Part #61 : Petualangan Sexs Liar Ku
Randy tengah menonton televisi di ruang tengah sambil memakan cemilan dan softdrink yang diambilnya dari dalam kulkas Justin.
Tidak lama kemudian masuklah seorang perempuan ke dalam rumah tanpa permisi. Dia berjalan menghampiri Randy yang masih asik dengan kegiatannya.
“Loh Ran, kok lu di sini?” tanya wanita itu.
Randy sontak menoleh ke arah sumber suara.
“Ehh…lu Nes. Iya gue lagi bayar utang sama si Justin,” jawab Randy.
“Bayar utang?”
“Kemarin gue nyewa mobil dia buat jalan-jalan. Lu sendiri ngapain ke sini?”
“Gue ditelpon Justin tadi suruh Dateng. Oh ya Justin mana?”
“Dia lagi di dalem kamar,” tunjuk Randy ke kamar Justin dengan dagunya.
“Oh gitu.”
Anes berjalan dengan santai menuju ke arah yang ditunjuk oleh Randy. Namun saat melewati Randy, pria itu langsung mencekal tangan Anes.
“Ssstttt…jangan diganggu!” celetuk Randy seraya menempelkan satu jarinya di bibirnya sendiri.
“Lagi…” Randy menunjukkan isyarat dengan menggunakan jari jempolnya yang diapit oleh jari telunjuk dan jari tengahnya.
Dahi Anes mengernyit mendengar ucapan Randy yang tidak jelas tapi isyarat di jarinya mampu dipahami oleh perempuan itu.
“Sama siapa?” tanya Anes penasaran.
Randy tersenyum meringis sebelum menjawab pertanyaan Anes.
“Intip aja sono kalo pengen tau.”
Anes memajukan bibir bawahnya karena tidak mendapatkan jawaban yang pasti, malah dia disuruh untuk melihatnya sendiri.
Wanita itu kemudian berjalan ke arah pintu kamar Justin. Perlahan dia buka pintu itu, namun walaupun pelan tapi pintu itu tetap mengeluarkan bunyi yang mampu ditangkap oleh telinga dua orang yang ada di dalam.
Sontak Adibah dan Justin yang saling bertumpukan menoleh ke arah sumber suara. Mata Anes membulat melihat pemandangan di sana. Bukan karena melihat adegan itu tapi karena tiba-tiba dia jadi pusat perhatian mereka berdua.
Anes pun tersenyum canggung seraya melambaikan tangan ke arah dua orang itu lalu bergegas menutup pintu lagi. Dia kembali mendekati Randy yang sedang terkekeh dengan raut wajah Anes yang malu.
“Dasar, huh…!” sentak Anes sambil mengepalkan tangan di samping wajahnya.
Randy lalu bangkit dari duduknya. Dia dekati Anes yang masih berdiri.
“Justin nelpon lu buat nemenin gue, hehehe…sini!”
Randy langsung melingkarkan tangannya di pinggang Anes dan menariknya mendekat sehingga kedua dada mereka bertabrakan. Karena ukuran payudara Anes yang jumbo membuat tubuhnya sedikit melengkung ke belakang.
Saat itu kedua bola mata mereka bertemu. Tangan Anes berada di otot bisep Randy yang menggembung keras.
“Ayo kita lakukan apa yang mereka lakukan,” ungkap Randy yang dibalas dengan senyuman di bibir Anes.
Wanita itu kemudian mendorong tubuh Randy hingga jatuh di atas sofa. Tanpa menunggu lama mereka sudah saling melepaskan seluruh kain yang menempel di tubuh mereka.
Setelah melakukan foreplay, erangan keluar dari mulut Anes kala batang kejantanan Randy sukses masuk ke dalam gua kenikmatan miliknya dalam posisi WOT. Mereka langsung berpacu dalam birahi.
Di dalam kamar beberapa menit yang lalu Adibah tertegun saat melihat seorang wanita tiba-tiba saja membuka pintu lalu kembali pergi.
“Itu tadi siapa?” tanya Adibah dengan wajah yang memerah.
“Itu tadi temen ku, tapi sekarang pasti udah dihandle sama si Randy.”
“Maksudnya?”
Tidak menjawab pertanyaan Adibah, Justin justru kembali memagut bibir milik wanita paruh baya itu.
