Part #23 End : Perpisahan
Sering kita merasa malu untuk mengakui apa yang sedang kita rasakan, terlebih perasaan itu sedang tertahan dan sulit untuk diungkapkan. Kadang kita mencoba untuk bersabar tapi hati selalu ingin berontak, seperti bibir yang bisa menolak tidak tapi batin tak henti mengharap.
Harus diakui saat menghadapi sesuatu yang menyangkut masalah hati, tidak bisa lepas begitu saja tanpa melibatkan perasaan. Perasaan bimbang dan gundah karena diri yang merasa gagal untuk menuntaskannya.
Kadang aku selalu mencari dimana sebenarnya letak kesalahan itu, dan aku yang berfikir dengan keras selalu bingung untuk menentukannya. Hingga pada akhirnya aku yang menyadari kalau letak kesalahan itu berasal dari diriku sendiri. Perasaan marah dan sedih bercampur menjadi satu meratapi kebodohan diri ini. Sungguh naif jika kita tidak mau mengakui karena pada dasarnya semua itu terjadi karena kita yang tidak peka.
Walau semua sudah berlalu, kita tidak lantas larut dalam kesedihan karena kita masih terus berjuang untuk menjalani kehidupan yang akan datang. Seperti aku yang sekarang duduk dengan tenang mendengar penjelasan dari guru yang menerangkan di depan kelas. Penjelasan yang menjadi bekal untuk kita yang bersiap menghadapi ujian nasional.
Hari – hariku berjalan seperti biasa, yaitu menjalani kewajibanku sebagai seorang siswa. Kini waktuku lebih banyak dihabiskan di sekolah karena kami yang sudah kelas 3 mendapat pelajaran tambahan untuk mematangkan diri agar lebih siap menghadapi ujian nasional. Para guru juga berpesan agar kita tidak mengeluh dan menganggapnya sebagai beban karena semua ini dilakukan hanya untuk kebaikan bersama. Bayangkan saja jika ada siswa yang sampai tidak lulus, pasti selain merasa sedih juga pihak sekolah merasa gagal dalam membimbing siswanya.
Aku yang berangkat pagi dan pulangnya sudah menjelang sore, merasa lelah dan biasanya langsung pulang ke kost untuk beristirahat. Tidak ada waktu untukku nongkrong atau hanya sekedar jalan – jalan karena badan dan pikiran yang sudah terlalu letih segera ingin di istirahatkan.
Aku teringat oleh ucapan Monic yang ingin fokus untuk menjalani sekolah, dan tanpa disadari aku juga ikut menjalani tanpa sempat memikirkan para wanita yang ada di sekelilingku. Untuk Dini jelas aku sudah melupakannya, dan untuk Ratna aku sudah tidak pernah bertemu dengannya karena aku yang sudah tidak pernah nongkrong dan sibuk di sekolah, mungkin dia juga melakukan hal yang sama karena aku dan Ratna sama – sama sudah kelas 3. Untuk Monic dan Nisa aku masih sering bertemu di sekolah, walau kami hanya sekedar saling melihat dan melempar senyum, aku merasa cukup senang bisa bertemu walau kami tidak pernah bertegur sapa. Dan satu lagi wanita yang pernah mengisi hari – hariku, yaitu Selly. Aku sudah tidak pernah bertemu dengannya karena kami yang sama – sama sibuk dan tidak ada waktu. Dari yang aku tau Selly sekarang sudah mulai bekerja sebagai SPG salah satu produk kecantikan.
Hari – hari aku jalani dengan ikhlas walau sebenarnya terasa berat, pikiran yang stres karena banyaknya tekanan dan beban yang dipikul karena tuntutan harus lulus dan membawa nama baik sekolah. Aku sampai heran melihat Akbar dan Samo yang sehari – harinya terkesan urakan dan cuek dengan pelajaran, kini menjadi serius mengikuti pelajaran dan mendengarkan penjelasan dari guru yang mengajar. Aku yang melihat itu jadi bersemangat dan termotivasi karena mereka saja bisa berarti aku juga harus bisa.
Aku yang merasa stres sedikit terhibur oleh dukungan dari teman – teman kostku, mereka memberikan semangat agar aku bisa menjalani dan berjuang untuk mendapatkan kelulusan. Seperti aku yang sekarang sedang duduk di depan kost sambil mengobrol dengan mas Anang yang baru pulang kerja.
“udah Rik.. santai aja gak usah terlalu tegang.. lulus deh lulus..” ucap mas Anang padaku.
“iya mas.. ini juga santai..” balasku menghisap rokok.
“bilangnya santai tapi mulutmu itu yang gak santai.. ngebul kayak sepur gak putus – putus..” ucap mas Anang menyindirku.
“hehehe..” aku hanya bisa tertawa karena mas Anang baru merokok 1 batang, aku sudah habis 3 batang.
“emang apa sih yang kamu pikirin sampai mukamu kayak cucian belum di setrika..” ucap mas Anang bertanya.
“stres aku mas.. tiap hari disuruh belajar, belum lagi ada pelajaran tambahan sama latihan ujian, terus kita dituntut untuk lulus agar bisa membawa nama baik sekolah. Aku yang tiap hari diingatkan tentang ujian bukannya malah siap tapi malah takut kalau tidak lulus..” balasku menjelaskan.
“oh.. itu hanya tarung gengsi antar sekolah aja Rik..” ucap mas Anang yang membuatku bingung.
“maksudnya..?” tanyaku yang bingung.
“sekolah bisa meluluskan siswanya 100% dan lulus dengan nilai yang baik, itu nantinya akan menjadikan peringkat sekolah naik dan yang pasti orang tua akan berlomba untuk memasukkan anaknya ke sekolahan tersebut..” balas mas Anang menjelaskan.
