Part #10 : Pribadi Baru

Aku sedang duduk di sebuah ruang tamu sambil melihat sekelilingku. Aku lihat rumah ini tidak terlalu besar karena terletak di sebuah perumahan pinggir kota yang nampaknya masih baru. Rumah ini juga sedikit terpisah dengan yang lain karena kanan kirinya masih lahan kosong yang belum dibangun.

Saat aku tadi pulang dari cafe, aku bertemu dengan seseorang yang motornya mogok. Aku sempat membantu mendorongnya hingga menemukan sebuah bengkel yang akan tutup. Setelah di cek ternyata ada bagian motor yang harus diganti. Karena persediaan spare part motor yang dibutuhkan ternyata sedang kosong, maka terpaksa motor harus ditinggal dan akhirnya aku mengantarkan orang itu pulang ke rumahnya. Dan sekarang aku sedang menunggunya mandi.

“maaf Rik kalau lama..” ucap seseorang mengagetkanku.

Yang membuatku kaget bukan karena suaranya, tapi karena penampilannya yang tidak menggunakan jilbab dengan rambut panjangnya yang tergerai dan hanya mengenakan handuk kimono dengan belahan dada rendah yang membuat payudaranya terlihat mengintip.

Aku yang melihat itu seketika takjub dan tanpa terasa adik kecilku perlahan mulai berdiri.

“Rik..” panggil wanita itu padaku yang masih bengong.

“eh.. i.. iyaa..” jawabku tergagap.

“kamu haus..?” ucapnya kemudian dengan sangat menggoda.

“i.. iyyaa..” jawabku gemetar.

Aku kira dia akan pergi mengambilkan aku minum, tapi ternyata dia malah berjalan mendekatiku. Saat berada di depanku, tiba – tiba dia melepaskan handuknya dan menjatuhkannya ke lantai.

Sontak aku melotot melihat tubuh wanita yang telanjang bulat di depan mataku dan wanita itu adalah guruku sendiri. Guru yang aku tau selama ini selalu menjaga penampilan dengan pakaian yang tertutup dan memakai jilbab, tapi sekarang bu Asih berdiri di depanku tanpa sehelai benang pun dan rasa – rasanya aku seperti bermimpi. Sungguh menawan tubuh bu Asih dengan kulit yang mulus tanpa cacat, payudara dengan ukuran sedang dan yang menarik adalah memeknya yang gundul, yang membuatku melihatnya tanpa berkedip.

Bu Asih kemudian memegang kepalaku dan duduk mengangkang di atas pangkuanku, dia langsung mencium bibirku dengan lembut dan secara naluri aku membalas ciumannya. Laki – laki mana coba yang tidak tergoda oleh wanita bugil yang menciumnya dengan mesra. Aku dan bu Asih cukup lama saling melumat hingga aku yang menikmatinya sampai memejamkan mata.

Saat bu Asih melepaskan ciuman kemudian mengarahkan kepalaku ke dadanya. Aku yang paham langsung melumat payudaranya sambil aku hisap – hisap putingnya.

“katanya kamu haus.. hisap yang kencang.. ahh…” ucap bu Asih yang kemudian mendesah saat aku menghisap putingnya.

Disela aku sedang menggarap dadanya, bu Asih menarik kaosku ke atas dan melepaskannya. Kemudian aku di dorong untuk sedikit rebahan dan bu Asih melepaskan celanaku sehingga kontolku yang dari tadi sudah tegang langsung mencuat berdiri tegak menantang.

Bu Asih tersenyum melihatku yang sudah telanjang bulat dan sedikit menggodaku dengan mengelus kontolku yang sudah tegang maksimal. Dia kembali menciumku dengan sedikit ganas dan melumat bibirku sambil memainkan lidahnya sampai lidahku juga disedotnya.

Ciuman kemudian beralih ke leherku yang membuatku sampai merinding geli. Aku yang merasakan nikmat tanpa sadar juga ikut mendesah. Kemudian bu Asih menciumi dadaku dan menjilat – jilat putingnya sehingga sensasi yang dihasilkan geli – geli nikmat yang membuatku kelojotan. Saat turun lagi ke arah selangkanganku, bu Asih melirikku dengan nakal. Aku hampir tak percaya dibalik sikap bu Asih yang lembut, ternyata binal juga.

“kamu nikmati saja ya.. rileks saja jangan tegang..” ucap bu Asih dan aku hanya mengangguk.

Bu Asih kemudian menjilati kontolku dari kepala, batang hingga zakarku pun tidak terlewatkan.