Adibah lagi-lagi mengikuti nalurinya untuk membalas ciuman Justin yang sangat nikmat.
“Tante, jilbabnya dilepas ya?”
Sejenak Adibah bimbang, tapi saat dia berpikir ulang dia memang ke sini untuk melakukan hal itu atas dasar ancaman. Jadi mau tidak mau dia harus melakukannya.
Adibah lalu mengangguk.
“Panggil teteh aja ya, jangan Tante,” pinta Adibah kemudian.
Justin tersenyum kemudian menarik kedua tangan Adibah hingga terduduk. Dia langsung membuka penutup kepala wanita itu. Adibah menunduk malu di hadapan Justin karena pria itu menatap dirinya tanpa berkedip.
“Teteh cantik deh,” ucap Justin yang membuat dada Adibah seolah ditumbuhi bunga yang dihinggapi oleh puluhan kupu-kupu.
Dia akui Justin adalah pria yang sangat mempesona yang selama ini hanya bisa ia nikmati dari depan layar kaca saat dia menonton film luar negeri.
Kini sosok pria seperti itu ada tepat di hadapannya. Dia sangat berbanding terbalik dengan lelaki brengsek yang membawanya ke sini.
Justin memperlakukannya dengan sangat lembut sedangkan Randy memperlakukannya dengan kasar bahkan tidak segan untuk menyakiti.
Disingkapnya anak rambut Adibah yang menutupi dahinya ke belakang. Dia kecup keningnya dalam. Justin memandangi rambut Adibah yang sudah banyak ditumbuhi uban. Itu tidak masalah baginya.
Adibah hanya bisa terdiam sambil menunduk ke bawah. Saat itu dirinya malah seperti anak gadis yang akan melangsungkan malam pertama bersama suaminya.
Justin yang notabenenya jauh lebih muda darinya justru berperan layaknya seorang lelaki matang yang membimbing pasangannya.
Pemandangan otot dada dan perut Justin tersaji di depan Adibah. Wanita itu tak kuasa menahan hasrat ingin menyentuh benda itu. Dia belai dada itu dari atas hingga ke bawah.
Setelah melepaskan ciumannya dari kening Adibah, Justin lalu pergi menuju kulkas kecil yang berbentuk seperti brangkas dan mengambil sebotol air mineral.
“Minum dulu teh. Pasti haus kan?” tawar Justin ke Adibah.
Perempuan itu menerima tanpa ragu lalu meneguknya sampai tandas. Setelah minum Justin Melepaskan kemejanya hingga bagian atas tubuhnya telanjang.
Adibah memandang tubuh kekar itu tanpa berkedip. Dalam hati dia berkata.
“Inikah yang akan menggagahi ku nanti? Aku beruntung karena bukan lelaki brengsek itu yang melakukannya. Tapi apakah ini juga bisa disebut keberuntungan?”
Lamunan Adibah buyar saat Justin menarik Adibah hingga berdiri. Pria itu melingkarkan tangannya di pinggang Adibah.
“Kenapa kamu begitu lembut?” ucap Adibah kemudian.
“Wanita memang harus diperlakukan dengan lembut kan? Apalagi secantik teteh,” jawab Justin sambil tersenyum menampakkan giginya yang putih dan rapi.
Lagi-lagi rayuan Justin membuat jantung Adibah serasa ingin meloncat keluar. Lelaki itu bahkan bersikap lebih manis dibandingkan mantan kekasihnya dulu.
Sayup-sayup terdengar suara erangan seorang wanita yang tertangkap oleh indera pendengaran dua orang itu.
“Mereka udah mulai duluan teh. Saya buka gamisnya ya? Udah gak tahan.”
Adibah mengangguk pelan. Dia juga mendengar suara itu. Apakah itu adalah Randy dan wanita yang tadi mengintip?
“Kurang ajar! Bisa-bisanya Annisa jatuh cinta dengan pria seperti itu!” batin Adibah.
Namun setelah itu Adibah sudah tidak memikirkannya. Dia lebih fokus dengan aktivitasnya bersama pria yang ada di hadapannya. Dirinya juga merasa mendadak birahinya melonjak drastis. Dia tidak tahu mengapa.