“sebenarnya tujuannya baik Rik agar siswa siap menghadapi ujian dan bisa lulus, hanya saja mungkin caranya yang berbeda – beda. Contohnya sekolahku SMA dulu Rik, guru – gurunya malah terkesan santai tidak terlalu menekan. Mereka malah berpesan agar kami mengerjakan ujian nasional dengan menganggapnya seperti ujian harian, hal itu menjadikan kami para siswa jadi tenang dan merasa tidak terbebani. Hasilnya sekolah kami bisa lulus 100% dan menjadi salah satu SMA favorit..” ucap mas Anang bercerita.
“nah.. maksudku juga gitu mas.. aku pengen menjalaninya dengan tenang tanpa merasa terbebani..” balasku yang setuju.
“ya udah kamu santai aja Rik.. intinya kamu kuasai aja materinya, masalah ujian kamu kerjakan seperti ujian harian. Kalau kamu menguasai materinya, soal ujian yang keluar biasanya juga gak jauh dari materi yang kamu pelajari..” ucap mas Anang memberi masukan.
“iya mas.. wah makasih mas.. aku malah gak kepikiran sampai situ..” balasku yang merasa lebih tenang.
“santai Rik.. kamu aja yang terlalu tegang jadi gak bisa mikir.. hehe..” ucap mas Anang padaku.
Setelah berbincang – bincang dengan mas Anang, aku kemudian pamit untuk mandi dan beristirahat. Aku sekarang merasa lebih tenang setelah mendapat masukan dari mas Anang, ternyata selama ini cara berpikirku yang salah, disamping karena tekanan pihak sekolah juga karena aku yang udah takut duluan kalau sampai tidak lulus, hal itu yang membuatku tidak bisa berfikir tenang dan malah menjadi sebuah beban.
Setelah merubah cara berpikirku, aku menjalani hari – hariku dengan tenang tanpa beban. Hal yang selalu aku ingat dari pesan mas Anang adalah kuasai materinya, hal itu aku lakukan dengan cara membacanya berulang – ulang. Selain belajar di sekolah, aku juga menyempatkan untuk mengulanginya di kost. Sampai tak terasa hari ujian nasional sudah tiba dan kami para siswa menjalaninya demi untuk mendapatkan selembar ijazah kelulusan.
Hari ujian nasional untuk kelas 3 berlangsung selama 3 hari, dan siswa kelas 1 dan 2 diliburkan karena kelas mereka kami pakai untuk ujian. Ujian berlangsung dengan kami yang menempati ruangan yang sudah ditentukan sesuai nomer urut peserta. Kami para peserta ujian duduk dengan satu meja satu orang, dan ternyata soal yang diberikan memakai kode. Seumpama kita ibaratkan kode soal ada A dan B, aku yang mendapat soal dengan kode A berbeda dengan depan – belakang dan samping kanan – kiriku yang mendapat soal dengan kode B, hal itu ternyata ditujukan agar kami para siswa bisa mengerjakannya sendiri – sendiri tanpa bisa saling contek – contekan.
Hari pertama adalah ujian Bahasa Indonesia, aku mengerjakan soal dengan payah karena aku yang salah cara dalam mengerjakannya. Seharusnya aku baca dulu pertanyaannya baru membaca uraian soalnya, disini aku malah membaca soalnya dulu baru membaca pertanyaannya, hal itu menyebabkan aku harus mengulangi membaca uraian soalnya lagi untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. Disini aku sempat was – was karena hampir kehabisan waktu, untung saja aku bisa mengerjakan semuanya tepat saat waktu ujian telah usai.
Hari kedua yaitu ujian Matematika, disini aku bisa mengerjakan dengan baik karena sebelumnya aku sempat belajar. Aku berterima kasih kepada mas Bagas yang aku minta untuk mengajariku rumus – rumus yang aku belum paham, mas Bagas yang pintar hitung – hitungan mengajariku pelan – pelan sampai aku benar – benar paham, dia juga sempat memberiku soal untuk memastikan aku benar – benar sudah paham atau belum.
Hari ketiga dan hari terakhir adalah ujian Bahasa Inggris, aku yang tidak begitu menguasai kemudian belajar kepada mas Anang. Mas Anang yang bekerja di bank pasti sedikit banyak menguasai bahasa inggris. Walau dia tidak begitu fasih dalam berbicara, tapi mas Anang paham tentang dasar – dasarnya dan bisa mengajariku secara teori. Hal itu yang membuatku jadi terbantu untuk bisa mengerjakan soal – soal ujian yang aku jalani.
Setelah ujian yang kami jalani selama 3 hari ini berakhir, kami para siswa terlihat lega karena ujian dinyatakan telah usai, hanya saja kami masih merasa cemas untuk menunggu hasil ujian yang akan menentukan kami dinyatakan lulus atau tidak. Walau begitu, kami sedikit bisa bernafas lega setidaknya sampai saat pengumuman hasil kelulusan yang akan diadakan sekitar satu bulan lagi.
Semua merasakan kegembiraan bahkan sampai ada yang bersujud syukur karena telah menyelesaikan ujian nasional, kami para siswa kelas 3 berkumpul bersama guru – guru di lapangan basket tengah untuk foto bersama. Kami melakukan foto bersama selain untuk kenang – kenangan juga untuk dokumentasi pihak sekolah. Selesai acara foto bersama selesai, kami kemudian bersalaman dan mengucapkan terima kasih kepada guru – guru yang sudah memberikan ilmunya kepada kami.
Kami para siswa putra bersalaman dengan mencium tangan kepada bapak dan ibu guru, sedangkan siswa yang putri selain bersalaman mencium tangan juga berpelukan kepada ibu guru. Saat aku yang bersalaman dengan pak Saiman, pak Mus dan pak Tri, mereka tersenyum dan menepuk – nepuk pundakku. Pada saat giliran aku bersalaman dengan bu Asih, hal yang mengejutkan terjadi karena beliau juga memelukku seperti yang dilakukan pada siswa putri, hal itu tentu saja menjadi perhatian dan aku yang menjadi sorotan tentu saja merasa malu.
