Part #6 : Sesuatu Yang Baru
Pancaran fajar di pagi hari adalah pancaran semangat. Semangat untuk menjalani hari dengan sesuatu yang baru. Sesuatu yang diberikan oleh orang yang aku hormati dan sayangi.
Pagi ini aku sudah siap untuk berangkat ke sekolah setelah seharian kemarin aku ijin untuk tidak masuk sekolah. Mulai sekarang aku berangkat menggunakan motor baruku, motor yang baru saja dibelikan oleh Ayahku kemarin. Rasa gembira yang aku rasakan untuk memulai hari ini.
Setelah sarapan, aku kemudian pamit ke Om dan Tanteku untuk berangkat ke sekolah. Aku memacu motorku dengan kecepatan sedang karena aku ingin menikmati perjalananku ke sekolah.
Saat sampai di sekolah, aku bertemu dengan Akbar yang terlihat juga baru sampai.
“wuihh.. motor baru cuy…” teriak Akbar yang melihatku datang mengendarai motor baruku.
Aku hanya tersenyum menanggapi celotehan Akbar.
“wah.. makan – makan ini.. hahaha..” ucap Akbar yang menghampiriku.
“iya nanti di kantin…” balasku ke Akbar.
“wah.. mantab – mantab..” ucap Akbar yang terlihat senang sekali.
“tapi bayar sendiri – sendiri..” ucapku kemudian yang langsung membuat Akbar diam.
Aku kemudian berjalan meninggalkan Akbar yang terlihat geram.
“bangke…!!” teriak Akbar yang berlari kemudian memeteng leherku.
“hahaha..” balasku yang tertawa melihat tingkah Akbar.
Aku mengikuti pelajaran dengan semangat. Karena selain motor baru, aku juga punya HP baru yang dibelikan oleh Ayahku. Dan orang pertama yang akan aku minta nomor HP nya yaitu Dini. Aku tak sabar menunggu saat – saat istirahat sekolah nanti untuk bertemu dengannya.
Saat bel berbunyi yang menandakan jam istirahat sekolah, aku kemudian pergi menuju kantin sekolah. Dari jauh aku lihat Dini, Monic, Nisa, Farah dan Ferdi yang sedang berkumpul di satu meja.
Saat aku berjalan mendekat tiba – tiba Dini dan Nisa bangkit kemudian pergi. Aku yang melihat mereka langsung pergi terlihat seperti menghindariku. Apa karena gara – gara aku yang bertemu Nisa saat di warung soto dekat stasiun kemarin, terus Nisa cerita pada Dini kalau melihatku yang datang bersama seorang cewek. Toh kenapa juga mereka seperti malas bertemu denganku, padahal kan aku mau menjelaskan kalau cewek itu kan adikku sendiri.
Aku kemudian bergabung dengan Monic, Farah dan Ferdi yang masih duduk di kantin.
“Dini sama Nisa kemana?” tanyaku pada mereka.
“balik ke kelas mereka..” jawab Farah yang sedang meminum minumannya.
“kenapa nyariin mereka? Kok gak nyariin aku aja..” ucap Monic tersenyum yang membuatku, Farah dan Ferdi terbengong.
Sejak kapan Monic jadi genit dan terlihat manja gini. Aku hanya diam melihatnya tanpa bisa berkata – kata.
“kok kalian lihatnya gitu amat sih..” ucap Monic yang malu karena aku, Farah dan Ferdi terbengong melihatnya.
“Mon.. kamu kesambet apa sih..?” tanya Farah yang terlihat bingung.
“kesambet cinta beb..” bisik Ferdi ke Farah yang suaranya sengaja agak keras.
“Mon..?” ucap Farah yang menyelidik.
Terlihat Monic hanya senyum – senyum sambil melirikku. Kemudian Farah dan Ferdi melihat ke arahku sambil mengernyitkan dahi yang membuatku jadi salah tingkah.
“aku curiga.. apa yang sudah terjadi sama kalian berdua..” tanya Farah menyelidik.
“eh.. gak ada apa – apa kok..” balasku kaget.
“adikmu gimana kabarnya Rik..” ucap Monic yang bersamaan denganku saat menjawab Farah.
“kan bener..!!” ucap Farah menyeringai.
Aku hanya bisa nyengir dan Monic hanya tersenyum malu.
“aku ke kamar mandi dulu.. beb ayo ikut..” ucap Farah yang mengajak Ferdi pergi.
“iya..” balas Ferdi yang pergi menyusul Farah.
