Part #52 : Petualangan Sexs Liar Ku
Sari berjalan menuju ruangan tempat suaminya dirawat. Saat sampai dirinya masuk dan mendapati Pram tengah terlelap dalam tidurnya.
Kondisinya cukup parah. Kepalanya diperban, tangan kanan, dan kaki kanannya digip karena patah. Sari merasa terpukul dengan kondisi suaminya itu. Sejenak dia melupakan apa yang sudah dilakukan oleh Pram terhadap dirinya.
Dia sudah tidak marah ataupun dendam. Namun walaupun demikian keputusannya untuk mengakhiri pernikahan itu sudah bulat. Dirinya merasa gagal menjadi seorang istri karena suaminya sampai mencari wanita lain untuk bersamanya. Itu adalah introspeksi terhadap dirinya sendiri.
Karena suasana sunyi, derap langkah Sari yang mendekati brankar Pram pun membuat pria itu terbangun. Dia terkejut dengan kehadiran Sari di sana, namun tidak dipungkiri dia merasa senang.
“Dek, maafin mas ya,” gumam Pram sambil mencoba menggeser posisi tidurnya.
“Sudah jangan banyak gerak dulu, mas kan lagi sakit.”
Sari menahan dada suaminya agar kembali merebahkan diri. Sari menarik kursi yang ada di dekatnya lalu duduk di samping Pram.
“Kamu tau darimana kalo mas kecelakaan dan dirawat di sini?” tanya Pram penasaran.
“Dari Randy,” jawabnya singkat.
Dadanya berasa sesak. Rasa bersalah kian membuncah. Di saat istrinya tahu kalau dia telah berkhianat dengan pergi dengan wanita lain, Sari tetap peduli dengannya.
“Maafin mas ya dek.”
Sekali lagi kata itu keluar dari mulut Pram. Sari hanya menanggapi dengan datat.
“Lupakan aja mas. Lebih baik mas fokus untuk kesembuhan mas sendiri.”
“Mas sadar kalo mas udah mengambil jalan yang salah. Mungkin kejadian ini adalah teguran untuk mas karena telah menyia-nyiakan istri yang sangat baik. Mas berjanji akan memperbaiki semuanya mulai dari sekarang. Mas akan meninggalkan Dewi untuk melanjutkan hidup mas sama kamu.”
“Itu gak perlu mas, karena sebentar lagi kita akan bercerai.”
Deggg…
Pram tiba-tiba merasakan dadanya berdenyut ngilu. Rasanya lebih menyakitkan daripada tubuhnya yang penuh luka. Dia tidak menyangka kata cerai keluar dari mulut istrinya di saat keadaannya seperti itu.
“Dek, kamu gak serius kan? Kenapa kamu mudah sekali mengatakan kata cerai? Apa kamu belum bisa memaafkan mas?” tanya Pram penuh getir.
“Bukan begitu mas, tapi adek merasa gagal jadi istri mas. Buktinya mas sampai mencari dari wanita lain. Mungkin adek bukan yang terbaik buat mas.”
“Apa kamu mau buat mas semakin merasa bersalah? Mas akui kemarin mas khilaf. Mas juga sudah dapat ganjarannya. Sekarang kita buka lembaran baru. Sekarang cuma kamu satu-satunya wanita di hati mas.”
Sari mengusap air matanya yang mulai keluar. Sejujurnya dia masih mencintai Pram. Tapi mengingat bagaimana dia begitu mencintai selingkuhannya dari pada istrinya sendiri membuat langkah itu sangat sulit terealisasi.
“Mas juga harus mengerti perasaan adek. Bertahun-tahun kita hidup dalam kepalsuan. Adek bahagia hidup bersama mas Pram sedangkan mas masih memikirkan wanita lain. Itu sakit mas!”
Sari memegangi dadanya yang terasa sesak. Tapi dirinya harus kuat, dia sudah membulatkan tekad untuk berpisah dengan suaminya.
