Part #54 : Petualangan Sexs Liar Ku
Setelah pulang dari latihan, Randy dan Icha tengah bersiap-siap untuk pergi jalan-jalan. Humaira terlihat sangat gembira. Dia berkali-kali menggumamkan kata-kata yang hanya dia sendiri yang tahu artinya.
“Udah siap?” tanya Randy.
“Udah yuk!”
Mereka lalu pergi ke sebuah tempat wisata, tepatnya kebun binatang. Di dalam mobil Icha sedang menyusui anaknya dengan salah satu payudaranya terekspose. Dia sudah tidak risih lagi membuka salah satu area sensitifnya di dekat Randy.
Selama perjalanan mereka hanya diam tanpa ada topik pembicaraan yang keluar. Randy fokus menyetir sedangkan Icha fokus pada Humaira.
“Udah sampai!” ucap Randy setelah mobil terparkir rapi di area parkir kebun binatang.
Randy keluar dari mobil dan berjalan mengitarinya lalu membukakan pintu untuk Icha. Dia mengambil Humaira dari tangan Icha kemudian menggendongnya dengan gendongan bayi yang ia letakkan di depan dadanya.
Icha menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskan pelan. Sudah beberapa saat dia tidak pernah menghirup udara segar, refreshing kali ini benar-benar membuatnya rileks. Humaira juga tidak henti-hentinya tertawa karena senang.
Mereka kemudian berjalan memasuki area kebun binatang. Randy menggendong Humaira di depan dadanya dan menggandeng tangan Icha di sisi kanannya. Mereka sudah selayaknya pasangan suami-istri.
Berkali-kali Icha memegangi dadanya yang berdetak begitu cepat. Dia merasa memiliki keluarga yang utuh. Meskipun itu tidaklah abadi dia memutuskan untuk menikmati momen itu tanpa memikirkan hal lain.
“Ja…ja…!!!” tunjuk Humaira kala melihat seekor hewan berleher panjang.
“Itu namanya jerapah, sayang!” sebut Randy kepada anaknya.
“Ja…!!!”
“JE-RA-PAH!”
“JA…ja…!!!”
Randy dan Icha sama-sama tertawa melihat tingkah anak mereka yang begitu menggemaskan. Randy cium puncak kepala Humaira seraya mengusap lembut rambut tipisnya.
Mereka kembali berjalan ke beberapa jenis hewan lainnya. Apapun hewannya, Humaira selalu menyebutnya dengan kata ‘JA’.
Icha terus memperhatikan interaksi antara ayah dan anak itu. Wajah Humaira adalah perpaduan antara Randy dan dirinya. Dia memiliki bentuk wajah oval dan hidung bangir seperti Randy, memiliki mata lentik dan bibir tipis seperti Icha.
Dia tidak menyangka sebuah kesalahan di masa lalu menjadi kebahagiaan di masa kini. Kesalahan terindah dalam hidupnya. Mungkin kalau saja dulu hal itu tidak terjadi, sekarang dia masih jadi wanita penggoda semua lelaki. Wanita yang memberikan akses tubuhnya untuk kesenangan semata.
Mereka mengabadikan beberapa momen melalui jepretan kamera handphone. Tanpa sadar Icha melakukan pose manja layaknya istri Randy.
Setelah puas berjalan-jalan, mereka beristirahat di sebuah kafe di area kebun binatang itu. Randy dengan telaten menyuapi Humaira dengan bubur yang sebelumnya dibuat oleh Icha.
Di sela-sela kebersamaan, mereka saling bertukar cerita. Hingga obrolan masuk pembahasan tentang masa depan mereka.
“Ran, kamu udah mantep mau nikah sama Annisa?” tanya Icha.
“Dapet restu dari ibunya aja belum. Kenapa emangnya?”
“Aku cuma minta kejelasan tentang status Aira. Kalo kamu nikah sama Annisa aku minta kamu jangan telantarin Aira. Udah itu aja,” ujar Icha kemudian mulai menyantap makanan yang sudah disajikan.
Randy memutar bola matanya ke arah Icha berusaha mencari sebuah gurauan di dalam kalimat yang baru saja diucapkannya. Tapi dia tidak menemukan apapun.
