Part #23 : Petualangan Sexs Liar Ku

Aku berlari mendekati Randy dengan tergopoh-gopoh. Saat sampai di depan Randy, aku mencoba mengatur nafas yang tersengal-sengal sembari memegangi kedua lutut ku.

“Kenapa harus lari gitu, emang gue maling? gue gak akan kabur kok kalo dikejar cewek secantik lu.”

Senyum smink tercetak di bibir Randy namun tidak dengan ku, aku melemparkan sebuah tatapan tajam ke arah Randy.

Sungguh jika aku tidak punya urusan dengan lelaki brengsek itu, aku tidak akan berurusan atau bahkan menyapa pun aku tak sudi.

“Aku mau ngomong sama kamu!” sergah ku cepat.

Aku benar-benar ingin menyelesaikan ini secepat mungkin.

“Ya udah kita ngobrol di cafe itu,” ujar Randy seraya berjalan ke arah cafe yang masih berada di area kampus ku.

“Gak perlu! kita bicara di sini aja.”

Randy mengabaikan ucapan ku, membuat ku dengan terpaksa mengikutinya.

Dari belakang aku sudah mengepalkan tangan hendak memukul kepala lelaki itu namun ku urungkan niat ku.

“Duduk!” perintah Randy yang sudah berada di salah satu meja cafe tersebut.

Aku masih terdiam berdiri, tak berminat sedikit pun untuk menghabiskan waktu bersama dengan pria itu.

“Aku gak mau buang-buang waktu untuk hal yang gak penting.”

Ku tatap Randy tajam, yang ditatap justru asik memilih menu yang ada di atas meja.

“Reihan mau yang mana?” tanya dia kepada anak kecil dipangkuannya yang berhasil menarik perhatian ku.

“Eyan mo ni pa! papa mo ang ana?” tunjuk anak kecil yang bernama Reihan ke salah satu menu makanan.

Aku mengernyitkan alis ku. Apa dia bilang? dia menyebutnya papa? jadi dia sudah punya anak?

Aku menghela nafas singkat. Baiklah, itu tidaklah penting. Aku hanya kasihan terhadap istrinya yang memiliki suami sebejat dia.

“Papa samaan aja deh sama Reihan.”

Randy kemudian memanggil seorang waiters untuk memesan makanan.

“Lu mau pesan apa?” tanyanya kepada ku.

“Gak usah! aku ke sini bukan untuk itu!” ujar ku ketus.

“Ate ngan alak-alak, ntal pet ua loh!” (Tante jangan galak-galak, entar cepet tua loh!)

Aku mengatupkan bibir ku rapat kala mendengar celotehan anaknya itu. Hal itu hampir saja menetralisir suasana hati ku yang sedang marah kepada ayahnya.

“Hahaha bener Rei, tos dulu!”

Toss!!!

Aku memejamkan mata ku sembari menghembuskan nafas kasar. Aku harus ekstra sabar demi mendapatkan apa yang aku inginkan.

Dengan terpaksa aku duduk di kursi yang tepat menghadap dirinya. Baru lah Randy menatap diri ku setengah tersenyum.

“Jadi apa yang mau dikatakan tuan putri?” tanyanya sarkas.

Aku benar-benar muak atas sikapnya yang terlampau percaya diri itu.

“Aku ke sini cuma mau tanya tentang hubungan mu dengan kak Reza dan kakak Icha, kenapa dia begitu kaget waktu aku sebut nama mu?”

Randy kemudian mendudukkan anaknya di sebelah kursi yang ia duduki.

“Oh jadi dia udah tau kalo gue udah sampe sini,” ucapnya dengan senyum sinis.

“Sampein salam gue buat dia ya,” lanjutnya.

“Jawab dulu pertanyaan ku!” timpal ku kesal karena Randy seolah-olah bermain-main dengan pernyataannya.

“Sebenernya gue bisa aja jawab pertanyaan lu, tapi gue udah diwanti-wanti sama kakak ipar lu buat gak ngasih tau lu tentang masa lalu mereka, jadi gimana dong?”

