Part #37 : Berkubang dalam satu skandal baru

Berkubang dalam satu skandal baru lagi nih aku ceritanya. Sepasang suami istri nyeleneh ini menyeretku dalam gelimang kehangatan satu sensasi seksual bernama mentereng Threesome. Satu objek perempuan dalam hubungan seks ini adalah Miranda yang merupakan istri cantik dari Suhendra, sang suami yang memohon padaku (bareng istrinya juga) agar bersama-sama dengannya menggarap istrinya karena ketidak mampuannya untuk ereksi bila hanya berduaan saja dengan istrinya. Anehnya, dengan keberadaanku di antara mereka, Hendra bisa ngaceng dengan sempurna.

Sempat terpikir, jadi kalo orang ini berdua mau ngentot lagi kapan-kapan aku harus hadir-lah ya? Kan paok namanya. Harapanku gak seperti itu karena sepertinya penyebab semua masalah ini ada di depanku. Sedang terbang membumbung tinggi sesuai dengan kodrat dan kebiasaannya. Ia membawaku ke habitatnya yang sepertinya salah. Hutan aneh dengan tiang-tiang kayu dengan diameter sepelukan orang dewasa, setinggi tower sutet lurus menunjuk langit terang, dalam kondisi yang puncaknya terbakar.

Enggang Gading

Benar terbakar pada bagian puncaknya. Burung Enggang, apapun jenisnya selalu bertengger di puncak tertinggi hingga bagi masyarakat tradisional Kalimantan, Dayak khususnya dianggap sebagai pemimpinnya para hewan dengan julukan Panglima Burung. Di kondisi ini, bagaimana ia bisa bertengger di puncak tiang itu kalo dalam keadaan terbakar sedemikian? Jadi selama ini, ia terbang dan terbang terus menerus tanpa bisa bertengger sekedar mengistirahatkan sayapnya yang hitam berbulu tebal mengagumkan karena semua tiang-tiang ini terbakar. Samar-samar aku bisa melihat puncak tiang-tiang kayu yang terbakar itu. Seperti ada semacam tenggeran berbentuk huruf T di pucuk tiang yang memungkinkan burung langka itu hinggap. Apa ada hubungan antara terbakarnya puncak tiang-tiang ini dengan terbakarnya pucuk pohon kelor-ku di rumah waktu itu.

Aku harus bisa berkomunikasi dengan burung ini tetapi bagaimana caranya. Aku sama sekali tidak bisa bercakap-cakap dengan hewan. Spesialisasiku adalah tumbuh-tumbuhan hingga aku bisa berkomunikasi dengan pohon beringin yang ternyata siluman pohon beringin di kasus Pipit waktu itu. Kalo berurusan dengan hewan itu bagiannya Kojek. Eh tunggu dulu… burung Enggang Gading itu melayang turun dari ketinggian. Burung agung ini sangat pilih-pilih sehingga urusan makanpun ia tidak pernah turun ke tanah. Jadi seumur hidupnya ia tidak pernah mengotori kakinya dan mencari makanan di pepohonan saja.

“Wusshh!” ia terbang menyambarku. Ia seharusnya bisa melukaiku dengan sabetan kuku tajamnya tapi ia melewatkan kesempatan itu dengan menarik kuku panjang nan tajam itu pada waktunya. Ia terbang ke atas lagi tetapi tidak cukup tinggi. Terdengar suara khas tuut tuut-nya. Kenapa aku gak merasakan hawa permusuhan atau kejahatan dari burung itu? Ia bisa melukaiku, tetapi tidak dilakukannya. Apalagi langit lingkungan kekuasaannya ini terang benderang yang artinya ia tidak bergolongan hitam. Apakah ia bermaksud melakukan kontak untuk berkomunikasi denganku? Tapi bagaimana caranya? Apakah aku harus menyerahkan tanganku untuk tempatnya bertengger?

Kuberanikan diri itu mengangkat tangan kananku dan menekuk siku ke dalam hingga menyilang di depan kepalaku. Burung Enggang itu meluncur turun lagi. Beberapa meter di depanku ia memperlambat lajunya dengan mengepakkan sayapnya dan menjulurkan kakinya seperti hendak mendarat. “Fwap Fwap Fwap!” terasa angin keras dan padat menerpaku dari kepakan sayapnya yang besar dan berat berkat bulu tebalnya. Cengkraman kuku sepasang kakinya terasa menggigit tanganku, sakitnya hampir mirip kek dulu digigit harimau walau cuma latihan.

Mendarat di tangan kananku, burung Enggang itu memposisikan sayap-sayap lelahnya untuk beristirahat. Sudah berapa lama ia terbang seperti tadi. Bertahun-tahun? Ia bersuara membuka paruhnya lebar-lebar seolah lega ia akhirnya menemukan tempat bertengger. “Tuut Tuuut Tuuut… TUUK!” Suaranya yang keras menggema di tempat ini. Yang menyebabkan burung ini menjadi langka adalah tonjolan jenong di dahinya yang padat setara gading gajah. Konsumen gelap utama pemesan gading burung Enggang Gading ini berasal dari Cina. Dari sejak jaman dulu sudah diincar karena kepadatannya gading di dahinya itu. Ia mengerak-gerakkan bulu ekor panjangnya berwarna hitam-putih itu dan meregangkannya juga.

Yang namanya ditongkrongi burung asing apalagi supranatural begini tentunya harus hati-hati yang ekstra. Ditambah lagi memang aku dan kedua temanku memang sudah sering diwanti-wanti agar jangan pernah percaya dengan mahluk-mahluk seperti ini makanya kami bertiga dalam Trio Ribak Sude tak ada satupun yang punya mahluk Menggala ato menjadi Menggala Suba dengan mengambil mahluk-mahluk sakti semacam ini. Lazimnya memang hewan seperti inilah yang digunakan dalam perjanjian Menggala Suba. Tapi aku cukup dengan dua temanku itu saja, begitupun dengan mereka berdua. Burung Enggang Gading memandangiku dengan mata bulat hitamnya.

“Burung agung sang Panglima Burung… Apakah ada yang ingin kau sampaikan pada anak?” tanyaku sesopan mungkin. Mungkin umur burung jauh lebih tua dariku. Lebih sopan dan beradab lebih baik walo tak meninggalkan kewaspadaan sedikitpun. Burung Enggang Gading mempererat cengkramannya pada tangan kananku sampe aku khawatir kalo kuku tajamnya akan menusuk kulit dan ototku.

“Bawa aku keluar dari sini, wahai anak manusia… Tempat ini sangat tercemar… Aku tidak suka berada di hutan ini… Panas oleh sentimen sifat buruk…” katanya sangat tak terduga. Ia menciptakan semacam sambungan langsung agar bisa berkomunikasi denganku.

“Siapakah sang Panglima Burung sebenarnya? Kenapa ada di dalam tubuh anak perempuan ini? Apakah ada hubungannya dengan hutan yang terbakar ini?” kuberanikan diri untuk bertanya padanya. Tapi apakah ia mau menjawab rombongan kek gitu ya? Harusnya satu-satu kutanya tadi. Buru-buru jadi alasan karena penasaran.

“Aku adalah pelindung anak perempuan ini… Aku turun temurun melindungi anak perempuan terakhir dari keluarganya yang merupakan penjaga api hutan di sekitar hutan kekuasaanku dulu… Ia diambil anak oleh orang luar dan sampai di sini sejak masih merah… Sayangnya keluarga baru tapi culas ini malah bermaksud menumbalkannya pada ritual sesat untuk memperkaya diri di puncak gunung… Aku tetap melindunginya tetapi hutanku malah berubah menjadi seperti ini… Hanya tonggak kayu yang terbakar… Aku lelah sekali… Harus terus menerus terbang tanpa bisa mendarat…” jelas burung Enggang Gading itu lumayan lebar. Suara wibawa maskulinnya enak didengar.