Setelah acara selesai, kami kemudian bubar dan bergegas untuk pulang. Saat aku bertemu dengan Yudha, dia mengajakku untuk nongkrong di cafe dan aku yang sudah lama tidak kesana akhirnya setuju karena aku mau bertemu teman – temanku.
Saat aku dan Yudha sampai tempat tongkrongan, aku bertemu dengan Reno, Wahyu dan Ucup yang sudah berada disana. Setelah bersalaman dan saling mengucapkan selamat, kami kemudian mengobrol bersama.
“ente kemana aja Rik kok baru muncul..?” tanya Reno padaku.
“gak kemana – mana sih.. habis pulang sekolah langsung balik ke kost..” balasku ke Reno.
“oh.. gimana bisa gak ujiannya..?” tanya Reno lagi.
“ya di bisa – bisain..” balasku tersenyum.
“gimana Yud..? Lancar kan..?” tanya Reno ke Yudha sambil menyeringai.
“mantab..!!” jawab Yudha bersemangat.
“emang ada apaan sob..?” tanyaku yang bingung.
“kita dapet kiriman jawaban Rik..” balas Reno menjelaskan.
“hah..? Kok bisa..?” ucapku yang penasaran.
“dari tempat kita les Rik.. ente gak mau sih ane ajak waktu itu..” sahut Yudha menjelaskan.
Oh ternyata mereka dapet kiriman jawaban, pantas mereka terlihat santai – santai saja setelah ujian karena mereka yakin kalau pasti lulus. Memang sih waktu itu Yudha sempat mengajakku untuk les di salah satu bimbingan belajar bersama Reno dan Wahyu, aku menolak karena biaya les yang aku rasa lebih mahal dari bimbingan belajar yang lain, dibalik harganya yang mahal ternyata memiliki kelebihan yaitu bisa menyediakan jawaban soal ujian yang entah dapatnya dari mana. Aku yang merasa minim biaya pada akhirnya memilih untuk belajar sendiri dengan dibantu oleh teman – teman kostku. Dari sini aku jadi tau kalau hanya aku sendiri yang tidak ikut les karena Ucup ternyata juga les tapi privat dengan mendatangkan pengajar ke rumah.
Setelah itu obrolan berlanjut tentang bagaimana setelah lulus, dari yang aku tau ternyata Wahyu dan Yudha berencana mengikuti sebuah pelatihan kerja untuk kapal pesiar, jadi pelatihan itu hanya dilakukan selama beberapa bulan saja kemudian langsung ditempatkan untuk bekerja di kapal pesiar, dan pastinya mereka akan berlayar dan jadi jarang pulang. Untuk Ucup sudah berencana untuk melanjutkan kuliah di ibu kota, sedangkan Reno melanjutkan kuliah di kota ini.
“kalau ente gimana Rik..?” tanya Reno padaku.
“belum tau sob..” balasku yang bingung.
“udahlah kuliah disini aja bareng ane, dari pada ente ikut mereka melaut bisa – bisa nanti jadi lupa pulang.. hahaha…” ucap Reno mengajakku.
“gak papa Rik jarang pulang, ente gak bosen apa liat muka Reno, ane aja muak ketemu dia terus..” balas Yudha mengejek.
“anjing..!!” umpat Reno yang kesal.
“hahaha..” kami semua tertawa dengan penuh keakraban.
Aku beruntung memiliki teman – teman yang menyenangkan, tapi sebentar lagi kami akan berpisah untuk melanjutkan tujuan hidup masing – masing, sedangkan aku sendiri yang masih bingung bagaimana nantinya, apa aku langsung kerja atau melanjutkan kuliah. Kalau aku melanjutkan kuliah, pasti akan butuh biaya yang tidak sedikit dan yang pasti itu akan tambah membebani orang tuaku. Hufh.. gimana nantinya aku nurut aja dengan keputusan orang tuaku.
Setelah hari menjelang sore, kami memutuskan untuk pulang ke rumah masing – masing. Aku langsung pulang menuju kost karena aku yang sudah merasa capek. Saat sampai kost aku melihat teman – teman kostku yang sedang berkumpul seperti hendak mengadakan suatu acara. Setelah aku berganti pakaian dan bergabung, ternyata acara itu ditujukan untukku yang baru saja selesai ujian. Aku yang kaget sempat menjelaskan kalau aku belum dinyatakan lulus karena masih menunggu pengumuman, tapi mereka yakin kalau aku pasti lulus karena melihatku yang giat belajar sampai meminta bantuan mas Bagas dan mas Anang.
Acara yang diadakan cukup sederhana karena kami hanya berkumpul dan makan bersama. Dari yang aku tau ternyata mereka patungan untuk beli bahan mentah kemudian dimasak oleh mbak Ririn, dan mereka juga membeli jagung untuk acara bakar – bakaran bersama. Aku merasa terharu dengan perhatian yang mereka berikan padaku, rasa – rasanya aku seperti menemukan sebuah keluarga yang baru di kost ini.
Saat semuanya sudah siap, kami kemudian makan bersama dan disaat yang bersamaan terlihat mas Rahmat yang pulang lebih awal dari kerja kemudian langsung ikut bergabung. Kami menikmati acara malam ini dengan suasana penuh kekeluargaan. Kami menjadi lebih akrab saat acara bakar jagung karena terlihat tidak ada jarak saat mengobrol yang kadang disertai dengan candaan. Saat hari makin larut dan kami memutuskan untuk menyudahi acara, setelah membereskan barang – barang dan bersih – bersih, kami kemudian pergi ke kamar masing – masing untuk istirahat.