Aku mengernyitkan dahi ku heran. Ternyata sebegitu takutnya kak Icha kalau diri ku sampai tahu tentang masa lalu mereka sampai-sampai dia meminta langsung kepada Randy agar tidak memberi tahu kan masalah ini kepada ku.

“Sekarang gak ada kak Icha, jadi kamu bisa ngomong dengan bebas, aku janji gak akan ngomong apa-apa sama dia,” jawab ku berharap kalau dia berubah pikiran dan mau menceritakan semuanya kepada ku.

“Cihhh…!”

Randy tersenyum remeh.

“Terus gue ngingkari janji gue sama Icha, gitu?”

Dia menggelengkan kepalanya sambil menggigit samping bibir bawahnya. Randy kemudian menyatukan seluruh jari tangannya di depan lalu memangku dagunya di belakang punggung jarinya.

“Tapi kalo lu mau tau banget, gue bisa kasih tau lu, tapi gak gratis, gimana?”

Tampaknya dia tidak mau memberi tahu ku secara cuma-cuma. Apa dia sedang memanfaatkan situasi ini? ahh lebih baik aku dengarkan dulu apa yang ia mau.

“Jadi apa mau mu?” tanya ku masih dengan nada ketus.

“Malam minggu besok, gue ajak lu buat makan malam.”

“Apa?! Makan malam?”

Randy menganggukkan kepala seraya berkata.

“Iya, anggap aja kita ngedate gitu.”

Aku mengeratkan gigi-gigi ku gemas dengan permintaannya. Sungguh aku tidak sudi melakukan hal semacam itu apalagi dengan lelaki brengsek yang ada di hadapannya.

“Permintaan yang konyol!” balas ku tegas.

Randy hanya mengangkat kedua bahunya santai.

“Ya udah kalo lu gak mau juga gak papa.”

Randy masih dengan senyum remeh.

Tak berselang lama, pelayan datang dengan membawa pesanan mereka lalu menyantapnya setelah pelayan itu pergi.

Saat itu aku sudah berdiri dan hendak pergi dari hadapannya. Namun Randy kembali berbicara.

“Asal lu tau, Reza yang lu kenal sekarang beda dengan Reza yang asli dan gue yakin kalo dia masih sama seperti dulu cuma dia pinter nyembunyiin dari keluarganya, termasuk lu!”

Apa yang dia katakan sukses membuat ku kembali duduk. Apa sih yang dia maksud sebenarnya? kak Reza yang seperti apa?

Tanpa sadar aku termakan oleh ucapan Randy barusan.

“Oke cuma makan malam kan? Pokoknya besok pas dateng kamu harus ceritain semuanya, kalo enggak aku langsung pulang!” ucap ku tegas.

“Deal!” jawabnya sembari mengulurkan tangan.

Aku diam tak merespon uluran tangannya. Dia pun lalu menarik kembali tangannya yang aku abaikan.

“Gue jemput di depan rumah lu jam 7 malam oke?”

Aku mengangguk pelan berusaha agar gerakan itu tak terlihat olehnya kemudian berbalik pergi meninggalkan dirinya tanpa sepatah katapun.

Oke aku gugup, aku tidak percaya kalau aku sudah menyanggupi permintaannya. Ini akan jadi yang pertama bagi ku pergi malam dengan seorang pria.

Bukan itu masalahnya, tapi aku pergi dengan seorang lelaki yang sudah memiliki pasangan bahkan sudah mempunyai anak.

Aku tidak mau dicap sebagai pelakor. Tapi aku juga tidak mau melepaskan sesuatu yang sebentar lagi aku dapatkan. Dia berjanji akan menceritakan segalanya.

Tentang masa lalu kakaknya, tentang hubungan semua itu dengan keluarganya, tentang ketakutan kak Reza ketika mendengar nama Randy.

Dan semua sikap yang seolah menutup-nutupi sebuah rahasia besar yang membuat ku semakin penasaran.

