Part #6 : Aseng Junior Merasakan Kesempitan Masuk Di Lubangnya

“Ngapain sih, bang?” ia terkikik geli merasakan pekerjaanku di balik selimut itu. Bibirku mematuk-matuk naik ke pahanya dan sekarang ada di depan vagina indahnya. Disibaknya sedikit selimut untuk melihatku di selangkangannya.

“Alo apa kabar yang di dalam sana?… Aku mau nitip anakku di sini ya? Boleh, kan?” kataku berbicara pada vaginanya. Salah ya? Harusnya Aseng junior yang ngobrol dengan miss Vaginawati Aida ini.

“Hi-hihihi…Akh!” Aida yang tadinya terkikik geli sontak mendesah kala lidahku menyapu panjang sampai kena kumis Hitler itu. Rasanya enak kali. Seger-seger kecut! Refleks dilebarkannya kedua kakinya hingga vaginanya merekah terbuka. Langsung terasa kelembaban itu dan aromanya melenakan sekali. Aromanya berbeda dengan milik istriku, lebih segar dan ada sedikit aroma bunga. Mungkin produk sabun pembersih miss-V yang digunakannya.

Lidahku langsung bermain-main bak ketemu teman lama yang bersua kembali. Kucucup-cucup isi liang kawin Aida hingga punggungnya melengkung menahankan rasa nikmat yang melanda tubuhnya dan dadanya membusung. Perempuan ini mendesah-desah seksi sesekali tubuhnya bergetar, dadanya juga ikut bergetar. Kujangkaukan tanganku meraup kedua gunung itu. “Ahmm…” desahnya bertambah. Nyaman sekali empuk daging payudara Aida. Kuremas-remas kenyal massa dada itu dengan gemas sambil terus mulut dan lidahku bermain di kemaluannya.

Itilnya kemudian menjadi titik fokusku. Lidahku berulang-ulang menyentil daging kecil yang hanya kulihat dari foto sebelumnya. Gelinjang liar kaki Aida menggapai-gapai lebar dan kini sudah nemplok di bahuku hingga ia dengan mudah menjejalkan kemaluannya yang gatal terus digaruk mulutku. Tanganku bekerja ambideks meremas dan memilin payudaranya. Gelinjang gelinya terkadang membuat tubuhnya menjengat tinggi pertanda ia mendapat orgasmenya. Tapi aku terus mencucup isi kemaluan itu mengeluarkan semua cairan yang terkandung di dalamnya.

“Bha-ang… Bhaang Asheengg… Enaak kali, bhaang… Pintar kali abhaang…” saat usai mengejang orgasme kembali, memujiku. Tak kira-kira ia bersuara. Tapi kalo dah keenakan mana perduli lagi apapun. “Gak pernah akhu kek gih-ni… bhaang…” desahnya menjengit berkali-kali kala kedutan kenikmatan itu bak setrum listrik susulan.

“Paok (bodoh) kali si Agus tuh ya? Bikin kau keenakan pun tak pande…” bisikku lirih sembari memanjat naik. Sekalian kulepaskan celana yang masih menutupi tubuh bawahku sekaligus sempak. Si Aseng junior sudah megap kesempitan di dalam kandangnya.

“Abang pun paok juga…” jawabnya. Eh marah pulak dia kuejek lakiknya. “Kenapa gak dari kemaren-kemaren kemarinya… Kan aku bisa kek gini dari kemaren juga…” lanjutnya. Eh bukan marah karena lakiknya kuejek rupanya. Mantap lah.

“Iya-ya… Paok kali abang…” kataku tetap berbisik dan memposisikan Aseng junior di posisinya. Ibarat bola, Aseng junior adalah striker-ku. Siap menusuk jantung pertahanan lawan. Tapi…

“Aida… Ada syarat yang mau abang ajukan ke Aida… Kita lanjut kalok Aida setuju syarat ini…” kataku berhenti dengan manuver Aseng junior. Aku sudah memikirkan hal ini dan kurasa ini saatnya.

“Ah abang… Pakek syarat-syaratan… Apa si bang?” Aida tak sabar ingin lanjut. Padahal aku tinggal cuss…

“Pertama… Semua yang kita lakukan ini gak boleh pake perasaan… Abang cuma murni mau nolong Aida aja… Bukan si Agus atau siapapun… Paham?” jelasku akan syarat pertama. Aida mengangguk. “Jadi setelah ini… diluar sana kita tetap seperti biasa aja… Kek tetangga yang baik biasanya…” Ini tentang hubungan.

“Kedua… Ini hanya antara kita berdua aja… Tidak ada orang lain yang boleh tau atas alasan apapun… Mengerti?” lanjutku ke syarat kedua. Ia mengangguk lagi takzim. “Jadi kita tidak akan membicarakan ini ato memberitau orang lain… Siapapun…” Ini mengenai kepercayaan.

