Part #22 : Penjelasan
Orang yang tak pernah mencicipi pahit, tak akan pernah tau rasanya manis. Seperti kita yang pernah berbuat salah tapi tidak mau mengakui kesalahan tersebut. Kadang kita menilai orang dari kesalahan yang pernah dia perbuat, tapi tidak pernah menilai bagaimana caranya memperbaiki kesalahan tersebut.
Aku terkadang masih heran dengan apa yang sudah kita lakukan dan menurut kita sudah benar tapi belum tentu sama di mata orang lain, dan lebih parahnya kalau yang kita lakukan itu dianggap salah. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa benar atau salahnya sesuatu tergantung dari siapa dan bagaimana cara menilainya.
Seperti aku yang sekarang sedang berbaris mengikuti upacara bendera hari senin dan barisanku adalah barisan untuk siswa yang terlambat datang. Sebenarnya malu juga karena baru masuk sekolah setelah liburan semester tapi sudah di hukum gara – gara terlambat, tapi ya sudahlah toh aku memang terlambat.
Setelah upacara selesai, para siswa kembali ke kelasnya masing – masing kecuali kami yang terlambat. Para siswa yang terlambat terlihat dikumpulkan untuk diberi hukuman kecuali aku yang dipisah sendiri karena ternyata hanya aku siswa kelas 3 yang terlambat. Beberapa saat kemudian datang pak Mus yang menghampiriku, dan sepertinya aku akan kena marah karena pak Mus terkenal dengan galaknya.
“kamu ini sudah kelas 3 bukannya jadi tertib malah terlambat..!!” ucap pak Mus yang berkacak pinggang di depanku.
“maaf pak..” balasku meminta maaf.
“maaf.. maaf.. kamu kira dengan maaf terus tidak mengulangi lagi..!!” ucap pak Mus membentakku dan aku hanya diam.
“kenapa kamu sampai terlambat..?” tanya pak Mus padaku.
“saya tadi bantuin orang jatuh dari motor pak..” balasku menjelaskan.
“halah alasan..!! Bantu orang jatuh, motor mogok, ban bocor itu semua alasan klasik..!!” ucap pak Mus membentakku.
“kamu beruntung karena pak Saiman sedang mengawasi kita, kalau tidak jangan harap kamu bisa lolos dari hukuman, walau kamu sudah kelas 3 aku tetap tidak peduli.. salah ya salah.. hukuman tetap hukuman..!!” lanjut pak Mus yang marah.
“sudah pergi kamu..!!” ucap pak Mus mengusirku.
“makasih pak..” balasku yang kemudian pergi masuk kelas.
Sebenarnya tadi aku memang menolong orang jatuh dari motor. Waktu aku berangkat tadi ada ibu – ibu yang menggendong anaknya naik motor dan saat melewati jalan yang berlubang, ibu – ibu tersebut tidak bisa menghindarinya yang kemudian oleng dan jatuh. Aku yang berada di belakangnya langsung menolong ibu dan anak tersebut. Untung saja tidak sampai terjadi luka yang serius karena ibu tersebut melaju dengan pelan, tapi yang membuat heboh karena anaknya yang menangis karena kaget. Dan saat ibu – ibu tersebut sudah bisa melanjutkan perjalanan, aku kemudian melanjutkan perjalananku juga dan alhasil aku terlambat sampai sekolah.
Sebenarnya ada aturan bahwa sudah tidak ada lagi hukuman khususnya untuk siswa kelas 3, tapi yang namanya pak Mus tetap saja tidak rela kalau ada yang melanggar sampai lolos, hasilnya aku kena marah dan alasan terlambatku juga tidak dipercaya. Tapi ya sudahlah, lagian juga sudah terjadi walau aku beruntung bisa menolong orang, tapi tidak beruntung karena dimarahi.
Saat masuk kelas aku sempat ditanya oleh Akbar kenapa sampai bisa terlambat, dan aku hanya menjelaskan sama seperti yang aku jelaskan kepada pak Mus. Beberapa saat kemudian Akbar mengeluarkan sebuah kertas dan meletakkannya di depanku.
“apa ini..?” tanyaku saat membaca tulisan di kertas.
“itu nama – nama calonnya Rik..” balas Akbar menjelaskan.
“kata Yudha ada 5..?” tanyaku lagi.
“iya.. udah ane pangkas jadi 3..” balas Akbar.
Aku kemudian membaca ada 3 nama yang tertulis yaitu Sony, Reza dan Budi. Untuk Sony aku pernah melihatnya bertarung, tapi untuk yang lain aku belum pernah melihatnya.
“kelas 2 semua ya..” ucapku ke Akbar.
“iya..” balas Akbar mengangguk.
“menurut ente siapa yang cocok..?” tanyaku meminta saran.
“salah satu dari ketiganya dan tugas ente memilih salah satu itu..” balas Akbar padaku.
Hufh.. aku yang bingung kemudian meminta pendapat dari Yudha saat kami bertemu waktu jam istirahat sekolah, dan jawaban yang aku dapat sama seperti yang Akbar bilang padaku. Akhirnya aku meminta Akbar untuk mengumpulkan anggota MEDUSA khususnya kelas 2 setelah pulang sekolah nanti.
Saat jam pulang sekolah, aku bersama Akbar dan Yudha menuju warung belakang sekolah tempat anak – anak MEDUSA berkumpul. Tujuanku mengumpulkan anggota adalah untuk mengumumkan bahwa akan ada pemilihan ketua yang baru, selain itu aku juga ingin melihat dan menilai Reza dan Budi. Ternyata susah juga menilai seseorang hanya dengan melihat tanpa mengetahui kemampuannya. Akhirnya aku hanya mengumumkan hari pemilihan tanpa menyebut siapa saja nama calon yang sudah dipilih Akbar dan Yudha.
Setelah merasa cukup, aku memperbolehkan mereka pulang dan mengharap saat hari pemilihan semuanya bisa datang.
“gimana Rik.. udah ente pilih siapa..?” tanya Yudha padaku dan aku hanya menggelengkan kepala.