“Lalu kenapa Panglima Burung menyerang pagar ghaib di rumahku?” tanyaku tembak langsung. Bisa-bisa tanganku benar-benar koyak abis ini.

“Aku tidak menyerang pagar ghaib-mu… Aku menyerang sesuatu yang membakar sudut pagar ghaib itu… Api-api inilah yang keluar dari puncak tonggak kayu dan menyerang pagar ghaib-mu… Kukejar dan sampai di daerah kekuasaanmu… Hatur maaf bila anak manusia menjadi salah sangka…” jelasnya. Oo… Jadi gitu ceritanya.

“Panglima Burung yang memadamkan api dari sudut pagar ghaib-ku?… Siapa yang mengirim api itu? Apakah perempuan lindungan Panglima Burung ini?” tanyaku. Sebenarnya tak ada tersangka lain. Miranda punya kemampuan walopun mungkin tak disadarinya. Mungkin dia sendiri juga dengan kemampuannya ini jadi penyebab Suhendra sedemikian rupa anehnya gak bisa ngaceng.

“Maafkan dia, anak manusia… Dia tidak tau apa yang telah dipikirkannya… Dia sudah terlalu dimanjakan dengan kemudahan hidupnya… Setelah sebenarnya gagal dijadikan tumbal di puncak gunung itu… keluarga baru culasnya ini malah mendapat berkah yang berlimpah di bidang materi… sehingga keluarga barunya ini menganggap kalau-lah ini semua sebab anugrah anak perempuan ini… Ia mendapat segala kesenangan hidup karena anggapan itu… Segala keinginannya harus dipenuhi hingga ia menjadi anak manusia yang manja dan egois yang harus dituruti semua maunya… Anak manusia sudah merasakannya, kan?” jelas sang Panglima Burung. Wah… Ada yang seperti itu ya? “Karenanya… sifat-sifatnya itu membentuk pepohonanku menjadi demikian ini… tonggak kayu tak berguna yang menyisakan sedikit tempat untukku bertengger tapi terbakar…”

“Jadi Miranda yang mengirim api itu secara tak sengaja?” simpulku. Entah apa yang pertama kali dipikirkan Miranda saat itu. Saat itu pasti ia baru mendapatkan info mengenaiku dari suaminya, Hendra. Digoreng-goreng sedemikian rupa hingga muncul sepercik lonjakan saat suaminya kembali membahas masalah yang mereka hadapi dan menyerang pagar ghaib-ku tanpa sepengetahuan dia. Miranda bahkan mengancam Hendra kalo dia gak bisa mendapatkan apa yang ia mau—entah tubuhku ato lebih jauh lagi anak, ia akan menggugat cerai. Emosinya saat pengungkapan itu kemungkinan pemicu api tersebut. Klop sudah. Bahkan sesekali terjadi lonjakan emosi Miranda yang kembali menyerangku dengan api ini, ditandai dengan suara burung Enggang Gading ini yang bermaksud memadamkannya saat bersalaman dengan Vony. Tapi pagar ghaib-ku yang sudah diperkuat mampu meredam semua serangan sekarang.

“Maafkan dia dan hatur maaf juga dariku atas semua gangguan ini… Daripada itu… untuk menghentikan semua ini… aku mengambil keputusan untuk tidak lagi melindunginya dan keluar dari ikatanku…” ungkap burung yang agung ini. Ini sangat mengejutkan. Memutus ikatannya dengan Miranda? Apa bisa dilakukan dengan mudah sebelah pihak begitu. Tentu mekanisme perlindungan diri Miranda akan bereaksi keras.

“Apakah ikatan Panglima Burung dengan Miranda adalah ikatan perjanjian Menggala Suba? Setahu anak… perjanjian Menggala Suba sulit diputus sepihak saja…” tanyaku malah mengguruinya dengan pengetahuan dasar. Pastinya ia lebih paham masalah itu. Secara ia termasuk sesepuh dalam dunia supranatural yang kenyang asam garam dengan ratusan tahun pengalaman.

“Bukan anak manusia… Saat itu ia masih bayi merah… Sangat tidak pantas menjalin perjanjian Menggala Suba pada bayi merah… Aku hanya masuk ke dalam tubuhnya seperti juga ibu dan nenek-buyutnya sebelum dia… Ia membentuk sendiri jenis kekuatannya bersumber dariku… Kalau aku lepas darinya… sumber kekuatannya akan lepas jua… Api-api ini sebenarnya adalah kebalikan dari kekuatanku… Aku tidak mungkin membakar hutanku sendiri…” jelasnya. Aku mengangguk-angguk paham semua penjelasannya yang masuk akal.

“Jadi…. Bagaimana anak bisa membantu Panglima Burung keluar dari sini? Apakah ada tempat khusus yang Panglima Burung tuju… Hutan ato orang tertentu yang kira-kira cocok dengan sifat-sifat Panglima Burung?” tanyaku.

“Untuk sementara… aku memilih hutan kecil di daerah kekuasaanmu saja, anak manusia… Bukankah ada pohon-pohon besar disana…” katanya lumayan mengejutkan. Ia tau tentang taman kecilku dan ia memilih untuk ikut denganku. “Tidak perlu melakukan perjanjian Menggala Suba… Aku tau anak tidak suka itu… Cukup seperti aku masuk ke keturunan anak perempuan itu saja… Kelak kalau ia mempunyai anak perempuan terakhir… aku akan kembali ke sana…” katanya. Cukup adil kurasa. Keknya memang taman kecilku perlu sedikit penyegaran. Ada banyak buah-buahan di sana. Kalo burung ini yang makan tentunya gak apa-apa. Tamanku akan cepat berkembang luas menjadi hutan benaran dengan sumbangsihnya. Burung Enggang di habitatnya mendapat julukan petani hutan yang menyebarkan biji-bijian karena daya jelajahnya yang luas sampai puluhan kilometer radiusnya.

“Baiklah Panglima Burung… Anak bersedia menolong Panglima Burung… Apakah ada cara-cara tertentu?” tanyaku malah jadi antusias menyambut penghuni baru taman kecilku. Keknya seru ada burung besar terbang berkeliaran di puncak-puncak pohonnya.

“Tidak ada… Tapi sebagai tanda terima kasihku… Silahkan ambil tanda mata dariku ini… Ambil dari gading di keningku ini…” katanya lalu menundukkan jidat jenongnya itu dengan menekuk leher panjangnya hingga kepala beratnya condong ke arahku. Tanda mata?

Karena hanya tangan kiriku yang bebas, aku menyentuh gading berharganya itu dengan jariku dan tanganku seperti terpeleset masuk ke dalam massa padat jidat jenong itu dan menangkap sebuah benda panjang seperti sebuah gagang senjata tajam pas segenggaman tangan. Kutarik dan tanganku keluar membawa sebuah benda yang mengejutkan. Sebilah mandau! Gagangnya seperti terbuat dari gading yang membentuk paruh dan jidatnya. Ada bentuk paruh burung Enggang di bawah gagangnya. Bilahnya berwarna perak mulus tanpa ukiran dan lebih bercahaya lagi pada sisi mata tajamnya. Wow… Aku udah lama pengen punya senjata seperti ini sejak lama… Ini bisa mengisi formasi pedang daunku. Ini bisa kutempatkan di pedang daun Selatan sebagai penyerang yang handal. “Panglima Burung… Ini hebat sekali… Mandau ini sangat hebat…”



“Ya… Walaupun secara elemen kita sangat cocok tapi kita tidak perlu melakukan perjanjian Menggala Suba karena aku hanya sementara di dalam tubuhmu… Bisa jadi aku malah kembali ke keturunanmu… nantinya…” setelah kata terakhir itu terdengar, ia mematukkan paruh tajamnya ke ubun-ubunku. Aku udah hampir teriak kesakitan saat dilakukannya gerakan tiba-tiba itu. Tubuhnya luruh dan masuk ke kepalaku dan habis terserap. Dia sudah masuk ke dalam tubuhku.