“Aku gak tau kamu ngomong apa Cha. Nelantarin Aira gak pernah ada dalam pikiran ku sama sekali. Bahkan aku berencana ngasih tau Annisa tentang siapa sebenarnya ayah dari Aira.”
Sontak mata Icha membulat mendengar perkataan Randy.
“Jangan gegabah Ran! Kamu juga harus jaga perasaan Annisa. Gimana kalo dia sampai tau? Pasti perasaannya akan hancur. Aku sayang sama Annisa. Dia yang selalu ada buat ku saat keluarga Reza yang lain membenci ku.”
Randy menghela nafas berat. Dia usap wajahnya dengan telapak tangan.
“Terus aku harus gimana? Apa aku harus terus pura-pura kalo Aira itu anak orang lain? Aku harus menyayangi Aira dari jauh, gitu? Gak bisa Cha. Aku udah terlanjur sayang sama Aira. Aku gak bisa hidup tanpa dia.”
Icha masih diam dengan menatap wajah lelaki itu lekat. Terdapat kesungguhan di wajah tampannya. Hal itu mau tidak mau membuat hati Icha menghangat, walaupun solusi atas masalahnya belum menemui titik temu.
Masalah ini memang rumit. Apapun jalannya pasti akan ada yang tersakiti, entah itu Randy, Icha, Annisa, atau bahkan Humaira.
“Kamu sendiri gimana? Status mu yang masih istri sah Reza. Aku gak akan izinin kamu balik lagi sama Reza. Aku gak rela kamu disakiti terus sama dia.”
Icha mengangguk pelan.
“Aku udah mantap ingin berpisah dari dia. Aku cuma belum nemu waktu yang tepat untuk mengurus masalah ini.”
“Huhhh…aku juga belum mikir mau tinggal dimana setelah ini,” lanjut Icha dengan helaan nafas.
“Kamu tetap tinggal sama aku lah.”
Icha tertawa hambar. Menurutnya itu adalah ide yang konyol.
“Kalo aku tetep tinggal sama kamu, terus Annisa mau dikemanain? Kalo ngomong dipikir dulu ngapa!”
Randy terhenyak sesaat. Benar juga apa yang dipikirkan Icha. Kadang dia mengambil keputusan tanpa berpikir terlebih dahulu, bahkan saat mengiyakan permintaan Annisa untuk menikahinya dia tidak memikirkan kekasihnya yang lebih dulu merenggut hatinya yaitu kakaknya sendiri.
Karena terlalu fokus mengobrol, Randy lupa kalau dia menyuapi anaknya terlalu cepat dan banyak. Alhasil Humaira mengeluarkan kembali bubur yang ditelannya sampai bajunya basah.
“Ran, pelan-pelan dong. Aira jadi gumoh tuh,” sergah Icha.
“Aduh maaf-maaf…”
Icha lalu mengambil Humaira dari tangan Randy kemudian mengganti bajunya dengan yang baru. Randy membersihkan celananya yang sedikit terkena muntahan dari Humaira.
Setelah itu mereka kembali melanjutkan jalan-jalan di sekitar area kebun binatang. Randy mencuri-curi pandang ke arah Icha. Tampaknya Icha sadar akan hal itu.
“Ngapain liatin aku kaya gitu?”
“Kamu cantik hari ini,” ucap Randy mengulum senyum.
Mendadak Icha jadi salah tingkah. Wajahnya merah padam, dia tutupi wajahnya dengan telapak tangan lalu memukul lengan Randy pelan.
“Aira, papa nakal tuh. Masa mama digodain,” adu Icha kepada anaknya.
Randy terkekeh dengan ucapan Icha yang tampak gugup. Dia pun berujar, “emang kenapa kalo cantik? Aira juga cantik, ya kan Aira?”
“Ja…ja…ja…!!!” sahut Humaira sembari mengayun-ayunkan kedua kakinya di udara.
Mereka bertiga tertawa bersama-sama. Humaira memekik kegirangan. Tangannya ia kibas-kibaskan seakan sedang memanggil orang mendekat.
