Part #33 : Petualangan Sexs Liar Ku

Aku berpamitan kepada Annisa. Aku sadar ini bukan waktu yang tepat untuk mencoba berbicara dengan teh Adibah.

Sebelum aku keluar, aku celingak-celinguk melihat situasi. Saat dirasa aman aku kemudian menarik Annisa dalam pelukan lalu mencium bibirnya dalam.

Annisa terkejut melihat apa yang aku lakukan. Dia sadar kami sedang berada di rumahnya. Ada bundanya dan ada Aisyah juga. Namun seperti biasa Annisa sukar untuk menolak ciuman dari ku.

Setelah cukup puas, aku pergi dari hadapannya. Sebelumnya aku telah berjanji untuk mencari cara agar dapat meluluhkan hati bundanya. Aku hanya mengangguk. Akan aku lakukan dengan cara ku sendiri.

“Hati-hati di jalan,” ucap Annisa sembari mencium punggung tangan ku layaknya istri kepada suami.

Aku tersenyum lalu pergi mengendarai motor ku keluar dari area pesantren. Banyak santri-santri yang menatap ku, menjadikan ku sebagai objek perhatian.

Ketika aku melewati jalan di samping sebuah lapangan, mata ku tertuju pada seorang wanita yang sedang menggendong bayi. Dengan telaten ia menyuapinya bubur bayi.

Kemudian aku berhenti dan turun dari motor ku lalu menghampirinya. Tampaknya dia belum sadar ketika aku tepat berada di belakangnya, namun bayi itu tertawa girang saat melihat ku dari bawah.

“Aira,” panggil ku lirih.

Sontak wanita itu kaget lalu berpaling ke sumber suara.

“Randy! Kok kamu ada di sini?!”

Icha terkejut mendapati aku yang tiba-tiba ada di situ.

“Aku ada urusan sama teh Adibah,” jawab ku jujur.

“Jangan bilang kalo kamu mau ngincer teteh habis ini!”

Aku hanya menaikkan kedua bahu ku cuek.

“Apa itu cara balas dendam yang baik?” tanya Icha.

“Apa ada cara balas dendam yang baik?

Aku balikkan pertanyaannya. Icha diam tak dapat menjawab.

“Lagian gue cuma mau lakuin apa yang pernah Reza lakuin sama keluarga gue.”

Aku memasukkan kedua tangan ku ke dalam saku celana seraya menatap ke rerimbunan daun di atas pohon.

“Dia udah main sama kakak gue dan dibelakang dia juga main sama nyokap gue, terus setelah itu dia ngadu domba mereka yang buat kakak gue benci sama nyokap gue sampe sekarang.”

Ku arahkan pandangan ku ke Icha.

“Dia udah ngancurin keluarga gue, dan sekarang gue bakal balas dengan hal yang sama.”

“Gue udah dapetin anaknya, mungkin kalo gue bisa nikahin Annisa, gue bisa dapetin nyokapnya juga, ehh tapi tunggu dulu, gimana jadinya ya kalo Annisa tau gue ada main sama nyokapnya? Apa gue bisa ajak mereka threesome ya?” ucap ku sarkas.

Tentu saja aku tidak serius. Kalau itu benar-benar terjadi, bukan threesome yang aku dapatkan, tetapi Annisa yang akan membenci ibunya selama-lamanya.

Aku kemudian mendekatkan wajah ku ke wajahnya.

“Tenang aja, gue gak akan libatin lu sama Aira lagi, karena gue sayang…”

Ku cium pipi Aira yang tembem itu. Dia tertawa sambil mengulum jari tangannya sendiri.

Aku kemudian mencoba untuk mencium kening Icha namun buru-buru ia tepis.

“Jangan! Ini tempat umum!” protes Icha.

“Ohh, jadi kalo ini bukan tempat umum gue boleh?”

Icha menggeleng cepat lalu menjauh dari posisi badan ku.

“Ya udah, gue pergi dulu, dadah Aira, papah sayang kamu!”

Aku melakukan kiss bye lalu melambaikan tangan sebelum pergi.

•••​

Aku sedang tiduran di atas ranjang apartemen saat tiba-tiba ponsel ku berbunyi. Ternyata itu dari Tante Dewi.

“Halo sayang!”

“Halo Tante!”

Tante Dewi berhenti sejenak. Sepertinya tidak suka dengan panggilan Tante saat sedang ngobrol berdua.