Api di puncak-puncak tiang kayu setinggi menara sutet itu yang menjadi perhatianku berikutnya. Kobarannya menjadi tak menentu karena kehilangan sumber energinya yang sudah berpindah kepadaku. Api yang biasanya mengarah ke atas kini mengarah dengan ganjilnya—ke arahku. Mengarah ke bawah. Seberapa ganjil hal itu sampai seperti benda hidup, kobaran api itu melata turun sepanjang batang tiang kayu hingga setara dengan tinggi badanku. Mereka mencari sumber tenaga yang selama ini menjaganya tetap berkobar hidup. Aku mengerti kenapa Miranda menjadi seegois ini sekarang. Apapun yang terjadi, ia harus tetap eksis.

Berdiam diri begini tentunya sangat berbahaya dan dikelilingi tiang-tiang kayu dengan api membara mengarah padaku. Seolah marah aku telah mengambil satu-satunya sumber kekuatannya. Dengan mandau pemberian Panglima Burung sepertinya akan kita liat sekuat apa senjata paling anyarku ini. “Panglima Burung… izinkan anak menggunakan senjata ini…” pintaku minta restu dulu padanya sebagai pemberi mandat ini. Mandau kupindah ke tangan kanan yang tadinya ditenggeri sang pemberi mandau. Kilauan mata tajam mandau ini semakin gemerlap dan terasa energi yang membuncah kuat. Aku akan melakukan sabetan berputar untuk satu sapuan kuat. Kekuatan jurus pedang daun ditambah kemampuan mandau pemberian Panglima Burung pasti dapat kumaksimalkan.

“Pedang Selatan Menebas Ilalang!” kakiku yang bersilang memberi efek tubuh berputar ditambah ayunan kedua tangan memberi putaran 360 derajat yang sempurna. Energi yang luar biasa seolah ada ratusan bilah mandau berputar terlepas dari gagang mandau yang kupegang erat ini menerabas dan membalak semua tiang kayu sepanjang jauh mataku memandang dalam radiusnya. Tiang-tiang kayu lurus itu bertumbangan dan luruh bersamaan menghilang dengan padamnya api yang berkobar-kobar setinggi tubuhku. Kini hanya ada hamparan kosong bekas hutan tanpa tunggul kayu yang tersisa. Kosong tak berpenghuni.

Segera lingkungan semu kosong serupa daerah kekuasaan seorang Menggala ini akan menghilang begitu kutinggalkan. Hanya keberadaanku di sini yang mempertahankannya. Tunggu… Sayup-sayup seperti ada sekelebatan kabur pergerakan jauh di sana. Sangat jauh hingga aku sendiri tidak yakin apa yang kulihat barusan. Apakah sisa dari tumbangnya batang kayu yang luruh menghilang atokah gugurnya sehelai bulu mataku? Mmm…

“Kau tidak bisa selamanya menjadi putri manis yang selalu dituruti maumu, Miranda…” kataku begitu aku balik lagi ke dunia nyata dimana perempuan yang sah menjadi istri Suhendra ini dengan riangnya sedang mengulum Aseng junior-ku yang tegang sempurna. Sementara Suhendra di belakang tunggingan pantatnya yang merangkak di tangan dan kakinya. Sepertinya Hendra sudah hendak mencoblos istrinya yang tak pernah kesampaian dilakukannya. “Ndra… Kemari kau! Rasakan enaknya mulut perempuanmu ini…” perintahku agar kami berpindah posisi.

Miranda

Pria gagah itu tak mampu menolak perintahku apalagi perempuan yang sedang menungging ini. Ia kehilangan semua kata-kata ber’kekuatan’-nya. Seperti hanyut lenyap tersapu angin. Ia hanya diam dan melihat aku bangkit, mencabut Aseng junior dari mulutnya yang sebenarnya tak rela. Kudorong Hendra untuk menggantikan posisiku yang tadi duduk di kursi itu. “Buka celanamu semua biar enak… Kek gini!” kataku memberi contoh. Kupelorotkan semua celana yang tadinya hanya menggantung di setengah paha. Bajuku juga kubuka dan memamerkan semua otot-ototku yang mulai membentuk kembali setelah sekian lama dormant jarang dilatih dengan silat harimau Mandalo Rajo. Kini aku rutin melatihnya kembali setelah sempat keteteran melawan Inyiak Lelo waktu itu.

Miranda meneguk ludah dari gerakan lehernya demi melihat otot-ototku yang tak berpenutup lagi. Hendra apalagi. Ia hanya berdiri dengan celana di lantai dan memegangi tepi bawah kemeja lengan panjangnya setengah diangkat dengan perut membuncit. Pasti ia akan minder melihat pria seumurku yang jauh lebih kekar dari padanya dengan otot-otot terlatih menggelembung membentuk bisep dan trisep cantik. Aku berlutut tepat di belakang tunggingan pantat Miranda yang bersujud di depan suaminya. “PLAK!” nyaring suara tamparanku, menggema di ruangan kaca ini. “Heh! Udah itu… Isep punya lakikmu itu sana…” kataku menyuruhnya melakukan perintahku dengan terlebih dahulu menampar pantatnya.

Ia menjengit kaget dengan tamparan keras spanking di pantatnya bak menghukum seorang anak nakal. “Isep!” kataku sedikit mendelik padanya. Aku lagi pengen menikmati pemandangan bokong semlohay padatnya yang intinya berbentuk cheese burger yang sedang ditegakkan. Lipatan bibir vaginanya sebagai roti bun lembut yang telah digoreng seperempat garing, dua buah lembaran keju cheddar merupakan lipatan bibir labia minora-nya dan seulas saos tomat yang merupakan tonjolan kacang itilnya. Dibungkus dengan bundelan bungkus tebal pantat yang lebar subur montok yang enak untuk di… “PLAK!”

Miranda kembali menjengit kaget karena aku tanpa aba-aba lagi menampar pantatnya. Ia dari tadi sedang melakukan komunikasi tanpa kata dengan suaminya. Hanya mata mereka yang berbicara. Kuusap-usap bekas tamparanku tadi. Ada bekas memerah di sana. Menghukumnya karena selama ini telah menjadi anak nakal yang terbiasa hidup manis. Entah sudah seberapa banyak individu yang tersakiti oleh tindak tanduknya. Aku mewakili kalian wahai jiwa-jiwa yang tak tenang dan mendendam di luar sana. Kuwakili kalian untuk menghukum perempuan ini. “PLAK!”

“Auuhh!!” Miranda menjerit erotis atau kesakitan tak ada bedanya padaku. Lubang pembuangannya berkedut-kedut kembang kempis menahan rasa sakit pedih tamparan spanking-ku. Kau pasti tak pernah merasakan sakit ini sebelumnya. Bahkan dulu waktu kau di-imunisasi sekalipun, sakit disuntik pasti dokter ato praktisi kesehatannya yang dimaki-maki. Kalo ada nyamuk yang menggigitmu pasti sang nyamuk malang itu diuber-uber sampe dapat jadi remek kek peyek. Entah apa yang terjadi saat Hendra mencoblos perawannya dengan kontol-kontolan waktu itu, mungkin keluarganya memanggil Densus 88 dan menudingnya teroris memek berdarah.

Lepitan vagina manis Miranda memberikan semburat basah akibat hukuman yang kuberikan. Perempuan itu menangis manja memeluk kaki suaminya yang tak berdaya. Tapi Miranda tak punya nyali apalagi taji seperti sebelum Panglima Burung ada di dalam dirinya untuk menggetarkan dunia ini dengan kata-katanya yang berbisa lagi bertenaga. Biasanya ia bisa mengatur-ngatur orang semaunya hanya dengan satu-dua kata saja bak dicucuk hidung, hingga mudah disetir sesukanya. Padahal baru tiga kali kutampar bokong kanannya, sudah begitu pilu tangisnya. “Kok belom diisep juga Miranda! Kau kusuruh isep… ya ISEP!” suaraku bertambah tinggi di akhir kata tegas.