“udah ente pilih aja salah satu..” ucap Akbar memberi saran.
“hufh.. ane bingung bro.. besok aja pas hari H ane tentuin..” balasku ke Akbar dan Yudha.
Aku kemudian pamit untuk pulang sembari berfikir, kira – kira siapa ya yang aku pilih..? Saat ini aku hanya tau Sony, seumpama aku pilih Sony dan ternyata Reza atau Budi yang lebih mampu, jadinya aku salah pilih dong nanti. Aku yang bingung kemudian menelpon Bayu untuk meminta pendapat karena barusan aku lihat dia tidak ada.
“halo mas.. ada apa..?” ucap Bayu di telepon.
“kamu lagi dimana dek sekarang..?” tanyaku ke Bayu.
“aku di sekolah kok mas.. kenapa..?” balas Bayu padaku.
“loh kamu belum pulang..?” tanyaku heran karena Bayu masih disekolah.
“udah kok mas.. ini aku lagi nganter Isna latihan basket..” balas Bayu menjelaskan.
“oh.. ya udah aku kesitu..” ucapku ke Bayu.
Ah untungnya Bayu ada di sekolah, jadinya aku gak perlu kerumahnya atau ketemu besok untuk meminta pendapat darinya.
Saat aku yang sudah sampai di parkiran motor, aku kemudian bergegas masuk menuju lapangan basket. Saat aku yang sudah disana, aku kaget karena melihat Monic yang ternyata juga ikut latihan. Akhirnya aku hanya mengintip dan tidak jadi menghampiri Bayu yang sedang duduk di pinggir lapangan.
Aku hanya melihat tim basket putri yang latihan karena ternyata untuk tim putra latihannya beda hari, dan aku yang menonton dengan mengintip hanya terfokus pada sosok Monic seorang. Monic yang sedang berlatih bersama teman – temannya terlihat sangat ceria dan bersemangat, sudah lama aku tidak melihatnya tersenyum dan tertawa seperti saat ini dan aku kangen saat sedang bersama dan bercanda dengannya.
Saat latihan selesai, aku buru – buru pindah tempat untuk sembunyi karena tempatku yang sekarang adalah lorong untuk keluar dan masuk ke lapangan. Beberapa saat kemudian terlihat para pemain yang membubarkan diri dan kebanyakan juga langsung pulang. Saat aku melihat Monic yang sudah pergi, aku kemudian keluar dari tempat persembunyianku untuk menghampiri Bayu yang sedang bersama Isna.
“loh mas.. kok baru datang..” ucap Bayu saat melihatku.
“iya.. tadi habis dari depan..” balasku berbohong.
“oh.. ada apa mas nyariin..?” tanya Bayu penasaran
“emm..” balasku yang bingung.
Sekarang aku bingung dan gak enak mau meminta pendapat ke Bayu tentang masalah genk karena ada Isna, lagian salahku juga sih pake acara ngintip dan sembunyi padahal tadi Bayu sendirian.
“Is.. aku pinjam bolanya dong..” ucapku saat melihat bola yang dibawa Isna.
Aku yang terlanjur bingung gimana mau ngomong ke Bayu dan aku yang juga sudah terlanjur datang kesini, dari pada gak ngapa – ngapain mending aku main basket sendiri karena aku sudah lama gak main.
Aku kemudian mendribble bola menuju ke lapangan, kemudian aku mencoba menembakkan bola ke ring basket. Nampaknya aku masih bisa menembakkan bola walau sudah lama tidak bermain dan tembakanku ada yang masuk walau lebih banyak yang meleset dari sasaran. Hehehe..
Aku masih asik bermain sendiri dan saat aku melempar bola, bola tersebut mengenai ujung ring dan terlempar keluar lapangan menuju ke arah lorong tempatku mengintip tadi. Saat aku yang akan mengambil bola, tiba – tiba seseorang mengambil bola tersebut.
Aku kaget karena Monic yang ternyata belum pulang dan sepertinya dia juga sedang mengintipku. Aku hanya diam dan bingung sambil terus melihat Monic yang sedang memegang bola, tiba – tiba Monic tersenyum padaku dan melemparkan bola tersebut ke arahku. Saat aku sudah menangkap bola, aku melihat Monic yang sudah berbalik dan terlihat pergi. Kemudian aku ke pinggir lapangan untuk menemui Bayu dan Isna.
“Is.. makasih bolanya..” ucapku menyerahkan bola.
“iya mas..” balas Isna menangkap bola.
“dek.. aku pergi dulu..” ucapku ke Bayu.
“loh.. kemana mas..?” balas Bayu yang heran.
“pulang..” ucapku sambil berlalu pergi.
Aku sudah tidak memikirkan lagi tujuan awalku datang menemui Bayu karena yang aku pikirkan sekarang adalah mengejar Monic dan berharap bisa menemuinya. Saat sudah sampai di depan, aku melihat Monic yang sudah dijemput karena terlihat dia yang sedang memasuki mobilnya. Ah.. lagi – lagi aku gagal menemui Monic, walau kecewa tapi aku sedikit merasa senang karena dia yang sudah mau tersenyum padaku. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke kost karena hari sudah sore.
***
Pagi harinya aku berangkat sekolah seperti biasa dan aku memacu motorku tidak terlalu kencang karena jalan yang aku lalui banyak yang berlubang dan belum diperbaiki. Aku terkadang heran dengan pemerintah daerah yang seperti pilih – pilih saat memperbaiki jalan, mereka hanya memperhatikan jalan utama yang kadang aspalnya masih bagus tiba – tiba di perbarui lagi, sedangkan jalan yang aku lewati malah tidak pernah di perbaiki. Memang jalan yang aku lalui ini bukan jalan utama, walau begitu harusnya tetap diperhatikan juga karena jalan ini tergolong ramai karena banyak pengendara yang lewat sini. Entah harus menunggu perintah dulu baru diperbaiki atau harus ada keluhan dari warga dulu baru jalan ini diperbaiki. Hufh.. entahlah..
