Part #2 : Marissa
“Hi pak andre..”
“Ya..?” jawabku tanpa menengok, masih sibuk dengan chat dengan istriku mengabarkan aku memutuskan tidak pulang karena capek.
“Saya marissa, yang tadi titip pesan ke pak roni. Katanya tersenyum dan mengulurkan tangan.” Aku menengok kepadanya dan menmbalas uluran tangannya.
“Ooohh.. ya.. saya andre..” kataku sambil menyambut ukuran tangannya dan bersalaman.
Marissa, sosok perempuan berusia 30an pertengahan yang profilenya tiara banget. Tingginya lebih dari 170, cantik banget, bening, langsing, putih khas cewek blasteran, hidung mancung lancip menandakan darah asia ada di dalam dirinya, rambut sebahu kemerahan alami, yang berbeda dgn tiara adalah payudaranya yang lebih besar.
Posisinya di hotel ini adalah General Manager Marketing, sekilas gak ada yang aneh tapi mata seorang psikolog seperti aku yang sudah terbiasa bertemu dengan manusia berbagai masalah, menangkap wanita di depanku ini bermasalah dengan kepercayaan dirinya, aku melihat banyak hal yang ditutupi lewat matanya, raut wajah cantiknya dan senyum seolah dipaksakan.
“Ada waktu, Pak Andre?”
“Boleh sambil merokok?” Tanyaku
“Boleh aja sih pak. Kan gak ada yang larang xixixixi”
“Hehehehe sebenernya gak boleh sih klo terima konsultasi sambil merokok. Kecuali ini ngobrol biasa”
“Ini ngobrol biasa sih pak. Kalau konsul, saya gak sanggup bayar pak xixixixi”
“Hahahahaha.. saya klo bantu gak pernah minta bayar bu.. Hhhmm.. okey masalahnya apa bu marissa?”
“Mmmm… saya masih bingung sih, pak andre”
Ini adalah situasi yang wajar, dimana kadangkala subject merasa ada yang salah dengan dirinya tapi kerap sulit mendeskripsikan masalahnya. Dalam hal ini, psikolog yang harus mampu menciptakan suasana yang nyaman bagi subject untuk bisa bercerita.
“Oohh.. gapapa koq klo belum bisa cerita sekarang. Kita ngobrol yang lain dulu?”
Marissa mengangguk elegan sambil tersenyum.
Aku pandangi sekilas wajahnya, beneran cakep ni cewek, usianya gk jauh dari aku mungkin sekitar 2 tahun di atas atau dibawah aku. Klo konsul sama yang kayak gini, asli imanku yang akan runtuh beneran. Salah satu alasan mengapa aku akhirnya gak ambil spesialisasi ke klinis adalah kesulitanku menarik diri dari situasi subject dimana akhirnya aku akan masuk ke sungai dan basah.
“Tinggal di kota ini atau di Jakarta, bu?”
“Di sini sih pak, saya orang sini. Udah dari SMP saya di kota ini”
“Oh gitu? Orang tua asal dari sini?”
“Ya pak. Orang tua angkat sih tepatnya.”
“Oohh.. “
“Iya pak. Saya diambil dari panti dan diadopsi.”
“Mmm.. okey saya dengerin ibu marissa..”
“Orang tua asli saya semuanya udah meninggal pak.”
“Ooo… ikut berduka ya Bu Marissa.. sakit?”
“Nggak pak.. bukan sakit. Mereka korban pembunuhan dan perampokan.”
“What?! Serius?” aku mulai pay attention lebih padanya.
Marissa mengangguk elegan seolah tanpa beban
“Makanya saya terus masuk panti, diterapi dan setelah sembuh saya diadopsi.”
“Wow.. pasti berat banget ya.. itu kejadiannya SMP?”
“Diadopsinya SMP pak, tapi orang tua kandung saya meninggal waktu saya SD kelas 5 pak.”
“Oh ya..??”
Hhhmmm.. ini berat, dan aku gak siap malam ini kalau harus mendengarkan dan memproses cerita seberat ini. Otakku sudah terlalu lelah untuk menerima informasi tambahan dan mengolahnya.
“hhmm.. bu marissa.. Boleh kan ceritanya besok pagi aja? Kita sarapan bareng”
“Boleh banget pak. Saya paling temenin pak andre ngobrol sebentar aja”
“Lho gak kemaleman?”
“Kan saya ada room khusus, pak. Jadi ya saya bisa tidur di hotel aja.”
“Emang gak dicariin suami dan anak-anak?”
“Long story, pak, dan saya belum ada anak.
Yuks saya anter pak andre ke kamar. Mari pak..
Saya udah upgrade kamar pak andre ya. Jadi di junior suite. “
“Hahahaha gak usah repot bu marissa.”
“Gapapa pak. Compliment dari saya xixixixi”
“Makasih ya bu..”
“Sama sama pak andre.”