Buru-buru ia mengenyot kontol pukimak lakiknya itu hingga tertelan semua masuk ke mulutnya. Hendra menganga kaget campur ngilu juga. “Sedot-sedot yang kuat… Awas kalo gak sampe nembak lakikmu itu! Ku-bal-bal-in (tampar bolak-balik) pantatmu ini sampe masak…” ancamku sembari mengelus-elus bekas merah yang sudah kutampari dari tadi. “Nah… Gitu bagus… Awak mau maen-maen dulu sama pantat bagusmu ini…” kataku menjenguk lebih dekat pemandangan indah di hadapanku ini. Pantat besar dan montok begini memang jadi idolaku. Kuusap-usap daging kenyalnya dengan remasan-remasan pelan.

Kucengkram kedua pangkal pahanya tepat di sela selangkangannya lalu melebarkan bukaan hingga buah pantatnya merekah. Bibir roti bun burger itu juga ikut terbuka menampilkan isi dalam surga dunia itu. Lubang liang kawinnya yang belum pernah dimasuki kemaluan lelaki secara sempurna itu terlihat sangat sempit dan mengundang. Iseng kutiup lubang itu. “Fuuh…”

“A-aahh-n… Uhh…” erang Miranda di depan sana tubuhnya menegang. Aku yakin lakiknya udah bolak-balik nge-jilmek kemaluannya ini, kenapa pulak dia harus ngerang kek gitu. Kutiup lagi. “Auuhh…. Hnnn… ahhsss…” ia mendesah lagi lebih asoi.

“Enak, yaa?” tanyaku karena Miranda melepas kontol lakiknya di sana dari mulutnya. Ia mengangguk-angguk patuh dengan paoknya. Senget dah ini orang-orang satu KK. Udah entah hapa-hapa aja yang membuatnya senang. Kalok kukunyah-kunyah kek burger beneran masih mendesah gak perempuan satu ini? “Isep terus! Siapa suruh berenti?” sergahku karena ia berhenti ngocop kontol lakiknya.

“Yaahhhh!” belum sempat kontol Hendra masuk ke mulutnya, mukaku duluan menubruk selangkangan nunggingnya. Mulut dan hidungku saling berlomba-lomba mengais-ngais kemaluan indah yang tak diperlakukan semestinya ini. Burger indah ranum ini harus mendapat belaian junior pria sesungguhnya. Contohnya Aseng junior milikku. Lidahku mengais-ngais mengoleskan ludahku sebanyak-banyaknya. Kacang itilnya kusedot-sedot rakus. Bibir tebalnya kutarik dan kujentik dengan ujung lidahku. Lidahku menusuk masuk liang kawinnya yang haus. Tak terperi bagaimana Miranda menjerit-jerit keenakan bercampur histeris euphoria. Entah memang begitu caranya mengekspresikan diri, aku gak mau tau juga. Tapi yang penting aku membuat diriku sendiri menjadi seorang pendidik yang baik bagi kepribadian barunya. Miranda yang saat ini tentunya akan berbeda dengan Miranda yang sebelumnya masuk ke ruangan direktur SPBU ini.

Hendra terbengong-bengong melihat prilaku istrinya yang sedang ku-oral. Kontol kimaknya itu tegang keras tanpa ada yang men-terge (perduli). Biniknya tak kunjung menyepong kontolnya karena masih asik merasakan kenikmatannya sendiri yang kulakukan lewat oral. Mulutku masih rajin bermain-main di cheese burger lezat itu. Burger itu udah berselemak ludahku, basah kuyup. Aseng junior sudah gak sabar.

“Woi… Ndra?” tegurku pada manusia yang lagi tertegun-tegun bengong itu. “Ngapain kao? Bengong aja?” tanyaku. Si pukimak itu malah cengengesan aja. Miranda baru aja kelojotan gila-gilaan karena polesan mulutku yang memborbardir cheese burger lezatnya. Kepalanya rebah ke lantai tapi pantatnya kutahan mencuat ke atas dengan memegangi pinggulnya. Hendra mengocok kontol tegangnya dengan muka merah penuh birahi pengen kawin. “Pakek dulu binikmu, yaa?” permisiku tak penting karena Aseng junior-ku udah kutempelkan di liang kawin Miranda yang berdenyut-denyut abis orgasme.

“Ahhhss!!” kepala Miranda tiba-tiba mendongak karena rasa ngilu akibat sumpalan cepat yang kusodokkan kedalam lipatan keju cheddar yang langsung membelah liang kawinnya tanpa menunggu konfirmasi afirmatif dari sang empunya, Hendra yang dengan paoknya malah mempercepat ngocok kontolnya. Aseng junior terasa dikunyah-kunyah di dalam liang kawin sempit yang hanya sempat dimasuki kontol palsu. Biar kao tau cemana rasanya kontol asli kalok sedang bekerja. “Ah ah ah ah ahh…”

Kusodok cheese burger itu cepat-cepat dengan tempo pendek. Aku tetap berpegangan pada pinggulnya. Tubuh Miranda tersentak-sentak oleh sodokan cepatku. Payudara bulat ranumnya bergoyang-goyang cepat juga. Aku sangat menikmati sempit dan menggigit binor tipe begini. Jarang dijamah sesuai spek-nya jadi anugrah tersendiri buatku. Dasar paok kou, Ndra. Binik yahud kek gini-pun kao kasih ke orang. Abis-la binikmu kuembat. Paok kao! Biar kubikin puas binikmu malam ini. Kao tenang-tenang aja duduk kek orang paok di situ nonton live show.

Entah apa yang membuatku menggila kek gini. Apa balas dendam karena cuma jadi penonton rekaman ajo Mansur dengan tiga istrinya ato apa? Ato malah aku cuma kegirangan karena dapat merasakan binor baru dalam perbendaharaanku? Ini berarti binor nomor… sekian ya? Berapa? Aku lupa ngitungnya karena masih ngerasain enaknya jepitan magis sempit cheese burger perempuan cantik kek model majalah pria yang tak mendapatkan perlakuan selayaknya di onderdil sensitifnya. Aku berpesta sepuas-puasnya.

Miranda meraung dan menjerit menikmati seks realita pertamanya. Bolak-balik ia tegak dan rebah dengan bantuan tangannya karena gak kuat dengan permainan tempoku yang kupermainkan sedang dan cepat berganti-ganti. “Woi! Jangan asek sendiri aja! Lakikmu itu urus pidong-nya… Nganggur dari tadi… Berkarat pulak itu nanti!” kataku menegur Miranda yang asik sendiri dengan kesenangan barunya. Hanya bersenang-senang di atas bengong lakiknya. Buru-buru Miranda menarik kaki Hendra dan memasukkan kontol tegang itu ke mulutnya.

Dengan bantuan sodokanku, Miranda tak perlu susah payah menggerakkan mulutnya. Kusodok maju cheese burger-nya, mulutnya melesak masuk menyepong kontol lakiknya. Sewaktu mundur, tubuhnya tertarik surut. Jadilah kedua suami istri sableng itu mengerang dan meraung keenakan. Hendra mulutnya lumayan becek juga kalo lagi begini. Dipuja-pujinya istrinya yang memang patut dipuja ini. Kalo ada kultus khusus untuk memuja cheese burger seenak ini, mau aku ikut daftar.

“Yaa, deek! Enaak, deek… UUhh… Oohh… Enak kan, dek burungku? Aahh… Mmmm… Yaa… Gituu… Sedot kuat, deek… Ahh…” becek mulut Hendra melebihi becek pajak (pasar) abis ujan kurasa. Jijik pulak aku nengoknya mendesah-desah kek pilem bokep Hongkong. Sementara Miranda hanya bisa mengerang gak terlalu jelas karena mulutnya tersumpal batang kontol lakiknya.