Aku dan Monic yang hanya berdua merasa sedikit canggung. Kami berdua hanya diam dan saling melihat tanpa berkata – kata.
“Mon..”
“Rik..” ucap kami bersamaan.
“udah kamu dulu aja yang ngomong..” ucapku pada Monic.
“kamu dulu aja Rik..” balas Monic menyuruhku.
“baiklah..” ucapku.
“hufh.. sebenernya kita kenapa sih..?” tanyaku pada Monic.
“aku gak tau Rik..” balas Monic yang menunduk.
“terus kenapa kita seperti ini..?” tanyaku kemudian.
“aku gak tau Rik..” balas Monic yang masih menunduk.
“kenapa bisa gak tau..!” ucapku yang tiba – tiba dengan nada yang meninggi.
Monic yang terlihat kaget kemudian melihat ke arahku, terlihat matanya yang berkaca – kaca.
“eh.. maaf Mon.. maaf..” ucapku yang merasa bersalah.
Apa yang terjadi dengan diriku, aku yang biasanya tenang tiba – tiba menjadi gampang emosi. Tak pernah aku membentak orang tanpa alasan, apalagi sampai membentak cewek.
“Mon.. maaf aku tidak bermaksud..” ucapku yang terpotong.
“aku suka sama kamu Rik..” sahut Monic yang kemudian bangkit dan berlari meninggalkanku sambil menangis.
Aku hanya bisa diam melihat Monic yang pergi meninggalkanku. Aku bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Monic menyatakan perasaan sukanya padaku? Apa aku gak salah dengar.
Aku yang bingung kemudian berjalan dengan gontai menuju kelasku. Selama pelajaran berlangsung aku sama sekali tidak fokus. Aku masih belum percaya kalau Monic berbicara seperti itu padaku. Apa aku senang? Jawabannya ya dan tidak. Ya karena baru pertama kalinya ada seorang cewek yang menyatakan rasa sukanya padaku, dan tidak karena aku teringat dengan Dini.
Selesai kegiatan belajar mengajar aku langsung pulang ke rumah dan tidur untuk menenangkan pikiranku.
***
Pagi buta aku bersama Om ku sudah berangkat ke pasar mengantar sayuran. Saat perjalanan aku hanya diam tidak banyak bicara. Aku yang merasa sedih karena sudah 3 hari Dini, Monic dan Nisa menghindariku. Setiap aku terlihat berjalan menuju kantin, mereka langsung pergi menuju kelasnya masing – masing.
“kamu kenapa Rik..?” tanya Om ku saat perjalanan pulang dari pasar.
“gak papa Om..” balasku singkat.
“selesaikan masalahmu dengan kepala dingin tanpa ada emosi..” ucap Om Heri padaku.
“iya Om..” balasku mengiyakan.
“apa yang akan kamu hadapi adalah proses menuju kedewasaan, dan kamu sendiri yang akan menentukan hasil akhirnya..” ucap Om Heri menjelaskan panjang lebar.
“iya Om..” balasku singkat.
“ingat… tanpa emosi..” Ucap Om Heri mengingatkanku.
“iya Om..” balasku yang lagi – lagi singkat.
“iya.. iya.. aja ngerti gak kamu itu..?!” ucap Om ku yang terlihat geram.
“hehehe… katanya gak boleh emosi Om..” balasku terkekeh.
“hmm..” ucap Om ku yang terlihat jengkel.
Setelah sampai rumah aku bergegas mandi dan bersiap berangkat sekolah. Aku bertekad hari ini aku akan menjelaskan pada mereka semua atau salah satu terlebih dahulu. Aku tak ingin masalah ini berlarut – larut yang membuatku semakin kepikiran.
Aku yang sedang mengikuti pelajaran tak sabar ingin segera cepat untuk beristirahat. Berkali – kali aku melihat jam dinding dan merasa waktu berjalan sangat lambat.
Saat bel istirahat berbunyi, aku bergegas keluar kelas menuju kantin. Kali ini aku sengaja berjalan memutar lewat belakang agar mereka tidak melihat saat aku datang.
Saat aku mulai mendekati kantin, aku melihat Dini yang hanya berdua dengan Monic yang duduk membelakangiku. Saat Monic yang tiba – tiba menoleh dan melihatku datang dari arah belakang, dia terlihat kaget kemudian cepat – cepat berdiri dan pergi meninggalkan kantin. Dini yang tidak tau dengan kedatanganku terlihat masih duduk sendirian.
Aku kemudian duduk di depan Dini. Dini yang terlihat kaget mencoba untuk pergi menghindariku juga. Aku kemudian langsung memegang tangannya untuk menahannya agak tidak pergi.