Justin sudah melepaskan gamis yang sebelumnya membalut tubuh Adibah hingga sekarang hanya tersisa bra dan celana dalam berwarna putih dengan motif bunga di tengahnya.
Justin kembali memeluk Adibah sambil memagut bibirnya. Adibah membalas ciuman itu dengan sangat antusias. Bukan hanya bibir tapi juga lidah mereka terlibat dalam pergulatan.
Dengan satu tangan, Justin melepaskan kancing bra yang terdapat di bagian belakang tubuh Adibah.
Setelah terlepas, Justin merebahkan Adibah. Dia pagut bibir wanita itu sambil memijat salah satu payudaranya yang sudah agak mengendur. Putingnya terlihat kecoklatan dengan nipple yang berukuran sedikit lebih kecil dari kelereng.
“Emphhh..cccppp…sssppp…achhh…”
Mendapat serangan yang begitu lembut namun mematikan membuat Adibah tak kuasa menahan erangan yang keluar dari mulutnya.
Apalagi gejolak di dalam tubuhnya yang tiba-tiba langsung naik secara drastis. Adibah mengelus otot trisep Justin ke atas dan bawah.
Tangan Justin turun dari payudara Adibah melewati kulit perutnya dan hinggap di atas segitiga bermuda milik wanita itu. Dia merasakan ada yang menonjol di sana.
Merasa penasaran Justin lalu menyelipkan tangannya ke dalam celana dalam Adibah. Justin terdiam sesaat dan menghentikan seluruh aktivitasnya kala merasakan sebuah kejanggalan.
Dia merasakan sebuah benda lunak menggantung dari kewanitaan Adibah seperti penis anak kecil. Justin ingat kalau Randy pernah bilang bahwa wanita yang dijanjikannya itu penis. Justin kira itu hanyalah candaan tapi ternyata Randy berkata jujur.
Justin mencoba menjepit benda itu dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.
“Aihhh….oughhh…ahhh…”
Wanita itu menggelinjang secara liar. Justin pun melepaskan pagutannya dari bibir Adibah hingga saliva mereka tersambung di antara dua bibir.
Justin beringsut ke bawah. Ditariknya celana dalam Adibah ke bawah hingga seluruh tubuhnya tidak berpenutup lagi.
Saat terlepas Adibah buru-buru menutupi organ intimnya dengan kedua tangan. Wajahnya memerah menahan malu.
“Gak usah khawatir teh. Saya gak akan menyakiti teteh,” ucap Justin meyakinkan Adibah.
Wanita itu hanya mengangguk. Kemudian perlahan Justin menarik kedua tangan wanita itu ke samping. Lelaki itu menelan salivanya susah payah ketika melihat bentuk kemaluan Adibah.
Memek Adibah ditumbuhi rambut-rambut tipis dengan lubang yang berwarna kecoklatan dan mengeluarkan lendir yang cukup banyak hingga mengalir melewati bokong dan menetes ke sprei kasur miliknya.
Tapi yang membuat dia heran adalah bagian atas lubang itu tampak sesuatu yang menonjol sepanjang dua ruas jari kelingkingnya. Ya, itu adalah klitoris milik perempuan itu.
Itu adalah pemandangan yang baru pertama kali Justin temui. Bahkan saat menonton film biru pun dia tidak pernah melihat yang seperti itu. Entah apa yang terjadi hingga bentuknya menjadi seperti itu.
Bukannya ngeri atau jijik, Justin malah semakin terangsang melihat milik perempuan yang sedang mengangkang itu.
Pertama dia cium klitoris Adibah lalu dijilat dan yang terakhir dia sedot seperti dia meminum asi dari ibunya. Sontak Adibah langsung mengerang kenikmatan.
“Ouhhh…iyhaaa…therusss…”
Pinggul Adibah terangkat menyongsong bibir Justin. Pria itu menambah kekuatan serangan dengan memasukkan jari tengah dan manisnya secara bersamaan.
“Ouhhh…achhh…emphhh…achhh…”
Dia rangsang g-spot Adibah dengan cepat dan bertenaga. Kepala Adibah melengkung ke belakang dengan mata yang juling ia gigit bibir bawahnya. Dia merasakan sesuatu akan keluar menyembur dari dalam tubuhnya.