***
Aku menjalani liburanku selagi menunggu pengumuman kelulusan dengan pergi mengunjungi Om Heri dan menginap disana, pagi harinya aku ikut Om Heri pergi ke pasar untuk mengantar sayuran. Saat aku mengantarkan sayuran ke pedagang – pedagang, mereka pada heboh saat bertemu denganku, kebanyakan dari mereka menanyakan kabar dan kesibukanku. Setelah selesai mengantar sayuran, aku dan Om Heri mampir ke warung kopi untuk beristirahat. Saat sedang menikmati minum dan merokok, terlihat Mang Karjo yang datang menghampiriku.
“weh Rik.. lama gak ketemu makin gagah aja kamu..” ucap mang Karjo padaku.
“biasa aja mang.. masih sama aja kok..” balasku kemudian bersalaman.
“gimana..? Kamu lanjut kuliah kan..?” tanya mang Karjo padaku.
“gak tau mang.. paling ikut Om Heri kerja di pasar lagi aja..” balasku tersenyum.
“siapa yang mau nerima kamu kerja lagi..” sahut Om Heri sinis.
“ya kamu lah Om..” ucapku jengkel.
“emang aku setuju..?” balas Om Heri cuek.
“bangke..!!” ucapku yang kesal.
“hahaha.. udah Rik.. kamu lanjut kuliah aja..” sahut mang Karjo yang tertawa.
“ya liat besok mang..” balasku yang masih bingung.
“oh iya Rik.. kamu kok gak bilang kalau pacarnya Isna itu adikmu..” ucap mang Karjo padaku.
“kalau aku kasih tau gak seru dong.. hehehe..” balasku terkekeh.
“padahal aku udah pasang muka serem waktu nemuin Bayu..” ucap mang Karjo bercerita.
“gak usah diserem – seremin udah ngeri Jo aku liat mukamu..” sahut Om Heri menanggapi.
“kurang ajar..!!” gerutu mang Karjo.
“hahaha…” aku hanya tertawa mendengar candaan Om Heri.
“eh ngomong – ngomong Bayu siapa..? Bayu nya mbak Narsi..?” tanya Om Heri penasaran.
“iya Om..” balasku menjawab dan Om Heri manggut – manggut.
“eh Jo, kemarin aku lihat anaknya si Kebo..” ucap Om Heri ke mang Karjo.
“Kebo siapa Her..? Si Tompel..?” tanya mang Karjo.
“iya..” balas Om Heri.
“loh dimana..? Bukannya dia ikut ibunya..?” tanya mang Karjo penasaran.
“aku lihat waktu jemput Riki di rumah sakit setelah di ajak si Koclok nyerang rumahnya si Botak..” balas Om Heri menjelaskan.
“loh kok bisa..? Lha sekarang dia tinggal sama siapa..?” ucap mang Karjo menanggapi.
“entahlah..” balas Om Heri.
Aku yang dari tadi diam mendengarkan percakapan antara Om Heri dan mang Karjo jadi berfikir, sepertinya yang mereka bicarakan itu adalah Ratna, dan aku menduga nama Kebo atau Tompel tadi sepertinya ayahnya Ratna. Tapi yang jadi masalah adalah aku bener – bener lupa seperti apa ayahnya Ratna. Hufh.. dari pada aku malah pusing, mending aku gak usah ikut mikirin.
Setelah cukup berbincang, aku dan Om Heri kemudian memutuskan untuk pulang.
“Rik.. besok pokoknya kamu harus kuliah..” ucap Om Heri saat di perjalanan.
“gak tau Om..” balasku yang bingung.
“kamu pasti bingung masalah biaya ya..?” tanya Om Heri padaku.
“iya Om.. biaya kuliah gak murah Om..” balasku mengiyakan.
“tenang aja.. Ayahmu sudah nyiapin kok..” ucap Om Heri padaku.
Aku hanya mengangguk saja mendengar ucapan dari Om Heri, walau sebenarnya aku gak masalah mau kuliah apa enggak, yang jelas aku nurut kemauan orang tuaku saja.
Setelah sampai rumah Om Heri aku kemudian mandi dan sarapan. Setelah ngobrol dengan Om dan Tante sampai siang, aku memutuskan untuk balik ke kost. Setelah meninggalkan rumah Om Heri, aku menyempatkan mampir ke rumah bu Asih, disana aku bertemu dengan bu Asih dan suaminya. Ternyata suaminya sudah keluar dari pekerjaannya yang dulu dan bekerja disini. Dari yang aku tau ternyata suami bu Asih rela meninggalkan pekerjaannya yang dulu demi bisa bersama – sama bu Asih dan ingin program untuk memiliki momongan.
Setelah cukup berbincang dan berterima kasih karena sudah membimbingku dalam hal akademis dan non akademis, aku kemudian pamit untuk pulang ke kost.
Sisa liburan menjelang pengumuman kelulusan aku habiskan dengan jalan – jalan, kadang aku berkunjung ke tempat Om Heri dan sesekali aku mampir ke tempat mbah Wongso, tapi aku lebih banyak menghabiskannya di tempat usaha mas Bagas. Selain aku yang hanya main, juga sesekali membantu mas Bagas sekalian belajar berbisnis, nampaknya mas Bagas juga tidak keberatan malah terkesan senang ada yang menemani.
Saat siswa kelas 1 dan 2 selesai melaksanakan ujian kenaikan kelas, aku mendapat pesan dari Akbar yang mengabarkan bahwa akan mengadakan acara perpisahan kepada anggota MEDUSA, hal ini dilaksanakan sudah turun temurun seperti tahun – tahun sebelumnya. Pada hari yang ditentukan, aku yang sudah bersiap kemudian pergi ke warung belakang sekolah tempat markas MEDUSA untuk bertemu teman – temanku.
