Part #12 : Nonton bokep dengan Elma

Sudah pukul 1 dini hari, mataku belum juga terlelap. Bangun siang kemarin benar-benar membuatku terjaga. Satu buku baru saja ku tamatkan, sayang, tak ada lagi stok buku belum terbaca yang ku punya. Terpaksa Aku hanya bisa melamun malam ini.

Pikiranku melanglang membayangkan Mama. Setelah begitu kaku dan marah padaku, tiba-tiba saja pikirannya berubah 180 derajat. Ia bahkan menegur ukuran penisku yang katanya besar, sangat berbeda dengan pribadinya yang kalem. Lagipula saat ini Aku mulai curiga, apakah Mama benar-benar telah mengocokkan penisku kala tertidur saat itu? Bahwa hal yang ku duga sebagai mimpi basah selama ini ternyata memang benar terjadi? Memikirkan kemungkinan itu membuat penisku berdiri tegang.

Tzzzt…

Getar pada ponsel membuyarkan lamunanku. Siapa yang menghubungi selarut ini?

Elma

Kamu lagi apa Yo?

Seketika Aku langsung meraih ponsel. Memencet notifikasi itu lalu terhubung pada aplikasi whatsapp. Aku terlambat, tepat saat Aku membukanya chat itu telah bertuliskan.

Pesan telah dihapus.

Oh, nampaknya Elma sedang coba bermain denganku. Selama ini Ia selalu memasang wajah tak acuh saat bertemu denganku. Ia berusaha keras menyembunyikan sisi nakal dirinya yang Ia tunjukkan padaku dulu, namun di sisi lain Ia juga tak bisa menampik kepuasan yang bisa diperoleh dariku. Mungkin fase cueknya telah berakhir, kali ini giliran Elma yang berusaha mendekatiku. Sepertinya Elma menungguku untuk mengejarnya saat ini.

Aku tak membalas pesan itu, membiarkan Elma menggantung sendiri dengan permainannya. Mungkin Aku terkesan kepedean, namun naluriku benar-benar menyatakan bahwa Elma memang sangat menginginkanku.

Ku lihat ponsel dan menemukan beberapa chat dari Aurel dan Kak Sasha.

Aurel

18:42 kita jalan yuk malam mingguan

19:25 sibuk ya?

22:01 kamu kok g ada kabar?

Ku biarkan chat itu. Mungkin lain kali saja kita berkomunikasi lagi. Saat diriku sudah siap mengakui bahwa pada dasarnya Aku memang belum pantas untuk bisa dekat dengannya.

Kak Sasha

19:29 Nissa udah ketemu?

19:35 kalau ada apa-apa jangan segan hubungi aku. kalau perlu aku pulang besok pagi

Kak Sasha memang kakak yang terlalu baik. Selalu perhatian, khususnya kepada Nissa, Ia selalu memperlakukannya seperti adik kandung sendiri. Tak ingin Ia khawatir, Aku pun membalas, “Maaf Kak, Dio baru megang HP. Udah ketemu kok Nissa, ternyata nginap di rumah temannya aja.” Aku jadi teringat kalau belum sempat menanyai Nissa tentang apa saja yang Ia lakukan selama kabur ke kosan Ramli kemarin.

Aku terbangun pukul 5 pagi. Setelah menunaikan salat, ya Aku memang hampir selalu rajin salat jika Mama ada di rumah, Aku pun pergi jogging sendirian. Pukul 6 lewat, Aku telah tiba di rumah.

Terdengar suara Mama dan Nissa sedang berkumpul di dapur. Mama sangat seksi pagi ini dengan celana pendek bahan nilon berwarna putih dan kaos lengan pendek tipis yang membalut tubuhnya, membuatnya terlihat jauh lebih muda. Nampak rambutnya basah dibiarkan tergerai karena baru saja mandi. Nissa juga tak kalah seksi, dengan daster berwarna putih nampak payudaranya yang besar seperti mau keluar. Aku masih belum saja terbiasa dengan ukuran payudara Adikku itu.

“Masak apaan nih?” tanyaku.