“Emm…gini Ran, nanti malam kamu ada acara gak?”

“Gak ada sih Tan, kenapa?”

“Bisa anterin Tante ke acara reuni SMA Tante?”

“Ya bisa dong Tante, kan Randy supir Tante, kalo pun Randy punya acara pasti Randy batalin buat Tante.”

“Hmm…ya udah entar malam jam 7 Tante tunggu di rumah ya.”

“Oke sayang,” balas ku sedikit menggoda.

“Ishh…”

Telepon kemudian ditutup. Aku mendehem, kembali melemparkan ponsel ku ke atas ranjang lalu bangkit untuk bersiap-siap.

•••​

Sekitar pukul setengah tujuh aku sudah rapi dengan pakaian semi formal. Aku berangkat dengan menggunakan sepeda motor ke rumah Tante Dewi.

Di sana aku langsung masuk ke garasi untuk memanasi mesin mobil milik Tante Dewi. Setelah itu aku keluarkan mobilnya ke depan, baru lah aku masuk ke dalam rumah.

“Papa!”

Baru saja satu kaki ku langkahkan masuk, diri ku sudah disambut oleh anak ku yang bukan anak kandung ku.

“Halo Reihan!”

Dia berlari memeluk ku dan langsung ku gendong.

“Ngen papa!” (Kangen papa!) ucap Reihan keras.

Padahal baru semalam dia menginap di apartemen ku dan baru tadi pagi kita berpisah, tapi dia sudah kangen saja pada ku.

“Papa juga kangen sama Reihan.”

Kami tersenyum bersama-sama. Tak berselang lama tiba-tiba seorang bidadari muncul dari dalam ruangan. Aku terpana dan hanya bisa melongo melihatnya.

“Hush…Ran! Jangan liatin gitu lah, Tante malu.”

Lamunan ku buyar. Aku langsung tersenyum kikuk. Penampilan Tante Dewi saat itu benar-benar beda dari biasanya. Dirinya terlihat lebih muda, cantik, dan seksi.

“Tante cantik banget sih, mentang-mentang mau ketemu mantan, hehehe…”

Sontak wajah Tante Dewi langsung merah padam. Aku sudah mengetahui tentang masa lalu Tante Dewi saat dia menceritakannya dulu.

“Gak suka ya? Maunya cantiknya buat kamu aja? Ya udah Tante ganti deh kalo gitu,” ujarnya sambil berbalik dan langsung ku tahan.

“Ehh…jangan, gak papa tampil cantik gitu biar orang-orang pada iri, hehehe…”

Aku sedikit melontarkan candaan agar dia tidak merajuk.

“Hmm…iri sama siapa nih?”

“Iri sama aku dong, punya istri cantik kaya Tante Dewi, hehehe…”

“Huuu…orang udah tua gini dibilang cantik.”

“Tua gimana, orang belum kepala tiga juga,” timpal ku.

Kami tidak melanjutkan percakapan yang absurd itu. Aku lalu menurunkan Reihan dari gendongan ku.

“Reihan sama bi Lastri dulu yah, mama mau pacaran dulu sama papah” celetuk Tante Dewi kepada Reihan.

Reihan menggeleng cepat.

“Kut!” (Ikut!)

“Aduh Reihan, masa tega sih mama sama papa mau berduaan malah minta ikut.”

Tante Dewi mencari cara agar anaknya tidak ikut.

“Reihan mau adik kan? Nanti mama sama papa kasih adik buat Reihan.”

Aku tercengang mendengar apa yang diucapkan oleh Tante Dewi. Segitunya berusaha untuk merayu Reihan. Tapi ekspresi Reihan berbeda.

Mendengar kata adik, dirinya langsung girang, dengan cepat dia mengangguk mengiyakan permintaan ibunya dengan syarat memberinya adik.

“Njie ya!” (Janji ya!)

“Janji deh, jadi Reihan jangan nakal yah di rumah, nurut sama bi Lastri.”

Bi Lastri yang baru datang dari belakang langsung menggenggam pergelangan tangan Reihan.

“Dadah Reihan!”

“Ngan ama-ama!” (Jangan lama-lama!)

Kami berdua mengangguk lalu berjalan masuk ke dalam mobil.

Aku lalu memacu mobil membelah jalanan. Kami melewati indahnya malam di kota Bandung.

Beberapa kali aku sempat melirik ke arah Tante Dewi. Dirinya juga sesekali melakukan itu. Sampai suatu saat pandangan kami bertemu.