Hanya suara “Mpphh… Mmmbb… Mmmpphh…” yang keluar dari mulut cantiknya. Aduh… Sayang kali gak sempat kucipok dulu mulutnya. Udah bekas kontol si Hendra pukimak itu pulak. Gilak iseng aku malam ini kurasa. Jempolku sekarang iseng kukobel-kobelkan ke pantat si Miranda. Ada sensasi grip tambahan pada otot perutnya yang ngefek pada cengkaraman liang kawinnya yang memang sempit. Kalo kucucuk masuk jempolku pasti lebih yahud. “Ahh!!” Miranda lagi-lagi melepas kontol Hendra karena keisenganku. Seujung jempolku sudah terbenam ke burit (pantat)-nya. Kuputar-putar. Iseng kali-lah pokoknya awak malam ini.

Miranda kek ngebor penyanyi dangdut yang punya karaoke banyak itu jadinya kubuat. Berputar-putar mengikuti pulasan jempolku di lubang buritnya. Aseng junior juga yang kenak getahnya. Cengkraman sempit liang kawin Miranda bertambah erat meremas. Jempolku terbenam makin dalam hingga Miranda tak lagi menungging, tegak berlutut hingga punggungnya rapat ke dadaku. Aseng junior yang terus kuusahakan menyodok terjepit erat belahan pantatnya. Aku bisa mencium rambut panjang wangi perawatan mahal itu, kupilih leher jenjang putihnya. Kujilati lehernya, Miranda makin menjerit gila. Tanganku yang bebas mencari payudara bulatnya, otomatis meremas karena aku sudah gak tahan lagi…

“Crrroottt! Crroottt!! Crrrrottt!!!” kutembakkan spermaku sejadi-jadinya ke dalam rahim perempuan cantik bernama Miranda ini. Pinggul dan pantatnya masih berputar-putar ngebor menikmati nikmatnya persetubuhan ganjil ini. Ganjil karena pesertanya berjumlah ganjil, tiga. Jempolku yang barusan dari pantatnya kujejalkan ke mulut perempuan yang tadinya bermulut berbisa ini. Ini hukumanmu karena mulutmu itu, Miranda! Rasakan isi buritmu sendiri!

“Aaauuhhh!!” menyusul Miranda lalu kejang-kejang juga dengan Aseng junior masih bercokol di liang kawin beceknya. Makin diperas-peras santanku oleh kemaluan perempuan cantik kali ini. Tanganku tak henti-henti juga memerah tetek bulatnya gemas. Kedekap tubuh langsing berukuran bra 34D ini. Kami bersentuhan erat kulit ke kulit dengan intim sekali. Merasakan halus kulit anak orang kaya miliknya. Orang kaya gak tau panasnya dunia jadi kulitnya halus kek beludru. Kusodok-sodok pelan cheese burger-nya yang banjir laharku, menikmati sisa rasa enak yang masih terasa bagai remah-remah rengginang yang ngangenin. Sesekali tubuhnya masih bergetar oleh sisa miliknya juga.

“Spurtt… pruutt… spruutt…” Hendra di depan kami juga menyemprotkan spermanya. Menetes-netes hingga ke lantai. Ia masih memegangi kontolnya yang bergelimang cairan kentalnya sendiri. “Ah… ahh… Enak sekali, deek…” erangnya duduk lunglai bersandar.

“Isep itu!” dorongku pada kepala Miranda dan mengarahkannya pada kontol kisut Hendra. Perempuan cantik ini gelagapan dengan perintahku tapi tetap patuh. Mulutnya patuh memasukkan kemaluan lembek itu. Hendra mengerang ngilu campur enak. Pasti rasanya sangat enak. Aku tau itu sangat enak. Tapi hanya itu yang kau dapat malam ini, Hendra. Aku yang menguasai binikmu malam ini. Kau hanya dapat sisanya aja. He he he…

Miranda sepertinya suka melakukan pekerjaan barunya dengan baik. Sperma Hendra bersih habis dilahapnya dari kontol itu. Bahkan jari-jari tangannya segala dijilati untuk mengambil semua yang tersisa. “Woi! Kao bersihkan itu nanti, ya?” tunjukku pada sisa spermanya yang masih ada di lantai. Hendra mengangguk patuh juga. Udah kek budak dua orang ini kubuat. Miranda kuberdirikan setelah mencabut Aseng junior-ku yang juga sudah lunglai. Miranda berdiri dengan limbung dan kudekap tubuhnya dari belakang. Oop-makjang. Tinggi juga perempuan ini. Model beneran mungkin dia ya? Sejengkal lebih tinggi dia dari aku. Ck ck ck…

Aku nyenang-nyenangin diri sendiri dengan mendekap tubuh telanjang binor ini di depan mata lakiknya yang dengan paok menatap puas. Apa namanya ini? Jengglot? Cuckold? Ah itu-lah itu pokoknya. Aseng junior kusodok-sodokkan ke pantatnya untuk memancingnya bangun lagi. Pasti dia tertarik untuk ronde selanjutnya. Kita puas-puasin malam ini, Seng. Ayolah bangun… “Ndra… Cak kou bersihkan dulu meja kerjaku ini dari barang-barang gak penting ini…” perintahku padanya. Walopun dia manager, aku direktur. Masih aku yang menang. Masih kupeluk erat biniknya.

Di pilem-pilem kalo udah terotak kali biasanya maen sapu jagat aja apapun yang di atas meja, kan? PRANG!! Habis semua dilibas dari atas meja. Tapi aku gak paok gitu pulak. Rusak harus kuganti baru pulak nanti barang-barang itu. Ada telpon PABX, monitor LCD pemantau CCTV, beberapa alat tulis, kalkulator, buku-buku, dan et cetera et cetera-nya. Hati-hati Hendra merelokasi barang-barang milikku dari atas meja kerja ke lantai dekat dinding kaca. Me-mitigasi resiko yang terjadi kalo-kalo permainan kami mengganas. Pande juga-nya kao. Ia memeriksa kembali jika ada yang tertinggal. Kontol kimaknya perlahan sudah mulai hidup lagi, bersiap untuk ronde selanjutnya.

Miranda yang kudekap dari setadi, terus kuremas sebelah tetek bulat mengkalnya dan kukobel kacang itilnya yang becek dengan sperma. Aseng junior juga menggesek-gesek belahan pantatnya. Kudesak ia mendekat ke meja lalu kubaringkan di meja. Tidak ada ranjang, meja pun jadi. Spermaku mengalir di paha sampai ke lututnya. Dengan kode jentikan jari main tunjuk, kuarahkan Hendra untuk mengambil posisi di arah kepala biniknya. Aku kembali menghadapi cheese burger pujaanku. Miranda berbaring dengan antusias melihat dua pria mengerubunginya. Entah ini adalah impiannya ato apa tapi tidak mudah bagi seorang perempuan untuk menerima keadaan ini.

“Sukak kao binikmu diginiin, Ndra?” tanyaku memegangi kedua lutut istrinya yang mengangkang lebar. Aseng junior-ku sudah ngaceng juga mau masuk lagi lanjut ronde berikutnya.

“Iya, pak? Miranda juga suka, pak… Iya kan, deek?” kata suami bajingan saket jiwa itu. Cuma kontolnya aja yang dipikirkannya.

“Iya, baang… Enak kali rupanya, bang…” karena kudengar perempuan paok itupun angkat bicara, tensiku-pun ikut naik juga. Kujejalkan aja langsung Aseng junior. “AAhhhh!!” erangnya kaget liang kawin sempitnya kusodok tiba-tiba sampe kandas. Pelerku menampar bongkah pantatnya. “Auuhh… Ngilu, paak…” Liang kawinnya yang masih bernoda sisa spermaku seharusnya mempermudah jalan masukku, seharusnya tak sesakit itu.

