Part #33 : Anin

Perlahan-lahan Anin membuka matanya. Udara dingin dari AC di kamar ini sedikit mengganggu tidur nyenyaknya. Saat dia bergerak, dia terkejut dan langsung membuka matanya lebar-lebar, saat merasakan ada tangan yang memeluk dirinya. Tapi dia kemudian tersenyum begitu menyadari itu adalah tangan Haris, yang saat ini sudah menjadi suaminya. Haris masih tampak tidur nyenyak.

Anin tertawa kecil melihat ekspresi Haris yang sedang tidur. Bibirnya sedikit terbuka, mengeluarkan bunyi dengkuran halus. Matanyapun tak tertutup sepenuhnya, Anin masih bisa melihat sedikit bagian putih dari mata Haris.

Anin

Anin menoleh, melihat jam digital yang terletak di meja samping tempat tidur. Masih pagi, baru jam 4. Mataharipun masih cukup lama baru terbit. Tapi sudah waktunya untuk melaksanakan ibadah, akhirnya diapun menggeser tangan Haris, mencoba bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya, sekalian mandi wajib.

Tapi saat hendak berjalan ke kamar mandi, dia berhenti sebentar. Dia tiba-tiba merasakan perih di daerah pangkal pahanya. Tapi kemudian dia malah tersenyum, karena hal itu adalah hal yang wajar, setelah semalam dia menyerahkan kesuciannya kepada Haris, lelaki yang berhak atas dirinya. Dia juga melihat ke arah sprei ranjang yang dia tiduri, ada bercak-bercak merah disana. Dia tersenyum bangga karena berhasil mempertahankan kehormatannya, sampai akhirnya dia berikan kepada Haris semalam.

Perlahan Aninpun bergegas ke kamar mandi. Dia nyalakan air hangat untuk menyiram dirinya. Meskipun masih terasa sedikit perih di selangkangannya ketika terkena air, tapi dia tidak peduli. Toh rasa sakit ini nantinya juga akan hilang dengan sendirinya. Setelah cukup lama membersihkan diri, Anin menyeka seluruh air di tubuhnya dengan handuk, lalu melilit tubuhnya dengna handuk itu. Dia berjalan keluar kamar mandi, kemudian berganti pakaian, tanpa memakai pakaian dalamnya terlebih dahulu.

Tubuh Anin

“Mas, mas Haris…”

Anin coba membangunkan suaminya.

“Mas Haris, bangun mas,” bisik Anin di telinga Haris, sambil dia menggoyangkan tubuh suaminya.

“Hemm…”

“Maass, ayo bangun.”

“Eh…”

Haris terkejut melihat siapa yang membangunkannya. Bukan Rani seperti biasanya, tapi Anin. Anin melihat itu justru terkekeh, sama persis dengan reaksinya tadi waktu terbangun dan melihat Haris memeluknya.

“Hehe, maaf yank, kaget aku. Tak pikir siapa, ternyata istriku yang cantik jelita, hehe.”

“Ih kamu ini lho mas, baru bangun juga udah nggombal aja. Sana buruan mandi wajib mas, abis itu kita ibadah dulu.”

“Iya, ini jam berapa?”

“Tuh udah setengah 5.”

“Kamu udah mandi ya?”

“Udah kok, sekarang giliran mas Haris.”

“Ya udah kalau gitu, aku mandi dulu.”

“Mas mau dibikin teh apa kopi?”

“Hmm, kopi aja ya yank, pake krim.”

“Ya udah aku bikinin.”

Selagi Haris mandi, Anin membuatkan kopi untuk suaminya. Terkadang dia masih tersenyum sendiri, menyadari ini adalah kopi pertama yang dia buat sebagai seorang istri, kopi pertama yang dia buat untuk suaminya. Setelah Haris selesai mandi dan berganti pakaian, mereka beribadah terlebih dahulu. Setelah itu barulah duduk-duduk bersantai sambil menikmati kopi buatan Anin.

“Gimana kopinya mas?”

“Hemm, gimana apanya?”

“Yaa, kopi buatanku, gimana rasanya?”

“Ooh ini,,,” Haris menyadari maksud dari pertanyaan Anin. “Ya jelas nikmatlah, ini kopi paling nikmat yang pernah aku minum lho yank.”

“Ah masak sih mas? Itu kan cuma kopi sachetan, masak senikmat itu?”