“jangan pergi.. aku cuma mau ngomong..” ucapku pada Dini yang membuat dia tidak jadi pergi.
Saat Dini sudah kembali duduk, aku melihat Monic yang dari kejauhan sedang memperhatikan kami dengan wajah yang terlihat sedih. Kemudian dia berbalik dan pergi menjauh.
“aku mau minta maaf ka..” ucapku yang terpotong.
“kenapa..?” ucap Dini ketus.
“maaf karena aku..” ucapku yang kembali terpotong.
“aku sudah tau.. aku melihat semuanya..!!” ucap Dini memotongku dan terlihat marah.
Aku kemudian diam memejamkan mataku mencoba menahan emosiku. Hufh.. sabar.. sabar..
“aku masih disana.. aku lihat kamu datang sama cewek.. aku lihat kalian mesra – mesraan.. aku lihat kalian gandengan tangan..” ucap Dini marah – marah padaku.
Aku masih diam tidak menjawabnya, karena kalau wanita yang lagi marah kita bantah, pasti akan tambah marah.
“kamu bilang baru denganku gandengan tangan, kamu bilang nyaman sama aku.. tapi apa..?? Dasar pembohong..!!” ucap Dini yang masih dengan nada tinggi.
“kenapa diam?? Bener kan yang aku omongin..!!” ucapnya kembali yang melihatku dengan tajam.
Aku tidak menjawab hanya menggeleng – gelengkan kepala, kemudian aku mengeluarkan HP ku dan membuka galery foto kemudian meletakkannya di depan Dini.
“apa ini? Kamu mau pamer HP baru..?” ucapnya sinis.
“hufh.. lihatlah..” balasku dengan setenang mungkin.
“apa..?” jawab Dini.
“lihatlah..” ucapku kembali menyuruh Dini melihat HP ku.
Dini kemudian mengambil HP ku dan melihatnya. Terlihat dari raut wajahnya yang berubah saat melihat foto tersebut.
“dia adalah Adikku..” ucapku pada Dini saat dia melihat galery fotoku.
“namanya Riska..” ucapku kemudian saat Dini melihat foto – foto yang lain.
“kamu juga pasti dengar cerita dari Nisa saat melihat kami..” ucapku yang membuat Dini diam.
“maaf Rik.. aku gak tau..” ucap Dini lirih dan terlihat merasa bersalah.
“aku yang salah karena aku tidak pernah bisa menjelaskan padamu..” ucapku pada Dini.
“maaf Rik.. karena aku selalu menghindar.. jadi kamu..” ucap Dini yang terlihat makin bersalah.
“sudahlah.. yang penting sekarang kamu sudah tau..” ucapku menenangkan.
“maafkan aku Rik.. aku menghakimimu tanpa tau yang sebenarnya..” ucap Dini mengiba
“aku mau memaafkanmu, tapi ada syaratnya..” ucapku tersenyum.
“apa..?” balas Dini melihatku dengan tatapan heran.
“aku mau kamu menulis nomor HP mu di HP ku dan menyimpannya..” ucapku tersenyum.
Dini yang melihatku kemudian tersenyum dan langsung mengetikkan nomor HP nya di HP ku.
“aku mau kamu yang pertama mengisi phone book di HP ku.. “ ucapku kemudian saat Dini sedang mengetikkan nomor.
Mendengar yang aku ucapkan terlihat muka Dini yang memerah sambil tersenyum.
“jadi kita baikan ya..” ucapku sambil menengadahkan tangan ke arahnya.
Dini terlihat bingung melihat posisi tanganku dengan telapak tangan yang menghadap ke atas seperti orang meminta, bukan menyamping seperti orang yang hendak mengajak bersalaman.
“iya..” jawab Dini tersenyum kemudian menyambut uluran tanganku.
Saat tangannya mulai menggenggam, aku langsung menarik tangannya ke arahku dan langsung mencium punggung tangannya. Melihat yang aku lakukan padanya membuat Dini terlihat sangat kaget.
“ehem.. ehem..” terdengar suara dari meja sebelah saat melihat yang aku lakukan pada Dini.
“Riki… ihhh…” ucap Dini yang menarik tangannya kemudian menutup mukanya.
“ehem.. ehem..” suara menggoda dari meja sebelah yang membuat Dini semakin malu.
“Riki.. ihhh.. malu tau..” ucap Dini gemas menahan rasa malu.
Aku hanya tersenyum melihat Dini yang tidak berani melihat sekitar.