Aku yang sedang mengendarai motorku tiba – tiba melihat seseorang yang sedang mendorong motornya, nampaknya motor itu mogok atau rusak karena tidak mungkin kalau kehabisan bensin karena dipinggir jalan banyak orang yang jualan bensin eceran. Aku kemudian berhenti menghampiri orang tersebut.
“motornya kenapa pak..?” tanyaku ke pak Mus.
“eh.. ini rantainya putus..” balas pak Mus saat melihatku.
Saat aku melihat ke arah rantainya memang terputus dan dibiarkan menjuntai begitu saja. Aku kemudian meminta pak Mus berhenti sebentar untuk memposisikan rantai agar lebih aman, takutnya kalau dibiarkan asal – asalan saat nanti jalan terus nyangkut kan malah repot.
“itu kamu apain..?” tanya pak Mus heran karena melihatku yang berkotor – kotoran memegang rantai.
“bentar pak.. biar aman..” balasku yang sedang memposisikan rantai.
“kamu bisa terlambat gara – gara ngurusin itu..” ucap pak Mus padaku.
“lebih baik saya terlambat dari pada membiarkan bapak mendorong motor..” balasku yang membuat pak Mus terdiam.
“sudah pak.. mari saya dorong..” ucapku setelah selesai memposisikan rantai.
“udah gak usah.. dah kamu tinggal aja, di depan situ ada bengkel kok..” balas pak Mus menolak.
“jam segini bengkel belum buka pak..” ucapku memberitau.
“gak usah sok tau kamu..!!” balas pak Mus yang membuatku mengelus dada. Sabar – sabar..
“ya udah.. saya dorong sampai bengkel pak, tapi kalau bengkel tutup biarkan saya dorong sampai sekolah. Nanti bapak tinggal minta tolong ke satpam buat nganter motor ke bengkel depan sekolah kalau bengkelnya sudah buka..” ucapku lagi dan akhirnya pak Mus setuju.
Aku kemudian mendorong pak Mus menggunakan kakiku yang aku letakkan di footstep belakang motor pak Mus. Dan benar saja saat kami melewati sebuah bengkel yang ternyata masih belum buka, hal itu membuatku hanya bisa nyengir karena pak Mus yang tidak percaya dengan omonganku. Akhirnya aku mendorong pak Mus sampai tiba di sekolah dan saat berhenti di pos satpam, aku ijin untuk masuk memarkirkan motorku.
Setelah memarkirkan motor, aku kemudian mampir ke kamar mandi dahulu untuk cuci tangan sebelum masuk ke kelas. Saat aku masuk kelas, aku melihat pak Mus yang sedang berbincang dengan guru kelas yang sedang mengajar, saat aku yang hendak meminta ijin karena terlambat, guru kelas langsung menyuruhku untuk duduk karena sepertinya pak Mus yang sudah memberikan penjelasan.
Setelah aku duduk, Akbar yang bingung kemudian bertanya padaku apa yang terjadi karena terlihat ada pak Mus yang sampai mendatangi guru kelas. Aku hanya menjelaskan kalau tadi mendorong pak Mus yang rantai motornya putus dan jadi terlambat sampai sekolah. Akbar yang mendengar penjelasanku hanya terkekeh mengingat kemarin pak Mus yang memarahiku karena tidak percaya aku menolong orang, giliran sekarang malah dia yang ditolong. Aku hanya tersenyum mendengar ucapan dari Akbar karena bagiku ini hanya sebuah kebetulan saja dan tidak terencana.
Setelah pak Mus keluar meninggalkan kelas, pelajaran kembali dilanjutkan dan Akbar kembali menggangguku dengan pertanyaan siapa yang aku pilih menjadi ketua MEDUSA. Dia mendesakku untuk bicara karena nanti siang setelah pulang sekolah adalah hari pemilihan ketua yang baru. Aku tidak menjawabnya karena aku yang memang belum memilih siapa – siapa.
Saat jam pulang sekolah, aku bersama teman – temanku kemudian ke warung belakang sekolah untuk acara pemilihan ketua MEDUSA yang baru. Beberapa saat kemudian terlihat semua anggota sudah berkumpul mulai dari kelas 1 sampai kelas 3. Aku kemudian meminta Akbar untuk segera memulai acara.
Akbar memulai acara dengan menyambut dan menjelaskan tujuan acara ini diadakan, setelah cukup memberikan penjelasan kemudian Akbar menyerahkan padaku untuk melanjutkan acara.
“terima kasih teman – teman sudah bersedia untuk datang. Tidak usah berlama – lama karena sudah dijelaskan oleh Akbar, aku cuma mau memanggil 3 nama yang sudah direkomendasikan oleh Akbar..” ucapku memulai dan semua terdiam mendengarkan.
“Sony.. Reza.. Budi.. yang namanya aku sebut tolong maju ke depan..” lanjutku dan mereka yang aku sebut terlihat kaget.
“sekarang siapa yang mau duel denganku..” ucapku lagi dan ketiga orang tersebut hanya diam.
“anjing..!! mana ada yang mau.. ente tinggal tunjuk aja siapa..!!” ucap Akbar yang berbisik padaku.
Aku yang dibisiki oleh Akbar hanya meliriknya karena aku tidak mau hanya menunjuk tanpa mengetahui kemampuannya. Aku mencoba memutar otak agar mereka mau bertarung.
“tidak ada yang mau..? Ya udah.. sekarang siapa yang mau duel sama Yudha..” ucapku kemudian dan lagi – lagi mereka hanya diam menggelengkan kepala.
Ah bangke.. kenapa juga gak ada yang mau.. apa mereka takut karena badan Yudha yang lebih besar dariku. Kalau gini caranya sama aja bohong dong kalau langsung aku tunjuk, sama seperti aku memilih orang yang tidak punya nyali.
“ente bego atau gimana sih Rik.. tinggal tunjuk aja pilih satu..” bisik Akbar yang membuat telingaku gatal.
“diam..!!” bentakku ke Akbar karena aku yang mulai kesal.
“ya udah.. sekarang siapa yang mau duel sama Akbar..!!” ucapku yang mulai jengkel.
