Part #56 : Petualangan Sexs Liar Ku

Randy dan Justin tengah beristirahat di bench pemain selagi pemain yang lain melakukan latih tanding.

“Gimana semalem enak gak istri orang?” sindir Justin dengan menarik sebelah bibirnya.

Randy menggelengkan kepala.

“Gagal Tin, dia gak mau kalo gak pake pengaman,” jawab Randy tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya.

“Emang dia siapa? Istrinya pejabat? Tante girang? Lu jadi gigolo ya?”

Dituduh begitu akhirnya Randy memutar kepalanya ke arah Justin.

“Sembarang kalo ngomong. Dia mantan gue tapi udah nikah sama orang lain,” balas Randy sedikit berbohong.

“Oh gitu. Kenapa gak minta ke gue aja, gue ada noh stok kondom di rumah.”

“Oh, iya bener juga, kalo gitu gue minta dong. Gue gak kepikiran kemarin. Mendadak soalnya.”

Justin merangkul bahu Randy seraya menepuk-nepuk pelan.

“Tenang aja asal lu gak lupa sama janji lu.”

Pandangan mereka saling bertemu. Justin menaik-turunkan alisnya memberikan kode khusus.

“Hahaha…sante aja kalo itu sih. Emang lu gak keberatan kalo main sama nenek-nenek? Gadis masih banyak kali yang ngantri juga. Lu kan banyak fansnya, masa gak ada satu pun yang nyantol sih.”

Justin mendesah sambil mengibas-ngibaskan telapak tangannya.

“Fans gue rata-rata bocil semua. Ada yang masih SMA ada yang baru lulus. Justru sama emak-emak nih gue belum pernah sama sekali. Gue excited banget waktu lu nawarin itu. Gimana ya rasanya memek yang udah berumur, pasti udah agak longgar tapi pake kontol gue yang jumbo pasti tetep ketat.”

Justin memandang lurus ke depan sambil senyum-senyum dan mengangguk-angguk.

Plakkk…!!!

“Aduhhh…!!!” pekik mereka berdua secara bersamaan.

Ada tangan jahil yang memukul kepala mereka berdua. Randy dan Justin sontak menoleh ke belakang.

Seorang gadis melompat melewati bangku yang mereka duduki lalu duduk di antara mereka berdua.

“Hayooo…pada ngomongin apa ya? Dasar otak cabul lu berdua.”

Itu adalah suara Prilly.

Baik Randy maupun Justin sama-sama mencebik lalu membuang muka satu sama lain.

“Ya elah pengganggu datang,” celetuk Justin.

Prilly pun membulatkan matanya lebar menatap Justin. Dia mencubit pinggang pria itu kemudian mencekik lehernya dan mengguncang-guncangkan ke sana kemari.

“Anjirrr…!!! Lu mau bunuh gue ya Pril!”

“Bodo amat! Awas gue bilangin bokap gue lu biar diturunin dari squad!”

Prilly lantas melepaskan cekikannya sembari menunjukkan ekspresi kesal yang dibuat-buat.

“Dasar cewek gak ada lembut-lembutnya. Pantesan gak ada yang mau sama lu!” ejek Justin sambil mengusap-usap lehernya yang sakit.

“Enak aja gak ada yang mau! Yang mau sama gue banyak tau, cuma belum ada yang pas aja di hati.”

Justin tidak membalas hanya memajukan bibir bawahnya. Tatapan Prilly berpindah ke arah Randy.

“Ssstttt…Ran! Jangan mau bergaul sama si otak mesum ini, entar lu jadi ketularan.”

Prilly berbisik di telinga Randy namun masih bisa didengar oleh Justin. Tujuannya hanya untuk menyindir pria itu.

“Udah ini urusan laki-laki. Lu diem aja!”

Justin dan Prilly saling bertukar pandangan tajam. Randy hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Dia tahu kalau mereka tidak saling membenci, hanya sebagai tanda keakraban.