Maka dari itu aku tetapkan hati ku. Ini untuk yang pertama dan terakhir kalinya aku lakukan. Setelah ini aku tidak akan lagi mau berurusan dengan pria brengsek itu.

•••​

Aku tersenyum puas karena ternyata rencana yang aku susun berjalan lebih mudah dari dugaan ku.

Saat aku berpikir bagaimana cara mendekati Annisa yang sangat dingin itu, dia justru datang menawarkan diri untuk jadi mangsa. Seperti rusa yang mendekati singa lapar.

Sekarang yang ada dalam pikiran ku, bagaimana rencana yang akan aku lakukan saat waktu itu tiba.

“Papa uwapin!” (Papa suapin!)

Ucapan Reihan membuyarkan lamunan ku. Aku lalu menyendok kan makanan itu lalu menyuapi Reihan.

Setelah menyantap habis makanan yang kami pesan, kami lalu pergi meninggalkan kampus itu.

Di perjalanan Reihan meminta ku pergi ke mall untuk bermain Timezone. Di sana kami bermain bersama, semakin lama hubungan ku dengan semakin erat.

Dia benar-benar tertawa dengan lantang kala bermain dengan ku, berbeda seratus delapan puluh derajat ketika bersama ayah kandungnya.

Kami juga memberi beberapa mainan salah satunya adalah bola basket kecil karena Reihan bilang kalau dirinya ingin seperti aku menjadi seorang pemain basket yang terkenal. Padahal aku sendiri pun baru saja memulai perjalanan karir ku.

Setelah puas jalan-jalan di mall, kami lalu pulang ke apartemen ku. Di sana kami menghabiskan waktu untuk bermain basket di atas kasur empuk ku hingga ruangan itu bak kapal pecah.

Barulah ketika kami kelelahan kami pun tertidur dengan gaya sembarang. Aku tertidur dengan terlentang membentuk huruf ‘X’ lalu Reihan tertidur dengan gaya yang hampir sama dengan salah satu kakinya berada di wajah ku.

Ya, rasa sayang ku terhadap Reihan itu tulus, bukan karena ingin mendapatkan simpati dari ibunya. Jadi aku senang-senang saja apabila aku dititipi Reihan kepada ku, apalagi passionnya sudah mulai terbentuk yaitu jadi pemain basket sama seperti passion ku.

annisa

•••​

Beberapa hari telah berlalu. Selama itu pula aku selalu melakukan aktifitas yang sama yaitu pergi menjemput Reihan, latihan basket, jalan-jalan, pulang ke apartemen, menghabiskan waktu bersama Reihan hingga malam aku mengantarkannya kembali ke rumah.

Tidak terasa malam minggu pun telah tiba, hari itu aku sudah ada janji bersama Annisa, dan malam ini juga aku sudah menyiapkan rencana yang akan aku lakukan terhadapnya.

“Papa eyan iyut!” (Papa Reihan ikut!)

Tiba-tiba anak ku yang bukan anak ku merengek minta ikut. Padahal seharian kami sudah menghabiskan waktu bersama.

“Aduh Reihan, kali ini papa gak bisa, lain kali yah Reihan ikutnya,” aku menolaknya secara lembut.

Tapi Reihan tetap bersikeras menarik lengan baju ku agar aku tak pergi. Bu Lastri yang melihat itu pun mencoba membujuknya.

“Reihan kan anak baik, papanya lagi ada urusan, besok kan masih ada waktu,” ujar Bu Lastri yang sedang menggendong Reihan di depan dadanya.

Reihan mengeratkan giginya rapat seraya menggelengkan kepala tegas. Tidak ada bulir air keluar dari mata anak itu yang menandakan dirinya tidak cengeng, hal yang aku salut kan dari dirinya.

“Besok deh papa ajak Reihan nginep di rumah papa,” tawar ku.

Seketika mata Reihan berbinar-binar.