“Maaf mas khilaf. Mas yakin kalo kamu yang terbaik buat mas. Kasih mas satu kesempatan lagi untuk memperbaiki kesalahan mas. Tolong mas, dek!” mohon Pram.
Tangannya bergetar berusaha menggenggam tangan istrinya yang sudah ia kecewakan.
“Untuk permintaan maaf, adek udah maafin mas. Tapi untuk kembali seperti sebelumnya adek sulit. Adek bukan tipe orang yang mau dimadu apalagi diselingkuhi.”
“Mas kan sudah bilang kalo mas menyesal. Mas janji gak akan selingkuh lagi. Mas masih mencintai kamu. Apapun yang kamu inginkan akan mas lakukan asal kamu mau kembali sama mas. Mas mohon,” ucap Pram dengan merendahkan dirinya.
Pria itu tidak peduli lagi kalau dirinya disebut pengemis cinta asalkan istrinya mau memaafkan dan kembali padanya.
“Sudah lah mas. Lebih baik mas istirahat dulu. Biar masalah ini kita bahas setelah mas sembuh.”
“Tapi…”
“Adek akan mempertimbangkannya tapi untuk saat ini adek gak bisa memutuskan apa-apa.”
Sebenarnya keputusan Sari sudah bulat, hanya saja dia tidak ingin suaminya terus menerus menekannya. Lagipula keadaan Pram masih belum pulih, itu akan memperlambat penyembuhannya apabila dirinya stress memikirkan hal itu.
Pram kembali mencoba memejamkan mata tapi dirinya tidak tertidur. Dia takut kalau istrinya diam-diam meninggalkan dirinya. Sari duduk sambil menggulirkan ponselnya.
Beberapa saat kemudian ada pesan wa masuk. Randy memberi tahu kalau dirinya sudah ada di depan ruangan Pram.
Sari kemudian berdiri hendak beranjak dari tempat itu namun tangannya kembali di genggam oleh Pram.
“Kamu mau kemana? Jangan tinggalin mas!”
“Adek mau menemui Randy, bilang kalo dia pulang sendiri.”
“Kamu ke sini sama Randy?”
“Iya, dia habis dari ruangan selingkuhan mu!”
Pram dengan terpaksa melepaskan genggamannya. Sindiran itu benar-benar memukul hatinya dengan telak, tapi dia tidak bisa menjawab apa-apa.
“Janji ya jangan tinggalin mas.”
Sari hanya mengangguk lalu pergi keluar ruangan suaminya. Saat membuka pintu Randy sudah berada di sana.
“Loh Randy, kenapa gak masuk?”
“Gak enak aja sama om Pram,” jawab Randy sambil tersenyum kikuk.
“Oh gitu. Emm…Ran kamu pulang sendiri dulu ya. Mbak mau nemenin suami mbak di sini,” ungkap Sari.
“Ya udah gak papa mbak. Kalo gitu Randy pulang duluan. Kalo butuh bantuan hubungi Randy ya mbak. Assalamualaikum.”
“Ehh…Ran!” cegah Sari saat Randy akan berbalik.
Cuppp…
Satu ciuman singkat mendarat di bibir Randy. Pria itu sempat terkejut karena mereka sedang berada di koridor rumah sakit. Namun situasinya saat itu cukup sepi.
“Waalaikumusalam,” jawab Sari yang langsung bergegas masuk kembali ke dalam kamar.
Randy hanya tersenyum simpul sambil menggelengkan kepalanya lalu berlalu pergi.
Sekitar tiga jam kemudian, saat Ginanjar sedang menyuapi istrinya tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Dia buru-buru pergi keluar ruangan.
“Kemana pah?” tanya Dewi.
“Ada urusan sebentar,” responnya sedikit acuh.
Dewi hanya mengernyitkan dahinya heran dengan sikap suaminya yang dalam sekejap berubah dingin.
“Halo?”
“Halo bos. Saya sudah menemukan informasi tentang orang yang pergi bersama istri bos,” ujar seseorang dari seberang telepon.
“Siapa dia?!”