Tak berselang lama Randy dipanggil oleh coach Roy.

“Ran! Masuk!”

“Siap coach!” jawab Randy lantang.

Randy berdiri dan masuk menggantikan pemain small forward yang lain.

•••​

Dua jam berselang, Randy tengah mengganti bajunya dengan yang baru setelah mandi di kamar mandi apartemen.

Dia lihat Icha tengah berkutat meracik bumbu masak di dapur sambil mendendangkan sebuah lagu cinta. Suaranya merdu juga. Baru pertama kali Randy mendengarkan Icha bernyanyi.

Tanpa permisi Randy langsung memeluk Icha dari belakang. Hal itu membuat ibu dari anaknya terkejut.

“Randy! Ngagetin aja!” protes Icha sesaat sebelum kembali melanjutkan masaknya.

“Hehehe…tumben nyanyi Cha. Suara mu bagus juga, kenapa gak jadi penyanyi aja?”

Icha hanya melirik ke belakang lewat bahunya sembari menghembuskan nafas dalam tanpa merespon kata-katanya. Tampaknya ada sesuatu yang salah dengan menyanyi atau jadi seorang penyanyi.

Randy masih memeluk Icha dari belakang tanpa ada tanda-tanda penolakan. Dia pun berpikir untuk mengganti topik pembicaraan.

“Ehh…Cha, lagi masak apa? Keliatannya enak.”

“Masak semur ayam,” jawabnya tanpa menoleh sedikitpun.

“Hmmm…”

Hanya gumaman yang keluar dari mulut Randy. Dia lantas mencium bahu Icha yang terekspose karena saat itu dia sedang mengenakan daster.

“Jangan gangguin dulu, ihh…Ran! Lagi masak ini!”

Icha sedikit mendorong perut Randy ke belakang agar menjauh, tapi itu semua sia-sia karena Randy justru semakin menguatkan pelukannya. Akhirnya Icha hanya pasrah saja.

Dia malah memiringkan kepalanya untuk memberi akses lebih leluasa pada Randy. Icha hanya bisa menggigit bibir bawahnya untuk menahan desahan yang akan keluar.

“Rhannn…” panggil Icha.

Sejenak Randy menghentikan aksinya.

“Apa?”

Randy mengganti ciuman itu dengan dagunya yang ia letakkan di atas bahu Icha.

“Emm…kepikiran gak buat beli box bayi buat Aira?”

Icha mengatakan itu dengan hati-hati. Sebenarnya dia tidak ingin merepotkan Randy lebih banyak lagi tapi Aira memang membutuhkannya.

“Buat apa? Kan lebih enak kalo dia tidur seranjang sama kita. Aku bisa meluk dia sepuasnya.”

Perempuan itu tidak langsung menjawab. Entah kenapa dadanya bergetar saat Randy mengatakan kata ‘seranjang’. Ya, memang selama ini mereka tidur seranjang tapi ada konotasi tertentu yang menimbulkan arti yang berbeda dari sekedar tidur bersama.

“Sekarang kan Aira udah bisa merangkak. Aku takut kalo dia jatuh kaya waktu itu. Apalagi biasanya Aira gak nangis kalo bangun. Emm…kemarin aja aku gak tau kalo Aira udah bangun dan main sama kamu.” ucap Icha merujuk pada kejadian panas semalam.

“Iya lah kamu gak tau. Kan lagi asik ngemut es krim.”

Mata Icha langsung mendelik menatap Randy. Wajahnya berubah menjadi merah padam. Pria itu hanya terkekeh melihat ekspresi Icha yang malu-malu.

Sedang asik menggoda istri tidak sahnya tiba-tiba ponsel Randy bergetar tanda ada pesan masuk.

Itu adalah pesan dari Annisa. Randy kemudian menepi untuk membaca pesan itu. Meskipun itu hanya chat tapi ada perasaan was-was seperti takut ketahuan oleh Icha padahal wanita itu sudah tahu semuanya. Randy memutuskan untuk menelpon saja karena malas untuk menunggu balasan pesan.