“Lagi buat bubur, Kamu suka kan?”

“Iya, Dio suka. Makasih Ma,”

“Kok makasih ke Mama aja? Kan Nissa juga ikut buat,” balas Nissa.

“Iya makasih juga untuk Kamu.”

“Nah kalau gitu kan jadi semangat Nissa masaknya.”

Aku hanya tersenyum saja melihat tingkah Nissa. Setidaknya dia sudah bisa ceria lagi. Dengan begitu maka rumah bisa terasa lebih ramai lagi saat ini.

Setelah mandi dan makan, Aku mengecek ponsel lagi. Lagi-lagi terdapat pesan dari Elma.

Elma

07:35 Jam 3 nanti kerja kelompok di kafe internet XXX.

Kali ini pesannya tidak dihapus seperti biasa. Huft, hari Minggu yang niatnya ingin ku habiskan dengan Nissa kini terpaksa terinterupsi dulu. Tapi tak apa, selama ini Aku juga selalu menantikan untuk bisa bertemu Elma. Sifat diamnya yang misterius selalu membuatku penasaran padanya. Aurel akan datang juga ya? Entahlah, nanti saja ku pikirkan.

Ku cek whatsapp ternyata memang sejak tadi grup tugas kelompok sudah membahas kerja kelompok sore nanti.

Aku tiba di kafe internet yang dimaksud pada pukul 02:45 siang. Aku berkeliling singkat mencari tahu barangkali sudah ada teman kelompokku yang datang. Namun nihil, sepertinya Akulah yang pertama datang sore ini.

Sekilas, kafe internet ini cukup terkenal di kalangan mahasiswa karena menyediakan internet dengan kapasitas kencang serta makanan dan minuman yang terjangkau oleh kantong mahasiswa. Di lantai dua kafe ini terdapat warnet yang sudah cukup sepi belakangan. Warnet itu dulunya cukup populer karena komputernya memiliki banyak koleksi film bajakan. Sesekali Aku masih sering ke sana untuk mencari film-film jadul langka yang tidak tersedia di layanan streaming legal.

Pada tugas ini, kelompok kami terdiri dari lima orang, Aku, Elma, Aurel, dua orang sisanya adalah Mona dan Dito. Aku pun mengambil duduk di sambil menunggu anak-anak yang lain datang. Baru saja mau mengeluarkan laptop dari tas, tiba-tiba muncul seorang perempuan dari arah pintu.

Perempuan itu adalah Elma. Dengan mengenakan kemeja berwarna biru yang senada dengan jilbabnya, Ia terlihat begitu cerah sore ini. Ia langsung menghampiriku dengan wajah kaku.

Elma

“H-Hai El.”

 

Ia hanya memasang wajah kaku lalu mengambil duduk di sampingku.

“Harun mana?” tanyaku.

“Tadi barusan nganter, kelompok dia juga ngerjain tugas sore ini di kafe XXX, jadi kita misah.”

“Oh iya, anak-anak yang lain ke mana ya?”

“Yo, aku mau minta temenin,” ucapnya tanpa menjawab pertanyaanku.

“Temenin ke mana?”

“Temani aku ke warnet atas, ada hal yang perlu aku lakuin.”

“Boleh, kalau gitu aku hubungi Dido, Mona, dan Aurel dulu di grup, supaya mereka tahu kalau kita sudah datang.”

“Ga usah,” jawabnya sambil menahan tanganku. Ia menatapku sekali lagi. “Kita cepat aja.”

“I-iya,” balasku.

Elma berjalan di depanku menuju ke salah satu bilik warnet. Dalam waktu yang singkat itu Aku terus berpikir tentang perubahan sikap yang terus terjadi pada perempuan ini. Padahal tiap malam Ia terus saja mengirim chat padaku, namun seketika saja saat bertemu langsung sifatnya jadi begitu dingin. Perbincangan kami yang ku pikir bakal lancar ternyata berjalan begitu canggung.