“Iyalah, jelas. Apapun bentuknya, karena ini adalah buatan istriku, yang penuh cinta dan kasih sayang, rasa nikmatnya itu berlipat-lipat yank, nggak ada yang ngalahin.”

“Haha, mas Haris ih bisa aja.”

“Hehe, aku serius lho. Aku bakal terus ingat kalau ini adalah kopi pertama yang diberikan oleh istriku buat aku.”

“Hihi..”

Anin tak tahu lagi mau menjawab apa, dia begitu tersipu dengan pujian dari suaminya. Tapi dia merasa bahagia, Haris adalah suami yang pintar menyenangkan istrinya. Meskipun ini baru hari pertama, tapi dia berharap hari-hari selanjutnya akan terus seperti ini.

“Oh iya yank, entar mau sarapan di bawah apa disini aja?”

“Hmm, disini aja ya mas? Soalnya, aku masih agak susah buat jalan.”

“Oh, masih sakit ya?”

“Iya mas. Padahal semalem udah enggak lho, tapi pas bangun tadi kok kerasa sakit ya? Badanku juga agak pegel mas.”

“Oh ya wajar sayang, namanya juga baru pertama kali. Kamu aja kalau baru pertama kali olahraga, atau fitnes gitu, pasti besoknya pas bangun badannya pegel-pegel, iya nggak?”

“Iya sih. Tapi, hmm, mas Haris pasti udah nggak pegel ya?”

“Eh kok gitu?”

“Yaa kan mas Haris udah pengalaman, hehe.”

“Haduuh yank, jangan dibahas dong.”

“Hehe nggak papa kok mas, kan aku juga udah tau. Kalau gitu kan, mas Haris bisa ajarin aku, hehe.”

“Haha, ajarin apaan? Yang kayak gitu nggak perlu diajarin, entar juga jago sendiri, kalau sering, hehe.”

“Emang mau sering-sering? Nggak takut bosen apa?”

“Sama kamu, gimana aku bisa bosen yank? Hehe.”

“Tuh kan, nggombal terus.”

“Haha.”

Keduanya tertawa bersamaan. Candaan kali ini terasa begitu bebas, karena memang sudah tak ada batasan bagi keduanya. Aninpun sudah tak perlu lagi menahan-nahan untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan dan dia mau kepada Haris.

“Hmm mas..”

“Kenapa sayang?”

“Boleh nanya nggak?”

“Lah, ya nanya aja, emang ada apaan sih?”

“Tapi jangan marah lho.”

“Iya iya, aku nggak marah. Kenapa sayang?”

“Hmm, yang semalam itu, hmm, aku udah bisa muasin mas Haris belum?” Anin sedikit menunduk, sebenarnya dia ragu dan malu untuk menanyakan ini, tapi dia benar-benar ingin tahu.

“Hah? Maksudnya?”

“Iyaa.. kan, hmm, mas Haris udah pernah kayak gitu sama orang lain, menurut mas, aku gimana? Ada yang kurang nggak? Terus apa yang harus aku lakuin biar mas merasa puas?”

“Kok nanyanya gitu yank?”

“Yaa kan aku sekarang istrinya mas Haris, jadi aku harus tau kan apa yang mas Haris suka, soal kayak gituan. Biar mas nggak kecewa dan berpaling.”

“Hahahaha…”

“Lho kok malah ketawa sih mas? Aku serius nih.”

“Iya iya, maaf sayang. Ya udah aku jawab, tapi kamu juga jangan marah ya?”

“Nggak akan kok mas, asal mas Haris jujur.”

“Iya, ini jujur kok. Gini yank, memang dulu aku pernah kayak gituan sama orang lain, sama beberapa cewek. Tapi jujur, yang semalam itu bener-bener beda. Gimana ya, nikmatnya itu luar biasa yank, bener-bener baru pertama kali ini ngerasain kenikmatan seperti itu. Mungkin karena kita ngelakuinnya secara sah, nggak ada pikiran lain-lain.”

“Bener mas?”

“Bener yank. Kamu itu spesial, karena kamu baru pertama kali ini melakukannya.”

“Emang, dulu cewek-cewek mas Haris nggak ada yang masih, hmm, perawan?”

“Nggak ada yank. Ya terus terang, ada rasa nggak enak dihatiku.”

“Nggak enak kenapa?”

“Hmm, yaa, aku dapetin perawan kamu, tapi kamu, yaa gitulah yank.”