“ah..” desahku saat mulut bu Asih mengulum kontolku.

Ini adalah pengalaman pertamaku dan rasanya sungguh – sungguh nikmat. Bu Asih benar – benar memanjakan kontolku dari dikulum, disedot dan dikocok dengan mulutnya.

Sekitar 15 menit berlalu, aku merasakan ada desakan yang akan keluar dari kontolku. Aku hanya bisa mendesah merasakan suatu kenikmatan yang belum pernah aku rasakan. Hingga aku yang tidak kuat menahannya lagi.

“bu.. aku mau keluar.. ah..” ucapku pada bu Asih.

Mendengar yang aku ucapkan, bu Asih tidak melepasnya malah mempercepat kocokannya sambil disedot – sedotnya kontolku dengan kuat.

CROT.. CROT.. CROT..

“ahhh…..” desah panjangku saat spermaku tumpah di mulut bu Asih.

Bu Asih masih mengulum kontolku dan terasa kontolku yang masih dihisap – hisap olehnya. Saat kontolku dilepaskan, bu Asih langsung menelan semua spermaku tanpa tersisa.

“obat awet muda..” ucap bu Asih tersenyum.

Kemudian bu Asih pergi mengambil air putih dan diserahkan padaku. Aku yang masih mengatur nafas kemudian meminumnya sampai habis.

“sekarang ikut aku..” ucap bu Asih yang menggandengku.

Aku yang seperti kerbau dicocok hidungnya hanya mengikuti kemana bu Asih mengajakku. Kemudian kami masuk ke dalam sebuah kamar yang aku yakin kalau ini adalah kamar tidurnya. Aku kemudian disuruh oleh bu Asih untuk tidur di ranjang yang ukurannya cukup besar, dan tanpa banyak tanya aku langsung menurutinya.

Saat aku yang sudah tidur terlentang, kemudian bu Asih naik ke atasku tapi dia menghadap ke bawah. Sekarang posisinya memek bu Asih tepat di atas mukaku dan aku bisa dengan jelas melihat bentuk memek dari dekat untuk pertama kalinya. Aku yang merasa penasaran kemudian menghirup bau memek bu Asih. Hmm.. harum wangi memek bu Asih, selain habis mandi sepertinya dia juga rajin merawatnya.

Bu Asih kembali memainkan kontolku yang sudah melemas, aku yang tidak mau kalah kemudian mulai menjilati memek bu Asih. Terlihat pinggul bu Asih yang bergoyang setiap aku menjilati memeknya. Nafsuku yang tadi sudah turun kembali naik karena lihainya bu Asih memainkan kontolku, dari yang tadi sudah melemas sekarang menjadi tegang kembali.

Saat Bu Asih yang masih asik mengulum kontolku dan aku yang tadi hanya menjilat – jilat memeknya, sekarang berubah menjadi menghisap – hisap dan aku juga sesekali memasukkan sambil memainkan lidahku ke dalam memeknya yang membuatnya bergerak sedikit tidak beraturan.

Beberapa menit kemudian bu Asih melepaskan kuluman dan menegakkan badan, posisinya sekarang yaitu setengah duduk di atas mulutku. Bu Asih yang mendesah – desah nikmat bergoyang sambil terus menekan memeknya ke mulutku. Hal itu membuatku semakin cepat menggarap memek bu Asih walau aku merasa sedikit susah untuk bernafas. Tak beberapa lama kemudian memek bu Asih seperti berkedut dan bu Asih jadi semakin kuat menekan memeknya ke mulutku. Tiba – tiba..

Crut.. crut.. crut..

“ahhhh…” desah panjang bu Asih yang kemudian ambruk menimpa selangkanganku.

Aku merasakan ada cairan yang keluar dari memek bu Asih, dan tanpa ragu aku langsung menelannya sampai habis. Walau ini pertama kalinya bagiku, tapi aku tidak merasakan jijik sama sekali saat menelannya. Kemudian bu Asih berguling ke samping dan tidur terlentang. Aku kemudian bangkit dan duduk melihat bu Asih yang terlihat masih ngos – ngosan.

“gila.. pakai mulut aja aku bisa sampai, apalagi kalau pakai kontolmu..” ucap bu Asih yang masih mengatur nafas.

“ayo cepat selesaikan.. masukkan cepat Rik..” ucap bu Asih menyuruhku.