“Pemilik mobil itu atas nama Kartika Sari dan orang yang pergi bersama istri bos namanya Pram. Dia adalah suami dari si pemilik mobil itu dan sekarang juga sedang dirawat di rumah sakit yang sama dengan istri bos,” jelas anak buahnya itu.
Mata Ginanjar membulat sempurna. Tangannya dengan keras meremas ponsel yang ada ditangannya.
Ternyata benar apa yang dia curigai. Istrinya tidak pergi bersama Randy. Lelaki itu telah bersekongkol dengan istrinya untuk menyembunyikan perselingkuhan Dewi dengan lelaki yang bernama Pram.
“Kurang ajar!” pekiknya geram.
Dadanya sesak mengetahui kenyataan itu. Dia sangat mencintai istrinya tapi dengan teganya wanita itu berselingkuh di belakang dirinya. Satu pertanyaan yang terbesit dalam benaknya, sejak kapan Dewi menjalin hubungan gelap itu?
Dia tidak bisa membiarkan hal itu. Dia harus memberikan pelajaran pada pria yang telah merebut istrinya.
Dengan emosi yang meluap-luap, Ginanjar pergi mencari ruangan tempat lelaki itu dirawat.
Sari yang sedang merebahkan kepalanya di atas brankar suaminya dikejutkan dengan ketukan yang cukup keras di arah pintu. Saat itu Pram sudah terlelap tidur karena badannya masih terasa lemas.
Wanita itu bergegas membuka pintu karena si pengetuk tidak juga menghentikan aksinya. Setelah dibuka tampak sesosok laki-laki paruh baya tengah berdiri di ambang pintu.
“Maaf, cari siapa ya pak?”
Melihat wanita anggun di hadapannya membuat urat kepala Ginanjar mengendur. Dia mengeluarkan kedua tangannya yang berada di sakunya. Amarah yang sedari tadi ia tahan dalam dadanya tiba-tiba lenyap.
“Saya mencari pasien yang bernama Pram,” jawab Ginanjar dengan tenang.
“Ada perlu apa sama suami saya pak?”
Sari mengernyitkan dahinya heran ada seorang lelaki yang secara penampilan tampak dari kalangan high class mencari suaminya.
“Apakah anda yang bernama Kartika Sari?”
“Iya benar,” aku Sari.
“Apa kita bisa bicara sebentar? Ini soal hubungan antara suami anda dan istri saya.”
Sari sempat tertegun. Dia sudah bisa mengira-ngira siapa lelaki yang ada dihadapannya.
“Baiklah, silahkan duduk!”
Kedua lalu duduk di bangku yang ada di depan ruangan Pram.
“Jadi begini. Apakah ibu sudah tau tentang latar belakang kecelakaan yang menimpa suami ibu?”
Sari menatap mata Ginanjar seraya mengangguk pelan.
“Iya saya sudah mengetahuinya.”
“Jadi suami ibu semalam membawa istri saya pergi. Saya tidak tahu mereka akan menuju kemana, tapi karena kecelakaan ini istri saya keguguran.”
Mata Sari terperanjat kaget. Dia menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangan.
“A…apa?!”
“Iya istri saya keguguran dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit ini juga.”
Sungguh Sari merasa sangat tidak enak kepada pria itu, akibat kelakuan suaminya membuat orang lain dirugikan.
“Atas nama suami saya, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya,” ujar Sari kemudian menundukkan kepala sejenak.
“Bukan hanya itu masalahnya. Tapi saya juga curiga kalau anak yang dikandung istri saya adalah anak dari suami ibu.”
Deggg…
Lagi-lagi sebuah pernyataan yang membuat hatinya remuk. Apa benar kalau mereka sudah melakukannya sejauh itu? Maksudnya sampai hamil?
“Bagaimana anda tau kalau itu adalah anak suami saya?”
Ginanjar menghembuskan nafas dalam sebelum melanjutkan kata-katanya.