“Assalamualaikum, lagi dimana Ran?”

“Waalaikumusalam, ini di apartemen habis mandi.”

“Oh iya ada waktu gak hari ini?”

Tiba-tiba Randy teringat janjinya untuk membelikan mangga muda untuk Annisa.

“Iya ada kok, kamu masih di kampus? Aku jemput ya.”

“Boleh deh. Aku tunggu ya.”

Setelah mengucapkan salam Randy menutup telepon itu. Saat kepalanya naik dia terkejut karena Icha sudah berada di depan wajahnya. Tatapannya datar tapi seolah menyiratkan makna yang dalam. Randy seperti seorang suami yang ketahuan selingkuh pada saat itu.

“Makan dulu Ran! Nanti baru pergi jemput calon istri mu yang lagi hamil itu. Jangan lupa beliin mangga muda pesenannya.”

Kata-kata itu sangat menohok di hati Randy. Sindiran itu benar-benar menusuk telak di dadanya.

Tanpa Randy tahu betapa hancurnya hati Icha saat itu. Icha hanya bisa menyembunyikan perasaannya. Dia lagi-lagi ditampar oleh sebuah kenyataan bahwa pria yang ada di hadapannya itu adalah calon suami adik iparnya.

Setelah beberapa menit Icha memasak akhirnya selesai juga. Randy pun memakan masakan yang dibuat oleh wanita itu. Rasanya enak tapi menjadi hambar ketika menyentuh lidah Randy karena suasana yang tiba-tiba tidak kondusif. Icha mendadak jadi diam dan hanya tangannya saja yang bekerja melayani Randy.

Randy tidak tahu harus bersikap seperti apa untuk mengatasi masalah ini. Dia berada di persimpangan jalan yang sangat sulit untuk dipilih. Dia sadar kalau situasi itu adalah buah dari kelakuannya selama ini.

Selesai makan Randy kemudian pergi untuk menjemput Annisa. Tidak ada ucapan pamit dari mereka berdua. Icha lebih memilih untuk mencuci piring bekas makanan mereka.

•••​

“Annisa! Lagi ngapain di sini sendirian?” tanya Arif yang muncul dari belakang punggung Annisa.

“Emm…lagi nunggu seseorang,” jawab Annisa.

“Pasti pacar mu itu ya?”

Annisa hanya menoleh sesaat ke arah Arif tanpa menjawab sepatah katapun karena beberapa detik kemudian yang ditunggu-tunggu pun datang juga. Pria itu pun melepas helmnya seraya tersenyum dan melambaikan tangan.

“Oh ya Rif, aku pergi dulu ya, assalamualaikum.”

Wanita itu bergegas menghampiri kekasihnya yang berjarak beberapa puluh meter dari dia berdiri. Arif hanya bisa meremas kantong kresek yang ada ditangannya.

Awalnya dia ingin memberikan batagor itu kepada Annisa karena dia tampak menyukai makanan itu. Tapi lagi dan lagi dia kalah dari pria itu. Arif menghela nafas panjang lalu berbalik pergi.

“Udah lama nunggu Nis? Kamu tadi sama lagi sama temen mu yang dulu ya, siapa namanya?”

Randy berusaha mengingat-ingat.

“Arif. Iya tadi gak sengaja ketemu. Emm…kamu bawa apa itu?”

Annisa menunjuk ke arah kantong plastik yang dibawa Randy. Meskipun dia sudah tahu apa isinya, dia hanya ingin memastikan.

“Mangga muda. Katanya kamu lagi ngidam pengin mangga muda.”

Annisa tersenyum seraya mengangguk. Dia senang karena Randy tidak melupakan janjinya untuk membelikan buah itu.

“Makasih Ran. Mau makan dimana ya? Kalo di rumah ku gak bisa, ada bunda,” celetuk Annisa yang secara tidak langsung menunjuk ke apartemen Randy.

