Part #2 : Tawaran Aida Yang Gak Bisa Aku tolak

Pusing kepalaku memikirkan tawaran menggiurkan dari Aida kala itu. Sangat menggiurkan sekali malah. Aida itu bodinya memang aduhai betul. Tingginya sekitar sebahuku dengan rambut pendek seleher memamerkan keindahan kulitnya yang putih mulus. Tubuhnya tidak terlalu montok dan dadanya terlihat sangat sekal dengan bokong yang juga pas dipandangan apalagi digenggaman.

Tawaran untuk menghamilinya jelas membuat semua imej yang selama ini mengisi pikiranku berubah menjadi bayangan dirinya yang sedang telanjang bulat sedang mendesah-desah menerima genjotanku. Wah… Indah sekali bayangannya. Air liurku beberapa kali kuseka dengan punggung tanganku.

Aku bukannya orang yang suci-suci amat. Sudah lama kutinggalkan dunia semacam ini. Kalau bisa dibilang setelah berkeluarga dan punya anak, ini adalah masa-masa tobatku. Tobat dari segala macam kubangan seperti ini. Masa aku harus nyebur lagi karena satu tawaran dari perempuan bernama Aida. Aida yang bahenol. Putih dan menggairahkan…

Kan? Bayangan perempuan itu lagi yang nangkring di otakku. Bayangan ia yang sedang berbaring dengan pasrah, kaki terbuka lebar mempersilahkanku masuk dan menghamilinya.

Apa semudah itu menghamilinya? Dengan istriku memang sangat mudah. Terlalu mudah malah. Bayangin aja, saat di pelaminan dulu ia dalam keadaan menstruasi sehingga aku uring-uringan di malam pertama gak bisa nyoblos. Sekalinya sudah bisa eh, dianya langsung tekdung anak pertamaku. Apa mungkin bisa semudah itu dengan Aida nantinya, kalau aku setuju dan mengambil tawarannya?

Kenapa lakinya tidak pernah berhasil menghamilinya? Mereka berdua sudah pernah konsultasi ke dokter dan dua-duanya tidak ada masalah sebenarnya. Lalu mulai ada masalah ketika Agus mendapat promosi di pekerjaannya dan mulai mengalami kenaikan berat badan juga karena kenaikan taraf ekonomi. Agus jadi doyan makan. Hubungan intim mereka mungkin jadi sedikit terganggu.

Okelah Aida tidak hamil-hamil juga olehku, tapi kan itungannya kami berdua sudah selingkuh ya? Gimana kalau dia baper? Gimana kalau dia macam-macam dan ember? Bodo amat dengan keluarganya. Lah gimana keluargaku? Aku sudah cukup nyaman dengan keadaanku sekarang ini. Keluarga yang bahagia dan aman serta tentram. Masa aku harus mempertaruhkannya karena satu perempuan itu saja? Lagipula aku tidak merasa kurang dengan istriku, ia bisa melayaniku dengan baik dalam segala bidang. Dari mengurus rumah, anak sampai ranjang semuanya baik, tak ada yang kurang. Lalu kenapa aku merusaknya dengan perempuan lain?

“Bang Aseng… Jadi, bang?” tanya Aida lagi ketika aku berjumpa dengannya sore itu. Padahal aku sudah menghindar dari melewati rumahnya. Tapi perempuan ini gigih amat sampe bela-belain nyari aku dan Salwa yang sedang berjalan-jalan di gang sebelah sore ini. Di depan sebuah tanah kosong luas yang hanya ditanami pohon-pohon pisang kami bertemu. Aku tak mungkin menghindar.

“Eh… Aida… Gimana ya?” jawabku bingung. Padahal aku sudah memutuskan untuk menolaknya. Tapi begitu ketemu orangnya, casing-nya yang bagus begini malah menggoyahkan iminku. Apalagi imanku memang cukup lemah. Wajah cantik menawannya malah membuat si Aseng junior-ku cenut-cenut pengen test drive. Tanpa bisa kutolak Salwa sudah berpindah tangan kepadanya.

“Mau-lah, bang Aseng…” pintanya kembali dengan muka memelas. Duh aku jadi membayangkan wajahnya gimana kalau sedang digenjot keenakan?

“Aku gak sampe ati, Da…” jawabku coba-coba. “Aku kenal sama lakikmu… Itu kan namanya udah selingkuh… Gak bisa-lah aku, Da…” tolakku sehalus mungkin.

“Tolonglah, bang… Aku udah pengen kali punya anak loh, bang…” rengeknya. Tubuhnya sampai menunduk-nunduk dan kemudian menciumi rambut Salwa.

“Tapi gak kek gini caranya, Aida… Apa nanti kata orang kalau ketauan? Rusak kita semua…” tolakku terus.

“Si Agus udah gak akan mungkin bisa, bang Aseng… Kami udah nanya ke orang tua (orang pintar, dukun)… Katanya dia udah diobatin orang yang gak senang dia jadi superpaisor… Dibuat orang itu gak bisa punya anak dia, bang…” jelas Aida tentang permasalahannya.