Elma mengambil bilik paling ujung di situ. Tempatnya sedikit gelap dan tepat berada di bawah AC. Entah mengapa, padahal warnet nampak sangat sepi dan banyak sekali bilik kosong siang ini. Kami pun mengambil duduk, Elma di sisi kanan dekat dinding, sedangkan aku di sisi kiri.

“Tugas apaan El?”

“Bukan tugas,” jawabnya. Ia tak mengalihkan perhatiannya dari komputer yang baru saja Ia nyalakan. “Aku mau nyari film,” tambahnya lagi sambil mengeluarkan flash disk dari saku kemejanya.

Aku hanya menonton Elma mencari-cari film. Ia berganti-ganti membuka judul film secara acak, menontonnya beberapa adegan lalu memutuskan apakah akan Ia copy ke flash disk atau tidak. Ia tidak mengucapkan apa pun padaku sepanjang proses itu. Aku hanya diabaikan saja, seakan lupa bahwa Ia sendirilah yang mengajakku ke sini tadi.

Ketika sedang mencari, tiba-tiba terdapat folder yang berjudul “Semi Korea” di komputer.

“Tuh semi korea El, buat nonton bareng Harun hehe,” candaku.

Elma lalu berbalik padaku, menatapku tajam seakan tersinggung. Seketika diriku langsung merasa bersalah sudah bercanda yang tidak-tidak. Namun bukannya marah, Ia malah berkata, “Kenapa ga nonton sama kamu aja Yo?”

Tatapannya begitu lekat padaku. Kulit wajahnya terlihat begitu jernih dari jarak sedekat ini. Riasan wajahnya yang tipis benar-benar membuatnya terlihat begitu elegan sore ini. Meski usia kami dekat, Elma nampak jauh lebih dewasa dibandingkan Aku. Mungkin karena sudah memiliki anak sehingga cukup memengaruhi auranya.

“Bo-boleh, coba kita lihat, siapa tau ada yang bagus,” ucapku, tak kuasa menatap matanya.

Tanpa berkata apa-apa lagi Ia memutar film pertama. Nampak adegan tentang sepasang lelaki dan perempuan yang sedang makan bersama. Musik yang cukup kencang terus-terusan mengalun di warnet ini sehingga membuat suara dari komputer kami tidak akan terdengar sampai luar bilik.

Tak sampai dua menit pertama, adegan semi porno muncul di layar. Sepasang perempuan dan lelaki sedang berciuman mesra sambil saling membuka baju. Ku lihat Elma memerhatikan film itu dengan seksama. Terbawa suasana, penisku juga sudah hampir berdiri keras.

“Ka-kayak yang kamu lakuin ke aku Yo…” ucap Elma tiba-tiba. Di layar nampak perempuan itu sedang terbaring di atas kasur sambil dijilati payudaranya. Nada suaranya bergetar.

Aku melihat wajahnya dari samping, nampak pipi Elma sudah merona merah. Matanya setengah sayu, nafasnya juga lebih berat. Melihatnya seperti itu membuat penisku berdiri keras. Tak pernah sebelumnya Aku menonton porno dengan orang lain.

Kali ini sepasang kekasih tadi sudah mulai bersenggama. Dengan tubuh bagian atas yang terekspos, mereka saling bercumbu hebat, nampak tubuh mereka dipenuhi butir keringat.

Udara dalam bilik kami mulai menghangat. Aku sudah benar-benar terangsang oleh tontonan ini. Tanganku mulai mengelus penisku dari balik celana pelan-pelan, membuat penisku semakin menggeliat di dalam sana. Begitu juga Elma, Ia baru saja membuka dua kancing teratas kemejanya, lalu memasukkan tangan kirinya ke dalam sana. Tangannya bergerak perlahan di sana naik turun, seakan sedang memijat payudaranya.

“Kemarin kamu ga jadi ngentotin aku…” ucapnya sambil menggigit bibir bawahnya. Kini Aku sungguh tak tahan.

