masih mengenakan setelan kampus. Dengan rambut pendeknya yang tersisir rapi, ia memandang penuh makna ke arahku. Sambil merangkulnya, kami menyusuri lorong berjalan menuju kamar hotel.

Setelah chat tadi, aku tanpa basa-basi menawarkan Aurel apakah mau ke hotel bersamaku. Secara mengejutkan ia menerimanya begitu saja. Padahal awalnya aku berpikir bahwa Aurel sedang kesal padaku saat ini. Sepertinya aku lupa bahwa Aurel hanya kesal ke Elma saja, bukan padaku.

Kami sudah di kamar hotel saat ini. Aurel mengambil duduk di atas kasur, sedangkan aku duduk di sofa sambil memandanginya. Kami hanya saling lihat-lihatan, mencoba menikmati momen dengan khidmat. Kami sudah dua kali berhubungan seks sebelumnya, dan semuanya diawali secara dadakan, baru sore ini kami melakukannya dengan sedikit terencana.

Aurel lalu berjalan ke arahku. Langkahnya terhenti tepat di depanku lalu berlutut di hadapanku. Kepala Aurel kini tepat berada di celah pahaku.

“Udah keras ternyata,” ucapnya sambil tertawa, Ia sedang mengelus-ngelus penisku dari balik celana.

“Keras karena mikirin kamu Rel.”

“Ah masa,” ucapnya sambil memencet batang penisku, membuatku mengaduh pelan. “Bukan karena mikirin Elma kan?”

Aku tak menjawab pertanyaan Aurel. Ku angkat tubuhnya lalu ku dorong ke arah kasur. Ku cium bibirnya yang sedang berbaring. Ia membalas pagutanku dengan lembut, lidahnya bertukar dengan lidahku. Tangannya hanya merangkulku pelan, tak ada gerakan terburu-buru, semuanya dilakukan dengan pelan. Kami punya banyak waktu hari ini.

Kini tanganku meraih kancing kemeja Aurel, mencoba membukanya perlahan. Namun tiba-tiba tangan Aurel menahanku.

“Kenapa Rel?”

“Aku laper Yo… belum makan seharian. Pesan makan dulu boleh ya?”

Sambil tertawa kecil Aurel berguling menuju pesawat telepon di samping meja, ia memesan layanan kamar. Aku hanya bisa geleng-geleng sambil memandangi kaki putih mulusnya yang terekspos karena rok pendeknya itu.

Aurel

Aurel sedang baring bersandar padaku sambil menahan lapar. Aku mengelus-elus rambutnya dengan lembut. Nafsu kami perlu ditahan dulu kali ini. Lebih baik permainan kami dimulai saat semua penghalang telah dihilangkan.

“Kamu kok agak ngehindar sekarang Rel?” aku memecah keheningan. Meski jawaban atas pertanyaan itu sudah jelas, aku memilih untuk tetap mencari tahu. Aku ingin agar dia bisa membuka diri lebih jauh lagi padaku. Sekalian untuk memastikan bahwa hubungan kami baik-baik saja.

“Menghindar gimana?” tanyanya.

Aku hanya memicingkan mata, memberikan tatapan agar Ia berhenti pura-pura tak tahu. Bahkan orang bodoh pun tahu kalau selama dua hari ini Aurel terlihat sengaja menjauh dariku dan Elma.

“Iya-Iya…” ucapnya dengan bibir cemberut. “…aku gak tahu, Yo. Aku baru sadar kalau aku agak cemburu lihat kamu dekat dan bahkan sudah pernah ‘ngapa-ngapain’ dengan Elma,” Ia memberi kode tanda petik dengan jarinya kala mengatakan kata ‘ngapa-ngapain’.

Ternyata dugaanku benar. Meski awalnya sudah mengaku berdamai dengan hubunganku dengan Elma namun ternyata hati kecil Aurel masih belum mampu menerima. Aku hanya memaklumi saja perkataannya yang sering berubah-ubah. Pada dasarnya, memang sulit bukan main untuk bisa memahami isi pikiran seorang wanita.

“Memang kamu gak bisa damai lagi sama Elma?”

“Selama dia ga ngerebut kamu dari aku lagi, mungkin bisa ku pertimbangin, Yo.”

Ding Dong

“Makananku sudah datang!” ucap Aurel langsung berlari menuju pintu. Nampaknya memang Ia sudah begitu lapar saat ini. Ku dengar Ia berbicara dengan seseorang di pintu, berterima kasih, lalu segera menutup pintu. Dengan senyum mengembang Ia mengangkat sepiring nasi goreng dan segelas jus jeruk di tangannya. Tanpa membuang waktu Ia langsung duduk, mencicipinya sesendok.

“Nikmatnya Yo! Tapi kamu gak boleh nyoba,” ucapnya sambil meledekku.

Ding Dong

Lagi-lagi bel pintu berbunyi.

Sambil memutar bola matanya Aurel menghentikan makannya. “Kenapa lagi sih? Apa uang tipnya kurang?” ucapnya sambil melangkah ke arah pintu. Tanpa berkata apa-apa, aku hanya memandangi tingkahnya yang jadi galak karena lapar. Terdengar suara pintu yang dibuka Aurel dengan sedikit kencang.

Semenit berlalu, tak ada suara terdengar dari arah pintu.

Dua menit berlalu, Aurel masih juga berdiri di depan pintu.

Lima menit berlalu, masih sama. Aku yang tadinya sedang asyik menonton televisi kali ini mulai merasa penasaran. Kenapa Aurel menghabiskan begitu lama waktu cuma untuk membayar makanan? Dan kenapa pula Ia begitu hening? Tak bisa menahan diri lagi, kali ini aku pun meninggalkan kasur menyusul Aurel.