“Isep kontol punya lakikmu lagi!” perintahku menunjuk pada Hendra yang berdiri di samping kepalanya. Segera ia raih dengan patuh kontol ngaceng suaminya yang disodorkan ke arah mulutnya. Hendra mengerang keenakan merasakan lincah mulut dan lidah istrinya menyepong kontolnya. Mereka asik, aku juga ikut asik menggoyang cheese burger enak binor ini. Aku baru bisa menikmati goyangan bergelombang tetek mengkal bulat Miranda di posisi berbaring missionary ini. Tetek bulat berputing imut itu bergoyang seirama sodokan Aseng junior-ku. Naik turun menggoda. Minta dijamah.

Karena Hendra belum menjamah tetek Miranda sama sekali dari tadi, aku merendahkan posisiku dan rapat ke arah payudara mengkal itu. Pertama-tama tentu saja meremas-remasnya. Hendra yang ingin turut serta meremas, kutepis tangannya menjauh. Ini punyaku semua malam ini. Kau hanya kebagian mulutnya aja malam ini. Kubenamkan mukaku lagi seperti yang kulakukan saat menulis surat perjanjian tadi. Memasukkan sebisanya pucuk tetek bulat ke dalam mulutku, lalu disedot kuat. Tubuh Miranda melengkung menikmati berbagai rangsangan simultan dari berbagai penjuru tubuhnya. Hendra gak mau melepaskan kontolnya dari mulut perempuan yang sedang dibaginya bersamaku.

Ndra-Hendra… Kao gak tau aja. Abis binikmu malam ini kukerjai. Kuentoti puas-puas. Biar aja dia mikir kalo ia selalunya harus membutuhkan bantuanku untuk bisa ngeseks, bersenang-senang menikmati tubuh istrinya. Padahal udah normal lagi-nya kontolmu itu. Udah gak ada lagi gangguan. Kalo masih ada, paling otak kepala kao-lah yang masih paok.

Aku memompa tubuh Miranda sambil menikmati sepasang tetek bulat itu dengan rakus. Tusukan Aseng junior kulakukan bervariasi 2-1, andalanku. Ini terbukti selalu berhasil pada setiap binor yang kugauli sampe klepek-klepek nagih. Seakan ada rasa gatal dan candu yang disebabkan Aseng junior saat menggocek kombinasi tumbukan 2-1 itu teratur. Ada rasa pengen terus disodok dan terus disodok. “Ngggahhh…” Miranda melepeh kontol suaminya dan mendekap kepalaku akibat orgasme kali ini. Pahanya mengempit pinggangku erat dan tubuhnya bergetar-getar. “Ahh… ahh… Paak… Enak, paak… Lagi, paak…” pintanya dengan muka sange berat minta cium. Prett! Cium? Mulutmu bekas kontol Hendra! Gak sudi!

Kulingkarkan kaki Miranda ke belakang pinggangku lalu kutelusupkan kedua tanganku ke balik ketiaknya, Aseng junior terbenam semakin dalam. Miranda meraung kala kuangkat tubuh berkeringatnya ke gendonganku. Hendra melongo melihatku memperlakukan istrinya sedemikian rupa. Aku berpegangan kemudian pada paha luarnya dan membiarkan Miranda menahan tubuhnya sendiri bergantungan di tubuhku dengan kekuatan tangannya, berakibat tubuhnya mengejang mengeluarkan tenaga yang tak pernah dilakukannya sama sekali. “Oooaahhh!!” ia meraung pilu kala tubuhnya kuhentak-hentak seperti sebuah bandul. Aseng junior menusuk masuk kembali tiap hentakanku pada tubuhnya rebound kembali padaku. Posisi ini perlu fisik yang prima, aku bangga bisa melakukan hal seperti ini sekarang di saat ini. Setidaknya latihan silat rutinku ada manfaatnya di bidang lain, ngentotin binor misalnya.

“Plak plak plak!” suara benturan pahaku dan selangkangannya dengan kaki mengait erat ke tubuhku. Tangannya juga mengalung erat di leherku, bergantungan sembari membenamkan kepalanya yang menjeritkan rasa pegal dan nikmat sekaligus. Enaknya gak seberapa dibanding sensasi aneh yang kurasa karena berhasil memperagakan posisi sulit yang hanya pernah kuliat di film bokep.

Miranda tak bisa bertahan lama. Tak mengapa, aku juga tak berharap banyak padanya. Kakinya lunglai lemas dan masih bisa berdiri juga karena kalungan tangannya di leherku. Kupepet tubuhnya hingga rapat ke dinding kaca tepat di depan meja kerjaku. Hendra mengikuti kami sambil mengocok kontolnya sendiri, mencari celah agar bisa berkontribusi. Sebelah kanan kakinya kuangkat dan kujejalkan Aseng junior masuk lagi ke cheese burger lezatnya, Miranda mengaduh dengan kepala lemas. Hanya mulutnya yang biasa bawel yang bereaksi. Tubuh tinggi modelnya sangat sesuai dientot dengan cara ini. Tanganku menahan belakang lututnya hingga tetap terangkat, sementara Aseng junior terus merangsek masuk. Sodok dan terus sodok sementara aku kembali bermain dengan tetek bulatnya. Miranda mengerang tolah-toleh ke segala arah mengekspresikan rasa nikmat yang menderanya.

Kusedot-sedot pentil tetek bulatnya, terkadang kugigit karena gemes dengan tekstur kenyalnya enak kali. Mau dikunyah takut nanti gak bisa dipake lagi. Ini tentunya bukan yang terakhir kalinya aku menikmati binor ini. Aku mungkin dah ketularan saket jiwa gara-gara Suhendra, nih. Tapi kalo kubikin pasangan sableng ini ketergantungan padaku repot juga. Mereka harusnya udah bisa ngeseks normal berdua aja. Tapi kalo Hendra menikmati sensasi cuckold ini, itu sih terserah dia. Aku cuma hepi ngentoti binik cantiknya aja. Tapi ogah berbagi dengannya. Tengok aja… Kukangkangi sendiri binikmu sampe ledes malam ini.

“Aaahh…” erang Miranda kaget Aseng junior kucabut dan kakinya jatuh. Dengan cepat kubalik tubuhnya. Ia berinisiatif menunggingkan pantatnya bak seekor betina yang mempersembahkan tubuhnya pada sang pejantan alpha. Pinter ini binor… Tau aja yang kumau. Dengan mudah aku menusukkan masuk Aseng junior lagi ke cheese burger sempit-lezatnya. Ia kembali mendesah kek kepedasan cabe rawit. “Hssss… Saahhh…” merasakan relung liang kawinnya dijejali batang Aseng junior-ku. Miranda berpegangan dan bertumpu pada dinding kaca yang ber-grafir partial. Ada beberapa bagian yang transparant, ada yang bergrafir untuk privasi. “Uhh…” Tubuhnya kembali kudorong rapat ke dinding kaca hingga muka dan teteknya nyeplak di sana.

“Ndra… Kao ngocok dari luar sana… Kao liatin binikmu kukentot sampe abis…” perintahku pada Hendra menunjuk keluar. Ia mengangguk-angguk paok dan langsung keluar dan menonton dari balik dinding kaca ini. Dasar paok kao, Nda-Ndra… Ia dengan patuh menonton biniknya yang sedang digencet di dinding kaca sambil terus ngocok dengan cepat. Ia bahkan berusaha menyentuh bagian payudara Miranda yang tercetak nyeplak di kaca. Sentuhan semu tapi mungkin disitu letak kepuasannya. Ia bahkan menjilat-jilat permukaan kaca itu. Jijik juga nengok orang saket kek gini lama-lama.

Sensasi enak melihat keganjilan bersama sepasang pasutri gendheng ini tak kalah memabukkan Aseng junior-ku. Jepitan sempit cheese burger Miranda tak ada berkurang memuaskanku. Ia mendesah-desah kusodok dari belakang dengan suara parau. Licin pertemuan kelamin kami sudah semakin panas. Tambahan cairan pelumas dari Miranda sedikit membantu melancarkan apalagi ia tadi barusan orgasme kembali. Martole jonjong (ngentot berdiri) begini memang menghabiskan banyak energi, tapi itu energi Miranda. Awak masih fit.