Acara dimulai dengan santai dan seperti yang dilakukan padaku dulu, kini gantian aku yang melakukannya ke Bayu dengan menyerahkan sepenuhnya urusan MEDUSA kepada Bayu. Aku dan teman – temanku yang sebentar lagi akan lulus menyatakan lepas dari segala urusan yang menyangkut masalah geng dan berterima kasih karena sudah pernah melewati susah dan senang bersama – sama selama ini. Setelah selesai akhirnya acara dilanjutkan dengan berkumpul bersama sambil mengobrol dan memutar minuman. Setelah hari mulai menjelang sore, aku kemudian pamit pulang ke kost untuk beristirahat.
***
Hari yang ditunggu telah tiba yaitu hari pengumuman kelulusan, aku yang sudah bersiap – siap langsung pergi menuju sekolah. Perasaan senang dan cemas sepanjang perjalanan karena tak sabar segera ingin mengetahui hasilnya. Saat sampai di sekolah suasana terlihat sangat ramai, aku kemudian menuju ke arah lapangan tengah dimana papan pengumuman dipasang.
Setelah sempat berdesakan untuk melihat hasil pengumuman, aku menemukan namaku yang lulus dengan hasil nilai yang cukup memuaskan, saat aku melihat ke bawah terdapat keterangan yang menjelaskan jumlah siswa yang lulus dan tidak lulus. Ternyata nama yang tidak lulus tidak di tampilkan di papan pengumuman dan hanya disebutkan jumlahnya saja. Aku kemudian penasaran dengan siapa yang di peringkat 1, dan saat aku melihat siapa yang menjadi lulusan terbaik, aku tersenyum setelah membaca nama yang tertulis.
Suasana sangat ramai karena semuanya terlihat bergembira, ada yang bersikap biasa, ada yang tertawa, ada juga yang menangis karena saking bahagianya. Aku kemudian melihat sekitar dan menemukan seseorang yang sedang dikerumuni oleh teman – temannya untuk mengucapkan selamat kepadanya karena telah menjadi lulusan terbaik. Aku kemudian mendekat dan duduk tidak jauh dari tempat itu untuk menunggunya. Disaat aku yang sedang duduk, tiba – tiba seseorang datang dan berdiri disampingku.
“akhirnya kita lulus juga Rik.” Ucap Nisa padaku.
“iya Nis.. kita semua bisa lulus..” balasku ke Nisa.
“apa yang kamu lakukan setelah ini..?” tanya Nisa kemudian.
“belum tau Nis.. kalau kamu sendiri..?” balasku bertanya.
“melanjutkan kuliah..” ucap Nisa padaku.
“di kota ini..?” tanyaku ke Nisa.
“tidak Rik.. di ibu kota..” balas Nisa yang membuatku terdiam.
Bukan aku yang tidak senang atau tidak mendukung Nisa untuk melanjutkan study nya, tapi aku merasa seperti satu per satu orang yang berada di sekelilingku pergi meninggalkanku dan entah kenapa aku merasakan kesedihan.
“kenapa kamu diam Rik..?” ucap Nisa menyadarkanku.
“eh enggak.. semangat ya Nis.. semoga sukses..” balasku tersenyum.
“makasih yah..” ucap Nisa tersenyum dan aku mengangguk.
“kamu gak akan lupa sama aku kan..?” tanya Nisa kemudian.
“aku gak akan lupa ke kalian semua..” balasku tersenyum.
“ya udah aku kumpul sama teman – teman dulu ya..” ucap Nisa yang kemudian pergi.
Aku masih memperhatikan seseorang yang dikerumuni teman – temannya karena menjadi lulusan terbaik, saat dia yang melihatku sedang duduk memperhatikannya, dia kemudian datang menghampiriku dan aku berdiri untuk menyambutnya.
“selamat yah..” ucapku tersenyum.
Monic yang berdiri di hadapanku tersenyum dengan manisnya dan tiba – tiba dia langsung memelukku dengan erat.
“makasih yah..” balas Monic sambil memelukku.
Aku yang dipeluk bukannya tidak senang, tapi aku malu karena disekitar kami terdapat banyak orang. Ini adalah kejadian yang kedua kali aku dipeluk di depan umum setelah aku yang sempat dipeluk oleh bu Asih, dan kini giliran Monic yang memelukku.
“Mon..” panggilku karena aku merasa sudah cukup lama dia memelukku.
“sebentar Rik.. aku masih pengen meluk kamu..” balas Monic padaku.
“banyak yang lihat Mon..” ucapku mengingatkan.
“biarin..” balas Monic cuek dan tetap memelukku.
Aku yang dipeluk merasa senang karena aku sudah lama tidak merasakannya. Aku yang merasa nyaman balas memeluk Monic sambil membelai rambutnya yang panjang.
“ehhmm.. maaf..” ucap seseorang di dekat kami.
Saat kami melepas pelukan dan melihat orang tersebut adalah Nisa.
“maaf ya udah ganggu..” ucap Nisa ke aku dan Monic.
“ada apa Nis..?” tanya Monic sedikit jengkel ke Nisa.
“kita foto – foto dulu yuk sama temen – temen..” balas Nisa tersenyum.
“udah gak papa.. kasihan temen – temenmu udah pada nunggu..” ucapku ke Monic.
Monic yang terlihat sedikit kecewa akhirnya mengikuti Nisa untuk berkumpul bersama teman – temannya. Aku kemudian berjalan menuju ke arah teman – temanku yang sedang berkumpul, dan saat aku yang sudah bergabung terlihat wajah teman – temanku yang menunjukkan rasa senang tapi bercampur sedih. Setelah aku bertanya ternyata salah satu siswa yang tidak lulus adalah teman satu kelasku, dan dia adalah Samo. Dari yang aku tau, siswa yang tidak lulus sudah di datangi oleh guru sebelum pengumuman untuk diberitahu, makanya aku tidak melihat kehadiran Samo hari ini di sekolah.