Mendengar nama Akbar yang aku sebut kemudian terlihat Sony yang maju ke depan dan dua orang yang lainnya tetap diam di posisi. Akbar yang sempat kaget aku sebut namanya kemudian tersenyum menyeringai melihat Sony yang maju ke depan.
“hehe.. kamu udah lama ya Son pengen duel sama aku..” ucap Akbar yang bersiap dan Sony hanya mengangguk.
Setelah Akbar dan Sony bersiap, aku menyuruh mereka mulai bertarung sampai aku menyuruh mereka berhenti. Nampaknya Sony yang lebih bersemangat dan terlihat ingin sekali menghajar Akbar.
BUGH.. BAGH.. BUGH.. BAGH.. BUGH..
Jual beli pukulan terjadi, dan masing – masing terlihat tidak mau kalah. Aku melihat pertarungan Akbar dan Sony terlihat seimbang, mereka saling menyerang dan bertahan secara bergantian. Hingga aku melihat Akbar yang mulai terdesak dan serangan Sony yang lebih banyak masuk.
“berhenti..!!” ucapku kepada Akbar dan Sony.
“bentar Rik..” balas Akbar yang merasa tidak terima.
“sudah cukup..” ucapku yang membuat Akbar geram.
“tapi..” balas Akbar belum ingin berhenti
“kalau tidak terima sini duel sama aku..” lanjutku yang membuat Akbar berhenti.
“anjing..” gerutu Akbar yang kemudian menghampiriku.
Aku hanya menepuk – nepuk pundak Akbar yang terlihat ngambek karena menyuruhnya untuk berhenti bertarung. Nampaknya Akbar merasa tidak terima karena Sony lebih unggul darinya.
“jadi karena hanya Sony yang berani bertarung, kami sepakat menunjuk Sony sebagai ketua MEDUSA yang baru..” ucapku kepada semua anggota.
“prok.. prok.. prok.. prok..”
Terlihat semua anggota yang bertepuk tangan memberi selamat kepada Sony karena terpilih sebagai ketua yang baru.
“tidak..!!” teriak Sony yang membuat semuanya terdiam.
“maaf kak.. aku tidak pantas menerimanya..” ucap Sony yang membuatku heran.
“terus siapa yang menurutmu pantas..” tanyaku ke Sony.
“Bayu..” jawab Sony yang membuat semuanya kaget.
“apa alasanmu menganggap Bayu yang lebih pantas..?” tanyaku lagi dan semua melihat ke arah Sony untuk mendengar penjelasannya.
“karena hanya Bayu yang berani melawanmu.. dia juga mengalahkanku dan kak Akbar, karena itu aku menganggap dia yang lebih pantas sebagai ketua dari pada aku..” balas Sony yang membuatku tersenyum.
“setuju.. setuju.. setuju.. setuju.. setuju..” terdengar suara anggota yang bersahut – sahutan menyetujui.
“baiklah.. sini dek..” ucapku ke Bayu yang terlihat masih bengong.
Bayu yang kaget karena aku panggil kemudian datang menghampiriku, setelah berada disampingku aku kemudian merangkulnya.
“disini bukan aku yang memilihmu sebagai ketua tapi teman – temanmu, mereka memilihmu karena mereka percaya dengan kemampuanmu. Jadi sudah diputuskan bersama bahwa kamu yang akan menjadi ketua MEDUSA setelah ini karena mulai sekarang aku menyerahkan kepemimpinan MEDUSA padamu. Jangan pernah menganggap ini sebagai beban karena kepercayaan adalah sebuah amanah yang harus kita jaga dan lakukan dengan sebaik – baiknya..” ucapku tersenyum kepada Bayu dan dia mengangguk.
“prok.. prok.. prok.. prok.. prok..” suara tepuk tangan dari semua yang ada diruangan.
“sekarang sapalah anggotamu..” bisikku pada Bayu.
“baik.. aku hanya bisa berterima kasih kepada teman – teman yang sudah mempercayakan jabatan ini padaku, semoga aku bisa melaksanakan dengan sebaik – baiknya.. dan untuk kakakku..” ucap Bayu yang kemudian terhenti.
“terima kasih sudah membimbingku, menasehatiku dan menyayangiku, semoga aku tidak mengecewakannya..” lanjut Bayu menjelaskan.
Aku hanya tersenyum sambil menepuk – nepuk pundaknya, terlihat semua teman – teman juga bergembira. Akhirnya acara ditutup dan teman – teman memberikan selamat kepada Bayu, kemudian dilanjutkan dengan acara berkumpul bersama, ada yang pamit untuk pulang, ada yang ngobrol sambil bercanda, ada juga yang kemudian memutar minuman. Saat aku sedang berkumpul bersama Yudha dan Akbar, terlihat Bayu yang menghampiriku.
“mas.. aku masih gemeteran..” bisik Bayu yang duduk disebelahku.
“santai aja dek.. nanti kamu juga terbiasa..” balasku ke Bayu.
“tapi apa aku bisa mas..?” ucap Bayu tidak yakin.
“mulai sekarang kamu belajar.. saat aku sudah lulus nanti, kamu pasti sudah bisa..” balasku meyakinkannya.
“makasih mas..” ucap Bayu tersenyum.
Aku masih berkumpul sejenak bersama teman – temanku sebelum akhirnya aku pamit untuk pulang. Setelah sampai kost aku langsung bersih – bersih kemudian beristirahat.
Malam harinya saat aku sedang bersantai di kamar, tiba – tiba ada yang mengetuk pintuku.
“tok.. tok.. tok..”
“tok.. tok.. tok.. Rik..” terdengar suara mas Bagas yang memanggil.
“masuk aja mas gak dikunci..” teriakku ke mas Bagas.
“Rik.. minta gulanya dong..” ucap mas Bagas setelah masuk.
“itu mas ambil aja..” balasku menunjuk tempat gula.
“tumben jam segini udah pulang mas..?” tanyaku ke mas Bagas.
“iya Rik.. capek..” balas mas Bagas cuek.
“capek apa capcay.. hehehe..” ucapku menyindir.