“Yang ketiga… Jikalau memang Aida bisa hamil… Jagalah anak ini baik-baik… Ini akan menjadi anak Aida dan Agus… Bisa?” kataku menatap tajam matanya. Ini syarat yang paling penting. Kembali ia mengangguk yakin. “Walau secara biologis mungkin ini anakku tetapi akui ini sebagai anak lakikmu…” Ini mengenai masa depan.

“Ya… udah… Segitu aja… Masok abang ya, Da?” bisikku begitu semua sudah kuungkapkan. Lagi pula kurasakan kepala Aseng junior sudah di kotak pinalti, udah one the one dengan kiper, tinggal melesak masuk aja dan mencetak gol.

Aida hanya perlu mengangguk membolehkan. Kuposisikan tanganku di bawah ketiaknya, ia mengangkat tangannya. Kuciumi ketiak kirinya. Wangi sisa deodoran. Kujilati ketiak mulus tembem itu dengan rakus hingga Aida berjengit geli. Pinggangku sudah bergerak pelan dan Aseng mematut bola mencari posisi tendang yang tepat.

“Uhmm…” desah Aida merasakan benda tumpul panjangku masuk perlahan. Aseng junior sudah berhasil menjebol gawang lawan. Hangat terasa dari selebrasi kemenangan. Eforia kegembiraan tiba-tiba membahana di kupingku kala kurasakan dinding kemaluan Aida mengapit batang Aseng junior yang tenggelam dalam gawang lawan. Kaki Aida mengapit pinggangku, kedua tangannya memeluk leherku dan diciuminya leherku. Pelan-pelan kugerakkan pinggangku dan Aida melenguh pelan. “Besar kali, bang… Penuh tempek-ku, bang…”

“Enak, kan?” tanyaku lirih tetap bergerak pelan.

“Enak, bang…” jawabnya menatapku dalam sekali. Bibirnya membuka memintaku menciumnya. Lupa mungkin dia.

“Maaf, Da… Aku tidak bisa menciummu… Nanti kita bisa perasaan (baper kalau istilah sekarang) karna udah kek gini… Hubungan kek gini gak bisa pake perasaan… Nanti kita berdua bisa rusak… Ini syarat pertama tadi…” kataku tegas. Walaupun aku tega melakukan ini di belakang istriku, aku masih punya prinsip ini untuk hanya mencium istriku.

“Iya-ya, bang…” jawab Aida ingat syarat pertamaku tadi tapi tak kurang memperat kepitan kakinya di pinggangku, memintaku terus menggenjotnya. Pinggangku lentur memompanya naik turun. Liang kawin Aida semakin basah dan pergerakan keluar masuk Aseng junior makin lancar. Enak sekali terasa.

“Ini gantinya… Kalo ini boleh…” kubenamkan mukaku di dada kirinya. Putingnya menjadi awal incaranku. Kusedot-sedot gemas tetek itu. Puas dengan yang kiri pindah ke kanan. Begitu terus. Tubuh kami erat menyatu. Kulit ke kulit. Kulit halus dan mulusnya mulai berkeringat seperti juga aku. Pasti karena selimut ini. Kubuka tutupan selimut dan kami di udara terbuka sekarang. Terasa lebih sejuk sekarang.

Gesekan kulitku ke kulit Aida terasa nyaman sekali. Memeluk wanita lain selain istriku sekarang tak menjadi beban pikiran saat ini. Yang ada rasa nyaman saja karena lembut kulit perempuan ini. Apalagi rasa enak yang dirasakan Aseng junior yang masih keluar masuk dengan teratur di lubang kawin di selangkangannya. Aida mendesah-desah keenakan.

“Enak, bhang… Lebih cepat, bhaang…” desahnya tak sabar.

Aku tak bisa lama-lama bercinta. Dimulai dari penetrasi sampai ngecrot paling 15-20 menit saja. Gak muluk-muluk sih. Tapi itu sudah memuaskanku dan istriku. Tapi Aida menyatakan kalau ini sudah cukup lama. Agus pasti peltu nih. Masuk-goyang-goyang-crot. Aida sudah orgasme lagi tadi.

Kuperbaiki posisiku. Kedua tangan menahan tubuh, lutut menahan bagian bawah dan mulai kugerakkan pinggangku lebih cepat dan bertenaga. Batang Aseng junior juga kugesek-gesekkan ke bagian klitoris Aida untuk rangsangan tambahan. Perempuan itu mendesah-desah lagi. Semakin cepat dan cepat. Aseng junior udah gak kuat menahan diri.

“Daa… Daa… Keluar aku Daa!! Bunting kau, Aida! Bunting! Hamil!” erangku tertahan. Crot-crot-crot! Enak kali, boy! Kalau memang Aida bisa hamil, aku mengharapkan benihku ini dapat membuahi indung telur Aida dan membuatnya menjadi hamil beneran.