Oh sialan! Jantungku hampir saja copot kala melihat siapa yang datang. Pantas saja Aurel tak menimbulkan suara, yang datang bukanlah pelayan hotel. Di depan pintu seorang perempuan mengenakan jilbab hitam, dengan kemeja kuning sedang berdiri mematung, matanya bergantian menatapku dan Aurel. Tatapan dingin yang menyiratkan ratusan kata tak terucap. Ya, Ia adalah Elma, dengan tatapan dan sifat diam khasnya. Elma yang tadinya tak bisa datang kini berdiri di depan kami.

“Aku milih buat tetap ke sini,” ucap Elma sambil melangkah masuk. Sedikit menyenggol pundakku dan Aurel yang masih terpaku di belakang pintu.

Tanpa memedulikan kegundahan yang ditimbulkannya Elma duduk di atas kasur. “Aku ga mau lagi mikirin suami aku seakan hanya dia yang bisa senang-senang. Biarin aja Harun bingung nungguin aku ga pulang malam ini. Gantian dia yang rasain ga bisa tidur karena nunggu istrinya selingkuh.”

Aku langsung menutup pintu. Menarik pelan tangan Aurel agar bisa duduk sejenak, Ia menariknya lepas namun tetap kembali duduk di kursinya yang tadi. Wajahnya nampak begitu marah, bibirnya cemberut, senyum mengembang yang sempat bersinar kala makanannya datang kali ini telah sepenuhnya menghilang.

Sebaliknya, Elma nampak tersenyum kecil melihat Aurel duduk dengan raut tak senang. “Jadi setelah aku ga bisa datang, kamu langsung manggil dia?”

Wajah Aurel semakin kesal terlihat. Matanya memicing tajam menatap Elma. Kepalan tangannya mengepal kencang. Aku yang sama terkejutnya dengan dia pun tak tahu harus berkata apa.

“Kalian semakin dekat ya belakangan ini…” ucap Elma sambil melangkah ke arahku. Wajahnya tepat di depanku kali ini, wajah yang manis, dengan senyum tipis menatapku. Ia meletakkan tangannya ke tanganku. Meremasnya dengan lembut seakan mengabaikan Aurel yang sedang marah.

“Kamu gak malu apa, El? Udah punya suami masih aja nyari cowok lain,” tegas Aurel tiba-tiba. Kali ini ia turut berdiri juga.

“Emang kenapa kalau sudah nikah? Seandainya kamu tahu Harun ngapain aja di luar rumah, tiap malam nyari cewek kayak ga punya istri. Jadi cuma aku aja yang harus malu kalau selingkuh?” tanya Elma, sambil beralih menghadap ke arah Aurel. Matanya tetap tenang, nafasnya juga teratur, berbanding terbalik dengan Aurel yang nafasnya cukup berat menahan emosi.

“Jadi gara-gara itu kamu mau khianatin sahabat kamu juga? Kenapa ga cari cowok lain kalau cuma untuk selingkuh?” geram Aurel.

“Cuma Dio yang bisa bikin aku puas.”

Nampak gelagat Aurel semakin tak karuan. Wajahnya mulai memerah, tangannya sudah siap terangkat. Sial, belum sempat aku bereaksi, Aurel sudah terlebih dahulu menamparkan tangannya ke pipi Elma. Plakkk, suaranya cukup nyaring, tamparan Aurel membuat wajah Elma sedikit terlempar ke arah kanan.

Cukup lama Elma dalam posisi menunduk setelah ditampar, tak ada suara merintih atau apa pun yang keluar dari mulutnya. Di sisi lain ku lihat ekspresi wajah Aurel mulai menampakkan rasa takut. Sepertinya ia sadar akan emosi yang sempat menguasai dirinya tadi. Mulutnya sedikit membuka, rona merah akibat marah di wajahnya mulai menghilang.

Elma mengangkat wajahnya. Sebuah jejak tangan berwarna merah sedikit nampak di pipinya. Namun bukannya memasang raut kesakitan atau bahkan tangisan, Elma justru hanya tersenyum menatap Aurel. Kali ini ia melangkah mendekati Aurel, membuat Aurel yang ketakutan sedikit melangkah mundur. Ia terus mendekat hingga Aurel terdesak oleh ranjang di belakangnya.

“Tamparan kamu kencang juga Rel, tapi aku ga datang jauh-jauh ke sini ninggalin suami dan anakku buat berantem sama kamu,” ucap Elma, matanya menatap lurus ke arah mata Aurel. Ia lalu meletakkan kedua tangannya ke pundak Aurel. “Aku datang ke sini untuk dapetin kepuasan.”

“Aku gak mau ada keributan. Aku cuma mau ngerasain kontol Dio di memekku hari ini. Aku lagi pengen dipuasin sampai lupa diri, pengen jauh dulu dari keluarga aku, mau lupain kalau aku nikah muda sampai ga bisa ngerasain cowok selain suami aku lagi. Jadi aku tanya sama kamu, kamu mau ikut apa nggak?”

Ku lihat wajah Aurel yang gemetar ketakutan. Hidung Elma begitu dekat dengan hidungnya saat ini. Aurel tak kunjung menjawab pertanyaan Elma, ku lihat nafasnya memberat. Kali ini Elma menekankan tangannya ke pundak Aurel hingga terduduk di kasur.

“Kamu ingat gak dua bulan lalu? Waktu toket aku penuh susu di kampus sampai nyeri, aku ngajak kamu nemenin aku ke toilet. Di sana kamu ku suruh bantu remasin putingku sampai susunya keluar. Kamu malu-malu remasin, tapi lama-lama mukamu malah memerah. Matamu gak pernah lepas dari toket aku, aku lihat kamu gigit bibir seakan pengen jilatin toket aku juga hari itu,” kali ini Elma mengecup pipi Aurel. Bibir Aurel hanya menganga terdiam memandangi perubahan sifat Elma di depannya kali ini. Ku lihat tangannya erat menggenggam sprei, seakan sedang menahan sesuatu.