“hmm..” balas mas Bagas melirikku.
“udah ya Rik makasih..” ucap mas Bagas yang hendak pergi.
“udah beneran mas.. gak ada yang ketinggalan..?” tanyaku lagi.
“apa yang ketinggalan..?” balas mas Bagas heran.
“oh ya udah.. padahal aku mau jawab..” ucapku tersenyum mengejek.
“anjing..!! Pinter banget kamu mancingnya..!!” balas mas Bagas yang kesal.
“hahaha…” aku tertawa melihat ekspresi mas Bagas yang penasaran campur malu.
“tau aja kamu kalau aku penasaran..” ucap mas Bagas yang malu.
“hahaha..” aku hanya bisa tertawa melihat tingkah mas Bagas.
“udah.. udah.. sekarang cerita Rik..” ucap mas Bagas padaku.
“cerita apa mas..?” balasku memancing.
“cerita gimana kamu bisa dapetin Selly, terus bisa kamu ajak pergi sampai dia mau tidur bareng sama kamu..” ucap mas Bagas nyerocos.
“weit.. weit.. sabar mas.. pelan – pelan tanyanya..” balasku menahan tawa.
“anjing kamu Rik.. bikin aku penasaran aja..!!” ucap mas Bagas jengkel.
“hehehe… sebelum aku jawab, aku tanya dulu mas..” balasku ke mas Bagas.
“apa..?” tanya mas Bagas yang sudah tidak sabar.
“kamu jam segini udah pulang terus enggak pergi main itu karena capek apa malu..?” tanyaku ke mas Bagas yang membuatnya kaget.
“iya malu aku.. aarrgghhh… anjing kamu pinter banget mancing aku..!!” ucap mas Bagas marah – marah.
“hahaha…” aku tertawa melihat mas Bagas yang malu – malu mengakui.
“udah gak usah ketawa aja.. sekarang cepet jawab..!!” ucap mas Bagas jengkel.
“iya.. iya.. hehehe..” balasku ke mas Bagas.
“jadi gini mas.. aku sama Selly memang udah kenal sebelumnya, ya kita cuma kenal biasa aja sih. Terus waktu aku sama mas Bagas maen ke club itu baru ketemu lagi, setelah aku nganter dia pulang selanjutnya kami ya kadang ketemu biasa aja..” ucapku mulai bercerita.
“terus waktu aku balik liburan kemarin, malamnya kan kita sempet ngobrol di tempat pak Narto kan mas, nah waktu aku lagi tidur tiba – tiba Selly telepon minta tolong dan aku langsung jemput dia. Disana aku hajar 3 orang yang mau berbuat jahat sama Selly, dan salah satunya adalah teman kerjanya Selly yang bernama Wisnu..” lanjutku menjelaskan.
“anjing.. kemarin aku ribut juga sama temen – temennya Wisnu Rik. Mereka juga baru muncul setelah Wisnu kerja disana. Ternyata yang gangguin Selly mereka juga..” balas mas Bagas yang terlihat geram.
“iya mas.. gak tau sekarang masih ada apa enggak, soalnya Wisnu udah keluar kerja..” ucapku menjelaskan.
“oh.. aku juga gak pernah kesana lagi Rik.. malu aku ketemu Selly..” balas mas Bagas padaku.
“Selly udah gak kerja disana kok mas..” ucapku memberitau mas Bagas.
“hah..? Yang bener Rik..? Gara – gara masalah itu..?” balas mas Bagas seakan tidak percaya.
“iya.. manajemen gak mau mengkasuskan gara – gara Wisnu udah keluar..” ucapku menjelaskan.
“wah.. bisa dong kita maen lagi kesana..” balas mas Bagas bersemangat.
“ya maen aja mas.. aku gak ikut..” ucapku menolak.
“halah.. gak asik kamu Rik.. ayolah kita senang – senang..” balas mas Bagas memaksa.
“males aku mas.. males kalau ketemu si Supri lagi..” ucapku menjelaskan.
“Supri siapa..?” balas mas Bagas bertanya.
“makhluk setengah jadi.. muka ganteng dandanan keren tapi penyuka sesama jenis..” ucapku ke mas Bagas.
“maksudmu si Kiky..?” tanya mas Bagas penasaran dan aku hanya mengangguk.
“hahaha…” mas Bagas tertawa terbahak – bahak.
“kenal kamu mas..?” tanyaku ke mas Bagas.
“enggak begitu Rik cuma tau aja, yang kenal malah mas Anang kayaknya karena mereka satu kerjaan..” balas mas Bagas menjelaskan.
Aku hanya manggut – manggut mendengar penjelasan dari mas Bagas karena aku tidak peduli dengan makhluk sejenis Supri Pensil. Mas Bagas yang tau kalau aku sempat digoda oleh si Supri terlihat tertawa puas.
“Rik.. aku masih gak nyangka kamu bisa naklukin Selly, aku aja mau deketin susahnya setengah mati..” ucap mas Bagas padaku dan aku hanya tersenyum.
“aku gak bisa bayangin kalau tidur sama dia gimana, udah cantik kulitnya mulus apalagi bodynya seksi juga.. uhh… pasti puas banget main sama dia..” ucap mas Bagas yang membuatku panas.
“udah mas.. gak usah bayangin yang aneh – aneh..” balasku kesal.
“beneran Rik.. apalagi waktu aku denger dia mendesah waktu main sama kamu.. wuuhhhh…” ucap mas Bagas yang membuatku emosi.
“mas..!! Sekali lagi kamu ngomongin Selly seperti itu, aku rontokin semua gigimu..!!” bentakku yang emosi.
“eh.. sory Rik.. sory..” ucap mas Bagas kaget meminta maaf.
“hufh.. iya mas.. maaf aku juga kepancing emosi, aku gak suka aja mas ngomongin Selly kayak gitu..” balasku mencoba tetap tenang.
“iya Rik.. sory banget.. aku gak bermaksud..” ucap mas Bagas yang merasa bersalah.
Aku melihat mas Bagas yang terlihat menyesal karena sudah membicarakan Selly tentang hal yang menurutku tidak pantas untuk di umbar.