“Ya udah, kita kan udah pernah bahas ini, dan aku bisa terima semuanya kok. Asal setelah ini mas janji cuma ada aku dihati dan hidupnya mas Haris.”

“Pasti itu, aku janji sayang.”

Haris mengecup kening istrinya.

“Jadi, aku udah cukup buat muasin mas semalem?”

“Sangat cukup sayang, lebih dari cukup malah. Kamu tau nggak, semalam itu, baru pertama kali lho aku keluar secepat itu.”

“Hah? Yang bener? Emang bisa lebih lama?”

“Yaa bisalah, haha.”

“Waduh..”

“Kenapa yank?”

“Yang semalem aja aku udah lemes gitu mas, gimana kalau lebih lama?”

“Yaa nanti kamu bakal rasain kok. Emang pasti lebih lemes, tapi yang jelas, lebih nikmat juga, hehe.”

“Hehe.”

Mereka masih terus melanjutkan obrolan pagi itu, sampai matahari terbit. Haris akhirnya menelpon bagian restoran dan minta sarapan mereka untuk diantar ke kamar. Ternyata selain membawakan makanan, para petugas hotel itu juga membawakan sprei baru untuk ranjang Haris dan Anin. Setelah mengganti, petugas itu memberikan sprei yang dipakai untuk pertempuran semalam kepada Haris.

“Lho ini nggak dibawa mbak?” tanya Haris keheranan.

“Oh enggak pak, ini bisa bapak dan ibu bawa pulang, mungkin untuk kenang-kenangan,” jawab petugas itu sambil tersenyum.

“Oooh iya iya, makasih, hehe,” jawab Haris tersipu, menyadari maksud dari petugas hotel itu. Aninpun juga tampak tersipu mendengarnya.

“Ya udah pak, kami tinggal dulu. Nanti kalau sudah selesai sarapannya bisa telpon ke room service, biar kami ambil sekaligus kami bersihkan kamarnya.”

“Iya mbak terima kasih.”

Sepeninggal para petugas itu, Haris dan Aninpun menyantap hidangan sarapan mereka. Sambil makan mereka sambil bergurau, terlebih soal sprei putih dengan bercak merah di tengahnya itu. Saat sedang sarapan, handphone Anin berbunyi, dia mengambil dan melihatnya, ternyata sebuah pesan dari ibunya. Diapun membalas pesan itu beberapa, sampai kemudian dia terdiam dan menatap Haris.

“Kenapa yank?”

“Ini, ibu ngirim WA.”

“Kenapa emangnya?”

“Ibu minta dikirimin foto mas.”

“Oh, ya udah kirim aja, ayo foto dulu.”

“Bukan, bukan foto kita.”

“Lha terus, apaan?”

“Hmm, foto bukti mas. Sprei berdarah katanya ibu.”

“Wahahahaha. Ibu ada-ada aja sih. Ya udah sini biar aku fotoin.”

Anin menyerahkan handphonenya kepada Haris, kemudian Haris mengambil foto sprei yang tadinya sudah dilipat dan disimpannya. Setelah itu dia kembali menyerahkan kepada Anin untuk dikirimkan kepada ibunya. Beberapa saat kemudian datang balasan dari ibunya, yang membuat Anin tertawa lebar.

“Kenapa lagi yank?”

“Ini lho mas balesan dari ibu, masak ibu bilang, wah sukses dong kalian semalem? Gitu mas?”

“Haha, ibu kok jadi kepo banget sih? Haha, ada-ada aja deh.”

Mereka berdua geli dengan itu, tapi kemudian melanjutkan acara sarapan mereka. Setelah selesai, beberapa saat kemudian Haris menelpon room service. Para petugas room service kemudian datang sekaligus untuk membersihkan kamar Haris. Selama dibersihkan, Haris dan Anin menunggu di kursi sofa yang menghadap ke arah jendela sambil ngobrol. Setelah kamar selesai dibersihkan, mereka pindah tempat, sambil menonton TV.

“Hari ini kita mau kemana mas?”

“Hmm, kemana ya? Kamu mau kemana?”

“Aku sih terserah mas Haris aja. Tapi aku lagi pengen disini aja mas, berduaan sama mas, hehe.”

“Wah sama dong. Ya udah kita disini aja. Lagian kan lusa kita juga jalan-jalan ke Bali.”

“Iya mas.”