Dan beberapa saat kemudian Justin tarik mulutnya dari klitoris Adibah sambil mempercepat kocokan tangannya yang tengah menggosok g-spot.
Serrr…serrr…serrr…serrr…serrr…
Klitoris Adibah naik ke atas ketika menyembur dan turun ketika berhenti. Hal itu berlangsung sebanyak lima kali. Wajah tampan Justin disemprot oleh cairan orgasme Adibah yang sangat banyak hingga basah kuyup.
Lelaki itu menyeka wajahnya dengan telapak tangan. Masih dia lihat benda menonjol itu berkedut naik turun merasakan sisa-sisa orgasme barusan.
Setelah itu Justin langsung melepaskan celananya. Dia sudah tidak tahan untuk menyusuri lobang gua yang ada gapuranya itu.
Justin merangkak di atas tubuh Adibah. Saat wanita itu membuka mata, dia sudah mendapati wajah tampan itu tepat berada di atasnya.
Dia memegang kedua lengan Justin. Adibah kemudian merasakan sesuatu yang coba menyeruak masuk ke dalam inti tubuhnya.
Saat dia menengok ke bawah, matanya membulat. Dia melihat sebuah tongkat keras dan besar yang tergantung di pinggul pria itu.
“Besar banget,” gumam Adibah.
Dia tidak bisa membayangkan benda itu masuk ke lubang vaginanya. Walaupun otot kewanitaannya sudah mengendur karena telah melahirkannya tiga orang anak tapi sepertinya tetap akan sesak apabila dimasuki oleh kejantanan milik Justin.
“Siap-siap ya teh.”
Adibah menggigit bibir bawahnya seraya mengangguk pelan. Dia memejamkan matanya saat milik Justin melesak ke dalam miliknya.
“Anghhh…!!!”
Kepala Adibah mendongak menahan sensasi yang sangat amat nikmat bahkan bagi orang sepengalaman Adibah. Sungguh itu adalah pengalaman ternikmat yang pernah ia rasakan.
Setelah berhasil tertanam seluruhnya, Justin merebahkan diri di atas dada Adibah. Wajahnya dia benamkan di ceruk leher wanita itu. Hembusan nafas Justin membuat Adibah semakin merasakan keintiman di antara keduanya.
Dilingkarkan tangan kirinya di leher Justin. Di lubuk hati yang terdalam dia berharap waktu berhenti berjalan hanya agar bisa merasakan rasa itu lebih lama lagi.
Suara erangan keras kembali terdengar dari arah luar kamar. Entah sudah ronde ke berapa Randy dan Anes lakukan.
Justin merasa ketinggalan dengan Randy. Dirinya baru saja berhasil membobol gawang Adibah, di sisi lain Randy sudah mencetak beberapa gol ke gawang Anes.
Hal itu yang menjadi pemicu Justin untuk secepatnya membuat sang wanita paruh baya itu mencapai pelepasan berkali-kali hingga dia merasa ketagihan.
Perlahan Justin menggerakkan pinggulnya untuk memompa vagina Adibah. Klitoris Adibah seolah menggelitik pangkal kejantanannya membuat aktivitas mereka semakin nikmat.
Adibah sudah tidak mengingat siapa dirinya. Yang ingin dia lakukan sekarang adalah meraih puncak kenikmatan bersama pria yang baru saja dia temui beberapa saat yang lalu.
Justin memompa semakin lama semakin cepat. Mata mereka saling bertemu. Tanpa sadar Adibah mengalungkan tangannya di leher lelaki itu.
Justin melirik ke bawah. Penis kecil Adibah mengangguk-angguk dengan liar. Adibah mengarahkan wajah Justin untuk menatapnya lagi. Dicium bibir pria tampan itu dengan penuh semangat. Itu adalah inisiatif sendiri dari Adibah.
Hingga beberapa menit kemudian Adibah merasakan pelepasan yang kedua kalinya.
Dia peluk tubuh kekar itu dengan erat sembari menggigit bahu kiri Justin. Ia lingkarkan kakinya di pinggang pria itu. Matanya terpejam erat dan…
Serrr…serrr…serrr…serrr…
Adibah kembali mengejang keras. Itu adalah orgasme terbaik sepanjang masa. Dia merasa tulangnya diloloskan dari persendian.