“Kenapa kamu ngeliatin Tante begitu?”

Tante Dewi mencebikkan bibirnya.

“Tante cantik banget malam ini.”

“Gombal aja kamu!” jawabnya sedikit malas.

Atau pikirannya sudah ke acara reuni itu saat dia bertemu dengan mantan pacarnya dulu.

Tanpa permisi tiba-tiba tangan kiri ku mendarat di perutnya yang masih rata. Tante Dewi langsung melirik ke arah tangan ku tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.

“Hey junior, cepet besar yah terus keluar, papa pengin cepet-cepet liat muka kamu.”

Aku menyunggingkan senyum tipis.

“Jangan cepet-cepet ihh, tetep harus sembilan bulan,” protesnya.

Aku terkekeh geli seraya menggelengkan kepala beberapa kali. Aku kembali fokus ke kemudi ku, hingga beberapa saat kemudian kami telah sampai di tempat acara reuni SMA Tante Dewi.

Aula sebuah hotel yang disulap menjadi sebuah tempat yang mewah. Banyak mobil-mobil mahal berjejeran di area parkir. Ternyata lulusan SMA Tante Dewi rata-rata menjadi orang yang sukses, maklum SMA favorit.

“Ayuk Ran masuk!” ajak Tante Dewi kepada ku.

“Randy tunggu di mobil aja Tante, gak enak, aku kan bukan alumni,” tolak ku memberi alasan.

“Mendung loh itu, pasti bentar lagi ujian, mending di dalam.”

Aku akan menolak saat tiba-tiba…

Duarrr…!!!

Petir menyambar tepat di dekat kami sehingga memekikkan telinga. Mau tidak mau aku akhirnya menuruti Tante Dewi untuk masuk ke dalam gedung.

Saat memasuki tempat acara itu aku melihat sudah banyak orang yang rata-rata berusia sama seperti Tante Dewi.

“Hay cynnn…apa kabarnya, udah lama gak ketemu makin cantik aja!”

Seorang wanita bertubuh gempal menyalami Tante Dewi sambil cipika-cipiki. Dia diikuti oleh dua temannya yang lain.

“Kabar baik cin, makin subur aja, ini udah berapa tahun kok gak mbrojol-mbrojol juga,” cetus Tante Dewi sambil mengelus-elus perut wanita itu.

Mereka berempat tertawa bersama-sama. Tampaknya mereka dulu sangat akrab sampai-sampai candaan seperti itu tidak membuatnya tersinggung.

Mereka lalu larut dalam percakapan sehingga melupakan kehadiran diri ku. Aku jadi merasa terasingkan, aku lalu mengambil segelas wine yang disediakan di sana.

Saat aku tengah meneguk wine itu tiba-tiba bahu ku ditepuk oleh seseorang, sontak pandangan ku beralih ke arah si pelaku.

“Hey lu siapa ya? Kok kayaknya bukan alumni sini?” tanya seorang pria dengan nada halus.

“Ehh, iya emang bukan kok, gue cuma nganterin Tante gue,” jawab ku seadanya.

“Oh, emang siapa Tante lu?”

Belum sempat aku menjawab tiba-tiba Tante Dewi datang menghampiri ku.

“Dicariin ternyata di sini,” sergah Tante Dewi.

Reflek pria itu berbalik sehingga dia dan Tante Dewi bertemu pandang.

“Dewi?!”

“P…Pram?!”

Keduanya saling berpandangan canggung. Tante Dewi memegang lengannya sendiri, wajahnya sedikit menunduk.

“Apa kabar Dewi? Lama gak ketemu ya,” lontar lelaki yang bernama Pram itu.

“Baik Pram, kamu apa kabar?”

Pria itu tersenyum singkat.

“Jauh lebih baik dari beberapa tahun yang lalu.”

Wajah Tante Dewi seketika memucat, aku penasaran siapa dia ini. Belum sempat aku mengetahui jawabannya tiba-tiba tangan ku ditarik oleh seseorang untuk beranjak dari situ.

“Sini, jangan ganggu,” ujarnya.

Ternyata itu adalah Tante Mirna. Kalau kalian lupa, dia adalah teman Tante Dewi yang menjual apartemennya kepada ku.

“Ish apa sih? Siapa juga yang ganggu,” kilah ku sembari menepis tangannya.

“Kamu tau dia siapa?”