“Emang kamu ga pengen jilat toketku Rel? Kamu ga pengen balas dendam ke aku sampai bikin aku lemas ga karuan?” Elma mendorong tubuh Aurel terbaring, lalu perlahan menurunkan tubuhnya juga. Masih dengan pakaian lengkap Ia mendatangi bibir Aurel yang sedikit membuka perlahan-lahan. Mengecupnya pelan, lalu mulai mengisapnya pelan. Tangan Elma memegang kedua pipi Aurel, sedangkan tangan Aurel hanya berpegangan pada sprei erat. Dada Aurel naik turun dengan kencang. Ia belum bereaksi pada ciuman Elma namun tetap membuka mulutnya, membiarkan lidah Elma bergerilya di dalam mulutnya.

“Setelah dipikir ulang… aku mau rasain tubuh kamu juga Rel,” bisik Elma dengan erotis.

Aurel memejamkan mata. Rona wajahnya yang tegang perlahan mengendur. Makin lama ku lihat ia mulai menikmati ciuman yang diterimanya. Tangannya yang tadinya Ia gunakan untuk menggenggam sprei kini sudah merangkul balik tubuh Elma. Bibirnya bergerak perlahan, lidahnya balik bergerak masuk ke mulut Elma. Elma tersenyum melihat perlawanan balik Aurel.

Aku yang masih takjub pada pemandangan di depanku tak kunjung bergerak. Penisku seketika langsung mengacung keras atas peristiwa yang tak disangka-sangka ini. Saat ini tangan Elma telah membuka seluruh kancing kemeja Aurel, menampilkan bra hitam mahal yang membalut dada putihnya. Aurel membantu Elma dengan melepaskan kemeja yang masih terkait di lengannya. Perut Aurel yang putih mulus kini dipandangi oleh Elma dengan seksama. Nampaknya ia juga merasa terpana pada tubuh Aurel yang begitu bening dan langsing bagaikan boneka.

Kali ini gantian Aurel yang membuka kancing Elma satu per satu, hingga menampakkan bra berwarna krem yang senada dengan kulitnya. Aurel meraba-raba perut kecil Elma yang sedikit berlipat lemak. Nampak beberapa memar di sisi perut dan punggung Elma. Seketika tangan Aurel langsung berhenti bergerak.

“I-Ini kenapa El?”

“Gak apa-apa, memar gara-gara Maura kok ini. Tau sendiri kan anak bayi kayak gimana? Hehehe,” tawanya, namun untuk sejenak nampak sorot yang janggal dari kilasan matanya. Wajahnya sempat terlihat sedih.

Elma kembali bergerilya menyentuh tubuh Aurel. Mereka lalu bertukar ciuman dengan masih mengenakan bra, bawahan, dan jilbab di kepala Elma.

Elma baru saja mau membuka jilbabnya sebelum Aurel tiba-tiba menahan tangannya. Kali ini Aurel sudah mulai agresif, ia berkata, “Biar tetap dipake aja.” Lalu mulai membuka celana kain berwarna hitam yang dikenakan Elma, mendorongnya turun, memamerkan celana dalam berwarna krem juga. Ada satu jejak lebam lagi di area pahanya, namun kali ini Aurel tak menanyainya lagi.

Elma membuka sendiri branya, memamerkan payudaranya yang berputing gelap. Payudara Elma lebih besar dibandingkan payudara Aurel yang kecil. Payudara yang tidak terlalu kencang itu menggantung menghadap wajah Aurel. Dengan buas Aurel lalu menariknya ke mulutnya, menghisapnya dengan suara air liur. Slurppp

Elma

“Ahhh iya Rel,” ucap Elma, sambil menekan kepala Aurel ke dadanya. “Kayaknya cuma Harun doang ya yang ga mau ngisep toket aku.”

Aurel semakin liar mengganti isapannya ke payudara yang satunya.

“Ahhh lanjut Rel, aku tau dari dulu kamu mau isap ini. Pasti memek kamu basah waktu lihat toketku di toilet kampus dulu.”

“A-aku suka kepikiran toketmu El… akuhh ga pernah suka sama tubuh cewek sebelumnyah,” ucap Aurel sambil terus menghisap. Ucapannya membuat desahan Elma semakin liar. Kali ini ia gantian membuka bra Aurel. Mengeluarkan payudara putih mungil yang uratnya terlihat jelas.

“Ini pasti beha mahal ya Rel,” ucap Elma sambil tertawa kecil. Aurel masih terus mengisapnya seakan tak peduli sampai akhirnya Elma mulai meraba puting merah jambunya.

“Ahhh,” ucap Aurel menarik kepalanya. Nampak lelehan susu dari payudara Elma menempel di sisi bibirnya. Kali ini giliran Elma yang menjilati payudara Aurel.

Meski Elma berkulit terang, namun kulitnya masih terlihat kontras dibandingkan Aurel. Padanan tubuh mereka yang saling menindih benar-benar bagaikan lukisan indah tak terkira.

“Kamu cuma mau toket aja Rel?” tanya Elma, yang sudah mulai menjilati payudara Aurel. Jilatannya yang kencang membuat sisi payudara Aurel memerah.

Sambil menggigit bibirnya Aurel menunduk memerhatikan Elma. “Emang bisa apa lagi El?” tanyanya, pura-pura tak tahu.