“ya udah yuk balik ke kelas..” ucapku mengajak Dini pergi karena malu menjadi tontonan pengunjung kantin.
Kami kemudian berjalan beringinan menuju kelas Dini. Saat Dini sudah masuk kelas, bersamaan dengan bel tanda istirahat telah usai. Aku yang akan balik ke kelasku menyempatkan pergi ke kamar mandi belakang untuk buang air kecil.
Saat keluar dari kamar mandi, aku dikejutkan oleh seseorang yang menungguku di depan pintu.
“Mon..?” panggilku pada Monic yang berdiri di depanku.
Monic tidak menjawab hanya tersenyum mendekatiku, kemudian dia memegang pipiku lalu mencium bibirku dengan lembut.
“cuph..” ciuman Monic yang membuat hatiku berdebar.
Beberapa detik kemudian Monic melepas ciuman bibirnya dan menatapku lembut.
“aku tau kamu sama Dini sudah baikan, dan kalian juga saling menyukai. Aku tidak akan mengganggu hubungan kalian dan aku akan mencintaimu dengan caraku..” ucap Monic yang kemudian pergi meninggalkanku.
Aku hanya terbengong melihat Monic pergi. Aku jadi bingung dengan perasaanku. Di satu sisi aku senang bisa kembali dekat dengan Dini, dan di sisi yang lain ada Monic yang menyatakan perasaannya padaku. Apalagi ciuman yang dilakukannya barusan terasa sangat tulus.
Aku yang malas balik ke kelas akhirnya bolos dan duduk di pojok belakang kamar mandi. Tempat ini ada ruang terbuka diantara tembok kamar mandi dan pagar belakang sekitar 2 meter. Tempat ini cukup tersembunyi dan jarang didatangi siswa maupun guru, kecuali gerombolan kakak kelas yang pernah aku lihat waktu itu, dan nampaknya disini mereka juga biasa merokok karena terlihat ada beberapa bekas puntung rokok di tanah.
Aku yang sedang duduk sambil merokok merenung menikmati kesendirianku. Beberapa saat kemudian terdengar suara orang berjalan kemudian masuk kamar mandi, tak berselang lama kemudian orang itu keluar dan terdengar berjalan mendekat ke arahku. Aku yang saat itu lagi galau tak perduli dengan siapa pun yang datang.
“sstt.. heh..!” ucap seseorang dari belakangku dan aku diam saja tanpa menoleh.
“dugh.. ngapain kau disini..?!!” ucap seseorang tersebut setelah menendang pinggangku.
Aku yang merasa terganggu kemudian menoleh dan melihat tajam ke orang tersebut. Aku tau kalau dia kakak kelasku walau aku tidak tau siapa namanya, tapi karena sudah menggangguku dan bertindak tidak sopan, membuatku melotot padanya dan dia membalas dengan melolot juga padaku. Aku yang kemudian berdiri dan hendak memukul mukanya yang terlihat sok jago. Saat aku akan menghampirinya, tiba – tiba dia balik badan dan pergi meninggalkanku.
“huh.. cemen..” gumamku saat melihat kakak kelasku pergi.
“padahal aku juga takut kalau mau ribut.. hehehe..” batinku menghibur diri.
Saat pergantian jam pelajaran, kulihat guru yang mengajar saat aku bolos tadi sudah keluar kelas. Aku kemudian bergegas masuk ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
“dari mana ente..?” tanya Akbar yang melihatku datang.
“boker..” jawabku yang kemudian duduk di sebelahnya.
“boker sampai satu jam pelajaran.. berak tai apa batu..” ucap Akbar
“batu nyumpal mulut ente..” balasku pada Akbar.
“anjing..” umpat Akbar yang kemudian mengendus mengenali suatu bau.
“abis rokokan dimana ente..?” tanya Akbar berbisik padaku.
Aku tak menjawab hanya tersenyum padanya, kulihat dia hanya geleng – geleng kepala.
Pelajaran berikutnya adalah pelajaran yang menurutku tidak begitu menarik dan membosankan. Gurunya masih terlihat muda dan orangnya juga santai, namanya Pak Tri.
Aku yang merasa bosan kemudian mengambil HP ku dan mengirim pesan ke Dini.
“hai Din.. ini aku.. Riki..” tulis pesanku ke Dini kemudian aku mengantongi HP ku lagi.
Beberapa menit kemudian terdengar suara pesan HP.
“tit.. tit.. tit..” suara pesan di HP ku.
“yang bawa HP tolong dimatikan dulu..” ucap guruku yang ternyata mendengar ada bunyi HP.