“Iyus pa? ngan oong loh!” (Serius pa? Jangan bohong loh!) tunjuk Reihan ke arah hidung ku.

Aku tertawa kecil mendengar ucapan Reihan.

“Iya papa janji, ya udah papa berangkat dulu ya,” balas ku seraya mencium puncak kepalanya.

Setelah itu aku kemudian pergi ke rumah Annisa dengan meminjam mobil milik Tante Dewi sesuai janji ku tempo hari. Semoga dia tidak lupa dengan janji kami.

 

Aku termangu melihat pantulan wajah ku di depan cermin. Ya di sinilah aku berada. Di depan meja rias kamar aku sedang membenahi letak hijab ku agar terlihat lebih rapih.

Aku tak tahu apakah yang aku lakukan ini salah, berdandan untuk seseorang yang bukan muhrim ku, bahkan seseorang yang aku benci.

Tapi kembali lagi pada tujuan awal ku untuk mencari tahu informasi tentang masa lalu kakak ku dan hubungan keluarga ku dengan orang yang bernama Randy itu.

Aku memutar tubuh ku di depan cermin untuk mengecek kembali apakah semua sudah berada pada tempatnya.

Tiba-tiba aku teringat akan sesuatu, kemudian aku menggeledah meja rias ku untuk mencari sesuatu.

“Ahh dapat!”

Aku menggenggam sebuah gunting yang cukup tajam di bagian ujungnya lalu ku masukkan ke dalam tas yang akan aku bawa nanti.

Benda itu aku bawah untuk berjaga-jaga kalau saja Randy melakukan sesuatu hal yang buruk terhadap ku.

Setelah selesai aku kemudian keluar dari rumah dan menunggu di depan agar tidak ketahuan oleh kakak ipar ku. Setelah kejadian waktu itu aku dan kak Icha belum saling bertegur sapa, dia masih suka mengurung diri di dalam kamar dan akan keluar apabila ada sesuatu yang dia butuhkan.

Kalau kak Reza, dia selalu lembur pada hari sabtu seperti ini. Kadang pulang malam kadang pulang hari minggu pagi.

Saat ini dia bekerja sebagai pramubakti atau lebih tepatnya pegawai honorer di salah satu perusahaan BUMN.

Kalau saja kak Reza mampu meraih gelar sarjananya, mungkin sekarang dia sudah menjadi pegawai negeri sipil.

Tapi Tuhan berkehendak lain, kak Reza dititipi amanah oleh yang kuasa jauh lebih cepat dari rencana sehingga membuatnya kehilangan kesempatan untuk menjadi PNS.

Saat berada di luar sejenak aku lirik ke arah jendela kamar kak Icha. Lampunya menyala, tirainya sedikit terbuka.

Karena takut ketahuan aku pun berjalan di sepanjang jalan paving perumahan menuju pintu keluar perumahan sekalian menunggu Randy datang.

Namun saat berjalan aku melewati sebuah pos kamling yang di sana ada tiga orang preman yang sedang mabuk-mabukan.

“Ehh ada cewek cantik, sini gabung sama abang, nanti eneng abang kasih apa pun yang eneng inginkan termasuk kehangatan, chuakkss…” ujar salah satu lelaki yang ditimpali oleh yang lain dengan tertawa terbahak-bahak.

Aku pun seketika itu panik. Aku memang tidak pernah keluar saat malam, jadi aku tidak tahu kalau pos kamling itu sering dijadikan tempat mabuk saat malam minggu seperti ini.

“J…jangan mendekat!” pekik ku panik ketika salah seorang preman itu mendekati ku dengan merentangkan tangannya seolah hendak memeluk ku.

Aku mundur hingga punggung ku membentur sebuah pohon yang cukup besar.

“Ya Tuhan, tolonglah hamba mu ini!”

Aku memanjatkan doa ketika tubuh ku tidak dapat berbuat apa-apa selain meringkuk di bawah pohon itu.