Setelah aku dan teman – temanku mengobrol, kami kemudian sepakat datang ke rumah Samo untuk mengunjunginya dan memberinya semangat. Dari yang aku tau ternyata nilai Samo sedikit dibawah standar kelulusan, hal itu yang menjadikannya tidak lulus dan guru – guru juga menyayangkannya, andai saja bukan ujian nasional pasti nilai Samo bisa dikatrol agar bisa lulus. Setelah dirasa cukup bertemu Samo dan orang tuanya, kami kemudian pulang untuk melanjutkan urusan kami masing – masing.
***
Hari berjalan dengan cepat karena kami yang disibukkan dengan urusan masing – masing dan urusan sekolah, kami datang ke sekolah beberapa kali untuk melengkapi berkas seperti tanda tangan dan cap tiga jari. Setelah semua urusan sudah beres, sampailah kami pada acara perpisahan yang di adakan oleh pihak sekolah dan Om Heri yang datang bersamaku sebagai wali siswa.
Acara berlangsung dengan lancar di aula sekolah yang di isi dengan sambutan dari kepala sekolah, sambutan dari perwakilan guru dan perwakilan dari siswa. Acara kemudian ditutup dengan doa bersama yang dilanjutkan dengan pembagian ijazah di kelas masing – masing. Setelah selesai kami kemudian pulang dan bersiap untuk acara nanti malam.
Malam harinya adalah acara puncak dari perpisahan yang di adakan oleh pihak sekolah yang berisikan acara pertunjukan pentas seni dan penampilan musik. Acara musik di isi oleh band – band lokal dan bintang tamu dari salah satu band terkenal ibu kota. Acara di adakan di lapangan tertutup dekat sekolah dengan panggung yang megah dan sound sistem yang gahar.
Aku yang sudah bersiap kemudian langsung pergi ke lapangan untuk mengikuti acara. Acara pentas seni di isi oleh siswa – siswa kelas 1 dan 2, juga ada siswa kelas 3 yang ikut meramaikan acara seperti Monic dan Nisa bersama teman – temannya. Yang membuatku kagum adalah mereka mengisi acara dengan bermain musik, sungguh pemandangan yang indah dan menawan saat melihat cewek yang sedang memainkan alat musik.
Kemudian acara dilanjutkan oleh penampilan dari band – band lokal. Aku selama mengikuti acara hanya duduk sendirian jauh dari panggung karena aku malas ikut teman – temanku yang sedang bergembira dengan berjoget di depan panggung. Saat aku sedang menikmati kesendirianku, tiba – tiba seseorang datang dan langsung duduk di sebelahku.
Aku hanya diam saat Monic duduk disebelahku dan beberapa saat kemudian Monic menyandarkan kepalanya di pundakku sambil memeluk lenganku.
“apa yang kamu rasakan Rik..” ucap Monic memecah keheningan.
“aku merasa kesepian di tengah keramaian ini..” balasku ke Monic.
“kalau kamu..?” lanjutku bertanya.
“aku merasakan kesedihan di tengah kebahagiaan ini..” balas Monic padaku.
“apa yang membuatmu sedih..?” ucapku bertanya.
“karena malam ini adalah acara perpisahan..” balas Monic yang membuatku terdiam.
Aku dan Monic sama – sama terdiam menikmati ramainya acara malam ini dengan cara kami masing – masing, aku merasa acara ini adalah acara terakhir bisa berkumpul bersama teman – teman sebelum akhirnya kami harus berpisah untuk melanjutkan hidup kami masing – masing.
“kamu gak mau berkumpul bersama teman – temanmu..?” tanya Monic padaku.
“aku lebih senang sendiri..” balasku ke Monic.
“kamu mau gak pergi dari sini..” ajak Monic kemudian.
“kamu gak kumpul sama temen – temenmu..?” balasku bertanya.
“aku mau menghabiskan malam ini bersamamu..” ucap Monic tersenyum.
Aku yang setuju kemudian bersama Monic pergi meninggalkan tempat acara. Kami hanya berputar mengelilingi kota menggunakan motor, sepanjang perjalanan Monic yang memboncengku memelukku dengan erat. Pelukan yang sudah lama tidak aku rasakan dan sangat aku rindukan. Aku merasakan kenyamanan saat bersama Monic dan aku benar – benar menyayanginya.
“Rik.. aku pengen tau tempat kostmu..” ucap Monic padaku.
“kenapa kamu mau tau tempat kostku..?” balasku bertanya.
“disaat nanti aku ingin mengunjungimu, kamu tidak perlu menjemputku..” ucap Monic menjelaskan.
Aku yang setuju akhirnya memacu motorku menuju tempat kostku, sesampainya disana suasana kost terlihat sepi dan nampaknya teman – teman kostku lagi pada keluar. Setelah memarkirkan motor, aku kemudian membuka kamar kostku.
“maaf Mon kalau kamarku berantakan..” ucapku ke Monic.
“suasananya tenang dan kamarnya nyaman..” balas Monic yang sedang memperhatikan kamarku.
Setelah Monic masuk dan duduk, aku kemudian membuatkannya minuman. Saat aku yang berbalik hendak menyerahkan minuman, aku kaget saat melihat Monic yang sedang memegang dua lembar kertas yang aku letakkan di dekat meja.
“kamu masih menyimpan ini Rik..” ucap Monic yang terlihat salah tingkah.
“pastinya.. kan itu tulisan tanganmu..” balasku ke Monic.
“ihh.. malu Rik.. kenapa gak disimpan di dalam..” ucap Monic malu – malu.
“karena aku masih membacanya..” balasku tersenyum.
“hah..? Beneran..?” ucap Monic seakan tidak percaya.
“iya.. aku membacanya disaat teringat sama kamu..” balasku yang membuat wajah Monic memerah.
Aku melihat Monic yang malu tapi terlihat bahagia. Kertas itu adalah tulisan tangannya yang diberikan kepadaku saat aku berulang tahun, aku masih menyimpannya karena sesekali aku masih membacanya saat teringat pada Monic. Aku kangen melihatnya seperti ini dan aku tak pernah bosan memandang wajah cantiknya.