Randy menggenggam tangan Icha yang berada di sampingnya. Sontak Icha menatap Randy yang juga sedang menatap dia dengan senyum manis melekat dibibir.
Pria itu mengangguk penuh arti. Ekspresinya menyiratkan sebuah kalimat, “ayo kita lalui waktu kita bersama-sama.” Itulah yang ada di benak Icha, atau hanya sebuah harapan saja. Dia pun turut mengangguk seraya kembali berjalan beriringan.
Saat itu mereka terlihat seperti sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis. Setiap orang yang berlalu lalang di sekitarnya tampak memandang iri terhadap pasangan muda itu.
Acara jalan-jalan berakhir ketika Humaira sudah kelelahan lalu tertidur di pelukan Randy. Sekarang dia sudah tidak menggendongnya menggunakan tas gendong melainkan menggunakan tangannya sendiri dengan posisi menyamping.
“Pulang yuk! Udah sore kayaknya mau ujan juga,” ajak Randy kepada Icha.
Icha pun mengangguk. Mereka lalu pulang ke apartemen milik Randy. Di perjalanan Randy terus memperhatikan Icha yang sedang menyusui anaknya. Dia membandingkan Icha yang dulu dan sekarang.
Padahal dulu wanita itu tidak segan-segan untuk mengeluarkan kata-kata kotor untuk mengumpat, bahkan Randy ingat dia pernah disebut ‘anj*ng, ban*sat’ oleh Icha karena telah menahan orgasmenya.
Kini dia berubah menjadi sosok wanita yang anggun dan penuh kasih sayang. Kedewasaannya terbentuk setelah kehadiran sesosok malaikat kecil hasil kerja samanya dengan Randy.
Setelah sampai di apartemen, Icha lalu merebahkan tubuh Humaira di atas ranjang kemudian beralih ke dapur untuk membuatkan makanan untuk mereka berdua karena di kafe tadi mereka tidak memakan makanan berat.
Randy beringsut ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang seharian terkena sinar matahari. Beberapa saat kemudian Randy keluar kamar mandi dan digantikan oleh Icha.
Setelah selesai mereka kemudian makan bersama. Icha benar-benar melayani Randy selayaknya istri kepada suami. Di apartemen Randy dia bebas untuk berekspresi dan melakukan hal yang ia sukai.
Seperti yang pernah dibahas sebelumnya, Icha sebenarnya bisa dan mampu menjalankan tugas sebagai seorang ibu rumah tangga namun saat berada di rumah mertuanya dia merasa canggung. Apalagi perlakuan mertuanya terhadap dirinya sangatlah tidak berperikemanusiaan.
Selesai makan, Icha mencuci semua piring bekas makan mereka lalu pergi ke kamar untuk menemani Humaira yang tengah tertidur lelap.
Randy masih setia duduk di kursi meja makan sambil mengotak-atik ponselnya. Ada berondongan pesan yang masuk. Itu karena seharian dia menonaktifkan gawainya karena dia sedang menghabiskan waktu bersama Icha dan anaknya.
Annisa : Ran, pengin mangga muda. ?
Tante Dewi : Maafin Tante ya Ran! Karena Tante, kamu jadi dipecat.
Sari : Ran, hari ini mbak sama mas Pram pulang. Kamu kalo ada waktu mampir lah.
Dan beberapa pesan dari orang lain. Randy membalas pesan satu per satu. Khusus untuk Annisa, dia menjanjikan permintaannya akan ia turuti besok saat berada di kampus karena sulit kalau Annisa sedang ada di rumah.
Ponsel kemudian ia letakkan secara terbalik di atas meja setelah membalas semua pesan itu. Randy mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Dia tampak lelah memikirkan semuanya sendiri.
Ada Annisa, Icha, bahkan Ranty kakaknya. Mana jalan yang harus dia pilih? Atau dia menginginkan semuanya? Itu adalah hal yang sangat tidak mungkin terjadi.
Semua itu adalah salah dia sendiri. Niat awal hanya ingin membalaskan dendam kepada Reza melalui adiknya justru sekarang dia terjebak dalam pusaran cinta bersama Annisa.