Aku mengernyitkan dahi ku. Memang itu yang aku ingin tanyakan.

“Iya siapa emangnya?”

Dia pun membisikkan ku.

“Dia itu mantannya Dewi yang dia tinggalin nikah sama suaminya sekarang,” jawabnya lirih.

Aku mengangguk mengerti. Oh, ternyata dia adalah pria yang pernah diceritakan oleh Tante Dewi. Hmm, pantas saja dia berdandan cantik sekali, ternyata untuk bertemu dengannya.

Ada rasa cemburu di dada, tapi melihat ekspresi Tante Dewi yang sumringah ketika bertemu dengan pria itu, aku mencoba memakluminya.

“Kalo diliat cocok banget gak sih? Yang satu tinggi, gagah, ganteng yang satunya cantik, putih, body aduhai pula. Sayang banget mereka gak jadi,” sergah Tante Mirna sedikit kecewa.

Aku hanya mencebikkan bibir ku, ku lipat kedua tangan ku di depan kemudian memperhatikan interaksi antara mereka berdua.

Sepertinya setelah beberapa saat berbasa-basi Tante Dewi mulai mencair. Dia tampak senyum-senyum malu menimpali perkataan dari Om Pram.

“Hush, ngeliatinnya gitu banget, jangan cemburu, kamu kan cuma ‘keponakannya’ Dewi.”

Tante Mirna berkata dengan menekankan pada kata keponakan. Mungkin maksudnya aku adalah alat pemuas bagi Tante Dewi saja tidak lebih. Ahh, masa bodo lah.

“Tapi dia udah nikah juga kan?” tanya ku sok kepo.

“Iya udah punya anak juga, hidupnya sih sekarang udah enak gak kaya dulu lagi yang ditolak sama orang tuanya Dewi gara-gara miskin.”

“Oh ya? Kok bisa?”

“Lha wong dia nikah sama anak pemilik pesantren a*******h yang terkenal seantero Bandung.”

Deggg…

Tunggu! Aku tidak salah dengar kan? Dia bilang anak dari pemilik pesantren a*******h? Itu kan pesantren milik keluarganya Reza.

Itu berarti Om Pram adalah menantu dari teh Adibah, suami dari anak pertama teh Adibah yang belum pernah aku temui sama sekali.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Belum sempat aku menyusun rencana untuk menaklukkan teh Adibah aku sudah mendapatkan informasi mengenai anak pertamanya.

“Oh ya? Emang mereka sekarang tinggal dimana?” tanya ku guna mencari informasi sebanyak mungkin.

“Mana ku tau, emang aku dukcapil.”

Dia terkekeh sambil mencubit pinggang ku gemas. Aku hanya mendengus kesal. Dari gelagatnya dia seperti memberi aku kode tapi aku malas untuk berbuat lebih.

Untuk saat ini aku harus sedikit menghemat persediaan sperma ku karena aku sedang dalam proses untuk meningkatkan stamina sesuai anjuran coach. Jadi aku akan melakukannya kalau memang benar-benar butuh saja.

Hmm, mungkin pria itu dapat menjadi jalan ku menuju target selanjutnya setelah si teteh.

Aku tersenyum sambil mengangguk-angguk sembari mengelus-elus dagu ku yang ditumbuhi jambang tipis, membuat Tante Mirna yang berada di samping ku melongo keheranan.

Bersambung

tetangga hot
Ngentot dengan tetangga yang body nya oke banget
pembantu polos
Menikmati orgasme dengan pembantu yang polos
Memek basah becek cewek bispak anak surabaya
500 foto chika bandung ngentot dengan pacar memek di masukin kontol
Foto bugil model JAV cantik seksi
Foto Bugil Jilbab Calon Ustazah Korek Memek
Foto mahasiswi cantik foto bugil setelah cukur jembut
Pembantu baru
Tidur Seranjang Dengan Menantu Waktu Di Kapal
Foto bugil jepang susu jumbo Satomi katayama
Foto Memek Mulus Tembem Cewek Bispak
Mama sexy
Tiap Memandang Mama Aku Menjadi Sangat Bergairah
cerita sex dengan murit les
Ngentot fanny gadis kecil tapi montok murid les ku
500 foto chika bandung janjian dengan pacar ngewe di hotel
Tante sange
Memuaskan tante Vera di atas ranjang
istri teman sexy
Istri Temanku Yang Aduhai
korban dukun cabul
Cerita hot kisah si dukun cabul bagian satu