Wanita itu terkapar tak berdaya. Justin menghentikan aksinya untuk memberikan kesempatan Adibah meresapi setiap kenikmatan yang ia berikan.
Keringat membanjiri keduanya. Justin saat itu masih jauh dari puncaknya, jadi dia coba gerakan lagi penisnya yang tertanam di dalam sana.
Adibah diam saja karena sudah kelelahan. Tidak bisa dipungkiri diusianya yang sudah tidak muda lagi fisiknya tidak bisa mengimbangi jiwa mudanya yang saat itu dibangkitkan lagi oleh Justin.
Pria itu tidak tega untuk melanjutkan aktivitasnya. Daripada hanya dia sendiri yang menikmatinya, lebih baik dia tunda dulu sampai stamina pasangannya kembali pulih.
Justin mencabut miliknya dari vagina Adibah. Lubang itu tampak menganga dengan sangat lebar. Karena kelenturannya sudah berkurang jadi butuh waktu agak lama agar gua Adibah kembali ke ukuran semula.
Sungguh waktu itu Justin sangat kentang. Apalagi saat dia dipameri erangan yang lagi-lagi keluar dari mulut Anes di luar sana. Justin pun menggeram.
“Arkhhh…Randy! Pinjem Anes bentar!”
Justin pun berlari keluar rumah dengan telanjang bulat dan batang kejantanannya bergelantungan ke sana kemari.
Dia tengok kanan kiri, dia cari ternyata mereka ada di dapur. Randy sedang berdiri dan Anes berada di gendongannya sedang naik turun di atas tongkal milik Randy. Tangan dan kaki Anes melingkar di tubuh Randy.
Mendengar ada orang mendekat, mereka menghentikan gerakan sejenak. Baik Randy maupun Anes menoleh ke arah sumber suara dengan mulut melongo.
“Eh…Tin udah selesai?” tanya Randy dengan santainya.
Tapi melihat tongkal baseball milik pria itu Randy yakin kalau dia belum selesai. Justin mendekati mereka.
“Pinjem Anes bentar dong. Gue lagi kentang nih,” pinta Justin.
“Lagi dipake nih, lewat belakang aja.”
“Eehhh…enggak enggak! Enak aja lewat belakang!” ucap Anes sambil menutupi lubang pantatnya dengan tangan.
“Ya udah kita suit aja, yang menang duluan,” saran Randy kepada Justin.
“Oke kita suit.”
Randy dan Justin melakukan suit untuk menentukan siapa yang menggarap Anes lebih dulu. Anes masih setia menggantung di tubuh Randy dengan kejantanannya keras menancap di gua lendir miliknya.
“Yesss…gue menang!” pekik Justin gembira.
Randy hanya mendengus kesal karena aktivitasnya yang sedang berada di puncak harus tertunda. Dia turunkan perempuan itu lalu mencabut kontolnya dari memek Anes.
“Mau gaya apa?” tanya Anes yang sudah berada di hadapan Justin.
“Hehehe…yang kaya tadi aja beib.”
Plukkk…!!!
“Adawww…kok dipukul sih, aduhhh…” pekik Justin sambil mengusap-usap kepalanya yang terkena getokan dari Anes.
“Dasarrr…huhhh…”
Wanita itu mengangkat salah satu kakinya lalu berusaha memasukkan batang Justin ke vaginanya. Dia sedikit berjinjit karena perbedaan tinggi badan mereka.
Blesss…
Justin mengangkat tubuh Anes dan memulai aktivitas panas mereka sendiri. Sesaat Randy mengambil minuman beralkohol milik Justin dan meneguknya beberapa kali sambil menonton bokep live action. Tiba-tiba dia teringat Adibah.
“Oh ya, si nenek lampir lagi ngapain ya? Pasti gak kuat ngelayani Justin makannya Justin sampe pinjem Anes,” batin Randy.
Randy kemudian membawa botol minuman beralkohol itu ke dalam kamar yang sebelumnya menjadi tempat pertempuran antara Justin dan Adibah.
Saat memasuki kamar tersebut ternyata Adibah tengah terlelap tidur dengan keadaan telanjang bulat. Penis kecilnya sampai mengkirut.