Randy dengan mudah menjanjikan pernikahan padanya tanpa memikirkan bagaimana hubungannya dengan Ranty kekasih sekaligus kakak kandungnya. Bahkan kini dia bertemu dengan anak kandungnya yang sangat ia sayangi.
Randy menghembuskan nafas dalam. Dia memutuskan untuk pergi ke kamar. Sepertinya bersama Humaira hatinya bisa agak tenang.
Di dalam kamar, Randy naik ke atas kasur lalu dari belakang tubuh Icha, dia melingkarkan tangannya di pinggang perempuan itu.
Sejenak Icha tampak kaget. Dia menoleh ke belakang, namun kemudian dia justru menumpuk tangannya di atas tangan Randy.
“Cha!” panggil Randy.
Pria itu semakin mempererat pelukannya di pinggang Icha.
“Hmm?”
Randy beralih menempelkan pipinya di atas pipi Icha. Kini posisinya kepala Randy dan Icha saling bertumpukan. Mereka berdua sama-sama memandang bidadari kecil yang tengah tertidur lelap.
“Anak kita cantik ya,” ucap Randy.
“Siapa dulu dong ibunya.”
Icha menahan senyumnya sehingga membuat kedua lesung pipinya tercetak jelas.
“Tapi lebih mirip aku!” protes Randy tidak mau kalah.
“Ya, terserah aja deh.”
Kini giliran kaki kiri Randy yang menumpang di atas paha Icha. Wanita itu diam saja tidak memprotes.
“Ran!” panggil Icha lirih.
“Hmm?”
“Aku bersyukur banget Aira hadir dalam hidup ku.”
“Kenapa?”
“Kalo aja Aira gak pernah ada, mungkin aku masih jadi wanita hina seperti dulu. Wanita yang melebarkan pahanya untuk dinikmati oleh semua lelaki,” jelasnya.
“Berarti kamu gak pernah menyesali apa yang udah pernah kita lakukan waktu itu?”
Icha menoleh sesaat. Wajahnya merah padam mengingat kejadian malam itu. Saat dia memohon-mohon pada Randy demi pelepasannya yang tertahan. Saat dia merintih-rintih kenikmatan di bawah kungkungan tubuh pria itu.
“Awalnya aku nyesel. Pernah aku berpikir untuk mengugurkannya, tapi aku takut.”
Icha menjeda kata-katanya sesaat.
“Tapi setelah lahir, aku menemukan arti hidup yang sebenarnya.”
“Kamu juga beruntung karena ayah dari anak mu itu adalah pria setampan diri ku,” ucap Randy dengan menaik turunkan alisnya penuh percaya diri.
Icha memajukan bibir bawahnya.
“Tampan tapi bodoh!”
Randy mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Icha.
“Kok bodoh?”
“Cowok lain kalo mau main pasti selalu pake pengaman. Kalo gak ada minimal dicabut waktu mau keluar. Nah kamu udah gak pake pengaman keluar di dalam pula,” sungut Icha.
“Hehehe…maaf soalnya aku emang gak suka waktu mau keluar dicabut, aku juga gak suka pake kondom, kurang berasa.”
Icha membulatkan bola matanya.
“Jadi setiap kali kamu berhubungan seks selalu keluar di dalam?”
“Iya,” jawab Randy santai.
“Udah berapa cewek yang kamu hamil?”
Randy menerawang ke atas sambil memainkan jarinya untuk menghitung. Icha hanya mengerjapkan bibirnya.
“Ada tiga ehh…empat ding,” jawab Randy dengan ekspresi wajah innocent.
Lagi-lagi Icha dibuat terkejut oleh jawaban Randy. Lelaki itu menjawab seolah-olah itu adalah pertanyaan yang biasa.
“Gila kamu Ran! Siapa aja itu?”
“Yang pertama kamu, Annisa, terus dua lagi ibu-ibu.”
“Ibu-ibu siapa?”
“Ibu temen ku, hehehe…” jawab Randy dengan candaan.
Icha pun menabok dan mencubit paha Randy yang menindih pahanya membuat lelaki itu memekik.