Setelah adegan porno dalam film tersebut berakhir, Elma dengan buru-buru memutar film selanjutnya. Kali ini tema dalam cerita pornonya adalah tentang hubungan antara dua wanita dan satu pria. Awalnya nampak kedua wanita tersebut saling membenci, entah bagaimana ceritanya karena di-skip begitu saja sampai ke adegan panas sehingga ketiga karakter itu telah mulai bersetubuh.

Ku lihat Elma dengan serius memerhatikan adegan film tersebut. Dengan sedikit keberanian Aku mendekatkan duduk kami. Kini kedua tubuh kami sudah menempel erat. Ku rangkul tubuhnya dengan lengan kananku.

Semakin dekat Elma denganku makin juga terlihat bahwa Elma ternyata tidak mengenakan bra sama sekali di balik kemejanya. Jilbabnya yang hanya sepanjang pundak saja tidak mampu menutupi keindahan payudaranya setelah Ia membuka kancing atas kemejanya. Dari posisi dudukku sekarang Aku dapat benar-benar melihat putingnya yang berwarna coklat gelap menyembul dari atas. Perempuan kalem ini dengan begitu berani meninggalkan rumah tanpa mengenakan bra.

“Payudaramu kelihatan El,” bisikku.

“Sentuhin Yo, aku ga pakai beha buat kamu,” jawabnya.

Dengan pelan ku masukkan tanganku ke dalam celah kemejanya. Begitu hangat di dalam sana, bentuk payudaranya kini berada di tanganku. Ku putari jemariku di sana sebelum menyentuh putingnya. Area sekitar putingnya telah basah.

“Ahhhh Yo.”

Aku terus memainkan putingnya. Ku gunakan tangan kiriku untuk membuka lagi dua kancing kemejanya. Kini tubuh bagian atas Elma telah benar-benar terekspos. Perut kecilnya yang terlipat, payudaranya dengan puting coklat yang tegak telah benar-benar terlihat. Tanpa berpikir panjang lagi, ku tundukkan kepalaku, ku hisap putingnya kuat-kuat dengan lidahku.

“Hhhh enak Yo.”

Brukkkk, saking keenakannya kaki Elma tanpa sengaja menendang dinding bilik tripleks itu dengan kencang, menghasilkan suara yang bisa terdengar oleh orang-orang.

Namun saking terangsangnya, Aku tetap lanjut menjilati puting Elma. Ia juga tak memintaku untuk berhenti. Air susunya sudah mulai meluncur ke mulutku yang ku teguk dengan penuh dahaga. Ku lihat perut Elma naik turun menahan rasa nikmat.

Elma balas meraih celanaku. Ia mengelus penisku dari luar lalu membuka kancing dan retsletingku. Tanpa menunggu lama Ia menurunkan celana dalamku, lalu meraih penisku. Ini adalah pertama kalinya Elma melihat penisku. Ia menariknya dengan terburu-buru.

“Ahhhh besar banget kontolmu Yo. Pelorotin dulu celananya, ga bisa ku keluarin kalau gini,” kata Elma lalu menarik turun celanaku sampai paha. Kalau ada orang yang mengintip bilik kami saat ini maka sudah tak ada lagi kesempatan untuk berkelit.

Ia meraih penisku dengan tangan hangatnya lalu mulai mengocoknya.

“Ahhhh El,” kocokannya tak menghentikan jilatanku di payudaranya. Kali ini gantian ku sandarkan dia ke dinding bilik, Aku sudah setengah menindihnya saat ini, membuat genggaman tangannya terlepas dari penisku.

Ku tarik turun celana Elma sampai lutut. Ku kangkangkan kakinya lebar, membiarkan vaginanya tersingkap. Ini juga pertama kalinya aku melihat vagina Elma. Daging vaginanya begitu mungil dengan warna agak gelap. Bulu-bulu halus sedikit menumbuhi vaginanya, cairan-cairan vaginanya telah menumpuk di area lubang vaginanya.

Ku sentuh cairan lengket itu, begitu tebal dan hangat lalu ku putar-putarkan jariku, menyebarkan cairan itu ke seluruh sisi vaginanya. Kini klitorisnya juga sudah turut basah.