Randy tidak langsung menjawab. Dia berpikir dengan cepat untuk mengarahkan ke tempat yang lain.

“Ahh, gimana kalo di rumah kakak mu.”

“Kak Sari maksudnya?”

“Iya, sekalian jengukin om Pram yang kecelakaan kemarin.”

“Apa? Kecelakaan? Kamu kata siapa, kok aku gak tau?”

Ya ampun, Randy keceplosan. Dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia bingung harus menjawab apa.

“I…iya kemarin waktu aku lagi belajar ngaji sama mbak Sari tiba-tiba ada kabar kalo suaminya kecelakaan,” ujar Randy dengan segala kesepontanitasannya.

Annisa sempat mengernyitkan dahinya, namun tanpa banyak bertanya lagi dia mengangguk setuju.

Randy kemudian memacu motornya ke rumah Sari. Tidak lupa mereka mampir untuk membeli parsel untuk menjenguk Pram.

Setibanya Randy dan Annisa di rumah Sari, mereka lalu mengetuk pintu rumah itu. Tak berselang lama si pemilik rumah pun membukakan pintu.

Ekspresi wajah Sari yang semula tersenyum mendadak berubah jadi terkejut. Ya, awalnya Sari mengira kalau hanya Randy yang datang setelah mendengar suara motor milik pria itu, tapi ternyata dirinya salah. Dia datang bersama adik perempuannya.

“Assalamualaikum,” sapa Randy dan Annisa secara bersamaan.

“Waalaikumusalam. Ehh, Randy, Annisa ayo masuk!” ajak Sari antusias.

Mereka bertiga kemudian masuk ke dalam rumah.

“Ini mbak, Randy sama Annisa bawain oleh-oleh buat om Pram. Gimana keadaannya sekarang?”

Sari menerima parsel itu dari tangan Randy.

“Makasih Ran, Nis. Keadaannya udah membaik tapi belum bisa jalan.”

“Emangnya gimana kak kejadiannya? Kenapa bisa kecelakaan?”

Sari beralih pandang ke Annisa.

“Yah memang lagi dapet cobaan dari yang di atas,” jawab Sari tanpa banyak pusing.

“Nisa mau ke kamar mas Pram dulu. Mau jengukin.”

Annisa pergi ke kamar kakaknya setelah mendapat persetujuan dari Sari.

Randy dan Sari lalu pergi ke dapur bersama-sama. Sari menyiapkan makanan ringan dan minuman, Randy mengambil piring dan pisau untuk mengupas mangga untuk Annisa.

“Annisa yang minta dibeliin mangga muda ya?” tanya Sari.

“Iya mbak. Kenapa?”

“Bagus dong kalo gitu.”

“Bagus kenapa?”

“Itu artinya janin yang dikandung Annisa sehat dan normal.”

Randy mengernyit tidak paham.

“Tau darimana mbak?”

Sari berhenti sejenak. Sebenarnya dia tidak ingin menceritakan pada siapapun bahkan pada suaminya pun tidak. Tapi sepertinya Randy bisa dipercaya.

“Kamu tau Keelan anak mbak? Dulu waktu mbak hamil dia mbak gak pernah ngalamin yang namanya nyidam sama sekali. Mas Pram sampe minta mbak buat nyuruh-nyuruh dia ngelakuin apa aja biar bisa nyenengin anak mbak yang masih di kandungan.”

Randy memicingkan matanya sejenak.

“Tunggu! Apa maksud mbak, Keelan itu gak normal?” terka Randy.

“Bukan gak normal tapi dia jadi anak yang pendiam, kurang aktif gitu beda dari anak-anak yang lain di usianya sekarang.”

Sekarang Randy mengerti, dia memang sedikit heran dengan Keelan yang lebih banyak diam tidak seperti Reihan yang sangat aktif. Meskipun Randy tahu kalau itu hanya mitos belaka.