“Akkhh…” Aida memelukku erat sekali yang ternyata ia pun mencapai puncak kenikmatannya alias orgasme menerima semburan ejakulasiku. Tanpa dapat dielakkan ia menciumi pipiku. Kuyakin itu tak sengaja. Kubiarkan saja karena aku masih menikmati desir-desir nikmat ngecrotku barusan. Enak seperti biasanya. Lama aku dan istriku berdiskusi harus pakai kontrasepsi apa. Istriku lebih pro aku memakai kondom dan tak mau suntik KB juga spiral. Aku berdalih kalau pakai kondom gak enak dan lebih menganjurkannya pakai spriral. Akhirnya ia mengalah dan memilih spiral.

Tubuhku lunglai di atas tubuh Aida. Begitupun juga Aida lemas tak berdaya. Aseng junior yang sudah membongkar muatannya di dalam kemaluan Aida masih kejet-kejet keenakan. Masih ada enak susulan yang dirasakannya kala ia memeras sisa-sisa spermaku yang kukedutkan. Kucabut pelan-pelan Aseng junior dari sarang barunya. Sejumlah besar sperma mulai meleleh keluar. Kuambil sebuah bantal dan kuselipkan di bawah bokong Aida hingga posisi perutnya lebih tinggi dari dadanya. Ia paham dan membiarkanku. Kakinya masih membentang lebar dengan lemas. Sperma itu bertahan di dalam sana. Nafasnya masih ngos-ngosan dan matanya nanar menatapku kemana kubergerak.

Aku memeluknya dari samping ketiak kanannya. Kuciumi sisi tepi teteknya yang montok indah. Kuremas-remas juga. Lalu tanganku membelai-belai perutnya. “Semoga jadi ya, Aida… Jadi anak yang Aida pengenin…” bisikku di ketiaknya. Aida mengatur nafasnya dan meraba kemaluannya. Dirasakannya basah lengket spermaku yang menggenangi liang kemaluannya. Dilihat sebentar.

“Semoga aja, bang… Makasih ya, bang… Abang udah mau ngabulin keinginan awak ini… Abang gak nyesal, kan?…. Karena awak gak nyesal sedikitpun, bang…” bisik Aida. Kami bertatapan di posisi ini.

“Kenapa Aida yakin kalau abang bisa memberi anak ke Aida…” tanyaku. Aku belum pernah menanyakan ini sebelumnya dan sekarang baru kepikiran.

“Awak gak boong nih ya, bang… Awak sering kali mimpi kek gini sama abang Aseng… Trus ada anak awak yang mirip kali kek Salwa… Bukan cuma sekali dua kali mimpinya, bang… Berulang-ulang sampe awak jadi kepikiran terus…” jelasnya. Mimpi? “Sangking kepikirannya, awak jadi sering nyegat abang yang lagi gendong Salwa… Awak gendong Salwa dah kayak ngegendong anak awak sendiri rasanya…”

“Ya udah… Kalau Aida memang bisa hamil… hamil-lah Aida nih…” kataku mengelus-elus perutnya di bawah pusar.

“Emang bisa langsung jadi, bang?” tanyanya malah gak yakin.

“Kan Aida yang percaya kalau bisa langsung hamil… Kalau dikasih Tuhan… jadi ya jadi…” kataku mengelus kumis Hitler.

“Tapi kan abang berulang-ulang juga sama kakak, kan? Kalok gitu… Lagi-lah bang…” kata Aida menyadari karena lututnya menyenggol Aseng junior yang bangkit lagi. Ini karena aku mengelus-elus gundukan tembem itu.

Aku yang juga baru nyadar kalau si Aseng junior bangun lagi, bangkit dan memposisikan tubuhku di depan tubuhnya. “Tunggu, bang… Gini aja kalo gak bisa ciuman…” kata Aida membalik tubuhnya dan memposisikan dirinya menjadi menungging.

“O-mak… Mantap kali nih, Da…” mataku terbelalak melihat bokong Aida yang menjulang menghadap ke arahku. Pantatnya yang montok, putih dan padat itu berkilat karena keringat pergumulan kami sebelumnya. Kuremas kedua buah pantat itu dengan gemas sampai lubang kawin dan lubang pantatnya ikut terbuka menutup.

“Mantap, bang? Cepatlah…” katanya tak sabar. Digoyang-goyangkannya pantatnya sedikit. Aseng junior tambah menegang keras melihat pemandangan ini. Seksi kali kuliat pose Aida kali ini. Lubang kawin Aida yang masih berlumuran spermaku tadi berkilat-kilat terkena cahaya lampu. Kudekatkan kepala Aseng junior dengan arahan tangan kanan dan langsung terbenam kepalanya. Hangat kali.