Aku yang sudah terangsang hebat kemudian duduk berjongkok di selangkangan bu Asih, aku kemudian menggesekkan kepala kontolku ke memeknya yang licin. Saat aku akan memasukkan kontolku.

“pelan – pelan Rik..” ucap bu Asih padaku sambil sedikit menahanku.

Aku hanya mengangguk dan mendorong masuk kontolku pelan – pelan karena memek bu Asih terasa masih sempit sehingga membuat kontolku agak susah untuk masuk. Saat kontolku sudah masuk setengah, aku berhenti sejenak dan kemudian aku mendorongnya lebih kuat.

“ahh..” desah kami bersamaan saat kontolku sudah masuk sepenuhnya dan terasa mentok.

“bentar Rik.. jangan digoyang dulu..” ucap bu Asih menyuruh mendiamkan dulu kontolku.

Aku merasakan kontolku seperti di cengkram cukup kuat oleh memek bu Asih, walau kontolku terasa seperti di cekek, tapi aku merasakan nikmat karena ini pertama kalinya kontolku masuk ke dalam memek, dan sekarang aku sudah resmi hilang keperjakaan. Setelah beberapa saat kemudian terasa cengkramannya memek bu Asih mulai mengendur.

“sekarang goyang pelan – pelan Rik..” ucap bu Asih menyuruhku.

Aku kemudian menggerakkan kontolku keluar masuk memek bu Asih dengan tempo pelan. Gerakanku yang awalnya terasa kaku, kini sudah mulai terbiasa dan lancar.

“cepetin Rik..” ucap bu Asih yang mendesah – desah kenikmatan.

Aku kemudian menggoyangkan kontolku dengan tempo lebih cepat dan bu Asih semakin mendesah – desah.

“cepetin lagi.. ahh…” ucap bu Asih yang meminta untuk lebih cepat.

Aku kemudian menggoyangkan kontolku dengan sangat cepat sampai bu Asih yang berteriak kenikmatan.

Plok.. plok.. plok.. bunyi yang terdengar setiap sodokanku beradu.

Beberapa menit kemudian memek bu Asih seperti berkedut dan kontolku seperti di cengkram dengan kuat.

“ahh.. ahh.. ahh..” teriakan bu Asih yang merasa kenikmatan saat aku meggenjotnya dengan cepat.

Crut.. crut.. crut..

“ahhh…..” desah panjang bu Asih dan terlihat tubuhnya seperti mengejang.

Aku merasakan kontolku seperti tersiram cairan yang hangat dan kontolku terasa seperti dihisap – hisap oleh memek bu Asih. Aku kemudian melihat bu Asih yang masih mengatur nafasnya yang tersengal.

“kamu belum ya.. huu.. huu.. huu..” ucap bu Asih yang terlihat masih mengatur nafas.

Aku hanya menggelengkan kepala pertanda belum. Aku merasakan tanggung karena terhenti saat orgasme bu Asih tadi. Aku yang sudah sangat terangsang kemudian kembali menggoyangkan kontolku ke memek bu Asih.

“bentar Rik.. istirahat dulu..” ucap bu Asih yang coba menahanku.

Aku tidak menghiraukannya dan tetap memompa kontolku dengan kecepatan sedang.

“aduhh Rik.. ahh.. ahh..” ucap bu Asih saat aku yang terus menyodok memeknya.

Beberapa menit kemudian bu Asih mulai menikmatinya lagi dan bergerak mengimbangi sodokan kontolku.

“ahh.. ahh.. ahh..” desah bu Asih yang membuatku makin bersemangat.

Aku kemudian mempercepat sodokanku hingga aku yang merasakan akan keluar.

“bu.. aku.. mau.. keluar..” ucapku yang terus memompa memek bu Asih.

“tahan.. ahh.. sebentar lagi.. ahh.. aahh..” balas bu Asih.

“dimana bu..?” tanyaku pada bu Asih.

“dalam.. dalam.. ahh..” balas bu Asih yang bergerak makin liar.

Aku masih memompa memek bu Asih dan aku semakin tidak kuat menahannya.

CRUT.. CRUT.. CRUT..

CROT.. CROT.. CROT..

“ahhh….” desah kami bersamaan saat kami sama – sama orgasme.

Aku merasakan pikiranku melayang entah kemana dan aku seperti setengah sadar. Kemudian aku merebahkan badanku di samping bu Asih. Tiba – tiba mataku terasa berat dan aku kemudian tertidur.