“Ran, sebaiknya kamu cepat-cepat untuk meyakinkan ibunya Annisa karena ini menyangkut masa depan Annisa. Kemungkinannya cuma dua, kamu diterima dan nikah sama Annisa atau kamu ditolak dan dipaksa pergi dari hidup Annisa,” jelas Sari.

“Ingat Ran! Lawan kamu bukan cuma teh Adibah tapi juga kiai Jamal. Mbak yakin kalau kiai Jamal gak akan melepaskan Annisa begitu aja. Dia udah jatuh cinta sama Annisa sejak Annisa masih SMP,” lanjutnya lagi.

Randy hanya mengangguk paham. Ternyata bukan cuma Adibah yang menjadi penghalang tapi ada satu musuh lagi yang tidak dia perhitungkan. Tapi satu yang Randy ketahui kalau kiai Jamal memiliki sebuah rahasia yang bisa membuatnya masuk penjara.

“Randy, Kakak, Lagi ngapain?” tanya Annisa tiba-tiba membuat lamunan keduanya buyar.

“Ahh, Nisa ngagetin aja. Ini mbak lagi nyiapin cemilan buat kamu sama Randy.”

Randy berbalik sambil membawa sepiring mangga muda yang sudah dia iris-iris kecil. Annisa tersenyum simpul.

“Nih makan. Mau disuapin nggak?” ucap Randy sambil menusuk irisan mangga itu dengan garpu.

Sejenak Annisa melirik Sari yang tertawa kecil sembari berpura-pura tidak melihat.

“Kakak pergi dulu ke kamar ya. Mau ngecek kondisinya mas Pram,” alasan Sari.

Dia hanya ingin memberikan Randy dan Annisa waktu berdua. Setelah Sari benar-benar menghilang dari pandangan, Annisa kemudian memutar kepalanya ke arah Randy. Dia tersenyum lalu memasukkan mangga itu ke dalam mulutnya sendiri.

“Enak?”

Annisa hanya mengangguk sambil mengunyah. Randy dengan telaten terus menyuapi Annisa. Sejenak dia pandangi wajah berseri Annisa. Wanita itu terlihat bahagia di momen seperti ini.

Apakah Randy yakin bisa membahagiakannya? Lalu bagaimana dengan Icha? Aira? Bahkan Ranty? Sungguh itu pilihan yang sulit. Itu buah dari perilakunya sendiri.

Kalau saja dulu dia tidak menghamili Icha, kalau saja dulu dia tidak menjebak Annisa untuk membalaskan dendam kepada Reza, mungkin semua ini tidak akan terjadi.

“Ran! Halo Ran!” panggil Annisa yang membuat lamunan Randy buyar.

“I…iya kenapa? Mangganya kurang?”

Annisa hanya menggelengkan kepala.

“Bukan, tapi kamu kaya banyak pikiran gitu.”

“Enggak kok. Aku cuma mikirin gimana cara buat meyakinkan teh Adibah,” kilah Randy.

Annisa menggenggam tangan Randy kuat. Itu membuat tatapan Randy berpindah ke mata perempuan itu.

“Aku yakin kamu bisa. Aku bakalan bantu doa. Semoga kita bisa bersama ya.”

Annisa langsung menghambur ke pelukan Randy. Pria itu balas memeluk dan mengusap bahu Annisa dengan lembut.

“Nis. Aku boleh cium kamu?” tanya Randy.

“Hmm?”

Annisa sedikit ragu. Dia sudah cukup lama tidak disentuh oleh lelaki. Batinnya menolak karena mereka belum sah menjadi pasangan suami-istri, tapi raganya selalu menuntut untuk mendapatkan belaian dari kekasihnya.

“Cium kening aja,” tutur Randy kemudian.

Annisa mengangguk. Baiklah, ciuman di kening sepertinya tidak terlalu buruk. Itu bisa sedikitnya mengurangi rasa rindu akan sentuhan lembut Randy.