Terlihat teman – temanku yang tolah – toleh mencari dari mana sumber suara. Aku yang pura – pura tidak tau juga ikut tolah – toleh seolah penasaran juga.
“aw..” ucapku tiba – tiba karena kepalaku yang dijitak oleh Akbar.
“apaan anjing..!!” makiku ke Akbar yang terlihat menyeringai.
“gak usah pura – pura bego.. itu HP ente yang bunyi kan..!” gerutu Akbar.
“hehehe..” aku hanya tertawa geli.
“itu yang dibelakang jangan pada ribut..” ucap pak Tri menegur aku dan Akbar.
“iya pak..” balas kami berdua.
Aku kemudian mengambil HP ku dan mengubahnya ke mode getar. Kemudian aku membaca pesan balasan dari Dini.
“iya Rik.. udah aku simpan nomormu..” balas Dini di pesan.
“kamu nanti malam ada acara gak..?” tulis pesanku pada Dini.
“mentang – mentang HP baru” ucap Akbar sinis melihatku yang asik dengan HP ku.
“bilang aja ente mau minta nomer HP” balasku tersenyum mengejek.
“halah… malas kalau nomer batangan.. mending nomer cewek..” balas Akbar mencibir.
“Akbar..” panggil pak guru dari depan.
“iya pak..” ucap Akbar menyahut.
“sini maju ke depan.. kerjakan soal ini..” ucap pak Tri menyuruh Akbar maju ke depan.
“iya pak..” balas Akbar yang kemudian berdiri.
“anjing.. anjing.. gara – gara ente ini..!” gerutu Akbar padaku saat akan maju ke depan.
Aku tak membalasnya hanya menahan tawa. Mampus ente gangguin aja sih dari tadi.
Terlihat Akbar yang bingung dan tidak bisa mengerjakan hanya bisa garuk – garuk kepala. Aku kemudian mengambil HP ku hendak melihat balasan dari Dini.
“itu yang di sebelah Akbar maju ke depan..” ucap pak Tri tiba – tiba mengagetkanku.
“eh.. iya pak..” balasku yang kemudian berdiri dan maju ke depan.
Kulihat Akbar berjalan ke belakang sambil terkekeh karena melihatku yang juga dipanggil.
“siapa yang nyuruh kamu duduk..” ucap pak Tri pada Akbar yang hendak kembali ke tempat duduknya.
Akbar menghentikan langkahnya melihat ke arah pak Tri dengan perasaan bingung.
“kamu berdiri di sana..” ucap pak Tri kepada Akbar sambil menunjuk pojok depan kelas.
Dengan terpaksa Akbar kemudian berjalan gontai menuju sudut kelas yang ditunjuk pak Tri. Aku yang sudah di depan papan tulis juga bingung, karena aku yang tidak mendengarkan pelajaran jadi aku tidak bisa menjawab soal.
“gimana bisa gak..?” tanya guruku yang melihatku kebingungan.
Aku hanya nyengir sambil geleng – geleng kepala tanda tidak bisa mengerjakan soal.
“ya udah kamu juga berdiri disana, ngobrolnya pindah disana ya..” ucap pak Tri tersenyum sambil menyuruhku untuk menyusul Akbar.
Aku hanya mengangguk kemudian menyusul Akbar yang berdiri di depan kelas.
“siapa lagi yang mau ngobrol..? Boleh kok tapi disana ya..” ucap pak Tri sambil menunjuk ke arah kami.
Aku dan Akbar hanya menunduk malu karena menjadi tontonan teman sekelas selama pelajaran berlangsung. Pak Tri hanya santai aja dan tidak terlihat marah sama sekali kepada kami. Sampai pelajaran selesai akhirnya aku dan Akbar bisa duduk kembali.
“kayak lonte ketangkep satpol pp.. hahaha..” ejek Samo pada kami berdua setelah kami duduk.
“hahaha…” teman – temanku yang lain juga ikut tertawa.
“diam kau Samo Hung.. mau aku kempesin apa itu perutmu..!!” teriak Akbar membalas ejekan Samo.
“hahaha..” aku dan teman – teman yang lain ikut tertawa mendengar balasan dari Akbar.
“dasar rambut gembel..” ucap Samo yang mengejek rambut Akbar.
“dasar tawon ndas..” balas Akbar mengejek Samo karena kepalanya yang besar.
“dasar sikat WC..” balas Samo yang tidak mau kalah.
Aku dan teman – temanku yang lain hanya bisa tertawa mendengar mereka saling ejek. Tiba – tiba kami berhenti tertawa karena melihat bu guru masuk kelas.