Dengan senyum jahat Randy mendekati tubuh lemah itu. Dia duduk di sampingnya dan membuka mulut Adibah dengan jempolnya.
Dalam alam bawah sadarnya Adibah bermimpi buruk. Dia sedang berhadapan dengan penjahat. Dia menusuk mulutnya dengan sebilah pedang hingga menembus kerongkongannya.
Adibah sontak bangun dengan gelagapan. Saat itu dia melihat sosok pria tadi sedang mencekoki dirinya dengan cairan yang tenggorokannya panas.
“Rrrehhhmrm…!!!”
Adibah menjangkau apapun yang bisa dijangkau. Dia tidak bisa bergerak, kepalanya di tahan oleh Randy sembari menuangkan air itu ke dalam mulutnya terus menerus.
“Hehehe…enak gak teh minumannya?”
Merasa tidak tahan lagi Adibah lantas menyembur muka Randy dengan cairan tadi. Dengan cepat Randy sudah berada di antara selangkangan Adibah karena wanita itu mulai berontak.
“Awhhh…baj*ngan kau Randy! Lepaskan…!!!”
Randy tidak menyia-nyiakan kesempatan lagi untuk memasukkan kontolnya ke dalam memek Adibah.
Blesss…
“Achhh…lepas…!!!” pekik Adibah lagi.
Pria itu mencekik Adibah dan memompanya dengan kesetanan. Adibah yang sudah kehabisan tenaga saat itu hanya bisa pasrah menerima perlakuan Randy yang kasar.
Namun perlahan nafsu Adibah kembali meresap di dalam tubuhnya. Wanita itu memegangi pergelangan tangan Randy yang sedang mencekik lehernya.
Beberapa menit telah berlalu tapi intensitas pompaan Randy tidak berkurang sedikitpun. Adibah merem melek merasakan panas di area intimnya.
Hingga pada titik tertentu Adibah merasakan pelepasan yang ketiga kalinya. Karena tubuhnya sudah sangat lemas, Adibah hanya bisa menggigit bibir bawahnya untuk menahan kenikmatan yang baru saja dia dapatkan dari orang yang dia benci.
Tak berselang lama, Justin yang sudah menuntaskan klimaksnya bersama Anes kembali masuk ke kamar. Melihat Randy sedang menggagahi Adibah, Justin pun ikut naik ke atas ranjang.
Justin mendekati wajah Adibah yang terlihat kusut. Dia cium bibir wanita paruh baya itu dengan mesra. Adibah tidak habis pikir, dia diperlakukan kasar di bawah tapi lembut di atas.
Perlahan Adibah membalas ciuman Justin yang memabukkan. Entah mendapat tenaga dari mana, Adibah lalu menarik leher Justin agar ciuman mereka semakin dalam.
Tidak sampai di situ. Anes yang tadi ditinggalkan Justin begitu saja di atas meja makan kini bergabung dengan mereka.
Anes mengarahkan wajah Randy hingga menatapnya lalu mencium bibirnya. Justin yang saat itu sedang rebahan di samping Adibah menarik pinggul Anes dan
Blesss…
Kontol tegak Justin kembali masuk ke vagina Anes. Kini posisinya Adibah yang sedang dientot oleh Randy berciuman dengan Justin dan Anes yang sedang dientot Justin berciuman dengan Randy.
Nah loh gimana tuh posisinya? Silahkan bayangkan sendiri.
Karena gerakan yang sulit maka Justin mengganti posisi. Anes merebahkan diri di samping Adibah dan Justin melakukan gerakan misionaris seperti yang Randy lakukan terhadap Adibah.
Antara Justin dan Randy sama-sama berlomba berpacu dalam nafsu untuk membuat pasangannya klimaks. Kedua wanita itu mendesah keras di malam yang syahdu.
Saat bersenggama mata Adibah tidak pernah lepas dari wajah Justin. Dia genggam pergelangan tangan Justin yang bertumpu di antara tubuhnya dan tubuh Anes. Ia menggigit bibir bawahnya memberikan isyarat penuh makna kepada lelaki itu.
Adibah begitu bersikap pasif. Itu seperti Randy sedang menyetubuhi sebuah gedebog pisang. Wanita itu justru fokus ke arah Justin.