Haris dan Anin akhirnya memilih untuk menghabiskan waktu mereka di kamar hotel ini saja. Mereka membicarakan banyak hal, mulai dari awal mereka bertemu, kegiatan mereka sehari-hari, pesta pernikahan mereka, sampai sebagian dari rencana-rencana mereka kedepannya. Anin terlihat sangat mendukung rencana-rencana Haris, dan dia siap untuk membantunya.

“Oh iya mas, aku jadi inget sesuatu.”

“Inget apa?”

“Itu loh, tamu aneh yang datang ke nikahan kita, yang dia sempat bilang nama Mira itu. Itu siapa sih mas? Katanya mas Haris mau cerita?”

“Ooh iya ya, sampai lupa aku yank. Hmm, ceritanya panjang sih, aku cerita dari awal ya.”

Anin mengangguk.

Haris kemudian menceritakan tentang awal dia berangkat ke Jakarta, saat dia mulai masuk kerja. Disana dia tinggal bersama dengan Aldo dan Viona. Haris menjelaskan siapa itu Aldo dan Viona. Lalu dia mulai menceritakan saat Aldo tersandung kasus narkoba sehingga harus dipenjara dan setelah itu dipindah ke panti rehabilitasi. Cerita Haris selanjutnya adalah ketika Aldo ternyata kabur dari panti rehab. Dia juga menceritakan awal perkenalannya dengan Andi, polisi yang membantu Aldo keluar dari penjara.

Lalu Haris menceritakan saat dia sudah dipindah ke kota ini, dan Viona datang untuk presentasi akhir Haris. Saat itulah mereka bertemu dengan pria yang kemarin datang ke pernikahan, yang tak lain adalah Titus Harianto, seorang gembong narkoba yang dulu pernah menjerat Viona juga. Disitu, mau tak mau Haris menceritakan tentang masa lalu Viona.

Anin beberapa kali terkejut saat mendengar cerita Haris, tapi dia memilih untuk diam, menunggu suaminya selesai bercerita. Selanjutnya Haris menceritakan kalau sejak pertemuan dengan Titus itu, dia meminta tolong kepada Andi untuk menjaga dan mengawasi Viona. Puncaknya adalah kabar yang dia dapat dari Lidya, bahwa Viona hilang dan Andi tewas dibunuh dengan sadis.

“Astaga, dimutilasi mas?”

“Iya yank. Aku juga kaget denger kabar itu. Bener-bener nggak nyangka bisa sampai kayak gitu.”

“Terus, udah ketahuan siapa pelakunya?”

“Aku juga belum tau, aku belum sempat hubungin Lidya lagi. Aku beberapa kali nonton berita di TV kayaknya juga belum ada yank.”

“Wah aku juga jarang nonton berita sih, tapi mungkin ayah tau ya mas infonya.”

“Mungkin aja sih, cuma karena ayah nggak tau aku ada hubungannya dengan kejadian itu makanya nggak cerita.”

“Terus, orang yang datang kemarin itu, si Titus itu?”

“Yaa, gini, aku curiga kalau pelakunya itu Titus, atau anak buahnya Titus, baik itu yang nyulik mbak Viona, ataupun yang ngebunuh mas Andi.”

“Tapi mas bilang, mas juga ngerasa kalau lagi diikutin?”

“Iya, aku pernah ngerasa gitu, sempet takut juga waktu dengar kabarnya mas Andi kayak gitu. Tapi aku pikir lagi, meskipun aku ada hubungan sama mas Aldo dan mbak Viona, tapi kan aku nggak pernah ikut campur, jadi mungkin mereka nggak akan ngincer aku sampai kayak gitu.”

“Ih tapi harus tetep waspada lho mas. Orang-orang kayak gitu kan kita nggak pernah tau. Entar abis ini kita ngomong sama ayah ya, biar dikasih solusi baiknya gimana.”

“Iya yank. Lagian kemarin aku sempet liat waktu si Titus ketemu ayah, kayaknya ayah marah gitu.”

“Iya sih mas. Eh terus, hubungannya Titus sama Mira apaan mas?”

“Nah itu yang aku belum tau yank. Aku juga kaget waktu dia nyebut nama Mira.”

“Hmm, apa mungkin, ini semua ada hubungannya ya mas?”

“Maksudnya?”

“Iya, Mira yang tiba-tiba datang nemuin aku, tapi begitu ketahuan sama kamu dia udah nggak pernah gangguin kita lagi. Terus, tiba-tiba datang Titus dan bilang kayak gitu.”