“dasar sapi glonggongan..!!” teriak Akbar bersamaan dengan kami semua yang sudah diam karena melihat bu guru yang sudah masuk ke dalam kelas.
Sontak bu Harti melotot kepada Akbar karena merasa tersinggung dengan ucapan Akbar.
“kamu tadi bilang apa..?” ucap bu Harti yang melotot pada Akbar.
“e.. eng.. gakk.. bu.. saayyaa..” balas Akbar tergagap ketakutan.
“sekarang kamu ikut saya ke BP.. cepatt..!!” teriak bu Harti.
“i.. iyaa.. bu..” balas Akbar ketakutan kemudian berjalan keluar mengikuti bu Harti.
Aku yang melihat Akbar jadi pengen ketawa sekaligus kasihan liat raut mukanya yang ciut.
Beberapa saat kemudian bu Harti sudah balik ke kelas dan memulai pelajaran. Seperti yang sebelum – sebelumnya, aku mengikuti pelajaran dengan diam dan memperhatikan walau tidak paham dengan yang dijelaskan.
Saat bel pulang sekolah berbunyi, aku segera menuju kelas Dini untuk menemuinya. Karena pesan terakhir belum sempat aku balas, aku berniat untuk bicara langsung padanya. Gara – gara kena hukuman di suruh berdiri di depan kelas, ditambah pelajaran bu Harti yang membuatku tidak berani bermain HP.
“Din..” panggilku saat melihatnya di depan kelas sudah menenteng tas punggungnya.
“iya..” jawab Dini yang kemudian menoleh ke arahku.
Aku yang sudah di depannya malah jadi grogi dan bingung mau ngomong apa.
“ada apa Rik..?” tanya Dini saat melihatku yang malah diam.
“mm.. nanti malam kamu ada acara gak..?” tanyaku ragu – ragu.
“enggak ada Riki.. aku kan tadi udah balas pesanmu..” jawab Dini menjelaskan.
“eh.. iya.. maaf lupa.. hehe..” balasku malu dan Dini hanya tersenyum.
“nanti jalan – jalan mau gak..?” tanyaku pada Dini.
“kamu ngajak aku kencan..?” balas Dini to the point yang membuatku salah tingkah.
“iya..” jawabku lirih.
Dengan penuh tekad aku beranikan diri mengajak Dini jalan, jujur aku baru pertama ini ngajak cewek jalan. Semoga aku gak ditolak sama dia.
“tapi..” ucap Dini terpotong yang membuatku langsung lemas.
Kata tapi biasanya diikuti dengan alasan yang menyatakan tidak bisa, tidak mau atau tidak ingin. Aku yang sudah pesimis ibarat prajurit yang sudah kalah sebelum berperang, belum di dor udah mati duluan.. sedih.. sedih..
“tapi.. nanti jemputnya di tempat Monic ya..” sambungnya yang membuatku langsung semangat lagi.
“berarti kamu mau..?” tanyaku memastikan.
“iya..” jawabnya tersenyum yang membuatku melompat girang.
“hihihi..” Dini yang tertawa manis sekali saat melihat tingkahku yang kegirangan.
“maaf Din.. aku terlalu senang..” ucapku malu karena tidak bisa menyembunyikan rasa senangku.
“iya gak papa.. nanti jemput aku jam 7 ya..” ucap Dini tersenyum padaku.
“siap Tuan Putri..” ucapku sambil melakukan hormat padanya kemudian pergi meninggalkan Dini.
Saat sudah berjalan beberapa langkah, aku kemudian berbalik dan berjalan menghampiri Dini lagi. Dini yang masih berdiri terlihat bingung saat melihatku balik lagi.
“kenapa Rik..?” tanya Dini heran saat aku sudah di dekatnya.
“aku gak tau rumahnya Monic, Din..” ucapku malu sambil nyengir.
“hihihi… kamu lucu.. udah nanti aku kirim alamatnya..” balas Dini yang tertawa geli.
“iya.. hehehe..” jawabku yang kemudian pergi meninggalkannya.
Aku kemudian langsung pulang dan memanfaatkan waktu untuk beristirahat sebentar.
Setelah membantu Om Heri menata sayuran, aku kemudian bergegas mandi dan berdandan yang rapi.
“tumben Rik.. mau kemana udah rapi..?” tanya Tante Septi sambil menggendong anaknya.
“malam mingguan sama temen Tan..” jawabku tersenyum bangga.