Sama seperti Adibah, Justin pun terus memandangi wanita itu tanpa berkedip. Dia tidak menghiraukan Anes yang terus menerus mendesah di bawah tubuhnya.
Merasa diacuhkan, Randy pun menghentikan gerakannya. Dia mencolek Justin dan memberikan isyarat untuk bertukar pasangan.
Dengan senyum sumringah pria itu mengangguk semangat.
“Nah gitu dong,” celetuk Justin yang kini berubah posisi.
Adibah menyambut Justin dengan senyuman malu-malu. Dia menutupi mulutnya dengan punggung tangan untuk menyamarkan lengkungan di bibirnya itu. Secara tidak langsung pria itu lebih memilih dirinya daripada wanita yang ada di sampingnya yang bahkan lebih menggoda dari segala sudut.
Setelah Justin sukses membenamkan miliknya ke dalam inti tubuh Adibah, perempuan itu langsung menarik tangan Justin agar menelungkup di atas tubuhnya.
Dengan nafsu yang menggelora, dia kalungkan tangannya di leher Justin sambil menghisap bibir pria itu lahap. Justin pun semakin semangat melihat tandemnya kembali aktif. Dia pompa vagina Adibah dengan hentakkan yang patah-patah dan bertenaga membuat Adibah menghentak.
Randy hanya mendengus kesal melihat adegan itu. Baru kali ini dia kalah dari lelaki lain untuk urusan ranjang.
Bukan! Randy bukan kalah soal seks tapi kalah soal perasaan. Dengan Randy, Adibah melakukannya setengah hati. Dia seolah tidak rela melakukan hubungan badan dengannya.
Adibah bisa merasakan orgasme bersama Randy tapi hanya pada tubuhnya saja sedangkan hatinya menolak mentah-mentah lelaki yang dia benci. Itu karena laki-laki itu selalu memperlakukannya dengan kasar.
Sebenarnya Randy sangat lembut terhadap wanita, hanya dengan Adibah lah dia bersikap kasar karena dia menganggap Adibah bukanlah seorang perempuan melainkan iblis berbentuk manusia.
Tapi bersama Justin, Adibah melakukanya secara lahir dan batin. Wanita itu masih menyangkal kalau dirinya jatuh cinta terhadap lelaki itu. Dia hanya terkesan dengan sikap Justin yang memperlakukannya seperti pria sejati, tidak seperti Randy.
Adibah menikmati setiap inci kulit tubuh Justin yang menyentuh tubuhnya. Tak terkecuali Justin. Dia sangat menikmati tiap-tiap gesekan yang mereka lakukan entah itu di luar tubuh maupun di dalam tubuh.
Lamunan Randy buyar ketika hidungnya dijepit oleh Anes. Wanita itu mendelik karena Randy tak kunjung juga memasukkan batang miliknya ke dalam lubang basahnya. Padahal dia sudah sangat ingin penuntasan yang sempat tertunda oleh Justin.
“Cepet masukin! Udah gatel memek gue!” ucap Anes sambil melebarkan bibir vaginanya menggunakan dua jari tangannya.
Randy pun tidak tahan ingin masuk ke dalam pintu yang di area sekitarnya sudah memerah akibat bekerja dalam intensitas yang keras dan tempo waktu yang lama.
Mereka berempat kembali mendaki puncak kenikmatan yang sempurna. Randy mencupang leher Anes dengan begitu buas. Wanita itu menoleh ke arah Adibah dan Justin untuk memberikan akses leher yang lebih luas.
Di sela-sela persenggamaan Anes terkekeh geli melihat ekspresi mantan kekasihnya yang merah karena mupeng parah. Bahkan dengan dirinya dulu Justin tidak pernah seperti itu. Dia selalu bersikap santai.
Adibah juga sudah tidak mengingat ilmu agama yang dia pelajari lagi. Saat ini dia benar-benar terbuai dalam nafsu. Dia bahkan tidak pernah melepaskan tubuh mereka dari atas sampai bawah.
Keringat mereka sudah menjadi satu, bahkan cairan itu juga menjadi pelumas untuk gesekan antara dada dan perut mereka berdua.
Hingga pada suatu titik Justin menggeram di atas tubuh Adibah.
“Arghhh…!!!”
Crottt…crottt…crottt…crottt…
Hal itu dibarengi dengan lenguhan keras sang ratu.