Sambil menggigit bibirnya Elma menahan agar suaranya tidak keluar. Wajahnya benar-benar telah merona merah saat ini. Ku jilat lagi payudaranya sambil memainkan klitorisnya. Ia berpegangan ke penisku erat sambil berusaha mengocoknya, namun karena jangkauan tangannya tidak terlalu jauh hanya sesekali saja Ia bisa mengocok penisku.

“Ehhh aku gak tahan Yo. Aku mau kontolmu.”

Lenguhannya membuat nafsuku memburu. Ku tundukkan tubuhku ke vaginanya. Aroma vaginanya menguak begitu tajam menghujam hidungku. Oh indah sekali rupanya, ku jilati klitoris Elma sekali.

“Ahhh memekku, jilatin Yo.”

 

Elma

Ku lihat kepala Elma menggeleng tak karuan tiap kali klitorisnya ku jilat. Ku lihat jilbabnya sudah nyaris berantakan karena gerakan itu. Tanpa membuang waktu ku masukkan jari tengah dan telunjukku ke vaginanya. Di dalam sana telah begitu basah, cairan tak henti-henti keluar. Wajah Elma meringis menahan kenikmatan. Kontolku yang sudah mengacung bebas juga telah benar-benar terasa hangat.

Namun aku memilih bersabar, ku percepat gerakan jariku. Vagina Elma juga ku sedot berkali-kali dengan cukup kuat, perbuatanku membuat paha Elma kelinjangan. Lututnya berkali-kali menekuk dan mengejang menekan tubuhku, ku lihat perut Elma mengencang. Puting payudaranya yang mengeras nampak mengkilat akibat air susu yang terus keluar. Desahan Elma semakin kasar dan kotor.

“Ah Harun aja ga pernah jilat memekku Yo…. Kena…pa ga nikah sama kamu aja… ahhhku… ahhh, Yo kontolmu besar banget, kamu ba…kal kujadiin bahan ahhh masturbasiku ahhh kalau ga bisa tidur…” desahannya tak karuan, namun berhasil memantik nafsuku.

Kali ini aku tak tahan. Ku timpa tubuh Elma, membuat wajah kami saling bersentuhan. Ku cium bibirnya dengan mulutku yang penuh cairan vaginanya sendiri.

“Ini isap cairan vaginamu El.”

Dengan begitu nafsu Ia meraih bibirku. Bagaikan hewan yang kelaparan dengan buas Ia meraih bibirku. Kini sisi kalem dirinya telah hilang sama sekali.

Ku dekatkan penisku ke vaginanya, menggesekkan sisi bawah penisku ke vaginanya yang telah basah kuyup.

“Ah enak Yo.”

“Ahhh,” Aku juga mendesah ke telinganya pada gesekan pertama penisku. Daging vaginanya yang timbul dan basah benar-benar membuat gesekkan ini terasa nikmat.

“Ma…lam aku selalu chat ka…mu Yo,” ucapnya sambil merengkuh tubuhku. Ia mengangkat kaosku ke atas, Ia memandangi tubuhku dengan seksama. “Ka…lau Harun ngentotin ahhhku dia tumpah pas aku belum puas… ahhhh, Yo enakh… jadinya malam ahhh aku ba…sah jadi keingat sama tubuh… kamu Yo, ahhh,” Ucapannya membuatku sangat terangsang. Ku gesekkan penisku lebih kencang.

“Aku ahhhh juga suka kebayang tubuhmu El.”

“Baya…ngin aku tiap malam Yo… ahhh aku bakal mas…turbasi terus setelah tahu ukuran kontolmu hari ini Yo ahhh. Lebih gede dari suamiku ahhh…”

“Tubuhmu seksi El, aku suka ASI yang keluar dari payudaramu.”

“Ahhh Yo aku ga tahan Yo… mau kelu…ahh,”

Ku percepat gesekanku. Ku rasa sedikit cairan putih juga sudah keluar dari kepala penisku.