“oh.. temen cowok apa cewek..?” ucap Tante Septi yang seketika itu langsung membuatku mengkerut.
“udah rapi gini masak pergi sama cowok sih Tan..!!” ucapku yang agak kesal.
“oh.. berarti temen cewek..” balasnya santai sambil tersenyum mengejek yang membuatku arghhh…
“udahlah Tan.. aku pergi dulu..” pamitku dengan sedikit kesal.
“hati – hati Rik.. bawa anak orang jangan terlalu malam..” ucap Tante Septi mengingatkan.
“iya.. “ jawabku sambil berlalu.
Aku kemudian memacu motorku menuju alamat yang diberikan oleh Dini sesaat sebelum aku berangkat.
Beberapa menit kemudian aku sudah sampai di pintu gerbang sebuah perumahan elit yang dijaga oleh satpam.
“selamat malam mas.. mau kemana..?” tanya seorang satpam yang mencegatku.
“saya mau ke alamat ini pak..” ucapku sambil menunjukkan alamat dari HP ku.
“boleh lihat kartu identitasnya mas..” ucap satpam tersebut.
“ini pak..” ucapku menyerahkan KTP yang kuambil dari dompetku.
“silahkan jalan mas..” ucap satpam tersebut menyuruhku masuk.
“KTP nya pak..?” tanyaku heran karena melihat KTP ku yang masih dipegang satpam tersebut.
“ini ditinggal dulu mas.. nanti kalau mau keluar baru diambil lagi..” ucap satpam menjelaskan.
“baik pak..” balasku yang kemudian menjalankan motorku.
Setelah mencari – cari nomor rumah yang dituju, akhirnya aku sampai di depan rumah yang besar dan tergolong mewah.
Saat aku memberhentikan motor terlihat Dini dan Monic yang sedang duduk di teras rumah. Mereka yang melihatku datang langsung berjalan menghampiriku.
Aku terpana melihat penampilan Dini yang memakai kaos dengan dilapisi cardigan lengan panjang dan dibawahnya memakai celana jeans. Walaupun penampilannya yang terkesan santai, bagiku malah membuatnya terlihat sangat cantik. Dan disampingnya ada Monic yang memakai baju rumahan, meskipun baju santai tapi dia juga terlihat cantik. Jujur aku masih grogi bertemu dengan Monic setelah kejadian tadi siang di sekolah.
“halo..” sapaku spontan pada mereka.
Aku yang sudah terlanjur menyapa merasa agak dongkol dengan sapaanku sendiri. Sapaan macam apa itu “halo..”. Gak ada keren – kerennya blas..
“hai..” balas Dini dengan tersenyum.
“kita pergi dulu ya Mon..” pamit Dini pada Monic.
“iya.. hati – hati ya..” balas Monic tersenyum, tapi dari sorot matanya terlihat menyimpan sesuatu.
Setelah Dini naik memboncengku, aku kemudian pamit juga pada Monic yang terlihat sedih walaupun tetap tersenyum, dan hanya dibalas anggukan olehnya.
Setelah mengambil KTP ku di pos satpam, aku kemudian melajukan motorku dengan kecepatan sedang.
“kita mau kemana Rik..?” tanya Dini diperjalanan.
“ke pasar malam mau gak..?” balasku pada Dini.
Selain lokasinya yang tidak terlalu jauh, juga lebih irit. Hehehe…
“mau.. aku belum pernah kesana..” ucapnya yang terlihat senang.
Aku kemudian mengarahkan motorku menuju pasar malam. Oh iya, bagaimana aku bisa tau kalau sedang ada pasar malam? Karena setiap hari aku melewati tempat tersebut saat menuju dan balik dari pasar, walau pas aku lewatnya masih pagi. Hehehe..
Setelah sampai dan memarkirkan motor, aku kemudian mengajak Dini jalan – jalan. Ramainya pengunjung membuatku spontan menggandeng tangannya. Dini terlihat tidak keberatan karena dia juga membalas genggaman tanganku.
Aku dan Dini melewati malam ini dengan gembira. Dini yang sangat senang sekali terlihat seperti anak kecil. Dia yang banyak bertanya, “ini apa?.. itu apa?.. mau ini.. mau itu.. kesana yuk.. cobain yuk..” seperti melihat sesuatu yang baru baginya. Hampir semua permainan kami coba, dan aku yang mengikutinya senang – senang saja karena melihatnya begitu bahagia.
Sampai akhirnya Dini merasa capek dan mengajakku untuk beristirahat. Kami duduk di kursi beton yang berada di pinggir lapangan sambil menikmati minuman yang kami beli. Aku memandang wajahnya yang terlihat sangat senang walau terlihat sudah capek.