Elma menurunkan jilatannya ke bawah. Menjilati perut mulus Aurel, lalu turun ke bawah, ke lutut Aurel. Turun lagi ke bawah, ke betis, hingga ke arah jari kaki Aurel berada. Dengan senyum menggoda, Ia menjilati jempol kaki Aurel dengan penuh nafsu. Aurel merespons dengan memasang wajah penuh nafsu, dahinya sedikit terlipat, bibirnya membuka, tangannya memainkan sendiri payudaranya. Ku lihat jempol Aurel sudah basah kuyup akibat emutan Elma.

Namun Elma belum selesai, kali ini Ia memasukkan kepalanya ke dalam rok pendek Aurel. Ia menyembunyikan kepalanya di situ, entah apa yang Ia lakukan, Aurel mulai mendesah tak karuan.

“Ahhhh El…”

Aku bergerak ke belakang Elma agar bisa melihat lebih jelas. Ternyata di balik rok, Elma sedang menyibak celana dalam Aurel ke samping lalu menjilati vaginanya berulang-ulang. Ku lihat tubuh Elma yang hanya dilapisi celana dalam dan jilbab begitu seksi. Aurel berpegangan pada jilbab Elma yang sudah mulai kusut. Meski dominan, namun jelas terlihat bahwa Elma belum begitu handal menjilat vagina Aurel. Wajar, masih pertama kali.

Aku berusaha menahan diri untuk tidak terlibat dulu dalam hubungan sesama jenis kedua sahabat ini, yang sayangnya justru menyiksa penisku sendiri. Ku turunkan celana panjangku, hingga hanya terpapar boxer tipis yang menutupi penisku. Setidaknya begini lebih nyaman dan adem.

Elma menarik turun celana dalam Aurel, lalu menyingkap roknya ke atas. Lalu lagi-lagi terkesima pada vagina Aurel yang berwarna merah jambu dan tak memiliki rambut di sekitarnya. Elma menggunakan jemarinya untuk memainkan klitoris Aurel, membuatnya merintih tak karuan.

“Ahhh Elma…” sedari tadi hanya itu yang bisa diucapkan oleh Aurel. Terus memanggil nama Elma. Sepertinya Ia berusaha menahan kata-kata kasar yang biasanya keluar dari mulutnya kala sedang menikmati sentuhan di vagina.

Tubuh Aurel menegang begitu kencang. Cairan basah bertumpahan dari vaginanya. Gerakan tangan Elma semakin kencang, sebelum tiba-tiba Elma menoleh padaku. “Aku ga mau Aurel cum karena jari, aku butuh kontolmu,” ia menarikku mendekat.

Sekarang tiba giliranku. Elma menarik turun boxer-ku, membuat penisku mengacung menabrak wajahnya.

“Aku pengen banget rasanya nyobain kontol gedemu di memekku untuk pertama kalinya. Tapi kali ini aku bakal lebih horny kalau lihat kamu ngentotin Aurel,” ucapnya sambil menjilati penisku. Mulutnya penuh oleh batang penisku yang hanya masuk separuh.

“Apa? Kalian belum pernah ngentot sebelumnya?” tanya Aurel di tengah desahannya, vaginanya masih sesekali disentuh oleh Elma.

Setelah melepehkan penisku, Elma mengarahkannya ke arah vagina Aurel. “Iya Rel, aku gak pernah ngentot sama kontol ini. Kamu pasti udah sering ya?” ucapnya sambil tersenyum. Baru saja Aurel mau menjawab, blasssh, Elma mendorong pantatku, membuat penis basahku seketika masuk di vagina sempit Aurel.

“Ahhhhh,” desah kami bersama.

Ku lihat Elma sudah begitu berkeringat memandangi kami. Ia lalu langsung mengambil duduk di samping kepala Aurel. Ku gerakkan penisku keluar masuk di vagina Aurel. Karena Ia sudah begitu basah, aku tak membutuhkan waktu lama untuk menggenjot tubuhnya dengan kekuatan penuh. Penisku keluar masuk dengan kencang, membuat Aurel berteriak sekuat tenaga menahan nikmat.

“Ahhhh anjing Yo! Ngentotin aku ngentotin aku!”

Elma lalu menarik tangan Aurel. Memerintah Aurel untuk menarik turun celana dalamnya. Vagina Elma yang sudah basah dan ditumbuhi bulu tak terlalu lebat nampak di depan muka Aurel. Vagina Elma terlihat mengkilat di bawah terang lampu kamar. Aromanya merebak tajam ke arah wajah Aurel yang dengan buas langsung menjilatinya.

Kini gantian Elma yang dibuat mendesah oleh Aurel. Elma membantu mengibaskan rambut pendek Aurel yang terus-terusan naik turun bersamaan dengan genjotanku. Melihat pemandangan itu membuat genjotanku semakin cepat. Cairan vagina Aurel mengalir makin deras. Nafsunya turut naik seiring dengan jilatannya ke vagina Elma.

“Hhh gimana rasa kontol Dio?” tanya Elma. Tangannya yang kanan memainkan puting payudara Aurel.

“Enak banget hhhh jancuk… Aku puas banget tiap dientot sa-sama Dio ahhh Yo kencang banget enak banget ahhh.”

“Besar gak kontolnyahhh?”

“Be-besar banget El, ini kontol terbesar yang pernah ngentot aku. Aku mau dientot kayak gini tiap hari ahhh.”

“Kamu mau gak bagi kontol Dio untuk aku hhh?”

“Ma-mau El, yang penting aku bisa ngentot kamu juga ahhh,” mereka berbicara berdua seakan aku tak ada di situ. Entah mengapa sensasi itu membuatku semakin tak tahan. Rasa ingin ejakulasi sudah timbul. Namun aku harus bertahan, ada dua perempuan di sini, aku harus berusaha kuat untuk memuaskan mereka.

“Ahhh kamu pengen ngentot aku juga Rel? Kamu lesbian ya?”