Randy menggeser kursi yang dia duduki mendekati Annisa dan merangkul bahunya. Wanita itu reflek menyandarkan kepalanya di dada bidang Randy.

Dikecupnya kening Annisa dalam waktu yang lama. Desiran yang ada di dalam dada Annisa meningkat dengan cepat. Ini dia rasa yang dia rindukan selama ini. Dia pejamkan mata untuk meresapi setiap kenyamanan yang menjalar di sekujur tubuhnya.

Setelah Randy melepaskan ciumannya, Annisa sontak mendongak menatap wajah Randy. Ada rasa yang hilang saat bibir Randy meninggalkan dahinya. Di lihatnya bibir pria itu yang tipis dan sedikit basah akibat keringat yang ia keluarkan.

“Ran,” gumam Annisa.

Matanya sayu. Dia gigit bibir bawahnya untuk menahan gejolak di dalam dirinya. Annisa benar-benar sangat menginginkannya. Bibir pria itu seperti sedang merayunya untuk mendekat.

Perlahan bibir Annisa menghampiri milik Randy. Lelaki itu diam saja. Dia tidak ingin mengingkari janji tapi kalau Annisa yang menginginkannya, maka dia dengan senang hati akan memberikannya.

Hingga mata Annisa terpejam, tak terasa bibir mereka sudah saling bersentuhan. Ya ini lah rasanya, rasa yang selalu dirindukan Annisa. Jangan lupa kalau bibir Randy adalah candu bagi Annisa.

Saat benda itu menyentuh bibir Annisa, sekujur tubuhnya menghangat. Membuat rasa nyaman yang ditimbulkan benar-benar menjadikannya tenang.

Awalnya hanya saling menempel, namun kemudian Annisa berinisiatif untuk membuka katupan bibirnya dan mendorong keluar lidahnya membelah bibir Randy dan menyapu benda keras dan putih yang berjajar rapi di sana.

Ciuman mereka semakin lama semakin menuntut. Randy akhirnya mempersilahkan benda lunak tak bertulang itu bertamu di rongga mulutnya.

“Cccppp…sssppp…mmhhh…sssppp…”

Suara kecipakan bibir dan lidah mereka saling beradu. Randy menarik tubuh Annisa agar berpindah duduk yang semula di kursi sekarang berada di pangkuan Randy menyamping.

Randy tekan tengkuk Annisa agar ciuman mereka semakin erat. Annisa reflek melingkarkan tangannya di leher Randy.

Air liur mereka sudah saling bercampur di masing-masing rongga mulut mereka. Annisa lebih mendominasi sekarang. Dia eratkan pelukan di leher Randy dan semakin mendorong bibirnya menekan bibir Randy hingga kepala pria itu menengadah ke atas.

Tangan kanan Randy melancarkan aksinya memijat gumpalan gunung kembar di dada Annisa. Kecil namun kenyal dan masih sangat kencang.

Annisa biarkan pasangannya menuntut kenikmatan menurut versinya sendiri. Versi Annisa kini ada di bibir Randy.

Setelah beberapa menit Sari meninggalkan mereka berdua, dia pun kembali karena menganggap waktunya sudah cukup.

Dia berjalan tanpa menimbulkan suara. Namun alangkah kagetnya Sari saat manik matanya menangkap adegan yang sangat di luar dugaan. Sari berhenti dengan mulut yang ia biarkan terbuka. Nafasnya tertahan di dada.

Dia melihat Randy dan Annisa saling berpagutan dengan sangat intim. Tidak! Tepatnya Annisa yang menyerang Randy. Dia seperti kehausan saat menyedot seluruh area di mulut Randy.

Sari adalah kakak kandung Annisa. Dia tahu persis bagaimana karakter Annisa sejak dia masih kecil. Dia selalu menjaga sikap terhadap lawan jenis. Jangankan bersikap genit, berbicara dengan pria saja dia selalu irit dan to the poin, bahkan tak jarang dia menghindari berinteraksi langsung dengan lelaki lain.