“Ahhh Elma…”

“Y-Yo aku keluar…. Ahhh Yo… a…”

Kaki Elma menendang-nendeng sandaran sofa, Ia mendorong wajahku yang sedang menciumnya lalu berpegangan kencang di dadaku. Bola matanya terangkat ke atas. Dengan suara tertahan Ia berucap, “Yooooo Ahhhhh.”

Srutttt… Sruuuttttt…

Semprotan vaginanya telak menghantam tubuhku yang berada di bawahnya. Telak menghantam papan tripleks pembatas bilik warnet menghasilkan bunyi gedor yang pelan. Tubuh Elma berusaha keras agar tak terjatuh, dengan sigap aku menahan sisi kanan tubuhnya agar tak terguling. Perutnya naik turun tak terkendali.

Kini jilbabnya benar-benar berhamburan dan basah akibat keringat. Vaginanya yang berkedut-kedut masih mengeluarkan sisa tetes terakhir cairan. Pahanya mengejan kencang, celananya yang ku turunkan hanya selutut tadi kini telah meluncur bebas hingga telapak kakinya.

“E-enak banget Yo,” ucapnya dengan nafas berat.

Ku lihat ke layar komputer, film masih berjalan namun kali ini bukan adegan panas lagi yang tampil di layar. Elma mendudukkan dirinya meski masih lelah, kancing kemejanya dibiarkan masih terbuka, celananya belum Ia angkat. Seluruh pahanya masih basah.

Komputer menunjukkan bahwa kami telah berada di warnet ini selama nyaris 25 menit. Mau tak mau kami datang terlambat ke kerja kelompok sore ini. Di sisi lain penisku masih berkedut-kedut ingin dipuaskan, pelan-pelan ku elus penisku.

“Kamu masih mau Yo?” tanya Elma tersenyum. Aku hanya mengangguk malu melihatnya.

Ia menghampiriku lalu mencium bibirku, Ia memagut lidahku, kali ini tidak penuh nafsu seperti tadi, namun sebaliknya Aku bisa merasakan kasih sayang dari ciumannya. Pelan dan teratur tak terburu-buru.

Ia memeluk tubuhku erat, menempelkan payudaranya ke kaosku, membenamkan kepalanya di pundakku. Aku balas mengelus punggungnya pelan. Ku cium rambutnya dengan rasa penuh kasih. Tanpa disangka-sangka, tiba-tiba tubuh Elma bergetar menangis.

“Aku bahagia kayak gini Yo.”

“Aku juga bahagia gini El.”

“Aku mau sama kamu aja Yo,” ucapnya lalu melepaskan wajahnya dari pundakku, kini dengan tatapan berderai air mata Ia menatapku. “Aku selalu ingin sama kamu Yo. Aku ga suka harus nikah muda kayak gini Yo, seakan aku sudah ga bisa ngapa-ngapain dengan perasaanku. Karena aku perempuan jadi aku udah ga bisa deketin cowok lain, cowok lain juga segan buat akrab dengan aku karena aku udah bersuami. Tapi beda sama Harun, Ia masih bisa keluyuran deketin cewek-cewek seakan lupa diri,” tangisnya semakin pecah. Sepertinya aku harus menunda permainan kami sore ini, Aku mengancingkan kemejanya selagi Ia menangis.

“H-Harun selingkuhin Aku. Ga cuma dengan Amanda, dia selingkuh dengan semua cewek, ga tau dia nemu di mana. Duit bulanan kita dia habisin separuh buat ngeroom hotel, dipikirnya notifikasi booking hotelnya ga masuk HP aku apa. Kalau malam jarang ada di rumah, sekalinya datang buat ngentot akunya ga dibikin puas,” kali ini Elma mengucapkannya dengan sedikit kesal, “Tapi bukan selingkuhnya saja yang bikin aku sakit Yo, karena lama-lama aku sudah terbiasa dia kayak gitu. Ya-yang bikin Aku sakit hati karena Aku ngerasa dia ga begitu pantas buat nyakitin aku Yo. Dia ga sehebat itu, ga kuat juga, aku ga tau apa yang cewek-cewek itu cari dari dia. Makanya sekarang aku cari kamu terus Yo, aku tahu kita ga bisa punya hubungan romantis karena status aku, tapi aku pengen kamu bikin aku bahagia Yo. Puasin tubuh aku dengan penuh kasih sayang, aku juga akan berusaha untuk buat kamu bahagia Yo.”