“Aku lesbi ahhh untuk kamu El…”

Kamar itu rasanya riuh sekali akibat teriakan kami bertiga. Elma kini memainkan payudaranya sambil vaginanya dijilati oleh Aurel. Ku lihat yang keringat menetes di sekujur tubuhnya melebihi keringat di tubuh kami. Vaginanya juga begitu basah. Meski belum disenggamai namun jelas bahwa Elma begitu menikmati adegan ini.

Ia mengubah posisinya hingga duduk di atas wajah Aurel. Mukanya dihadapkan padaku, bergantian kami berciuman. Ku pegang kepalanya yang masih dibalut jilbab, ciuman kami dipenuhi nafsu yang selama ini telah ditahan. Aroma vagina Aurel masih tercium dari lidahnya. Payudaranya turut naik turun mengikuti tempo jilatan Aurel.

Sedangkan Aurel mukanya tak lagi terlihat. Namun tubuhnya yang putih mulus mulai memerah bersamaan dengan senggama kami. Kedua tangannya digunakan untuk menahan pantat Elma di wajahnya. Kedua kakinya menjepit pantatku kencang. Payudaranya yang mungil juga turut bergetar mengikuti irama genjotan kami. Vaginanya juga semakin basah saat ku cumbu. Nampaknya ia sangat menikmati perannya untuk menjilat vagina Elma. Sedari tadi Ia sudah berteriak ingin orgasme.

Di sisi lain, aku merasa sedang di surga dunia saat ini. Spermaku telah di ujung penis. Sedikit lagi, aku tak sanggup menahan dan mengeluarkan semua cairan kenikmatanku. Posisi kami yang membentuk segitiga benar-benar membentuk keindahan duniawi.

Ku tarik kepala Elma untuk ku cium. Kami terus mempertahankan posisi ini. Ku gunakan satu tanganku untuk mencekik pelan leher Elma yang ternyata membuatnya semakin bernafsu.

“Akuhhh mau pipis,” teriak Elma.

“Ahhhh aku gak tahan anjing,” teriak Aurel.

“Aku juga udah mau kelu…arh” teriakku.

Kami teriak dan bersamaan dengan itu pulalah secara ajaib kami mengalami orgasme yang nyaris bersamaan. Dimulai dari Aurel yang tiba-tiba kakinya mengejan dan perutnya menegang.

“Yo ahhhh aku aahhhhhhh….”

Tubuh Aurel menggelinjang tak karuan. Belum selesai Aurel orgasme tiba-tiba Elma mengangkat naik pantatnya lalu turut mendesah kencang.

“Ahhhhhh aku cum….” Ia berpegangan erat pada otot lenganku. Belum sempat ia mengangkat pantatnya menjauh, cairan orgasmenya yang seperti pipis dengan deras mengucur menimpa wajah Aurel. Sebagian cairan itu masuk ke mulut Aurel, sebagian lain menimpa hidung, wajah, leher, rambut, dan sprei di sekitarnya, membuat Aurel kesulitan nafas. Nampak Aurel mangap mencari nafas bagaikan ikan.

Aku juga sudah dekat sekali orgasme sebelum Aurel yang di tengah terpaan cairan orgasme menyempatkan diri untuk teriak. “Tharrikhh phenisshhmuuu Yohhhh… akuhhh bwisahhh hamhil…” Di saat yang bersamaan ku tarik penisku tepat waktu.

“Ahhhhh…” teriakku.

Tumpahan spermaku lalu mengucur menabrak sisi luar vagina dan perut Aurel, juga perut serta payudara Elma. Mengalir deras berkali-kali, sampai menjelang semprotan-semprotan terakhir Elma mendekatkan wajahnya ke penisku. Membiarkan spermaku melumuri wajah cantiknya yang masih mengenakan jilbab. Sebagian jilbab hitamnya juga ternoda oleh spermaku putihku.

Kami seketika langsung terbaring bertiga di atas ranjang. Masih dengan sperma di wajah dan tubuh Elma. Cairan orgasme di wajah dan sperma di perut Aurel. Serta tubuhku yang dipenuhi keringat. Kami baring berpelukan dengan aku di tengah, Elma di sebelah kiri, dan Aurel di sebelah kanan. Sisa sperma dan lumuran orgasme yang ada pada tubuh mereka kini juga melekat pada tubuhku. Bahkan Elma sempat memagut bibirku, membagikan sedikit aroma spermaku ke dalam mulutku. Karena masih dipenuhi nafsu aku menerima ciuman itu tanpa merasa jijik.

Lucu juga melihat dua perempuan yang sedari kemarin nampaknya saling membenci kini mau berdamai dan menyerahkan tubuh satu sama lain. Siapa yang sangka bahwa dua perempuan paling rupawan di kelasku kini justru terbaring lemas setelah menikmati permainan nakal yang ku suguhkan.

Aku melangkah duluan menuju kamar mandi. Mau membersihkan sisa bercinta di tubuhku. Aku menyalakan shower lalu membiarkan siraman air hangat membersihkan tubuhku. Penisku masih setengah keras, pemandangan bercinta tadi masih terus mengalun di kepalaku. Setelah mandi akan ku cumbu lagi mereka.

Selagi aku sibuk dengan khayalanku, tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Ternyata Aurel, dengan rambut berantakan dan wajah yang basah datang masuk. Ku lihat tubuh telanjangnya berjalan menuju ke arahku dengan begitu indah. Tubuh yang langsing dengan ukuran payudara dan pantat yang mungil. Tubuh yang nyaris tak berbulu, dengan puting dan vagina merah jambu. Paha dan betis yang kurus. Wajah yang polos. Perempuan yang rupanya nyaris sempurna itu datang ke arahku, membagi siraman shower denganku.