“Tapi gak semua cewek yang tidur sama aku hamil kok Cha. Sebagian dari mereka pake KB. Kamu kenapa gak KB juga dulu?”
“Aku udah pernah pake tapi bikin siklus haid ku gak teratur jadi males pake lagi,” balas Icha.
Randy hanya manggut-manggut memahami alasannya. Dia semakin mempererat pelukannya di tubuh Icha.
Wanita itu lalu memejamkan matanya merasakan desiran gejolak birahi yang tiba-tiba naik. Topik seksual dan tangan nakal Randy yang tanpa ia sadari sudah menelusup dari bawah kaosnya mengusap-usap perut Icha menjadi penyebabnya.
Icha sudah merasakan tonjolan keras nan panjang di belahan bokongnya. Dia balas dengan mengelus-elus paha Randy yang ada di atas kakinya sambil memijitnya pelan.
“Kalo dipikir-pikir kita itu sama ya. Dulu kita suka main-main. Kamu main cowok, aku main cewek.”
“Tapi sekarang kita beda. Aku udah enggak, kamu masih.”
Randy mengembuskan napas di leher jenjang Icha membuat desiran itu kian memuncak.
“Lagi dalam proses ke menuju sana,” ungkap Randy seraya menempelkan hidung dan bibirnya di sana.
“Enghhh…” desis Icha menggigit bibir bawahnya.
Kepalanya ia rebahan ke kanan memberikan akses lebih leluasa bagi Randy untuk bermain-main di lehernya.
“Enghhh…achhh…”
Icha mendesah saat lidah Randy mulai memanjakan daun telinganya. Randy julurkan lidahnya ke dalam lubang telinga Icha membuat si empunya kegelian.
Icha tidak dapat menahan desiran birahi yang menjalar di seluruh tubuhnya. Tidak dipungkiri dia sudah lama tidak mendapatkan belaian dari seorang lelaki. Terakhir dia merasakannya bersama Reza yaitu beberapa bulan yang lalu.
Tangan Randy berpindah, dia menjulurkan tangannya melewati bawah ketiak Icha lalu meraih dagunya agar memutar ke kiri hingga kedua pasang manik mata mereka bertemu.
“Ran!” panggil Icha lirih.
“Iya?”
“Aku mau ngomong sesuatu tapi jangan ketawa ya!” kata Icha memperingati.
“Hmm…apa?”
Icha meringis tampak ragu untuk mengatakannya.
“Aku cinta kamu!”
Deggg…
Randy menatap Icha dengan tatapan datar. Beberapa detik berlalu tanpa ada suara sedikitpun. Icha menjadi was-was menunggu respon dari Randy. Namun tiba-tiba…
“Bhahaha…!!!”
Tawa Randy pecah hingga nyaris membuat Humaira terbangun. Icha yang semula kaget, mendengus kesal karena Randy yang mengingkari janjinya untuk tidak tertawa. Kalau dipikir-pikir sebenarnya Randy tidak pernah berjanji seperti itu kan?
“Ihh…Randy sebel, sebel, sebel…!!!”
Icha menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan karena malu. Dia merutuki dirinya sendiri karena nekat mengungkapkan perasaannya kepada lelaki tidak peka itu. Randy pasti akan menjadikan hal itu lelucon seumur hidup untuk menggodanya.
Setelah tawanya reda, Randy mengulas senyum di bibirnya. Dia juga sebenarnya tidak menyangka kata-kata itu keluar dari bibir manisnya.
“Cha!”
Randy mencoba menarik tangan Icha agar bisa melihat rona merah di wajahnya. Meskipun sulit namun akhirnya Randy dapat memaksakannya hingga mereka saling bertatapan.
“Aku juga cinta sama kamu!”
Mata Icha sontak membulat sempurna mendengar kata Randy. Belum sempat dia membalas ucapan itu, Randy sudah membungkam mulutnya dengan ciuman lembut penuh perasaan.
“Emphhh…cccppp…sssppp…”
Icha terbuai dengan ciuman itu. Dadanya bergetar penuh dengan kebahagiaan. Seperti kawanan burung merpati yang dilepaskan secara bersamaan dan terbang menghampiri pasangannya.
Bersambung