“Iya juga ya, bisa jadi Mira nemuin kamu itu karena disuruh sama Titus. Bisa jadi Mira emang ada hubungan sama Titus. Tapi tujuan mereka apa ya?”

Anin menggenggam tangan Haris dengan erat, nampak dia mulai khawatir dengan keadaan ini.

“Mas, aku kok jadi takut ya?”

“Udah yank, jangan takut. Dan nggak usah dipikirin lagi, entar kita ngomong aja sama ayah. Pasti Titus tau kalau kamu ini anaknya polisi, dia nggak akan semudah itu macam-macam sama kita.”

“Tapi mas, itu mas Andi yang polisi aja sampai digituin lho.”

“Mungkin karena mas Andi terlibat terlalu dalam yank. Makanya nanti kita ngomong sama ayah, baiknya gimana. Kita juga nggak usah terlibat terlalu dalam, dan nggak usah terlalu mikirin ini. Biar ayah dan para anak buahnya yang nanti bertindak. Aku juga akan jaga kamu semampuku kok yank.”

Haris menarik tubuh Anin dan memeluknya. Dia sebenarnya tidak ingin menceritakan hal ini kepada Anin dan membuatnya jadi takut seperti ini. Tapi Anin memang harus tahu, karena kemarin tiba-tiba Titus muncul di pernikahan mereka. Haris mau, Anin juga mulai waspada dengan apa yang ada di sekitarnya. Dia berjanji akan berusaha melindungi Anin semampunya, dan juga akan meminta bantuan pada ayah mertuanya. Sekarang ini, dia berpikir kalau hal ini tak bisa dipandang remeh lagi. Dia harus mencari cara, untuk bisa melindungi Anin, wanita yang baru sehari menjadi istrinya itu.

 

+++
===
+++​

“Jadi kamu kenal sama Titus?”

“Bukan kenal sih yah, cuma tau aja. Itu juga baru 2 kali sama ketemu dia, pertama beberapa bulan yang lalu, yang kedua ya waktu resepsi kemarin itu.”

Hari ini Haris sedang berada di rumah mertuanya. Haris dan Anin baru saja pulang dari hotel. Mereka memutuskan untuk mampir ke rumah Aziz dulu untuk menceritakan peristiwa kemarin, yang sempat dibicarakan di hotel. Anin yang memaksa Haris, agar bisa mendapatkan solusi secepatnya. Setelah itu mereka baru akan pulang ke rumah untuk persiapan besok berangkat liburan ke Bali.

“Berarti kalian memang harus mulai sangat berhati-hati sekarang Ris, dia itu berbahaya.”

“Iya yah. Meskipun belum terbukti, tapi saya yakin dia dalang dibalik pembunuhan mas Andi.”

“Ya, aku juga sempet berpikir kayak gitu. Sebenarnya aku udah tau infonya, tapi aku nggak tau kalau kamu juga denger info ini, bahkan kamu kenal sama Andi. Ternyata gitu tho ceritanya.”

“Iya yah. Terus menurut ayah saya harus gimana? Dan apa mungkin Titus juga akan ngejar saya?”

“Kemungkinan itu selalu ada sih Ris. Gini aja, yang jelas kalian berdua harus tetap waspada. Aku akan bantu kalian. Kemarin aku udah koordinasi sama pak kapolda soal kemunculan Titus. Beliau udah mulai mengerahkan intel untuk mengawasi Titus dan anak buahnya. Nah untuk kamu dan Anin, aku juga akan kerahkan orang untuk jagain kalian, 24 jam.”

“Maksudnya, kayak bodyguard gitu yah?”

“Hmm, bisa dibilang gitu. Tapi nggak langsung selalu ada di samping kalian. Aku akan ngerahin intel biar ngawasin dan jagain kalian tanpa kalian tau siapa orangnya. Jadi meskipun kalian nggak tau, kalian bisa tetep ngerasa aman.”

“Ya udah deh, kami ikut aja apa saran ayah.”

“Dan kalau kamu ataupun Anin nanti nemuin ada sesuatu yang mencurigakan, langsung bilang sama aku ya?”

“Iya yah.”