 

Aurel

Rambut pendeknya yang acak-acakan perlahan menyatu akibat basah terkena air. Tubuhnya yang bening kini basah dan menyatu denganku. Kami berpelukan erat di bawah shower, Ia menaruh kepalanya di pundakku.

“Aku sayang kamu Yo.”

Aku tak tahu harus menjawab seperti apa. Aku hanya mengelus tubuhnya pelan. Namun Aurel sepertinya belum puas, Ia menarik pelukannya, lalu menatapku lekat, menunggu jawaban.

“Aku…” aku berusaha menjawabnya, meski belum yakin dengan apa yang harus dikatakan. “Aku…”

Bakk

Beruntungnya aku. Di saat yang bersamaan Elma memasuki kamar mandi. Kali ini Ia sudah tidak mengenakan jilbabnya. Terkadang aku bisa lupa akan indahnya rambut perempuan ini. Meski sebagian sisi rambutnya dicat berwarna abu-abu, namun nampak rambutnya terlihat tebal, unik, dan terawat. Tubuhnya yang telanjang bulat, dengan payudara yang setengah tegak, perut yang agak langsing kala berdiri, dan rambut vagina yang sudah lebih tumbuh sejak terakhir kali aku melihatnya di warnet beberapa hari lalu. Memar-memar di tubuhnya tak mengurangi keindahan tubuh Elma sedikit pun. Ia memegang ponsel genggam dengan tangan kanannya.

“Aku rekam gapapa ya? Cuma untuk kita bertiga aja,” ucapnya sambil tersenyum tipis. Ia berjalan ke arah bathtub, lalu menyalakan keran air. Aku langsung mematikan shower lalu menarik tangan Aurel ke arah bathtub.

Kami bertiga berdiri berdempetan di dalam bathtub. Aku meraih wajah Aurel, lalu menciumnya dengan seksama. Menukarkan lidahku dengan lidahnya, sebelum mendadak Elma menarikku wajahku untuk menciumnya. Di dalam mulut Elma telah tertumpuk banyak air ludah untuk ia tukarkan ke mulutku. Aku menyedotnya, merasakan aroma nafasnya mengalir ke dalam tubuhku.

Gantian Aurel yang menarik wajah Elma. Kali ini giliran mereka yang saling bercumbu. Elma mengoperkan ponselnya padaku, pertanda bahwa kini tugaskulah untuk merekam. Ku rekam dua perempuan itu berciuman. Aurel yang telah basah karena mandi dan tubuh kering Elma yang masih di lumuri sisa sperma kering di sisi perut. Tubuh mereka yang nyaris sama tinggi berdiri mepet. Kedua payudara mereka berdempetan, puting payudara Elma dan Aurel sesekali saling bertabrakan.

Tangan Elma mulai meraba ke bawah mencari vagina Aurel. Aurel mulai mangap mendesah sambil terus menciumi Elma, ia juga balik menyentuh vagina Elma. Kini Aurel telah didudukkan di pinggir bathtub yang cukup luas. Dari posisi itu Elma, mulai menungging menjilati vagina Aurel. Sepertinya Elma ketagihan jilat vagina, batinku.

“Ahhhh anjing El, kamu kayak anjing nungging gitu jilatin akuh,” ucap Aurel. Seperti biasa, ia selalu meracau tak karuan saat sedang bernafsu.

Melihat posisi Elma yang sedang menungging di bathtub dengan sebagian tangan dan kakinya masuk ke dalam air membuatku ikut terpancing. Tak mau membuang waktu, ku sandarkan ponsel pada gelas di dekat bathtub, tanpa mengatakan apa-apa, aku langsung duduk di belakang Elma.

Ku sentuh vagina Elma yang sudah basah kuyup. Penisku sudah mengacung menghadap vaginanya. Ia seketika menengok ke belakang melihatku sambil tersenyum.

“Akhirnya kamu masukin juga Yo.”

Aku tersenyum balik lalu mendorong penisku masuk. Blesss, penisku dengan cukup sulit masuk ke dalam vaginanya. Di luar dugaanku, ternyata vagina Elma masih begitu sempit. Padahal baru setahun lebih sejak ia melahirkan namun jepitannya masih rapat. Ku tusuk pelan keluar masuk penisku ke dalam vaginanya, membuat Elma seketika berhenti menjilat vagina Aurel. Tangannya melunglai mencoba menahan bobot tubuhnya. Ku angkat tubuhnya mendekat dengan lengan kananku agar ia tak harus kesusahan menopang tubuh.

“Ahhhhhhh besar bangetttt,” teriak Elma.

“Kamu juga sempit El ahhh.”

Penisku terus keluar masuk dengan begitu kencang di vaginanya. Tak seperti kala dijilat tadi Ia masih mencoba kalem, kali ini Elma begitu berisik. Tentu saja berisiknya membuatku semakin bernafsu. Erangan dan desahannya keluar tak terkendali. Dan yang semakin menaikkan nafsuku adalah ucapan-ucapannya yang merendahkan Harun.

“Ahhh kontol Harun ga ada apa-apanya dibandingkan kontolmu Yo…”

“Kalau gitu… kamu tinggal sama… aku aja El, kita ngentot setiap hari,” ucapku, terbawa suasana.

“Ma-mau… mau banget ahhhh… aku rela Yo dibagi sama Aurel…”

“Ahhh yakin El?” sodokkanku semakin kencang. Vagina Elma begitu basah, daging vaginanya sangat terasa menjepit penisku.

“Iya kan Rel hhh?”

Aurel sedang duduk mengangkang sambil memainkan vaginanya dengan jari. Ia memerhatikan kami sambil menengadah menikmati diri. “I-iya El, kita berdua untuk Dio. Aku senang ngelihat kamu dientot Dio, El.”