“aku kangen sama kamu..” ucapku yang terus melihatnya.
“aku juga..” balas Monic tersenyum kemudian memelukku.
Aku dan Monic sama – sama terdiam menikmati pelukan ini, pelukan yang terasa sangat nyaman dan tulus dari hati. Sejenak kami melepas pelukan dan saling memandang, sungguh beruntung aku bisa bertemu wanita yang sangat tulus menyayangiku dan aku juga sangat menyayanginya. Rasa rindu yang lama terpendam membuatku ingin berlama – lama dengannya. Aku dan Monic melepas rindu ini dengan berciuman mesra, ciuman lembut yang tulus dari hati sebagai ungkapan rasa sayang. Aku sangat menikmati percumbuan ini dan tak ingin cepat berakhir.
“aku sayang kamu Rik..” ucap Monic yang membuatku tersenyum.
“boleh aku meminta sesuatu padamu..?” lanjut Monic yang masih memelukku.
“tentu.. apa saja..” balasku tersenyum.
“janji..?” ucap Monic menegaskan.
“janji..” balasku dan Monic tersenyum.
“aku ingin merasakan sentuhanmu..” ucap Monic yang membuatku kaget.
“aa.. aku..” balasku yang kaget dan bingung.
“Kamu gak mau ya..?” ucap Monic yang membuatku tambah bingung.
“aa.. apa harus seperti itu..” balasku tergagap.
“kamu kan sudah janji..” ucap Monic tersenyum.
Aku tersenyum mendengar permintaan Monic dan kemudian menciumnya lembut dengan penuh perasaan. Aku mulai membelai lehernya yang kemudian merambat turun melewati lengan menuju ke pinggang, kemudian tanganku turun lagi dan berakhir di bokongnya. Kami yang masih berciuman dengan mesra dan aku yang meremas pelan bokong Monic kemudian membopongnya dan merebahkan tubuhnya di kasur. Perlahan tanganku menuju ke dadanya dan meremas payudaranya yang masih terbungkus.
Aku menikmati setiap proses yang aku lakukan kepada Monic, aku melakukannya dengan lembut agar Monic merasa nyaman. Perlahan tapi pasti kami sudah sama – sama telanjang bulat dan aku terpesona melihat tubuh indah Monic. Wajah yang cantik, kulit yang mulus dan badan yang indah membuatku tak bosan untuk terus memandang dan menyentuhnya, desahan yang keluar dari mulut Monic menandakan bahwa dia juga sangat menikmatinya. Disaat aku yang mencium dan menjilat lehernya kemudian turun memainkan dadanya, desahan semakin menjadi saat aku mengulum dan menghisap putingnya, tanganku juga tak henti meremas dada dan membelai bibir vaginanya yang basah. Pemandangan yang menggairahkan melihat Monic yang sudah sangat terangsang.
Monic yang sudah tidak tahan aku rangsang memintaku untuk cepat menyetubuhinya, didukung dengan suasana yang tenang dan hati yang nyaman, memuluskanku untuk memecah perawannya tanpa merasa kesakitan. Aku dan Monic sama – sama menikmatinya dengan penuh perasaan bukan hanya sekedar nafsu belaka. Disini aku merasakan hati yang bermain dan aku tersadar kalau aku tidak hanya menyayanginya, tapi aku juga mencintainya.
Rasa sayang yang semakin kuat dengan hati yang semakin terikat setelah aku dan Monic sama – sama puas menikmati persetubuhan ini, aku yang kemudian memeluknya setelah aku memuntahkan spermaku di atas perutnya.
“aku sayang kamu Mon..” ucapku berbisik di telinganya.
“hiks.. hiks.. hiks..” terdengar suara Monic yang menangis.
“kenapa kamu menangis..” ucapku membelai pipinya.
“aku sudah lama ingin mendengarmu mengucapkan itu..” balas Monic padaku.
“maaf selama ini aku terlalu pengecut untuk berani mengucapkannya..” ucapku pada Monic.
Kemudian Monic menarik pipiku dan mencium bibirku dengan mesra. Tidak salah lagi, aku benar – benar mencintai wanita ini.
“aku ingin menjalani hidup ini bersamamu dan aku mau kita menjadi sepasang kekasih..” ucapku ke Monic.
“maaf Rik.. aku gak bisa..” balas Monic yang langsung membuatku down.
“kenapa Mon..? Apa kamu sudah tidak ada perasaan lagi padaku..?” ucapku yang masih syok.
“bukan Rik.. aku masih sayang sama kamu..” balas Monic yang membuatku bingung.
“terus apa maksud dari semua yang telah kita lakukan..” ucapku yang semakin bingung.
“sebagai tanda sayang dan cintaku padamu..” balas Monic berkaca – kaca.
“tapi kenapa kamu tidak mau menerimaku..” ucapku meminta penjelasan.
“karena aku akan melanjutkan kuliah di luar negeri..” balas Monic yang membuatku sedih.
Kenapa saat aku sudah menetapkan hatiku pada seseorang, tapi orang itu malah pergi meninggalkanku. Kenapa saat aku yang sudah terlanjur sayang harus menerima sebuah kepedihan, kenapa nasibku harus seperti ini.
“maaf Rik.. aku tau kamu pasti kecewa..” ucap Monic yang juga terlihat sedih.
“berapa lama..?” tanyaku ke Monic.
“kamu tidak harus menungguku Rik..” balas Monic padaku.
“berapa lama..?” tanyaku mengulangi.
“sekitar 4 tahun..” balas Monic lirih.
Aku terdiam memikirkan semua ini, apa aku sanggup menunggunya..? Empat tahun bukan waktu yang sebentar dan aku tidak bertemu dengan Monic selama itu.