Seketika aku ingat kalau aku membawa gunting di dalam tas ku. Secepat kilat aku mengeluarkan benda itu dan menodongkannya ke arah preman tersebut.

“Pergi! kalo enggak aku tusuk pake gunting ini!” ancam ku kepadanya.

Namun bukannya pergi, preman itu malah semakin cepat mendekati ku.

“Hah?! Apa?! Mau nusuk?! Hahaha…”

Dia tertawa tanpa rasa takut sama sekali.

“Kalo mau main tusuk-tusukkan nanti aja ya neng, nanti abang tusuk pake ini,” ujarnya sembari menunjuk ke arah selangkangannya.

Aku semakin bergidik, aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa, mau lari pun percuma karena ada dua orang lagi yang siap untuk menangkap ku.

Ku pejamkan mata ku erat berharap doa ku terkabul dan keajaiban datang menolong ku sampai akhirnya.

Buggghhh…!!!

Aku seakan tertimpa oleh sebuah tiang listrik yang beratnya berton-ton. Aku terhuyung terlentang hingga dapat ku rasakan bau badan yang menyengat sekaligus bau alkohol dari preman itu yang tengah menindih ku.

“Arkhh tidak…!!! Kesucian ku!!!”

Hati ku hancur saat aku merasakan dada ku yang menempel erat di dada seorang yang bukan muhrim. Perlahan air mata ku keluar mengalir di pipi ku.

Baru pertama kali dada ku bersentuhan dengan seorang pria, ralat bukan hanya menyentuh tapi juga menggencet dengan keras.

Aku merutuki diri ku sendiri karena telah menerima permintaan konyol dari Randy. Kalau saja aku menolaknya pasti kejadian ini tidak akan terjadi.

Beberapa detik berjalan dengan sangat lama. Aku tidak dapat bergerak karena tubuh preman itu yang sangat berat hingga untuk bernafas pun sangat sulit.

Sayup-sayup terdengar suara seperti orang sedang berkelahi di suatu tempat. Ahh apa mungkin itu cuma halusinasi. Aku tidak tahu karena saat ini aku sedang menahan mual karena bau badan preman itu yang sangat menyengat.

Tapi anehnya pria yang sedang menindih ku hanya diam saja, tidak melakukan aksi apapun. Wajahnya dibenamkan di ceruk leher ku yang tercover oleh hijab.

Beberapa saat sebelum aku benar-benar kehabisan nafas tiba-tiba aku merasakan tubuh ku lebih ringan. Apa preman itu bangkit dari tubuh ku?

Saat aku buka mata aku dapat melihat seseorang dari balik punggung preman itu sedang menarik kerah baju bagian belakang lalu melemparkannya ke samping.

Setelah aku perhatikan wajah pria itu dengan seksama ternyata dia adalah…

“RANDY!”

Bersambung

Cerita Dewasa Desahan Manja Seorang Janda Seksi
gadis bandung
Nonton film panas dengan laras rekan kerja ku yang pengertian
Foto Bugil Pelajar India Nekad Selfie Telanjang
sedarah
Bercinta Dengan Tante Dan Ibu Kandungku
bu guru cantik
Memuaskan hasrat ibu guru ku yang cantik
ibu mertua hot
Nikmatnya ngentot mama mertua saat istri ku tidur
Cerita ngewe dengan anak bos body montok
Ternyata diperkosa itu tidak selamanya tidak enak
janda bohay
Berpacaran dengan janda montok yang sudah punya tiga anak
500 foto chika bandung telanjang hot ngangkang pamer body mulus di kasur
Foto janda kembang cantik mulus lagi pengen
Foto janda kembang cantik mulus lagi sange
toge perawan
Hadiah Cinta Dari Melly
Foto memek mulus guru smp bersih tanpa bulu
mami Mertua sexy
Mami Mertua Tergila-gila Dengan Kontol Ku
terjerumus sexs bebas
Kehidupanku yang terjerumus sexs bebas dan dunia malam
Cerita Dewasa Ngentot Dengan Adik Angkat