***

Aku terbangun karena aku yang merasakan ingin kencing, saat aku melihat jam menunjukkan pukul 1 malam. Aku melihat di sampingku sudah tidak ada lagi bu Asih. Aku kemudian bergegas ke kamar mandi untuk buang air kecil, setelah selesai aku kemudian memakai pakaianku.

Aku kemudian keluar kamar dan menuju ruang tamu, disana aku melihat bu Asih yang sedang duduk sendirian.

“maaf bu..” ucapku pada bu Asih.

“duduklah dulu.. ini tehnya diminum..” balas bu Asih tersenyum.

Aku kemudian duduk di sebelah bu Asih dan meminum teh yang masih hangat. Jujur aku bingung mau memulai pertanyaan dari mana, karena aku masih tidak menyangka habis ML dengan guruku yang bagiku terlihat alim.

“kamu pasti bingung ya kenapa aku melakukan ini..” ucap bu Asih memecah keheningan.

“iya bu..” jawabku mengangguk.

“kamu jangan berpikiran yang macam – macam ya, aku melakukan ini karena permintaan dari temanku..” ucap bu Asih yang mengagetkanku.

“hah.. teman ibu.. siapa teman ibu..?” balasku penasaran.

“Gembong..” balas bu Asih yang membuatku kaget setengah mati.

“Gembong.. maksud ibu Gembong..” ucapku terpotong.

“iya.. Gembong yang sekarang bersamamu..” sahut bu Asih.

Aku tidak menyangka dan bagaimana bu Asih bisa tau Gembong malah beliau menyebutnya sebagai teman.

“ba.. bagaimana ibu bisa tau..?” tanyaku penasaran.

“aku kenal dengan Gembong saat dia masih bersama kakekmu. Kemudian saat kakekmu menitipkan Gembong pada bapakku, aku yang lebih sering menemaninya. Apalagi saat kakekmu dibunuh, eh.. maksudku meninggal. Gembong meraung – raung dan terlihat sangat sedih, sehingga aku yang harus menenangkannya” ucap bu Asih menjelaskan.

Wah berarti bu Asih ini punya indera ke-6 karena dia bisa berkomunikasi dengan yang gaib, atau bisa juga bu Asih ini disebut indigo.

“aku setiap minggu mengunjungi bapakku untuk mengantar umbi – umbian karena bapak tidak makan nasi. Saat itu aku melihatmu yang tidur disana, makanya aku membelikanmu sarapan..” ucap bu Asih menceritakan.

“jadi bubur itu..” ucapku terpotong.

“iya.. aku yang membelikannya.. kamu kira siapa? Bapakku? Bapak saja tidak mau pegang uang..” sahut bu Asih menjelaskan.

“berarti bapaknya ibu itu..” ucapku terhenti.

“namaku Asih Nuriyani binti Wongso Manggolo..” ucap bu Asih yang membuatku kaget.

“terus alasan ibu melakukan ini..?” tanyaku pada bu Asih.

“kamu jangan menganggap lebih tentang hal ini, karena aku minta ini yang pertama dan terakhir..” ucap bu Asih dan aku hanya mengangguk.

“aku melakukannya karena selain permintaan dari Gembong, aku juga tau permasalahanmu. Kamu pasti juga sudah tau masalahmu saat bertemu dengan mbah Wongso. Gembong khawatir kalau kamu asal melepaskan perjakamu dengan tidak tepat akan berimbas padamu, karena hal itu harus dilakukan dengan kenyamanan dan hati yang tenang. Aku harap setelah ini kamu bisa lebih tenang dan bijak dalam berfikir..” ucap bu Asih menjelaskan.

“jadi setelah ini aku jadi bisa mengendalikan Gembong..?” tanyaku.

“tidak.. kamu tidak bisa mengendalikan Gembong..” jawab bu Asih menggelengkan kepala.

“jadi..” ucapku terpotong.

“kendalikan emosimu.. ingat, gunakan akalmu untuk berpikir. Jika kamu bisa melakukannya, kamu akan menguasai perasaanmu dan mengatur nafsumu yang otomatis kamu akan bisa mengendalikan emosimu. Jika itu berhasil kamu lakukan, kamu tidak hanya mengendalikan Gembong, tapi kamu akan menguasainya karena dia akan menyatu denganmu” ucap bu Asih menjelaskan.

“selama ini kamu lebih menggunakan perasaanmu, makanya kamu jadi rapuh dan setelah kamu emosi jadi hilang akal. Kamu lebih banyak mewarisi sifat bundamu yang lemah lembut dan penuh perasaan. Berbeda dengan ayah dan om mu yang lebih banyak menggunakan nafsunya. Otomatis setelah mereka emosi akan hilang akal dan tidak punya perasaan yang menjadikannya liar..” ucap bu Asih menjelaskan.