“mas.. kamu gak bosen apa mainin cewek seperti itu.. kenalan, jalan terus tidur bareng..” ucapku pada mas Bagas.
“gak tau Rik.. aku cuma pengen menikmatinya saja..” balas mas Bahas padaku.
“mas gak pernah apa memikirkan perasaan cewek – cewek yang sudah mas tiduri..” ucapku kemudian.
“entah Rik.. apa aku masih punya perasaan apa tidak..” balas mas Bagas yang terlihat sedih.
“sebenernya aku dulu pernah pacaran Rik. Aku sangat sayang sama pacarku itu sampai aku sudah kenal dengan keluarganya, semua yang dia minta aku penuhi, barang – uang sampai kendaraan pun aku berikan karena rasa sayangku yang tidak mau kehilangan. Tapi ternyata semua yang aku cukupi hanya untuk bersenang – senang dengan cowok lain, awalnya aku tidak curiga tapi lama – lama aku mencium gelagat yang aneh, sampai aku yang membuntuti pacarku dan memergokinya sedang bermesraan dengan cowok lain..” ucap mas Bagas bercerita dengan mata berkaca – kaca.
“kalau di ingat – ingat aku kayak pecundang Rik.. betapa bodohnya aku sampai bisa dimanfaatkan oleh seorang cewek.. anjing.. kok aku jadi malah curhat..” ucap mas Bagas sambil membersihkan air mata.
“jadi semenjak saat itu, mas menganggap semua cewek sama dan membalas dengan hanya memanfaatkan cewek untuk bisa menidurinya..” balasku ke mas Bagas.
“kira – kira seperti itu Rik..” ucap mas Bagas yang terlihat menyedihkan.
“mas.. bukannya aku sok pintar atau sok tau ya.. menurutku cewek yang tulus dengan perasaannya tidak pernah menuntut atau meminta apapun kepada cowoknya.. menurutku lho mas..” balasku berpendapat.
“iya Rik.. ah anjing.. malah aku di ceramahi sama orang yang seumuran adikku..” ucap mas Bagas yang mulai bisa tersenyum.
“hehehe.. ya udah mas gak usah nangis lagi..” balasku mencairkan suasana.
“anjing kamu ya.. bisa – bisanya aku malah curhat gini..” ucap mas Bagas yang malu.
“hahaha..” aku dan mas Bagas tertawa bersama.
Ternyata dibalik suatu tindakan terdapat suatu alasan yang menjadikan seseorang bisa berubah. Aku yang mendengar cerita mas Bagas jadi tau kalau sebenarnya dia itu orangnya tulus dan penuh kasih sayang, hanya karena sebuah penghianatan yang dilakukan oleh pacarnya dulu yang membuatnya berubah dan melampiaskan dengan mempermainkan setiap cewek yang dia temui.
Setelah aku dan mas Bagas yang ternyata cukup lama kami ngobrol, akhirnya mas Bagas pamit untuk balik ke kamarnya dan aku juga memutuskan untuk tidur.
***
Pagi harinya aku terbangun oleh suara telepon yang berdering dari HP ku, setelah aku angkat ternyata telepon dari orang tuaku. Mereka memberikan selamat padaku karena sekarang aku yang berulang tahun. Setelah Bundaku yang memberi selamat dan memberikan nasehat – nasehat padaku, kemudian giliran adikku Riska yang berbicara denganku. Riska yang memberiku selamat kemudian menanyakan tentang kabar Monic, aku hanya menjawab kalau Monic baik – baik saja walau sebenarnya aku belum baikan dengan Monic. Entah aku yang kurang berusaha atau memang susah untuk bertemu dengan Monic karena dia yang selalu menghindar dan tidak pernah membalas pesanku. Setelah Riska yang selesai berbicara padaku kemudian telepon diserahkan pada Ayahku.
“nak..” ucap Ayahku di telepon.
“iya Yah..” balasku menjawab.
“sekarang kamu sudah semakin dewasa, banyak permasalahan yang akan kamu hadapi dan permasalahan itu yang akan menjadikanmu semakin kuat. Ada permasalahan yang memang harus kamu selesaikan sendiri, tapi ada juga masalah yang harus kamu selesaikan bersama. Jadi jangan pernah lelah untuk membantu sesama karena disekitarmu banyak orang yang peduli dan menyayangimu, mereka akan rela membantumu dengan ikhlas walau tanpa diminta..” ucap Ayah menasehatiku.
“iya Yah..” balasku ke Ayah.
“ya udah.. Ayah tutup dulu ya.. oh iya, selamat ulang tahun ya nak..” ucap Ayahku kemudian.
“iya Yah.. makasih..” balasku mengakhiri.
Hufh.. ini yang membuatku tambah sayang sama keluargaku karena mereka tidak pernah lupa tanggal lahirku, aku aja malah lupa kalau sekarang aku berulang tahun. Hehehe..
Setelah selesai berbincang dengan keluargaku lewat telepon, aku kemudian mandi dan bersiap untuk berangkat sekolah.
Aku bersekolah seperti biasa dan yang membedakan adalah setiap guru yang mengajar selalu mengingatkan kepada kami bahwa kami sudah kelas 3 dan sebentar lagi akan menghadapi ujian nasional untuk menentukan kelulusan. Setiap guru juga mengingatkan kami untuk mengurangi bermain dan lebih fokus belajar untuk bersiap menghadapi ujian nasional yang tinggal beberapa bulan lagi.
Saat jam istirahat sekolah, aku yang sedang makan di kantin bersama Yudha sempat melihat Monic dan Nisa yang juga ke kantin. Aku melihat Monic yang melihatku dengan tersenyum yang membuatku rindu untuk bersama – sama lagi dengannya. Aku yang teringat tahun lalu tepat di hari ini dan tempat ini juga saat aku mendapat hadiah ulang tahun sebuah tamparan keras dari Dini, hari berikutnya aku dijemput oleh Monic saat aku yang membolos gara – gara mabuk sampai tertidur di cafe. Dan saat itu juga Monic memberiku hadiah jam tangan yang aku pakai sampai sekarang untuk mengingatkanku agar selalu merasa dekat dengannya. Hufh.. sesuatu yang indah yang tak mungkin bisa terlupakan.