Ku genggam kedua tangan Elma erat. Aku meraih bibirnya, menciumnya dengan pelan dan penuh kasih sayang. “Aku bakal berusaha buat ngebahagiain kamu El,” bisikku.

Setelah puas berciuman dan bertukar tatapan, kami pun merapikan penampilan kami. Elma berdandan kembali menyapu sisa kelelahan di wajahnya. Kali ini kami berjalan bersampingan. Wajah Elma yang dingin kala pertama bertemu tadi kini dipenuhi senyuman. Aku senang melihatnya seperti ini. Kami pun turun bersama ke kafe internet. Sudah 15:30 saat ini.

Wajah itu menatap kami dengan tatapan tajam. Matanya yang sipit semakin menyipit begitu melihat kehadiran kami. Ia juga tak tersenyum melihat kedatangan kami. Ia adalah Aurel, sedang duduk di salah satu meja sendirian.

 

Aurel

“Su-sudah lama nunggu Rel?” tanya Elma begitu mengambil duduk di sampingnya.

“Sudah dari jam 3, kalian ngapain dari atas?”

“Tadi habis ngambil film Rel,” ucap Elma sambil menunjukkan flash disknya.

“Mana Mona dan Dito?” tanya Elma mengalihkan perhatian.

“Kalian habis ngapain aja sih sampai ga buka HP? Mona kan ngechat di grup ga bisa datang, Dito izin telat,” kini matanya semakin memicing, Ia melirik kami dengan tatapan curiga. Kali ini tatapannya terpaku pada noda basah pada jilbab Elma.

“Jilbabmu kok basah El?”

“O-oh ya? Tadi wudhu di atas,” jawab Elma cepat-cepat. Aurel hanya mengkerutkan alisnya, melirikku, lalu mengangkat kedua pundaknya seakan tak percaya. Naluri Aurel cukup tajam rupanya.

“Yaudah, yuk kerja tugasnya,” ucapku salah tingkah. Masih canggung saja rasanya melihat Aurel sejak malam itu.

Sepanjang kerja kelompok tak sekali pun Aku bertukar kata-kata dengan Aurel. Entah mengapa, kali ini Aurel juga malah balik bersikap dingin padaku. Untungnya ada Elma sebagai penengah, setidaknya tugas kami bisa tetap berjalan dengan lancar. Sesekali Aku menangkap Elma sedang menatapku dengan wajah sayu, membuat penisku tak henti-henti tegang di ruangan ramai itu. Aku masih bisa mencium samar wangi vaginanya di jariku sampai saat ini. Entah apa yang akan Aurel pikirkan jika tahu bahwa Aku dan Elma baru saja melakukan perbuatan tak senonoh di atas tadi. Tak lama kemudian, Dito salah satu anggota kelompok kami juga datang. Setidaknya aku punya teman ngobrol lelaki yang bisa mengalihkanku dari pikiran-pikiran tentang Aurel dan Elma.

Pukul 8:10 malam tugas kami sudah selesai. Komunikasi antara Elma dan Aurel juga sudah normal kembali. Setelah bercengkerama terlebih dahulu, kami pun beranjak pulang dari kafe.

“Yakin ga mau ikut aku aja?” tanya Aurel pada Elma.

“Makasih Rel, tapi paling bentar lagi Harun jemput.”

“Yaudah, aku pulang duluan ya kalau gitu,” ucap Aurel sambil melambaikan tangan dari kami menuju mobil jemputannya. Ia tersenyum pada Elma dan Dito, namun tidak kepadaku. Perasaan seharusnya Aku yang kesal ke dia deh, pikirku.

Tak lama setelahnya Dito juga izin pamit kepada kami. Hanya sisa ada aku dan Elma berdiri di teras kafe berdua.

“Harun sudah jalan menuju sini El?” tanyaku, memecah keheningan.