“Rik.. kok gitu amat lihatnya..” ucap Dini membuyarkanku yang sedang memandang wajahnya.
“eh.. maaf Din..” balasku yang merasa malu padanya.
“kamu cantik banget soalnya..” ucapku lirih.
“makasih..” balasnya yang terlihat mukanya memerah.
“makasih yah.. ini pertama kalinya buatku..” ucap Dini kemudian.
“maksudnya..?” balasku yang belum paham.
“ini pertama kalinya aku ke pasar malam..” ucap Dini malu – malu.
“hah..?” balasku yang kaget mendengar ucapan Dini.
“ihh.. Riki.. jangan diledekin..” ucap Dini merajuk.
“hehehe… enggak Din.. aku cuma heran aja..” balasku tertawa.
“masak sih? Seumur – umur?” tanyaku penasaran.
“iya..” balas Dini yang terlihat sedih.
“maaf Din.. maaf..” ucapku merasa tidak enak pada Dini.
“aku dari kecil jarang pergi. Kalau pun pergi juga selalu di antar. Pergi sama teman – teman pun gak pernah ke tempat seperti ini. Aku sekarang bisa pergi juga karena aku bilang mau nginap tempat Monic..” ucap Dini menjelaskan.
Aku yang mendengar cerita Dini merasa iba. Dini yang terlihat ceria ternyata menyimpan kesedihan yang dirasakannya. Kehidupan yang serba ada ternyata tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Aku bersyukur walau dengan keterbatasan, aku masih bisa merasakan kebahagiaan bersama keluarga.
“mungkin karena orang tuamu sangat sayang padamu..” ucapku pada Dini.
“sayang bukan berarti apa – apa dilarang. Ini gak boleh itu gak boleh.. apa semua..” balas Dini terpotong.
“sshhh…” ucapku menenangkan sambil memeluknya.
Dini menangis sesenggukan dipelukanku setelah meluapkan apa yang dirasakannya.
“makasih ya Rik.. kamu sudah membuatku bahagia malam ini..” ucap Dini setelah melepas pelukanku.
“apa pun akan kulakukan untuk membahagiakanmu..” balasku tersenyum.
“makasih..” ucap Dini tersenyum yang kemudian mencium pipiku.
“yuk pulang.. udah malam..” ajakku berdiri sambil mengulurkan tangan ke Dini.
“iya..” balasnya menyambut uluran tanganku.
Kemudian kami berjalan bergandengan menuju parkiran motor. Setelah menyalakan motor, Dini langsung naik membonceng dan memelukku dengan erat. Berbeda dengan saat berangkat tadi yang duduknya seperti menjaga jarak, kali ini terasa tidak ada jarak sampai dadanya yang empuk terasa menempel di punggungku.
Aku kemudian menjalankan motorku dengan kecepatan sedang sambil menikmati nyamannya pelukan ini. Saat sampai gerbang masuk perumahan Monic, terlihat satpam yang berjaga tapi tidak memberhentikanku, mungkin karena tadi sudah ketemu jadi langsung masuk aja tanpa berhenti.
Sesampainya di depan rumah Monic, terlihat sepi dan lampu yang sudah di padamkan. Mungkin karena penghuninya sudah pada tidur jadi terlihat sepi. Dini yang turun kemudian berdiri disampingku.
“makasih Rik.. aku sangat bahagia malam ini..” ucap Dini tersenyum.
“iya Din.. makasih udah mau nemenin aku jalan – jalan..” balasku tersenyum.
Aku dan Dini sama – sama terdiam sambil melihat satu sama lain. Entah siapa yang memulai tiba – tiba kami sudah berciuman. Cukup lama kami saling membalas ciuman hingga Dini melepaskannya.
“ini ciuman pertamaku..” ucapnya yang kemudian berbalik menuju rumah Monic.
Aku yang melihat Dini pergi masih terbengong di atas motorku. Saat Dini sudah di depan pintu rumah dan hendak membuka kunci, gorden di jendela sebelah samping bergerak seperti baru saja ada orang dari situ. Apakah Monic yang baru saja menintip? Apa Monic juga melihat yang baru saja aku dan Dini lakukan?
Aku kemudian bergegas untuk pulang setelah Dini masuk ke dalam rumah. Aku masih belum percaya dengan apa yang aku alami, karena dalam sehari ini aku mendapat 2 ciuman dari orang yang berbeda. Monic dan Dini.
Bersambung