“Sebenarnya saya mengalami infertilitas yang membuat saya kesulitan untuk mendapatkan anak dari sperma saya sendiri. Anak pertama saya lahir setelah lima tahun usia pernikahan kami dan itu setelah saya melalui berbagai macam program kesuburan. Kehadiran buah hati saya adalah suatu mukjizat mengingat dulu saya hampir saja putus asa karena program itu tak kunjung menemui hasil.”
Sari mendengarkan cerita Ginanjar dengan seksama. Dia melipat kedua tangannya di atas pahanya.
“Kehamilan istri saya kali ini benar-benar di luar dugaan. Padahal intensitas hubungan kami terbilang sangat jarang karena kesibukan saya di luar kota.”
“Pernah suatu ketika saya terkejut saat istri saya ingin ikut bersama saya ke Tangerang, katanya dia masih kangen dan ingin lebih lama berduaan dengan saya. Lalu ketika dia kembali ke Bandung, beberapa minggu kemudian dia mengabari bahwa dirinya hamil.”
“Waktu itu saya sangat senang. Rasa curiga saya terkubur oleh rasa bahagia karena saya tidak berpikir terlalu jauh tentang kemungkinan itu.”
“Tapi setelah kejadian ini saya menjadi yakin kalau memang benar anak yang dikandung istri saya itu bukan darah daging saya.”
Kepala Ginanjar menengadah ke atas menatap langit-langit rumah sakit dengan perasaan yang tidak menentu. Sari merasa simpati dengan cerita yang disampaikan oleh Ginanjar. Ternyata keberlimangan harta tidak serta merta membuat kehidupan menjadi bahagia. Maka kita sebagai manusia harus banyak bersyukur.
“Jadi hubungan mereka sudah terjalin cukup lama?” tanya Sari kepada Ginanjar selanjutnya.
“Saya tidak tahu pasti. Tapi itu kemungkinan terbesar. Saya yakin ketika istri saya meminta ikut bersama saya ke Tangerang, saat itu dia sudah hamil.”
“Saya benar-benar menyesal atas perbuatan suami saya,” ucap Sari.
Ginanjar memandang wajah Sari yang menampilkan penyesalan. Dia merasa memiliki nasib yang sama dengan wanita itu. Sama-sama diselingkuhi oleh pasangan masing-masing.
“Awalnya saya mau menemui suami anda secara langsung tapi sepertinya anda sudah cukup untuk mewakilinya.”
“Sekali lagi saya minta maaf atas nama suami saya,” balas Sari sambil menunduk.
“Baiklah, tapi setelah ini kita tidak boleh menutup mata karena bisa saja mereka akan mengulangi hal yang sama lagi.”
“Apakah saya bisa minta nomor telepon anda?”
Sari menoleh sejenak tampak ragu akan permintaan Ginanjar itu.
“Anda tidak perlu khawatir. Saya hanya ingin mendapat informasi tentang mereka berdua saat saya ada di luar kota. Anda juga bisa bertanya pada saya apabila ada sesuatu,” terang Ginanjar.
Sesaat Sari berpikir. Namun akhirnya dia mengiyakan permintaan pria itu. Sari dan Ginanjar saling bertukar kontak satu sama lain.
“Terima kasih, kalau begitu saya pergi dulu. Assalamualaikum.”
“Waalaikumusalam,” jawab Sari.
Keduanya pun berpisah. Sari kembali masuk ke dalam kamar Pram sedangkan Ginanjar kembali ke kamar istrinya.
Sebenarnya Ginanjar sudah bersiap untuk melabrak lelaki yang menjadi selingkuhan istrinya, tapi melihat wajah istri Pram membuat emosinya sekejap hilang. Dia akui wanita itu sangat menarik perhatiannya.
Untuk saat ini Ginanjar sementara mundur, tapi bukan berarti dia akan diam begitu saja. Pram sudah masuk daftar hitam Ginanjar. Dia memang lemah di hadapan wanita tapi apabila berhadapan langsung dengan laki-laki itu, bisa dipastikan lelaki itu akan selesai saat itu juga.
Bersambung