Dan pemandangan yang ada di hadapannya itu berbanding terbalik dengan apa yang dia yakini selama ini. Annisa bukan hanya manja terhadap Randy tapi dia seolah menuntut kepuasan dari lelaki itu.

Dia rela dijamah seluruh anggota sensitif tubuhnya. Annisa sama sekali tidak ada upaya penolakan sedikitpun, padahal dulu bersentuhan dengan laki-laki saja dia sangat enggan.

Sari bingung harus berbuat apa pada saat itu. Ingin menegur tapi dia tidak ingin Annisa merasa malu, apalagi Annisa tampak benar-benar menikmati momen itu.

Ciuman terlepas hingga meninggalkan cairan yang saling terhubung antara bibir mereka. Annisa memindahkan ciuman di leher Randy. Pria itu secara naluri menengok ke samping guna memberi akses bibir dan lidah Annisa untuk berpetualang di sana.

Annisa langsung meninggalkan beberapa tanda kepemilikan di sana. Saat Randy membuka mata dia terkejut melihat Sari sudah berdiri tidak jauh dari tempat mereka bercumbu.

“Mbak!”

Deggg…

Bagai tersambar petir di siang bolong, Annisa yang mendengar satu kata itu pun langsung menjauh dan bangkit dari pangkuan Randy.

Wajahnya memerah menatap Sari yang masih belum bergerak sedikitpun. Kakaknya hanya tersenyum tipis sambil menundukkan kepalanya. Walau bagaimana pun dia juga malu melihat adegan itu.

“E…kak, Nisa…”

“Udah gak usah dibahas. Kakak gak liat juga kok,” potong Sari berbohong.

Annisa menjilat bibirnya dan dengan cepat menghapus jejak percumbuan mereka dengan punggung tangannya.

“Mending kamu ke kamar mandi sana. Cuci muka, kusut banget muka mu kaya pakaian belum disetrika,” lanjutnya lagi mencoba sedikit bergurau.

Tanpa menjawab lagi Annisa berjalan menuju toilet dengan kepala tertunduk melewati kakaknya.

Setelah Annisa hilang dari pandangan, Sari kemudian mendekati Randy yang masih santai duduk dan membiarkan bekas yang ditinggalkannya oleh Annisa di sekitar area mulutnya.

“Kayaknya kamu gak punya banyak waktu lagi Ran!” celetuk Sari tiba-tiba.

“Maksudnya mbak?”

Sari kemudian menoleh ke arah Randy sambil mengangkat kedua tepi bibirnya.

“Kayaknya Annisa udah gak tahan pengin memiliki kamu sepenuhnya.”

Bersambung

di ajakin ngentot pembantu
Di ajakin ngentot pembantu waktu aku tidur di kamar
ngentot bos cantik
Three some dengan tiga gadis cantik waktu liburan ke tretes
dukun cabul
Cerita dukun cabul yang menikmati tubuh pasien nya bagian satu
cerita sex foto model bugil
Audisi Jadi Model Yang Mengharuskan Ku Foto Bugil
Foto Selfie Abg Cabe2an Kampung
Foto tante bokong gede nungging di sodok kontol
Foto Memek Mulus Tembem Masih Perawan Asli
ngentot toge cantik
Nikmatya Ngentot Teman Sekantorku, Bernama Linda
gadis perawan di perkosa
Memperkosa Gadis Perawan Sampai Berak
Ngewe dengan janda hot yang memek nya masih sempit
teman cantik
Teman wanita ku yang seorang hyper sexs
500 foto chika bandung pakai celana pendek dan di bugilin pacar
Pengalaman sex Anggi
Foto Bugil Jilbab Telanjang Bulat Dalam Mobil
stw hot
Wisata unik di jogja, makan di temani STW yang cantik
Tante hot
Cerita Ku Dengan Cindy Waktu Di Kapal