Setelah jam istirahat selesai, kami kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran selanjutnya. Saat kegiatan belajar mengajar selesai, aku langsung pulang ke kost untuk beristirahat. Saat aku yang sudah sampai kamar dan akan rebahan, tiba – tiba HP ku berdering tanda ada telepon masuk.
“kring.. kring.. kring..”
Saat aku melihat layar telepon ternyata Om Heri yang menelponku.
“halo Om..” ucapku pada Om Heri di telepon.
“halo Rik.. sekarang kamu dimana..?” balas Om Heri.
“di kost Om.. kenapa..?” tanyaku penasaran.
“ini Rik.. ada orang yang mau lihat rumah lama, kamu kesana sekarang ya soalnya orangnya udah nunggu disana..” balas Om Heri menjelaskan.
“oh.. ya udah bentar lagi aku kesana..” ucapku menyanggupi.
“ya udah.. makasih ya.. eh bentar – bentar..” ucap Om Heri kemudian.
“kenapa Om..?” tanyaku heran.
“selamat ulang tahun Riki.. semoga panjang umur dan sehat selalu..” terdengar suara Om Heri dan Tante Septi yang mengucapkan.
“makasih Om.. makasih Tan..” balasku karena ternyata Om Heri tadi mengubah mode jadi loud speaker.
Setelah menutup telepon aku bergegas untuk berganti pakaian. Ternyata Om dan Tanteku juga tidak lupa dengan hari ulang tahunku karena aku jadi ingat waktu tahun lalu saat aku masih tinggal bersama Om Heri, ada acara tiup lilin walau hanya dengan semangkok gethuk yang di tancapi lilin.
Setelah selesai berganti pakaian, aku langsung memacu motorku menuju rumah lama Om Heri yang akan di kontrakkan, dan benar saja Om Heri memberiku kunci rumah lama kalau sewaktu – waktu ada yang mau lihat dan aku yang lebih dekat bisa langsung menuju kesana.
Setelah menempuh perjalanan beberapa menit, aku sudah sampai di rumah lama Om Heri dan setibanya disana aku sempat kaget saat melihat mobil yang terparkir di halaman rumah, karena aku mengenali mobil tersebut.
Setelah memarkirkan motor, jantungku berdebar kencang saat melihat seseorang yang berdiri sedang melihat – lihat rumah.
“Mon..” panggilku ke Monic.
“hai Rik..” balas Monic tersenyum dengan manis.
“kok kamu bisa ada disini..?” tanyaku heran.
“maaf Rik.. sebenernya yang telepon tadi supirku, aku kira yang datang Om mu tapi kebetulan yang datang malah kamu..” balas Monic padaku.
Oh.. ternyata yang telpon Om Heri itu supirnya Monic, apa supirnya Monic mau ngontrak rumah ini..? Tapi kenapa juga Monic ikut kesini..? Apa jangan – jangan dia yang mau menemuiku, tapi kenapa kok tiba – tiba dia mau menemuiku setelah selama ini dia menghindariku. Aduh pede banget sih aku..
Saat aku melihat Monic yang masih berdiri, kemudian aku melihat kursi di depan rumah yang ternyata kotor dan berdebu, aku kemudian melepas jaketku dan mengelap kursi agar bersih.
“eh Rik.. kok..” ucap Monic yang kaget melihatku mengelap kursi.
“duduk dulu Mon..” ucapku mempersilahkan.
“makasih..” balas Monic tersenyum dengan manisnya.
“jadi supirmu yang mau nyewa rumah ini..” ucapku ke Monic dan dia menggelengkan kepala.
“terus..?” tanyaku yang heran.
“aku mau ketemu sama kamu..” balas Monic yang membuatku kaget.
“aku juga pengen ketemu sama kamu..” ucapku ke Monic.
“iya aku tau..” balas Monic tersenyum.
“jadi kamu sudah gak marah lagi..” ucapku bertanya.
“maaf Rik.. aku sempat marah ke kamu, tapi aku sadar kalau aku tidak berhak marah sama kamu..” balas Monic padaku.
“enggak Mon.. kamu berhak marah sama aku..” ucapku menegaskan.
“kenapa kamu bisa berfikir seperti itu..?” tanya Monic yang heran.
“karena aku merasakan apa yang kamu rasakan..” balasku menatap Monic.
“jangan terlalu cepat menilai sebuah perasaan karena kita tidak tau apa yang akan terjadi nantinya..” ucap Monic tersenyum.
“sudah lama aku ingin menjelaskannya padamu..” ucapku kemudian.
“tidak usah kamu jelaskan karena aku tidak berhak tau..” balas Monic padaku.
“enggak Mon.. kamu harus tau kalau Ratna itu hanya teman masa kecilku dan dia itu pacarnya Yudha..” ucapku menjelaskan.
“dan dia juga suka kamu..” balas Monic yang membuatku terdiam.
“jangan pernah menyalahkan suatu keadaan hanya karena kita yang tidak bisa menerima sebuah perasaan..” ucap Monic kemudian yang terasa sangat mengena.
“Mon.. saat kamu lihat aku sedang jalan dengan..” ucapku terpotong.
“kak Selly..” sahut Monic yang membuatku terkejut.
“kamu kenal Selly..?” tanyaku yang kaget.
“iya aku kenal kak Selly karena dia adalah sepupunya Nisa..” balas Monic tersenyum.
“maaf Mon..” ucapku yang bingung.
“kamu gak perlu minta maaf Rik.. awalnya memang aku marah setelah melihat kamu jalan sama kak Selly, tapi setelah aku mendapat cerita dari Nisa, aku malah senang kamu jalan sama kak Selly dan bisa membuatnya bahagia..” balas Monic yang langsung membuatku lemas.