“Aahh…” keluh Aida sampai kepalanya terangkat dari sebelumnya bersandar di kasur kala menunggu proses masuk. Aseng junior meluncur masuk dengan lancar. Sejumlah cairan kental didalam liang meluber keluar, tetapi pasti banyak yang terdorong masuk ke rahimnya. Kupegangi kedua pinggul Aida untuk penopang tubuhku dan kumulai genjotan. Enak kali, boy! Kepitan liangnya menjepit erat Aseng junior. Aida gelisah menerima gerakan awalku. Dan pompaanku mulai teratur keluar masuk.

“Bhaang… Ehnaak khaali, bhaanng…” erangnya gelisah. Kepalanya mendongak-menunduk bergantian merasakan lesakan teratur genjotanku. Di pangkal batang Aseng junior mulai berbuih putih sisa spermaku. Lubang pantatnya berkedut-kedut lucu menerima gempuran keluar-masukku.

“Aah… ahh.. ahh…” gemetaran tubuhnya tak kuasa menahan kenikmatan gelombang orgasme dan tubuhnya ambruk tak lagi dalam posisi merangkak. Ia sekarang tengkurap di atas ranjang. Aseng junior membal karena terlepas dari sangkarnya. Bahunya naik-turun dengan nafas memburu. Mulutnya membuka lebar mencari udara sebanyak-banyaknya. Kulebarkan kakinya, kutaruh bantal di perutnya dan kuposisikan Aseng junior untuk masuk kembali dari belahan pantatnya. Bisa masuk dan terasa sangat menjepit sekali. Kutekan perlahan dan Aseng junior tenggelam kembali begitu Aida mulai pulih dari orgasmenya barusan.

Terus kugenjot Aida di posisi ini sampai aku ngecrot lagi. Istirahat sebentar dan mulai lagi dengan posisi aku berdiri di lantai dan Aida berbaring di tepi ranjang dengan ganjalan bantal kembali di bawah pantatnya. Ia sangat senang mencoba posisi-posisi ini karena katanya dengan Agus ia tak pernah sempat ekplorasi berbagai macam gaya karena sudah keburu loyo dan capek. Terakhir kalinya aku ngecrot di posisi Aida berbaring miring. Lututku ngilu sekali merasakan nikmatnya ngecrot di posisi ini. Terasa sekali kenikmatan itu meluncur bebas di urat syaraf.

Kupeluk tubuhnya erat-erat dari belakang sambil nafas ngos-ngosan. Aseng junior terkulai lemas dengan puas karena sudah 4 kali ngecrot dengan bebasnya di liang kawin Aida. Malam ini puas sekali pokoknya. Tanganku lemah memerah tetek Aida dan Aida membelai-belai Aseng junior. Mungkin berharap masih bisa bangun. Kupepet tubuhnya hingga ia tidak bisa berbuat lebih pada Aseng junior. Aku hanya bisa menciumi harum rambutnya yang bercampur dengan keringat.

“Udah banyak kali masuk bibit anakku… Mudah-mudahan ada yang jadi ya, Aida?” bisikku masih mempermainkan pentil susunya perlahan. Aku tidak menjelaskan padanya tentang pertarunganku dengan dukun kimak yang sudah mengguna-gunainya dan Agus. Kalau mereka sesungguhnya sudah sembuh kalau guna-guna itu dianggap sebagai penyebab mereka tak kunjung dikaruniai anak.

“Mudah-mudahan ya, bang… Ini seharusnya masa suburku… Mudah-mudahan jadi anak… Anak dari bang Aseng… yang mirip Salwa…” lirih ia berkata.

Bersambung

Foto Telanjang Siswi SMP Berseragam
skandal murid dan guru
Cerita sex merenggut keperawanan murid ku sendiri
Bercinta Dengan Tante Rena
Mama sexy
Tiap Memandang Mama Aku Menjadi Sangat Bergairah
Foto Tante Memek Tembem Ngangkang Jembut Tipis
smp bispak
Menikmati pepek endar cewek cantik teman sekelas
Cerita Panas Menjadi Pemuas Nafsu Tante Girang
Cerita mesum dengan Hana gadis imut yang jago jilat
wanita misterius
Cerita sex pertemuanku dengan wanita misterius
masturbasi
Cerita sex menikmati puncak gairah di warnet
Awalnya penasaran akhirnya keterusan
sekertaris cantik sange
Sex Appeal Yang Menggoda Dari Boss Ku
bawahan sexy
Cerita cinta satu malam dengan bawahan di kantor
tante hot
Ngentot Tante Ku Sendiri Yang Sedang Asyik Masak Di Dapur
pengantin baru ngentot
Ga sengaja melihat tetangga sebelah rumah sedang main di kamar
rekan kerja
Menikmati Lubang Surga Rekan Kerja Ku