“Hah? Didukunin orang lakikmu?” kagetku.

“Iya, bang…” jawabnya. Ada sedikit titik air mata di sudut matanya.

“Kesitu dulu kita…” ajakku ke tengah lahan kosong kebun pisang itu. Di tengahnya ada gubuk kecil yang kerap dipakai bermain judi di malam hari. Aida duduk memangku Salwa dan aku duduk tak jauh darinya. Kalau di sini aku bisa ngobrol dengan aman dengannya tak terganggu orang yang lalu lalang dan memperhatikan interaksi kami.

“Cemana ceritanya? Kok bisa kelen ke dukun nanya gitu? Bukannya ke dokter?” tanyaku tentu kepo.

“Udah capek kami ke dokter, bang… Yang sekali konsultasi dua ratus ribu sampek lima ratus ribu pun pernah…” jawabnya. “Kami coba-coba-lah ke orang tua… Taunya betul, bang… Si Agus dibuat orang biar gak bisa punya anak… Didoainlah kami sama orang tua itu… Tapi gak sembuh juga… Kami cari orang tua lain… kek gitu juga, bang…” jelasnya panjang lebar.

Agus didukunin orang? Memang aura pria itu tidak sehat. Seperti ada sesuatu yang terus mengikutinya. Aku sudah lama menyadarinya sekitar 6-7 bulan ini kala kami bertemu di saat gotong-royong lingkungan. Tapi aku tidak menyangka kalau itu adalah guna-guna atau sejenisnya. Biasanya kalau sudah begini, bisa menjalar kemana-mana.

“Waktu ke orang tua itu… apa katanya?” tanyaku untuk memastikan.

“Biasalah, bang… Udah sembuh katanya… Udah dibuang katanya… Buktinya gak berhasil juga…” jelasnya lebih rileks sekarang. Ia mengelus-elus lengan Salwa.

“Jadi sebetulnya kalian aslinya gak ada masalah kan ya?” tanyaku lagi berharap dia tau apa maksud pertanyaanku yang satu ini.

“Sekarang iya… Sekarang jadi loyo Agus, bang… Sebentar aja dah keluar… Mana dikit… Encer lagi…” katanya tanpa malu. Ini aib suaminya. Masa diumbar ke lelaki lain. Setelah itu ia baru sadar dan menunduk dengan menutup mulutnya dengan tangan. Ini malah menjelek-jelekkan lakinya sendiri.

“Yaah… Begitulah…” kataku dan melirik pada dadanya yang disandari kepala Salwa. Kalau kulihat-lihat, sebenarnya mudah saja menyingkirkan guna-guna yang melekat pada mereka berdua ini. Kenapa kukatakan pada mereka berdua? Karena dukun itu menyerang dengan guna-guna ini sepaket dan berdasarkan keadaan saja. Sepaket artinya pada suami dan juga istrinya. Itu berarti ada pada Agus dan Aida. Sesuatu yang mengikuti Agus juga ada di diri Aida walau lemah. Mengenai keadaan, ya guna-guna ini hanya bekerja saat mereka sedang bersenggama saja. Jadi sesering apapun mereka melakukan seks dalam pernikahan mereka, guna-guna yang menggunakan kekuatan jahat ini menghalangi mereka untuk menghasilkan keturunan. Mungkin ini yang kurang dipahami oleh dukun yang berusaha menyembuhkan mereka. Pikiran picik mereka kurang menyadari kalau lawan mereka berpikiran lebih panjang dan penuh perhitungan. Alhasil guna-guna ini sulit disembuhkan dengan tuntas. Dipikirnya guna-guna itu sudah dibuang dan tak tau kalau bisa balik lagi begitu mereka berdua melakukan hubungan suami-istri. Kasarnya; jin, media guna-guna ini memakan semua sperma milik Agus!

“Jadi… Gimana, bang? Aku udah gak tau lagi harus bagaimana? Aku gak mau anak dari laki-laki laen-loh… Cuma dari abang Aseng aja…” katanya lagi mengulang tawaran menggiurkannya itu.

“Apa lakik-mu tau?” tanyaku paok-paok bodoh. Bego malah.

“Ya enggak-lah, bang! Cari mati namanya itu…” jawabnya manyun sampai bibirnya maju. Pengen rasanya menggigit bibirnya itu. “Ish…” pekiknya kecil menghindar karena aku hampir mencubit bibirnya itu karena gemes. Mencubit dengan lima jari. Mencomot mungkin kali tepatnya ya?

“Abang getek (genit)… Maen cubit-cubit…” rajuknya dan memeluk erat Salwa.

“Yah… dicubit dikit aja gak boleh… Gimana mau masuk?” kataku. Ups! Mampus muncungku. Udah betulan getek pulak.

“Betul, bang? Kalok betul kukasih-pun semua, bang…” berseri-seri mukanya mendengar kalimatku sebelumnya. Ia memegangi dada kirinya. Sedikit meremas.