Marissa menemaniku berjalan ke kamarku sambil cerita bagaimana dia bisa bekerja di hotel ini. Kekuatannya pada kemolekan wajah dan tubuhnya banyak membantunya mendapatkan klien klien besar yang memberi keuntungan bagus pada hotel ini. Akibatnya dalam waktu singkat marissa berhasil mencapai posisi GM marketing.
…………………………………………………….
Pagi hari ketika aku sarapan..
“Pagi pak andre”
“Pagi bu marissa.”
Dia tampak jauh lebih segar dan cantik daripada semalam. Luar biasa wanita ini, betapa profilenya benar2 lengkap dan sempurna. Auranya memancarkan cahaya kematangan khas perempuan seusianya, namun wajahnya tampak masih imut dan muda seolah berusia 10 tahun dibawahnya.
Dia memakai blaser mini jas lengan panjang, menutupi blus tanpa lengan, bawahannya rok span ketat sepertiga paha, kaki jenjang dan mulusnya terekspose maksimal. WOW!! Aku benar2 terkesima..
“Pak andre udah segar pagi ini?”
“Sudah bu marissa, ibu juga luar biasa cantik hari ini.”
“Lho jadi semalam gak cantik ya.. xxixixixi”
“Semalam ibu cantik juga koq”
Marissa cemberut.
“Lho kenapa, bu?”
“Bisa kan gak usah panggil bu?”
“Trus, panggil pak gitu?”
“Xixixixi kamu tuh becandanya garing. Panggil aku & kamu aja juga gapapa”
“Okey kamu..” kataku
“koq.. maksudnya panggil nama aja”
“ooo… okey marissa”
“Nah itu boleh honey.. Panggil sayang juga boleh koq.. apalagi panggil cinta xixixixi”
“hahahahaha…”
“Yuks cepetan sarapannya kita ngobrol di kamar kamu aja”
“Serius nih, aku tanya lagi, gak masalah buat kamu?”
“Ya nggak lah.. xixixixi. Aku butuh akrab sama kamu untuk bisa cerita tentang aku…”
“hhhmmm…. Kenapa?”
“Nanti kamu juga tau xixixixi”
“Siaap. Yuks aku udah selesai.”
“Yuks..”
Kami berjalan beriringan menuju lift. Di depan resto marissa tampak mampir sebentar dan bicara dengan pegawai yang jaga di depan resto.
“Yuks ndre, aku juga udah minta bawain beberapa pastries buat kita ngemil.”
Kami masuk kamar dan duduk ruangan depan suite itu, bukan di bagian kamar tidur.
Aku sengaja tidak menutup pintu kamarku, tapi rupanya marissa berinisiatif menutup pintu
“Permisi.. bu marissa, Ini pastries dan kopinya ya bu.. “ seorang pegawainya tiba2 muncul saat marissa berjalan ke arah pintu
“Ohh.. iya.. makasih ya ratna..”
“Sama-sama bu.” Balasnya kemudian meninggalkan kami
“Ndre.. aku tutup pintunya ya..”
“Okey.. kalau gak masalah buat kamu” kataku dari sofa.
“Tenang aja, gak akan ada masalah koq.”
“siiipp”
“okey ndre… aku cerita dari awal ya..”
“sip. Mar..”
”iya ndre, kayak yang udah aku singgung semalam.
Waktu itu aku kelas 5 SD. Aku dan keluargaku tinggal di daerah jakarta.
Yang aku ingat papaku bule perancis, mamaku tionghoa.
Nama asliku Charlotte Moreau. Aku anak kedua dari dua bersaudara.
Kakak aku cowok, waktu itu kelas 2 SMP.
Hhhmmmm… Saat kejadian itu sih gak ada firasat ya,bisa jadi mungkin karena aku masih kecil, jadi masih gak ngerti apa2 gitu.”
“Okey…” kataku sambil mencomot pastries di depanku
“Malam itu udah agak larut sebenarnya, tapi aku belum tidur.
Masih sibuk nulis buku diariku. Biasakan cewek jaman itu punya buku diari xixixixi.
Tiba-tiba aku dengar suara ribut-ribut di rumah bawah.
Aku lari ke tangga, dan lihat papa, mama dan kakakku udah tertelungkup dengan darah menggenang lantai di ruang tamu rumah kami.
Aku yang ngelihat kejadian itu spontan teriak. Mereka sadar ada saksi, aku langsung di kejar dan mereka kasih hadiah ini ke aku..”
Marissa membuka blazer lengan panjangnya dan memperlihatkan bekas jahitan dari pangkal lengan sampai melewati siku, panjangnya sekitar 40cm.
Aku mencodongkan tubuhku lebih dekat pada bekas luka tersebut agar bisa memperhatikan lebih detil…
“HAH?!?! Ini sih gila banget mar..” kataku kaget dengan apa yang ada dihadapanku
Bersambung