“Cemana, Mirr… Enaak? Enak dientot laki-laki lain gak?” tanyaku berbisik walau gak bakal terdengar Hendra.

“En-enaak, phaaak… Kapan-ka-kaphaan… laghii ya, paakk… Oohh…” jawabnya tak perduli apapun. Ada noda putih-putih gitu di balik kaca ini. Ternyata Hendra baru aja ngecrot dan menyemprotkannya di dinding kaca ini, tepat di depan vagina Miranda. Si paok itu duduk terkapar di lantai masih meremas kontol kimaknya itu. Banyak-la kerjaanmu malam ini ngebersihin semua sisa ngecrotan ini. Awas aja kao suruh OB besok ngebersihin ini semua.

“Nanti bunting, Mirr… Awak ni subur kali, loh…” kataku bercengkrama dengannya tanpa khawatir diliatin lakiknya yang goler-goler gak jelas di seberang sana.

“Ghaak pha-pha, paak… Udah terlaluu lamaa… Si Hendra bodoh ituuhh… terlaluu lamaaa… Ahhss… Mmm…” jawabnya berusaha jujur. Ia mengkontraksikan jepitan liang kawinnya untuk menguras isi pelerku.

“Kalok gitu… kubuntingin-la kao, yaa…” responku dan mempercepat sodokan Aseng junior panjang-panjang. Ia semakin meradang berteriak. Suaranya bergema nyaring di ruangan kaca ini. Teriakan jujurnya minta dibuntingin. Tak kuanggap lagi keberadaan Hendra yang sedang berusaha membangunkan kontol pukimaknya.

“Croot! Croot!! Croottt!!!” begitu Aseng junior memuntahkan isi muatannya, kupeluk erat tubuhnya dan kutarik dari gencetan di kaca. Untuk memaksimalkan permintaan hamilnya, kubaringkan lagi tubuhnya di atas meja dengan cheese burger tetap tersumpal Aseng junior. Mencegah sperma berhargaku keluar terlalu dini.

“Aahh… ahh… ahh…” desah Miranda yang lelah habis kuhajar dua ronde ini. Kakinya kuangkat dengan cara dua siku lututnya kutahan dengan lengan hingga kakinya terangkat agar isi muatan spermaku tak keluar dahulu selagi aku kembali bermain-main dengan tetek mengkal bulatnya. Memberi kesempatan semaksimal mungkin untuk bibit-bibit suburku bekerja, berlomba membuahi sel telur perempuan ini. “Paakk… Myu…” minta cium lagi dia.

“Mulutmu bekas kontol lakikmu… Malas aku… Nanti aja… Yang berikutnya, ya?” kataku lalu balik lagi menyusu di teteknya. Ekor mataku meliat penyesalan di matanya kenapa ia membiarkan kontol suaminya mengotori mulutnya sehingga ia tak dapat kesempatan bercumbu mulut denganku. Mungkin kalo masih banyak tenaganya, mau mungkin dia ke kamar mandi, kumur-kumur, gosok gigi ato juga dental floshing sekalian untuk membersihkan mulutnya dari jejak si Hendra pukimak itu. Ekor mataku melihat pergerakan lain. Hendra merangkak masuk dengan gontai. Keknya dia barusan nembak lagi di luar sana. Apa dia sudah sadar ya? Itu kan sudah di luar jangkauan keberadaanku. Otaknya mungkin udah konslet gak bisa mikir jernih saat ini. Kalo dipikir logis tentu bisa ketemu jawabannya, kan?

“Lagi, paak… huff… Puaskan istriku, paak… huf… Masih bisa kan, deek?” kata Hendra lalu duduk berselonjor. Kontol pukimaknya lunglai tapi masih dipaksa bangkit lagi. Miranda mengangguk dengan gerutuan gak terlalu jelas. Aku melepas kekangan tanganku pada kakinya sehingga Miranda mengangkang pasrah dengan kemaluan berselemak sperma kental ronde keduaku.

Menghindari berciuman dengan Miranda, aku kembali mendekap tubuhnya dari belakang. Aseng junior menggencet pantatnya. Kutarik ia agar duduk berpangku di atas kursi direktur-ku. Kuangkat dan kulipat kedua lututnya di atas kursi hingga ia mengangkang lebar berbentuk huruf M di pangkuanku menghadap ke arah lakiknya yang mengocok kontolnya lagi. Menyaksikan istrinya dilecehkan sedemikian rupa atas izinnya. Aseng junior memblokir pemandangan belahan cheese burger-nya yang merekah dibentangkan begini. Kugosok-gosok kacang itil Miranda dan sesekali jariku menelusup masuk mencelup dalam liang kawinnya yang becek lahar kental.

“Ndraa… Binikmu pengen bunting… Kubuntingin ya, binikmu ini?” kataku sambil terus mempermainkan permukaan vagina perempuan cantik itu, yang sudah tak sabar lagi ditancapi batang perkasa Aseng junior-ku. Kulebarkan bukaan liang kawinnya agar bisa disaksikan Hendra dari tempat rendahnya disana. Liang kawin yang sudah dua kali kuisi dengan bibit suburku. Masih ada banyak spermaku yang mengalir keluar. Mengalir kental. Si paok itu malah girang. Gak tertolong orangnya nih.

“Iya… Buntingi, paak… Biar ada anak kami, paak…” katanya kek sakaw kecubung. Aku gak mau tepok jidat meratapi malangnya orang ini. Ia masih berguna sebagai manager operasional yang lumayan bertanggung jawab dengan tambahan lecutan sedikit lagi.

“Masukkan, Mirr…” suruhku. Miranda memegang batang Aseng junior dan mengarahkan kepalanya memasuki liang kawin di belahan cheese burger miliknya. Menelusup masuk dengan lancar terpeleset mudah. Tubuh tinggi dengan torso tingginya memudahkanku untuk menelusup dari balik ketiaknya dan Hap! Tetek bulatnya kembali nemplok di dalam mulutku. Mulai pelan-pelan aku memompa. Tubuh Miranda sedikit menegang karenanya. Hendra menatap pertemuan intim kedua kelamin kami dengan rakus. Ia mengocok kontolnya lagi dengan mata melotot.

“Aaah… Paaak… Enak, paak… Auuhh…” erang Miranda mendapat serangan dua spot dariku. Sodokan Aseng junior menusuk vertikal, sedotan mulutku pada sebelah tetek bulatnya berikut remasan di sebelahnya juga. “Aaahhh… Ahhhss…” Pinggulku bergerak ritmis memompakan Aseng junior menusuk masuk, menerobos cheese burger sempit itu di posisi duduk memangkunya begini. Sesekali aku bisa lirik-lirikan dengannya yang mendesah-desah keenakan. Mukanya sudah merah karena nafsu seutuhnya. Aseng junior-ku terus menusuk keluar masuk dengan gerakan pinggulku. Dua jari kupakai untuk melebarkan bukaan roti bun lembut kemaluannya, memamerkan apa yang tak dapat dinikmati Hendra malam ini, yang hanya bisa ditontonnya dengan sadar.

“Deek… Enak ya, deek?” tanya Hendra dengan paoknya sambil ngocokin kontol menyedihkannya yang kimaknya bisa bangun lagi. Saket parah ini manusia memang. Dia nonton dengan riangnya bagaimana Aseng junior-ku menusuk masuk cheese burger biniknya yang kubentang lebar begini. Dia tak ada nyali untuk menyentuh apalagi minta bagian, hanya sekedar menonton dan memuaskan dirinya sendiri pake tangan. Aseng junior menusuk vertikal dengan konstan liang kawin sempit biniknya, yang kacang itilnya juga kukobel-kobel. Diperhatikannya lekat-lekat persatuan kelamin kami dan sesekali ekspresi yang ditampilkan Miranda.