Kini Haris bisa sedikit lebih lega dan merasa lebih aman. Dengan bantuan dari ayah mertuanya itu, paling tidak dia dan Anin tidak akan begitu mudahnya didekati oleh Titus ataupun anak buahnya. Sambil berharap kalau kedepannya tidak perlu ada kejadian yang tidak mereka inginkan.

“Yah, apa mending kami batalin aja ya rencana ke Bali?” tanya Anin.

“Nggak usah, kalian tetep lanjut aja. Nanti ayah bakal ngirim beberapa orang buat ngawal kalian. Ayah juga bakal minta tolong sama temen ayah di Bali buat jagain kalian juga.”

“Duh, kok Anin jadi takut gini ya yah?”

“Nggak perlu takut nduk, yang penting waspada aja. Dan doain juga, biar kami bisa cepet-cepet nangkep Titus sama anak buahnya. Aku yakin mereka disini ngedarin narkoba lagi, cuma belum kecium aja sampe sekarang.”

“Iya yah.”

“Dulu udah pernah kami berantas lho jaringannya, waktu Titus ditangkap di Jakarta itu. Kami kira dia bakal dihukum lama, nyatanya sekarang udah bebas aja, dan berani-beraninya kemarin muncul.”

Aziz mendengus kesal. Sejak kemarin, sejak Titus datang ke pernikahan anaknya dia sudah sangat kesal. Dia bahkan menyuruh anak buahnya untuk melacak keberadaan Titus, tapi belum ketemu juga. Apalagi dia sempat mengucapkan kata-kata yang kemungkinan akan mengancam keselamatan anak dan menantunya itu. Dia harus bisa benar-benar melindungi mereka berdua dari Titus.

Dia tahu seberapa bahayanya Titus. Orang yang tak pernah segan mencabut nyawa orang lain yang menghalangi tujuannya, meskipun bukan langsung dengan tangannya. Titus juga terkenal dengan reputasinya yang buruk dalam memperlakukan perempuan. Meskipun tidak pernah melihat secara langsung, dulu dia sudah berkali-kali mendengar bagaimana Titus menculik para wanita, baik itu yang masih gadis sampai yang sudah ibu-ibu, untuk dijadikan pemuas nafsunya dan anak buahnya. Selain itu dia juga memanfaatkan para wanita itu untuk menjadi pengedar narkoba, yang akhirnya membuatnya menjadi semakin sulit untuk dilacak kepolisian.

Dia sempat merasa lega saat Titus ditangkap dan dijatuhi vonis hukuman penjara yang sangat lama, tapi nyatanya sekarang dia sudah bebas. Aziz tahu Titus tidak akan bebas semudah itu tanpa batuan oknum dari pihak pengadil dan kepolisian, dan yang pasti oknum itu bukan orang sembarangan. Orang yang bisa membebaskan penjahat kelas kakap seperti Titus, pasti punya kedudukan tinggi dan sangat dihormati. Tapi Aziz masih belum bisa mengira-ngira siapa sebenarnya oknum yang berada di belakang Titus.

Selain itu, kemunculan Titus kemarin memang menjadi ancaman tersendiri buatnya, karena dulu dialah yang memimpin operasi pemberantasan komplotan Titus yang berada di kota ini. Operasi itu sukses besar, dengan ditangkapnya puluhan pengedar narkoba dan yang Aziz tahu, mereka semua masih berada di dalam penjara.

Kalau orang-orang yang ditangkapnya masih berada di dalam penjara, berarti saat ini Titus muncul dengan anak buah yang baru, yang tentunya dia belum bisa melacak siapa saja mereka. Ini akan menjadi tugas yang sangat berat baginya. Mengungkap keberadaan dan kejahatan Titus di kota ini, sekaligus melindungi keluarganya dari tangan-tangan kejam Titus. Dia tentu tak mau, kebahagiaan anaknya yang baru seumur jagung itu dirusak oleh Titus. Oleh karena itu dia harus berusaha semaksimal mungkin melakukannya.

Aziz tahu, kalau hanya seorang diri, atau dengan bantuan orang-orang di wilayah yang dia pimpin saja, itu tidak akan cukup. Karena itulah dia dari kemarin sudah berkoordinasi dengan kapolda dan juga yang lainnya, yang untungnya mendapat sambutan positif dari mereka semua. Mendengar nama Titus saja sudah membuat semua orang tergerak karena mereka juga sama-sama tahu seperti apa orang itu. Apalagi saat ini pemberantasan narkoba menjadi prioritas dari pihak kepolisian.