“Aku belum hubungi malah, mau pulang sama kamu aja Yo.”

Ku lihat wajah Elma yang sedikit malu-malu kala mengucapkannya. Ku lihat jam, sudah hampir pukul 9. Aku hanya membawa satu helm, tapi kayaknya tak kan ada polisi semalam ini. Dalam hati ku berjanji tak akan pernah lagi meninggalkan helm boncengan di rumah setelah ini.

“Yaudah El, asal kamu ga masalah kalau ga pakai helm.”

Ia hanya tersenyum lalu mengangguk. Kami pun menembus malam itu berdua, bercengkerama sepanjang jalan. Aku memutar jalan yang lebih jauh agar bisa berbincang lebih lama dengan Elma.

“Aku mau tanya Yo,” tanya Elma tiba-tiba.

“Apaan El?”

“Kamu dan Aurel udah pernah ngapain aja?”

“Nga-ngapain aja maksudnya?” tanyaku balik gelagapan.

“Ga usah bohong Yo. Aku tahu setelah grepe-grepe di kamarku kemarin kalian pasti lanjut di luar. Aku ga sakit hati kok, aku juga kan punya cowok lain, bakal jahat banget kalau aku ngelarang kamu berhubungan dengan cewek lain. Aku tau juga dari cara kalian saling ngelihat tadi yang udah beda banget sama sebelum-sebelumnya, pasti ada sesuatu di antara kalian.”

“Ga tau El, aku gak bisa jelasin,” entah mengapa aku masih menahan diri untuk benar-benar menceritakan hubunganku dengan Aurel.

Seakan mengerti bahwa aku sedang tak ingin membahas Aurel, Elma pun tak lagi melanjutkan pertanyaannya. Ia hanya memperkencang pelukannya padaku. Jika jalanan sedang sepi, Elma akan memelukku dengan begitu erat, Ia baru melepasnya di jalanan ramai yang mungkin saja dilewati oleh kenalan kami. Aku memahaminya, toh memang statusnya sebagai istri orang jelas sangat membatasi perbuatannya di muka umum.

Begitu sampai di depan rumah ku lihat mobil Harun tak ada.

“Paling masih sibuk pacaran dia,” ucap Elma.

“Hehehe, kamu juga kan lagi sama aku,” candaku. Ia hanya tersenyum mendengarnya.

“Biasanya dia nginap ga pulang kalau gini Yo. Aku pengen ngajak kamu masuk ke dalam, apalagi tadi kamu belum sampai orgasme, pasti menggantung banget rasanya. Sayangnya, Om dan Tantenya Harun sedang nginap sekarang di dalam jagain Maura.”

“Gapapa El, aku paham,” ucapku.

“Tapi Yo… Aku ga enak udah bikin kamu gantung dua kali. Aku ingin lain kali kita benar-benar nyewa kamar hotel buat lakuin itu Yo.”

“Iya El, Aku janji,” ucapku. Kami pun berpisah malam itu.

Bersambung

Ngewe dengan janda hot yang memek nya masih sempit
Cewek lihat bokep
Gara gara nonton bokep bareng tante sri
Bercinta Dengan Baby Sitter Penjaga Anak
Ngentot dengan calon istri orang
Foto Bugil Gadis Abg Spa Setelah Ngentot
Aku Diperkosa Oleh Guruku Sendiri
Polwan mesum
Bercinta Dengan Polwan Cantik Dan Sexy
Cerita sexs anak SMA nakal ngentot di dalam kelas
Tante hot suka ngentot
Pemuda Perkasa Yang Bisa Memuaskan Hasrat Sexs Ku
Dasar… Baby Maker!
Cerita sex kehormatan yang ternodai
bu guru cantik
Memuaskan hasrat ibu guru ku yang cantik
toket gede
Tidur Bareng Sama Pembantuku Yang Lugu Bagian Dua
Adik keponakan ku yang centil dan sexy
Cerita seks memuaskan hasrat kakak ipar
tante hot
Tante Sexy Yang Merenggut Keperjakaan Ku