Setelah mendapat restu Aurel, Elma langsung segera melepaskan diri dari pegangan tanganku. Ia balik menungging lalu menjilati vagina Aurel. “Ahh makasih Rel,” ucapnya sambil menyedot klitoris Aurel. Kali ini Elma sudah lebih handal dengan lidahnya.

Namun Elma ternyata belum sepenuhnya mampu menopang tubuhnya, ia hampir terjatuh lagi. Alhasil aku langsung mengangkat tubuh Elma. Kali ini aku mendudukkan dia di atasku sambil aku bersandar di sisi seberang bathtub, sedikit menjauh dari Aurel.

Dengan hati-hati ku masukkan penisku dalam vaginanya. Sambil menciumi lehernya yang basah, vaginanya mulai mampu menyeimbangi kecepatan penisku.

“Ahhh Yo, kamu kuat bangethh bisa angkat aku…”

“Kamu yang ringan El, udah melahirkan tapi badannya masih kecil.”

Ding Ding Ding

Tiba-tiba nada dering pada ponsel Elma berbunyi. Ponsel yang berada di pinggir bathtub itu bergetar sampai hampir terjatuh ke bak. Beruntung tanganku cukup cepat untuk meraihnya. Ku serahkan ponsel tersebut ke Elma. Nama Harun tercantum di sana. Ku tengok waktu telah menunjuk pukul 8 malam, rasanya wajar jika Harun mencari istrinya saat ini.

“Nanti aja angkatnya El, udah tanggung,” ucapku.

Elma melirikku, lalu tersenyum kecil. Memang ya perempuan kalem jika sisi nakalnya sudah keluar, bukannya mengikuti saranku, Elma justru memencet tombol terima pada telefon itu.

“Haloh?” ucapnya. Bukannya berjalan menjauh atau berhati-hati, Elma justru menaikturunkan pinggangnya dari penisku. Membuat senggama yang sempat terinterupsi sebentar jadi lanjut kembali.

“Iyahhh ini kayaknya ga bisa pulang… masih kerja… kelompokhhh,” Ia berusaha menahan desahannya. Namun nadanya tetap saja mencurigakan. Vaginanya menggenjotku terlalu kencang hingga membuat Elma sulit menyembunyikan nada kenikmatannya.

“Iyah, di sini memang bergema kafenyahh. Tempat baru…” Oh, kini aku paham maksud Elma. Ia memang sengaja melakukan ini, menyelingkuhi suaminya membuat Elma semakin bernafsu. Kali ini ku gunakan tenaga kedua tenganku untuk mengangkat tubuhnya dengan kencang naik turun. Tubuhnya yang ringan terangkat berkali-kali bagai ditiup angin kala menghujam penisku.

“AAAHHHHHH…. Apa?! Nggakh… barusan Aurel numpahin gelasnyah… makanya… aku teriak…”

Ku jilati kuping Elma dari belakang. Sayup-sayup terdengar suara Harun yang menanyakan keberadaannya.

“Kayaknyaahh malam ini… nginap sama Aurel yahhh… lanjutin tugas yang ahh kemarin,” tangan Elma yang satu berusaha keras menahan ponselnya agar tak terjatuh. Ia sungguh sedang dimabuk kenikmatan saat ini. Pantat Elma yang naik turun menimpa pahaku menghasilkan bunyi yang membuat Harun sedikit curiga. “Belum-belum selesai ternyatahhh, inih… tanya saja Aurel,” ucap Elma sambil memberikan ponselnya ke Aurel di ujung bathtub yang sedang memainkan payudaranya sendiri.

Dengan sedikit kaget, Aurel menunjuk dirinya sambil berbisik, “Yakin aku nih?”

Elma tertawa kecil sambil mengangguk. Aurel pun menerima ponsel darinya.

“Oh iya, Elma nginap di rumahku dulu malam…” belum selesai kalimatnya diungkapkan, tangan Aurel langsung ditarik Elma untuk bergabung ke dalam bathtub. Jadilah kini tubuh kami bertiga berkumpul di bathtub sempit ini. Aurel memasang wajah bingung ke arah Elma yang masih terus sibuk memberikan kenikmatan pada vaginanya.

“Ah? Nggak… nggak… tadi Elma mendadak nanya tentang tugas jadi ga fokus,” ucap Aurel.

“Rel, kamu mau bantu minum susuku kan?” tanya Elma, kali ini Ia tak berbisik. Bisa saja terdengar oleh Harun dari seberang telefon sana.

“Bo-boleh,” ucap Aurel. Langsung saja Elma menarik tangan Aurel ke arah payudaranya. Sambil menggigit bibir Aurel memainkan puting Elma yang sudah agak basah. Kini Aurel mendekatkan wajahnya sambil tetap menerima telefon. Dijilatinya payudara Elma dengan penuh nafsu. Oh pemandangan ini membuatku tak tahan, rasanya spermaku sudah berada di puncaknya.

Jika biasanya, aku, Elma, Aurel, dan Harun duduk bersama di meja andalan kami di kantin. Kali ini pemandangannya sepenuhnya berbalik, Elma yang selalu tampil sopan di kampus kini sedang menikmati vaginanya ditusuk oleh penisku; Aurel yang elegan dan menjadi idola di kampus kini sedang menjilati payudara Elma, mengharapkan tetes air susu darinya; sedangkan Harun di sisi lain sedang berada di tempat lain, mengira bahwa istrinya sedang kerja kelompok saat ini padahal sebenarnya sedang bersenggama liar dengan Aku, sahabatnya sendiri.

“Dwio,” ucap Aurel sambil masih menggenjot payudara Elma. “Adwa Dwio nih kok…” kali ini ponsel dioperkan padaku. Apa-apaan ini? Dengan terkejut aku meraih ponsel dari tangannya yang basah.