“En-naaak…. bhaanng… Uuh.. Uhhhnn… Ahhsss…” ia membantuku meremas-remas sebelah tetek bulatnya. Lidahku masih memainkan sebelah pentil teteknya sebelah lagi. Ia menyambut tiap tusukanku dengan geol-geol berputar, mengulek Aseng junior dengan seksama. Ia mengerang-erang dengan suara berisik. Hanya ini sisa yang masih dimilikinya yang tak dapat berubah dari kekuatan mulutnya yang baru lalu hilang. “Ahh… Auuhh… Ahhh… Akhh! Akh!”

Tubuh Miranda mengejang kembali dengan perut ketat menampilkan otot rata yang meremas Aseng junior di dalam liangnya. Memulas hingga gerakan geolnya melepas apa yang menyumpal liang kawinnya. Aseng junior lepas dan hanya bisa nangkring di bawah belahan pantatnya selagi Miranda terus bergetar-getar tubuhnya dengan mulut liang kawinnya berdenyut-denyut. Kucoblos dengan dua jari liang itu tak memberinya ampun. “Jyaahhh!! Akh! Akh!” Miranda tak sadar berusaha menepiskan tanganku yang tak mau lepas juga. Jariku terbenam dalam. Jariku terus mengorek padahal orgasmenya belum kunjung selesai. Tekanan di dalam sini sangat kuat, sepertinya akan nembak squirt. Dah lama, nih…

“Paak… Kyyyaaaahhh!! ~~Cyuuuurrr!!” semburan itu meluncur juga. Nyemprot-nyemprot kek penyiram taman otomatis. Kimaknya lagi si Hendra paok itu malah terkena semprotan brutal itu karena ia tepat ada di depan bukaan cheese burger Miranda. Ia tak sadar menganga dan air ngecrotan biniknya itu masuk ke mulutnya dengan sukses. “Crut crut crutt…” Hendra menampung semua semprotan itu dengan riang gembira.

Orgasme gila-gilaan Miranda barusan membuatnya ngos-ngosan di pangkuanku. Pinggulnya berputar-putar geal-geol erotis dengan suara parau mulut menganga. Aseng junior terjepit pantatnya dan dilindas semena-mena dengan semok buah bokongnya. Kimak! Kuarahkan Aseng junior junior ke tempat seharusnya dan tubuh Miranda melejit kaget karena rasa ngilu-gilu enak liang kawin cheese burger-nya kucoblos lagi. “Ahhh… Paakk… Ngiluuuuhh… Uuuh… Ahhsss…”

Gak perduli. Aseng junior kupompa cepat lagi membuat Miranda meraung-raung. Hendra ngocokin kontol kimaknya makin cepat. Ia nonton biniknya kuentot antusias kek nonton bokep pertama kalinya, melotot ngences—maju menjorok ke depan. Tangannya bekerja cepat. “Cruut cruut cruut…” ia akhirnya nembak lagi dan tak henti ia mengocoki kontolnya terus karena aku belum, tepatnya bakalan menyusul gak lama lagi. Paok kao, Ndra… Enak kali binikmu ini. Kuencrotin lagi-lah ini… U-uh.

“Croott! Croott!! Crooottt!!!” kusentakkan dalam-dalam tusukan Aseng junior saat ia menembakkan semburan spermaku memasuki rahimnya. Aseng junior bercokol dalam dan membentur ujung terdalamnya. Rasanya sangat tak terperikan lagi. Kupeluk erat-erat tubuh Miranda. Pipiku terbenam di tetek bulatnya. Rasanya sangat nyaman sekali mengisi relung rahimnya sembari mendekap erat tubuh berkulit halus perempuan cantik berperawatan mahal ini. Gak rugi aku menjadi gila sementara ini pada kedua pasutri sableng ini.

Miranda mengelus-elus rambutku ragu-ragu saat aku bernafas satu-satu sambil menekan teteknya. Pelan-pelan kupindahkan posisinya yang berpangku di perutku—tetap duduk di kursi itu, aku berdiri. Aseng junior-ku masih berlepotan sperma, apalagi cheese burger Miranda. Kedua kaki dan perutnya kuatur sedemikian rupa agar lebih rebah dengan duduk di ujung kursi direktur yang ekstra besar ini. Ini agar spermaku gak keluar dulu, Biar bercokol lebih lama, mengendap dulu lebih lama. Memberikan tugas mulia pada mahluk-mahluk kecil itu membuahi target mereka. Hanya perlu satu pemenang saja.

Miranda patuh tanpa tanya menggelomoh sisa sperma yang ada di sekujur batang Aseng junior. Dibersihkannya dengan telaten sampai dijilat-jilat kek es krim. Pentil teteknya masih kupelintir-pelintir juga sementara menanti bersih. “Ndra… Kao bersihin ini semua yaa? Jangan sampe ada yang kelewatan… Harus kao sendiri yang ngebersihinnya… Jangan kao suruh OB… Ntah apa yang dipikirnya nanti… Dengar?!” kataku menekankan ini berulang-ulang agar masuk ke otaknya. Aku gak berharap Miranda mau nolongin suaminya melakukan kerjaan rendahan kek gini karena perempuan ini sudah lemas abis kugenjot 3 ronde.

“Iya, pak…” jawabnya dengan suara parau. Entah udah berapa kali pria malang saket jiwa ini ngecrot malam ini. Ia memaksakan dirinya karena sangat-sangat terangsang bisa ngaceng di sekitar istri yang sangat dicintainya. Hal yang selama ini gak pernah terjadi di kehidupan pernikahannya. Hendra ngelongsor tidur menyamping dengan kontol kimaknya itu terkulai lemas. Di kakinya ada sisa-sisa spermanya sendiri. Kimak-nya orang satu ini. Lantai ruanganku penuh sama spermanya jadinya.

“Jadi… cemana ini terusnya?” tanyaku sudah memakai kembali celanaku, hanya tinggal mengancingkan kemejaku saja.

“Besok lagi… bisa, pak?” pelan suara Miranda yang sedang mengangkat kaki di atas kursi direkturku. Tumpukan cheese burger-nya mencuat menggembung di antara kedua pangkal pahanya. Menggoda untuk dicoblos lagi.

“Bisa-bisa aja… Kek mana, Ndra? Besok lagi aja, ya?” tanyaku pada sang suami yang lemas di lantai dingin. Ia hanya mengangguk. “Tapi jangan disini lagi… Udah aneh bau ruanganku ini klen buat… Nanti kao semprot juga ini sekalian, yaa?” kataku karena udah bermacam aroma persetubuhan tercium kuat di ruangan yang tak terlalu besar ini. Kukobel belahan cheese burger itu untuk terakhir kalinya malam ini, kucolek juga pentil tetek bulat Miranda yang menatapku dengan pandangan campur aduk. Berjingkat-jingkat aku keluar agar gak menginjak sisa sperma yang berceceran di lantai, menuruni tangga, membuka pintu dengan kunci milikku dan pulang dari SPBU ini. Selamat gajian kalian besok…

Bersambung

Cerita Dewasa Mandi Bareng Dengan Bibiku Yang Cantik
Foto Selfie Abg Cabe2an Kampung
Foto telanjang anak smp masih kecil memek perawan sempit gundul
janda montok
Ngentot Janda Beranak Satu, Main Nya Oke Banget
sepupu sexy
Tak bisa menahan nafsu birahi gara-gara tidur sekamar dengan sepupu ku
Foto Bugil ABG jepang Mikuro komori di gangbang temannya
Ngewe Dengan Cewek Mabuk Di Club Malam
500 foto chika bandung habis mandi udah seger pengen ngentot
Foto selfi telanjang bulat abg cantik bikin sange
Melayani Janda Muda Sange Berat
nabilah jkt46 sexy bugil ciuman
Ngentot Gadis Sma Cantik Dan Binal
Cerita Dewasa Ngintip Tante Lilis Sedang Colmek
500 foto chika bandung ngentot dengan pacar di hotel
Foto hot jepang Kana Tsuruta bening men
Foto Ayane Sakurai artis JAV ngewe sampai banjir
Cerita ngewe dengan anak bos body montok