“Rik.. aku mohon jangan jadikan ini sebagai beban, aku tidak melarangmu untuk berhubungan dengan siapa saja, jika suatu saat nanti aku menemuimu dan kamu sudah menemukan seseorang, aku juga akan senang dan ikhlas menerimanya..” ucap Monic yang membuat hatiku menangis.
“kapan kamu akan pergi..?” tanyaku ke Monic.
“tiga hari lagi..” balas Monic.
“boleh aku mengantarmu..?” tanyaku lagi.
“aku mohon jangan Rik.. aku takut akan semakin berat meninggalkanmu, dan aku mohon satu hal padamu..” balas Monic yang membuatku sedih.
“katakanlah..” ucapku pasrah.
“jangan menghubungiku lagi..” balas Monic yang membuatku hancur.
Aku yang sudah ditolak, ditinggal pergi dan parahnya tidak boleh menghubunginya. Aku seperti hancur sehancur hancurnya, rasanya aku tidak bisa menerima semua ini. Tapi aku tidak bisa menyalahkan Monic dan aku mencoba untuk tetap tegar karena aku sadar kalau Monic juga terpaksa melakukannya agar dia bisa tenang menjalani study nya. Aku tidak boleh egois dan seharusnya aku mendukungnya seperti dia yang selalu mendukungku.
“baiklah..” balasku tersenyum yang langsung membuat Monic menangis dan memelukku.
Aku mencoba menguatkan hatiku untuk bisa merelakan Monic pergi, aku yang masih memeluknya dengan terus membelai rambutnya mencoba tetap tegar.
“sudah semakin malam, sebaiknya aku antar kamu pulang..” ucapku kepada Monic.
Aku dan Monic kemudian memakai pakaian kami kembali dan bersiap mengantar Monic pulang. Sepanjang perjalanan kami hanya terdiam dan Monic yang memboncengku terus memelukku dengan erat. Setelah sampai rumah Monic, kami masih sama – sama terdiam dan Monic hanya berdiri menunduk.
“masuklah..” ucapku menyuruh Monic dan dia hanya mengangguk.
Saat Monic sudah berjalan beberapa langkah, kemudian dia berbalik dan langsung menciumku. Kami berciuman cukup lama hingga aku yang menghentikan ciuman dengan posisi masih berpelukan.
“perasaanku padamu tak akan pernah berubah Rik..” ucap Monic padaku.
“jangan terlalu cepat menilai sebuah perasaan karena kita tidak tau apa yang akan terjadi nantinya..” balasku tersenyum membalikkan kata – katanya.
Monic yang menangis kemudian pergi meninggalkanku untuk masuk ke dalam rumahnya, aku kemudian pergi meninggalkan rumah Monic untuk kembali ke kostku. Setelah sampai kost dan memarkirkan motor, aku berjalan dengan gontai menuju kamarku dan saat aku sudah di depan pintu kamar, aku kemudian jatuh terduduk di lantai. Air mata yang dari tadi aku tahan sekuat tenaga akhirnya jatuh juga, aku seperti tidak sanggup untuk masuk ke dalam dan mengingat semua kenangan indah yang aku lalui bersama Monic. Aku yang menangis sedih akhirnya tertidur di depan kamar.
***
Pagi harinya aku terbangun karena merasa ada seseorang menggoyangkan tubuhku, setelah aku membuka mata ternyata mbak Ririn yang membangunkanku.
“mbak..” ucapku setelah tersadar.
“kamu kok tidur diluar..?” balas mbak Ririn menatapku heran.
“aku ketiduran mbak.. tumben pagi – pagi dah bangun mbak..?” ucapku bertanya.
“iya.. aku gak bisa tidur denger kamu nangis semalaman..” balas mbak Ririn padaku.
“maaf mbak..” ucapku sedih.
“semalam aku mau keluar tapi aku gak mau mengganggumu..” ucap mbak Ririn menjelaskan.
“kamu mau cerita..?” lanjut mbak Ririn berbicara.
“nanti ya mbak kalau aku sudah siap..” balasku berterus terang.
“ya udah.. sekarang kamu masuk ke dalam ya, gak enak kalau ada yang liat.. istirahatlah dan tenangkan pikiranmu..” ucap mbak Ririn tersenyum.
“iya mbak..” balasku yang kemudian masuk kamar.
Aku kemudian merebahkan tubuhku dan memikirkan semua yang telah aku alami. Ternyata sebuah perpisahan adalah sesuatu yang menyakitkan, apalagi kita sudah terlanjur masuk ke dalamnya. Aku yang sudah terlanjur mencintai Monic bukan karena telah mengambil keperawanannya, tapi memang perasaan itu datang dari hati, dan aku tersadar bahwa segala sesuatu yang menyenangkan tidak selalu berakhir dengan indah.
Aku kembali merasakan suatu kehilangan setelah satu per satu teman – temanku pergi meninggalkanku. Ferdi dan Farah kuliah di luar kota, Yudha dan Wahyu mengikuti pelatihan untuk bekerja di kapal pesiar, Ucup dan Nisa yang melanjutkan kuliah di ibu kota, Ratna dan Selly yang sudah sibuk bekerja dan Monic yang melanjutkan kuliah di luar negeri.
Walau terasa sedih tapi aku harus bisa menerima semuanya dengan ikhlas dan aku tidak boleh larut dalam kesedihan karena perjalananku yang masih panjang. Semua yang sudah terjadi biarlah menjadi sebuah kenangan yang selalu indah untuk di kenang dan aku harus mempersiapkan diriku untuk tetap semangat menjalani hari yang akan datang.
“jangan jadikan perpisahan ini sebagai akhir dari sebuah cerita, tapi jadikanlah perpisahan ini sebagai awal untuk menjalani kehidupan yang akan datang. Biarlah semua yang sudah berlalu tetap menjadi sebuah kenangan, tapi yakinlah bahwa kenangan itu yang akan membawa aku dan kamu menjadi SATU..”
Tamat