Aku jadi tau sekarang kenapa aku tidak bisa mengendalikan diri saat emosi, setelah mendengar penjelasan bu Asih, aku jadi benar – benar paham.

“ternyata kalau yang menjelaskan adalah seorang guru, akan lebih mudah untuk dipahami..” ucapku kepada bu Asih.

“jadi maksudmu penjelasan dari bapakku tidak jelas gitu..?” balas bu Asih melotot.

“eh.. bukan gitu bu.. hehe..” ucapku yang merasa salah ngomong.

“oh iya bu.. tadi ibu bilang kalau kakekku dibunuh.. siapa yang membunuhnya?” ucapku yang membuat bu Asih kaget.

“eh.. enggak.. aku tadi cuma salah ngomong kok..” balas bu Asih berkilah.

Aku tidak percaya begitu saja karena aku tau kalau bu Asih berbohong.

“bu.. tolong.. aku hanya ingin tau..” ucapku memohon.

“sebenarnya aku juga tidak tau Rik siapa yang membunuhnya, karena aku hanya tau kalau kakekmu sengaja ditabrak bukan karena kecelakaan tunggal..” balas bu Asih menjelaskan.

“berarti selama ini sengaja ditutup – tutupi..?” ucapku bertanya.

“aku juga tidak tau tentang itu Rik.. yang jelas tidak ada orang yang tau selain aku..” jawab bu Asih.

“terus ibu tau dari mana..?” tanyaku penasaran.

“Gembong.. dia punya ikatan dengan kakekmu..” balas bu Asih.

Jadi selama ini tidak ada yang tau tentang kematian kakekku yang sebenarnya, semua keluargaku hanya taunya kakek meninggal karena kecelakaan tunggal.

“sudah Rik.. ikhlaskan..” ucap bu Asih menenangkanku.

“iya bu..” jawabku mengiyakan.

“hmm.. maaf bu.. kalau boleh tau keluarga ibu dimana..?” tanyaku yang penasaran karena bu Asih tinggal sendirian.

“aku belum punya anak Rik, dan suamiku kerja di pelayaran. Jadi pulangnya setahun hanya dua kali dan itu hanya beberapa minggu saja..” ucap bu Asih yang terlihat sedih.

Duh.. pasti bu Asih merasa sangat kesepian karena belum punya momongan dan jauh dari suami.

“maaf bu..” ucapku yang merasa bersalah karena bertanya tentang masalah pribadinya.

“gak papa Rik.. aku sudah terbiasa kok..” balas bu Asih tersenyum.

“ya udah bu.. kalau gitu saya pamit dulu..” ucapku pada bu Asih.

“sebentar Rik..” ucap bu Asih menahanku.

“waktu kamu nolongin aku tadi, kamu kan manggil aku mbak.. jadi aku merasa seperti kembali muda lagi..” ucap bu Asih menggoda.

“terus..?” ucapku menanyakan maksud bu Asih.

“aku pengen sekali lagi..” ucap bu Asih malu – malu.

“katanya tadi terakhir mbak..” balasku tersenyum menggoda sengaja memanggilnya mbak.

“ih.. kamu gak kasihan apa sama aku yang jarang dibelai suami..” ucap bu Asih dengan manja.

Aku hanya tersenyum mengangguk. Lagian cowok mana yang bakal menolak kalau di ajak enak – enak. Hehehe..

Bu Asih kemudian berjongkok dan melepaskan celanaku.

“kita cepet aja ya.. kamu mau ke pasar kan..” ucap bu Asih kemudian.

“bagaimana mbak tau kalau aku.. ahhh..” ucapku yang hendak bertanya tapi kontolku sudah di kulum duluan.

Setelah kontolku tegang sempurna, kemudian bu Asih melepaskan kulumannya dan berdiri membelakangiku, kemudian dia mengangkat dasternya ke atas dan menungging dengan berpegangan pada bantalan sofa. Aku melihat ternyata bu Asih sudah tidak memakai celana dalam.

“cepet Rik masukin..” ucap bu Asih yang sudah tidak sabar.

Kemudian aku memposisikan diriku dan langsung memasukkan kontolku ke dalam memek bu Asih. Aku kemudian menggenjotnya sambil meraba dada bu Asih, ternyata bu Asih juga tidak mengenakan bra sehingga payudaranya yang kenyal bisa dengan bebas aku remas – remas.