“Enghhh…!!!”
Serrr…serrr…serrr…serrr…
Justin membenamkan wajahnya di ceruk leher Adibah. Nafas mereka tersengal-sengal. Adibah mengusap punggung Justin yang banjir keringat.
Randy yang sudah hampir sampai pada pelepasannya terus memompa vagina Anes. Wanita itu mencengkeram kain sprei untuk menyambut gelombang tsunami yang akan menenggelamkan dirinya di samudra kenikmatan yang amat dalam.
“Rhannn…ghueee…nyhampee…!!!”
Serrr…serrr…serrr…serrr…
Anes menegang merasakan inti tubuhnya berkedut hebat menyemprotkan cairan bening yang nikmat. Randy menyusulnya dengan menembakkan lendir putih yang kental ke dalam rahim Anes.
Crottt…crottt…crottt…crottt…crottt…
Seketika mata Anes terbelalak. Kepala Randy sontak menjadi korban pukulan dari tangan Anes.
“Anjirrr…lu keluar di dalem gue?!” protes Anes.
Randy berpikir sejenak mencerna kata-kata Anes. Butuh waktu beberapa detik karena otak pria itu yang lemot.
“Lu gak pake kondom!” seru Anes lagi.
Baru lah Randy nyengir kuda sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia baru ingat kalau wanita itu sangat menjaga alat reproduksinya, bahkan Justin tidak pernah ia ijinkan keluar di dalam tanpa pengaman. Anes tampak mendengus kesal.
“Lepas!” ucap Anes seraya mendorong perut Randy.
Wanita itu sedikit mengangkat badan atasnya dengan bertumpu pada siku. Anes mengangkang, jari telunjuk dan jari manisnya membuka bibir vaginanya. Jari tengah ia gunakan untuk mengorek sisa-sisa sperma yang Randy tinggalkan di dalam sana.
“Iyuhhh…banyak banget!” keluh Anes saat merasakan luberan cairan kental milik Randy yang mengalir ke bokongnya.
Dia mengelap jari tengahnya yang basah di sprei milik Justin lalu kembali mengorek agar sperma Randy keluar. Ekspresi wajahnya terlihat jijik padahal dia pernah menelan cairan itu.
“Sorry gue lupa pake, hehehe…”
Anes melirik Randy serta memajukan bibirnya beberapa senti.
“Ya udah lah,” pasrah Anes.
“Gak papa?”
“Iya, entar gue minum pil KB aja,” jawab Anes yang membuat Randy menyunggingkan senyuman.
Sejenak diliriknya Adibah dan Justin. Mereka justru masih berpelukan sambil bertukar air liur di mulut mereka tanpa menghiraukan keberadaan Randy dan Anes.
“Duh bucin lah!” umpat Randy dalam hati.
Dia agak kesal juga karena niat awalnya dia ingin mengajak Justin untuk bersama-sama menyiksa nenek lampir itu, tapi yang terjadi justru Adibah dibuatnya nyaman dan kenikmatan.
Anes kemudian bangkit dan pergi ke kamar mandi untuk membasuh tubuhnya yang terasa lengket karena pergumulan barusan. Randy lalu menyusul Anes untuk melakukan hal yang sama.
Setelah ditinggal mereka berdua, Justin merebahkan dirinya ke samping. Kepala Adibah disandarkan di lengan kekar Justin. Mereka saling bertatapan.
“Teh nginep di sini ya. Udah malem juga,” pinta Justin sembari membelai wajah Adibah yang terlihat kusut tapi bahagia.
Wanita itu lantas melihat jam dinding yang terpasang di kamar itu. Dia terkejut ternyata saat itu sudah pukul satu dini hari. Itu artinya mereka sudah melakukannya selama lebih dari lima jam.
“Hmm?” gumam Justin meminta jawaban.
Dengan senyum malu-malu Adibah mengangguk pelan. Justin menarik dagu Adibah lalu kembali mencium wanita paruh baya itu dengan lembut dan mesra.
Adibah merasa getaran yang ada di dadanya bergemuruh. Sentuhan demi sentuhan yang Justin berikan semakin membuatnya candu. Adibah mulai khawatir kalau dia tidak bisa lepas dari jeratan lelaki tampan itu.
Bersambung