Mampusss… aku yang memaksa untuk menjelaskan ke Monic tapi malah aku sendiri yang kemakan oleh penjelasan itu. Rasa – rasanya bukan memperbaiki keadaan tapi malah membuatnya jadi kacau, aku yang berharap dengan menjelaskan bisa dekat lagi dengan Monic tapi sekarang nampaknya jadi terasa berat.
“Mon.. apa kita bisa bersama – sama lagi..” ucapku berharap.
“kita masih temenan kok Rik..” balas Monic tersenyum.
“maksudku apa kita bisa..” ucapku yang terasa berat untuk mengungkapkan.
“Rik.. kita sekarang sudah kelas 3, jadi sebaiknya kita fokus untuk menghadapi ujian nasional. Aku mohon kamu bisa mengerti..” balas Monic yang membuatku lemas.
“oh iya.. aku menemuimu hanya untuk memberimu ini..” ucap Monic yang memberiku sebuah kotak yang dibungkus kado.
“Mon.. ini..” balasku yang kaget.
“selamat ulang tahun..” ucap Monic tersenyum yang membuatku terharu.
“kenapa kamu selalu ingat hari ulang tahunku sedangkan aku sendiri tidak tau kapan hari ulang tahunmu..” ucapku yang merasa sangat bersalah.
“sudah Rik.. terimalah.. semoga kamu senang dengan pemberianku..” balas Monic tersenyum.
“makasih Mon.. kamu juga masih mau memakai pemberianku..” ucapku menerima kado dari Monic.
“gelang ini mengingatkanku saat kita jalan berdua..” balas Monic menunjukkan gelang yang dipakainya.
Aku jadi teringat saat pertemuanku dengan Monic waktu kita jalan berdua di alun – alun dan waktu itu aku memberinya gelang tali yang aku kira sudah dibuang. Aku membelinya di pinggiran dengan harga yang murah karena memang barang murahan, tapi aku membeli dan memberikannya ke Monic karena menurutnya gelang yang dilihatnya itu lucu.
“ya udah Rik.. aku pulang dulu ya..” pamit Monic padaku.
“hati – hati ya..” balasku ke Monic yang kemudian dia pergi.
“Mon..” panggilku saat Monic yang baru saja berjalan.
“ya..?” balas Monic menghentikan langkah.
“kapan tanggal ulang tahunmu..?” tanyaku yang ingin tau.
“tanggal 14 Februari..” balas Monic tersenyum kemudian pergi menuju mobilnya.
Setelah Monic pergi dengan mobilnya, aku hanya terduduk lemas dengan hati yang pilu. Ingin aku memaki tapi untuk siapa..? Rasanya hanya diriku sendiri yang pantas dimaki, rasanya aku terlalu bodoh untuk menyadari semuanya, aku yang bodoh karena tidak peka kepada orang – orang di dekatku. Kenapa baru sekarang aku bertanya tanggal lahir Monic bukan dari dulu. Dan bangsatnya tanggal itu adalah hari dimana Monic yang melihatku sedang berjalan bersama Selly di mall. Wajar memang Monic yang marah dan merasa sedih saat melihatku jalan bersama orang lain dan bukan dengan dirinya, parahnya juga bertepatan dengan hari ulang tahunnya. Aarrgghh… bodoh.. bodoh.. nasi sudah menjadi bubur, tidak ada gunanya sekarang menyesal karena kebodohanku semuanya sudah terjadi.
Disaat aku yang sedang duduk merenung sambil membawa kado yang diberikan oleh Monic padaku, dengan hati yang berdebar pelan – pelan aku membuka kado tersebut. Di dalamnya ternyata berisikan sepasang sepatu baru, dan aku melihat ada secarik kertas yang dilipat rapi terselip diantara sepatu tersebut, setelah aku ambil kemudian pelan – pelan aku membuka lipatan kertas tersebut dan membacanya.
Hai Riki…
Maaf kalau surat ini membuatmu terganggu, tapi hanya ini yang bisa aku lakukan untuk mengungkapkan perasaanku padamu. Jujur aku merasa cemburu pada wanita – wanita yang dekat denganmu karena aku bisa melihat perasaannya dari cara mereka menatapmu. Perasaan sayang yang tulus dengan penuh cinta seperti juga yang aku rasakan padamu. Selama ini aku tidak marah sama kamu karena yang aku rasakan sebenarnya adalah rasa rindu. Maaf jika selama ini aku selalu menghindarimu, bukan karena tak sayang tapi karena memang harus aku lakukan. Perasaanku padamu tidak pernah berubah hanya saja kita harus sendiri – sendiri dulu karena kita sebentar lagi akan ujian. Aku tau pasti kamu kecewa dengan keputusanku, tapi aku mohon kamu bisa mengerti karena aku yang benar – benar ingin fokus menghadapi ujian nasional. Aku harap kamu bisa mengerti perasaanku dan bijak dalam menyikapinya.
Riki sayang..
Selamat ulang tahun yah.. semoga panjang umur, sehat selalu dan selalu menyayangi orang – orang yang menyayangimu. Aku harap kamu tidak pernah berubah, tetaplah menjadi Riki yang baik, lembut dan penuh kasih sayang. Aku juga berharap kamu tidak merasa terbebani dengan surat ini karena aku hanya ingin mencoba menjawab rasa penasaranmu selama ini. Oh iya, makasih yah kamu sudah mau memakai jam tangan pemberian dariku, aku merasa senang saat melihatmu mau memakainya dan aku harap kamu juga mau memakai sepatu pemberianku ini. Aku melihat sepatumu sudah lama dan terlihat sudah tidak layak, dan mungkin kamu juga merasa tidak nyaman saat memakainya. Semoga dengan memakai sepatu yang baru akan terlihat lebih bagus dan pastinya akan terasa lebih nyaman. Hihihi…
Lewat surat ini aku ungkapkan perasaanku padamu dan dengan pemberianku ini bisa mewakili diriku untuk selalu dekat denganmu. Harapanku setelah ini adalah bisa melihat lagi senyummu yang selalu membuatku rindu. Salam peluk dan cium dari seseorang yang selalu menyayangimu.
-Monica Anastasya-
Bersambung