“Gak, Da… Maen-maennya aku…” tolakku kaget. Kenapa ia menanggapinya begitu. Udah kepengen betul-lah betina satu ini.

“Betol loh aku, bang… Gak maen-maen aku, bang… Tengok-lah ini…” tanpa ragu dinaikkannya sebelah kaos yang dipakainya dan menunjukkan sebelah dadanya yang masih terbungkus bra warna biru langit.

Glek!

Bulat nian itu sebelah dada! Putih, padat dan kelihatannya empuk sekali. Tidak-tidak! Cepat-cepat aku membuang pandanganku beralih dari sebelah dada Aida ke rumpun pisang kepok yang pohonnya tinggi-tinggi dan berdaun lebar.

Indah sekali tetapi. “Tengoklah ini, bang…” lirih bisik Aida lagi. Aarrhh… Puting itu! Puting indah berwarna coklat muda dan mencuat keras. Walau hanya sekilas pandang, tetapi ternyata Aida berani mengeluarkan sebelah payudaranya dari cup branya. Waaah… Bahaya nih!

“Salwa pun mau, bang…” tambahnya lagi. Dengan sangat kurang ajarnya, Aida menjejalkan payudaranya pada mulut Salwa. Itu anak bayi yang mangap-mangap aja gak tau papanya lagi panas dingin dikasih tontonan begini. Maen sedot aja Salwa padahal pasti gak akan ada susu yang keluar dari sana. “Geli, bang… Lidah Salwa kasar… Lidah papanya pasti lebih enak, nih…” goda Aida terus. Mati aku! Aseng junior udah menggeliat dari tadi dan selangkanganku terasa hangat.

“Da… Aida! Jangan gitulah… Gak tahan aku, Da…” kataku dengan suara serak dan menggeleng-geleng tak tahan beneran ini.

“Bang Aseng… Liat ini, bang… Enak, bang…” desahnya sambil meremas payudaranya yang sedang diunyel-unyel Salwa yang berharap mendapat ASI dari sana. Kurang, Aida juga mengeluarkan sebelah payudaranya, kaosnya sudah bergulung dibawah lehernya. Sepasang payudaranya sudah menjadi tontonan segar sore yang terasa sangat gerah bagiku dan Aseng junior. Tanganku sudah gatal ingin menjamah dan meremas-remas dua buah gunung indah itu.

Nyamuk-nyamuk di kebun pisang bak menjadi malaikat penolong bagiku. Karena gigitannya sukses membuat Salwa menangis karena tangan dan kakinya bentol merah digigit nyamuk. “Duh Salwa… Cayank… Gigit nyamuk, ya?” sadar Aida melihat tangisan Salwa karena gigitan nyamuk membuat tangan dan kaki mungilnya gatal.

Masih dengan nafas memburu, kusambar Salwa dari dekapan Aida dan beranjak menjauh. Pulang.

“Bang Aseng… tadi kenak, loh…” kata Aida mengingatkanku kalau saat aku mengambil Salwa darinya, kedua tanganku sempat, tanpa sengaja menyenggol kedua benda indah kenyal yang tumbuh menggantung indah di dadanya itu. Sebelum aku sempat balik kanan, ia meremas kedua dadanya dan aku kabur dari kebun pisang laknat itu. Setan-setan kurang ajar di sana jejingkrakan girang melihat kejadian barusan.

Sampe rumah aku kena semprot omelan istriku karena tangan dan kaki Salwa bentol-bentol digigit nyamuk kebanyakan maen di kebun. Aish! Kalaulah istriku tau sama siapa aku di kebun tadi?

Bersambung

pacar horny
Memuaskan pacarku yang lagi horny berat bagian 1
sex dengan ibu teman
Aku tak kuasa menahan gejolak nafsu melihat belahan dada ibu teman ku
gadis hamil
Menikmati Vagina Sepupu Ku Yang Sedang Hamil
rekan kerja
Menikmati Lubang Surga Rekan Kerja Ku
ngentot hot
Cerita hot pacar kakak ku yang tau cara memuaskan wanita
penjaga kantin genit
Belahan dada mbak merry, penjaga kantin yang genit
ibu mertua hot
Nikmatnya ngentot mama mertua saat istri ku tidur
istri cantik
Cerita hot tukar pasangan dengan teman lama yang tak terlupakan
Pembantu cantik
Terpesona Dengan Pembantu Muda Yang Cantik Bagian Dua
Mbak Yuni terima kasih atas semuanya
Foto Bugil Gadis Abg Spa Setelah Ngentot
Pembantu binal
Mbak Yeyen Pembantu Binal Yang Suka Maksa
Cerita Dewasa Selingkuh Dengan Istri Bosku Sendiri
Foto anak SMA igo Indo telanjang sange jilat memek bugil
gadia merintih
Kenikmatan Yang Di Berikan Erik
Foto bugil anje gadis SMA montok bugil