Menangkap Titus dan membongkar jaringannya, tentu akan menjadi prestasi tersendiri. Bisa jadi dengan keberhasilan di kasus ini, akan membuat mereka memperoleh promosi dan kenaikan pangkat lebih cepat dari yang seharusnya. Tapi ini bukan tujuan utama dari Aziz. Yang saat ini paling dia prioritaskan adalah bagaimana menjaga keselamatan keluarganya, termasuk anak dan menantunya, sampai nanti Titus benar-benar bisa ditangkap dan dijebloskan lagi ke penjara.

Sementara itu, mendengar apa yang dikatakan oleh Aziz, membuat Haris sedikit berpikir. Aziz dulu pernah berurusan dengan Titus, dengan memberantas jaringannya disini. Haris jadi menduga-duga, apakah memang kemunculan Titus kemarin di hari pernikahannya itu punya tujuan yang lebih besar lagi? Kalau iya, itu artinya dia wajib semakin berhati-hati dan waspada. Bisa jadi Titus menyimpan dendam kepada Aziz. Anin yang merupakan anak Aziz, bisa saja terseret dalam dendam itu.

Yang lebih parah lagi adalah, dia sendiri ada kaitannya dengan seseorang yang juga memiliki hubungan masa lalu dengan Titus, yaitu Aldo dan Viona. Kini dia sudah tahu cukup banyak tentang masa lalu Viona, meskipun belum bisa benar-benar mengetahui tentang hubungan Aldo dan Titus. Tapi kalau memang semua berhubungan, maka dia merasa kini sedang berada di dalam lingkaran yang diciptakan oleh Titus.

Belum lagi, ketika kemarin Titus mengucapkan nama Mira. Haris benar-benar tidak tahu, ada hubungan apa antara Mira dengan Titus. Apakah itu semua ada hubungannya dengan putusnya hubungan mereka dulu? Jika iya, maka Haris merasa jika lingkaran yang tengah mengelilinginya ini semakin kusut saja.

Tapi entah bagaimanapun kebenarannya, dia benar-benar berharap pada Aziz, ayah mertuanya. Masalahnya sekarang memang hanya Aziz yang bisa dia harapkan. Tidak ada lagi Andi karena sudah tewas. Kalaupun Andi masih ada, kemungkinan untuk membantunya juga kecil karena dia bertugas di ibukota, jauh dari tempatnya disini. Jika masih ada Andi, mungkin Viona tidak akan sampai menghilang, tapi itu artinya Andi akan lebih fokus mengawasi dan menjaga Viona tanpa bisa membantunya disini.

Dulu Andi memang pernah bilang akan mencarikan temannya yang bisa diandalkan untuk bisa melindunginya disini. Tapi sampai kabar tewasnya Andi dia dengar dari Lidya, dia sama sekali tidak mendapat apapun dari Andi. Apakah memang Andi belum sempat mencarikan teman untuk melindunginya sampai akhirnya tewas? Ataukah sebenarnya Andi sudah mencarikan orang tapi belum sempat memberitahunya?

Ah entahlah. Tapi apapun yang terjadi, semoga kami semua, terutama aku dan Anin masih terlindungi. Semoga saja tidak terjadi apa-apa kepada kami.

Bersambung

Pacar sange gara gara cuma pakai daster
gadis chinese
Kisah Ku ML Pertama Kali Dengan Pacar
500 foto chika bandung foto bugil di sofa memek putih mulus
toge perawan
Hadiah Cinta Dari Melly
Pembantu hot
Menikmati pantat montok pembantu ibuku yang manis
Tante sange
Memuaskan tante Vera di atas ranjang
Foto ngentot dengan gadis tembem crot di dalam meki
Cerita Panas Bercinta Dengan Sepupu Yang Sedang Hamil
Bayar hutang dengan memek , Cerita bokep bayar hutang
cewek galak
Ngentot Dengan Bos Ku Yang Galak
tetangga hot
Ngentot dengan tetangga yang body nya oke banget
istri kesepian
Cerita dewasa istri kesepian karena keseringan di tinggal suami kerja
cantik pembantu bugil
Tidur Bareng Sama Pembantuku Yang Lugu Bagian Satu
gadis kampung
Menikmati tubuh gadis kampung berdada indah
Diajarin Ngewe Sama Bibi Ahirnya Ketagihan
Perselingkuhan Yang Hingga Kini Masih Berlanjut