“Haloh Run?” Ah sial, Elma mempercepat gerakannya. Tanganku berusaha keras mendekap mulut Elma yang sudah lebih berani mengeluarkan desahan.

Nanti bantuin tugasku juga dong,” ucapnya. Aduh, kok malah jadi bahas tidak penting kayak gini.

“Si-siaphh hhh.”

Lagian kalian jalan bareng ga ngajak-ngajak aku.

“Soalnya… ahhhh soalnya dadak…” jawabku. Ku rasakan paha Elma mengencang.

“Yo, memekku udah mau cum,” ucap Elma.

Pantat Elma makin liar memompa penisku. Meski tidak terlalu sekal, bentuk bulatan pantatnya yang naik turun benar-benar menggairahkan. Tangannya kini memegang kencang pada pinggir bathtub selagi tangan satunya memainkan payudara Aurel. Ku lihat Aurel juga mempercepat isapannya ke payudara Elma. Air susu telah berjatuhan dari kedua payudara yang dihisap bergantian oleh Aurel sampai beberapa tetes yang tak terminum menetes jatuh menyatu dengan air di bathtub.

“Ahhh,” desah Aurel, begitu tangan basah Elma memilin putingnya.

Ada apa sih kayak rame banget?”

“Gakhhpapa Run… tadi ada… rombongan lewath…” sambil sesekali Ia mengangkat wajahnya untuk mencium bibirku. Pantat Elma naik turun dengan makin cepat. Penisku terasa dijepit-jepit oleh vaginanya.

“Yo aku sampe, aku sampe…”

“Ahhh El tahan suaranya,” bisikku di telinganya.

“Ahhhh Harun kontol Dio enak banget ahhhhh!!!” teriak Elma kencang sambil menggelinjang. Cairan vaginanya mengucur deras bercampur dengan air bathtub. Aku berusaha keras membekap mulutnya agar tak bersuara, namun Ia mendorong tanganku menjauh. Syukur, Aurel dengan mulut dipenuhi susu lalu buru-buru mencium bibir Elma. Meredam teriakan Elma hingga tak terdengar jelas. Lidah mereka bertukar selagi Elma mengejang berpegangan pada ujung bathtub.

“Yaudah Run… udah yah” ucapku buru-buru lalu langsung mematikan telefon. Bersamaan dengan itu tubuh Elma tersungkur lunglai ke dalam air bathtub.

Ku lihat wajahnya tersenyum begitu puas menikmati peristiwa yang baru saja terjadi. Matanya sedikit sayu, tubuhnya kini bersandar pada dada Aurel. Rambut vaginanya yang tidak terlalu lebat jadi terlihat agak tebal akibat terpaan air yang membasahinya. Sejenak aku sedikit terpaku. Kenapa Ia sengaja ingin membuat Harun mendengar teriakan orgasmenya? Elma yang ini benar-benar berbeda.

Namun Aurel tak membiarkanku hanyut lama-lama dengan pikiranku. Ia gantian duduk di pangkuanku. Mencium bibirku dengan aroma ASI di mulutnya, sambil menggantungkan lengannya di leherku. Penisku pun menyambut kedatangan perempuan cantik itu dengan penuh semangat. Ku pagut bibirnya yang tipis dengan penuh rasa kasih.

Sisa malam itu berlangsung dengan penuh gairah. Kami bercinta sampai subuh bergantian. Sesekali jika aku lelah, gantian Elma dan Aurel saling berhubungan lesbian berdua. Aku mengalami orgasme hingga delapan kali, Aurel sebanyak enam kali, dan Elma sebanyak 12 kali. Ia yang paling mudah orgasme dibandingkan kami. Bahkan saat Aurel sedang tertidur pun Elma masih sempatnya menarikku untuk bercinta berdua berkali-kali. Sebelum pulang kami menyempatkan diri bercinta bersama untuk menambah jumlah orgasme kami masing-masing sekali.

“Aku dulu orgasme sekali aja gak bisa, sama kalian ga tau gimana caranya, bisa sampai ga bisa berdiri gini,” ucap Elma dengan lemas setelah orgasme terakhirnya. Sudah tak ada lagi cairan yang keluar dari vaginanya sejak orgasme kesepuluh, air susunya pun sudah mengering. Dadanya naik turun tersengal-sengal.

“Aku juga ga pernah sampai sebanyak ini orgasmenya,” timpa Aurel.

“Aku juga.”

Kami pun tertawa bersama sambil berpelukan telanjang sepanjang pagi. Tak ada lagi yang peduli pada sprei basah, juga pada tubuh penuh keringat, kami hanya berbaring lemas bersama. Berharap tenaga kami bisa segera pulih sebelum pulang.

Bersambung

cewe pantai parangtritis
Cerita sex di pantai parangtritis yang tak terlupakan
Cerita sexs birahi antara ibu dan anak
ngentot dengan pakdhe
Cerita ngentot saat berteduh dengan pak dhe
Ngentot Cewe Bispak Toge Mulus
cewek menunggu
Kereta terakhir , pertemuan ku terakhir juga
Foto bugil gadis berjilbab yang alim toge masih perawan
karyawan indomart cantik putih mulus bugil
selingkuh
Gara gara kebiasaan ku nonton video porno mertua sendiri ku tiduri
janda gatel
Menikmati toket janda genit tetangga rumah ku
sedarah
Bercinta Dengan Tante Dan Ibu Kandungku
terjerumus sexs bebas
Kehidupanku yang terjerumus sexs bebas dan dunia malam
mama muda hot
Memuaskan nafsu Siska yang gak pernah puas dengan suaminya sendiri
tante liar
Liar nya permainan tante yang cantik dan semok
Mahasiswi montok toket gede montok dan bulat
Foto Bugil Siswi SMP Toge Jembut Tipis
wanita sexy
Maaf Kan Aku Suami Ku Tersayang