Aku menyetubuhi bu Asih tanpa ganti gaya karena waktu yang sudah mepet, hingga bu Asih yang sampai dapat dua kali dan aku sekali crot di dalam memeknya. Setelah merapikan pakaian kami, aku kemudian pamit untuk pulang.

“Rik.. semoga setelah ini kamu akan menjadi pribadi yang baru..” ucap bu Asih yang kemudian menciumku.

“jangan panggil aku mbak kalau kita tidak sedang berduaan..” ucap bu Asih mengingatkanku.

“berarti ini bukan yang terakhir..?” tanyaku dan bu Asih hanya tersenyum padaku.

Aku kemudian pergi meninggalkan rumah bu Asih dengan perasaan yang berbeda. Benar kata mbah Wongso, setelah melepas perjakaku kini pikiranku lebih terbuka. Aku jadi bisa memilah mana yang baik dan buruk, mana yang harus dan tidak, mana yang akan dan belum. Seperti permasalahanku dengan Dini, aku masih akan berusaha mencobanya lagi, jika memang tidak bisa aku harus merelakannya.

Saat sampai rumah aku melihat Om Heri yang sudah bersiap – siap untuk berangkat ke pasar.

“Om.. tunggu bentar..” ucapku pada Om Heri dan bergegas masuk ke rumah.

Aku kemudian ke kamar mandi untuk cuci muka dan membersihkan sisa pertempuranku dengan bu Asih tadi. Setelah berganti pakaian aku langsung menyusul Om ku yang sudah siap berangkat.

“dari mana kamu..?” tanya Om ku saat perjalanan menuju pasar.

“dari tempat temen Om..” jawabku.

“temen apa demen..?” ucap Om Heri melirikku.

Aku hanya tersenyum dan tidak menanggapinya.

Setelah sampai pasar, aku langsung menurunkan sayuran tapi tidak langsung aku antarkan. Aku menjejerkannya dan mengatur mana saja yang nanti bisa di angkut sejalan.

“ngapain kamu..?” tanya Om Heri yang heran melihatku memindah – mindahkan sayuran.

“gak papa Om..” jawabku yang masih sibuk memindahkan sayuran.

“kurang kerjaan kamu.. langsung antar aja biar gak kelamaan..” ucap Om ku sedikit kesal.

“iya..” balasku yang tidak menghiraukan Om ku.

“dasar aneh..” ucap Om ku yang kemudian pergi mengantarkan barang.

Setelah selesai aku kelompokkan, aku kemudian membawa untuk tiga tempat sekaligus yang sekali jalan. Biasanya aku dan Om ku langsung mengambil dan mengantarnya tanpa memilih, jadi seumpama mengantar untuk tiga tempat dan kadang letaknya tidak berdekatan, maka kami bisa sampai dua atau tiga kali melewati jalan yang sama bolak balik tapi mengantarkan untuk tempat yang berbeda. Hal itu tentu saja memakan waktu yang lebih lama dan menguras tenaga.

Setelah mengantar semuanya, Om Heri terheran – heran karena biasanya untuk mengantarkan semuanya bisa butuh waktu sampai 1 jam, dan sekarang hanya sekitar setengah jam sudah selesai di antar semuanya. Om Heri kemudian mengajakku untuk mampir ngopi sebentar.

“Rik.. kok aku lihat sekarang kamu beda..” ucap Om Heri padaku.

“beda gimana Om.. tambah ganteng ya aku.. hehehe..” balasku bercanda.

“hmm.. emang kamu habis ngapain..?” tanya Om ku yang masih penasaran.

“habis ngantar sayuran Om.. ke ciwi – ciwi.. hehe..” ucapku sengaja mengalihkan pembicaraan.

“awas kamu kalau habis macem – macem, aku laporin kamu ke bundamu..” ancam Om Heri padaku.

“ya lapor aja Om.. tapi jangan lupa Tante Septi juga dikasih tau ya.. hehehe..” balasku tertawa yang membuat Om Heri geram.

“asu.. asu..” gerutu Om Heri yang terlihat jengkel.

“hayooo… ngomong kasar.. mau aku omongin ke Tante apa ngomong sendiri.. hehehe..” ucapku yang membuat Om Heri tambah jengkel.

“kamu kok sekarang jengkelin sih..!!” ucap Om Heri yang kemudian memeteng leherku.

“hahaha..” aku hanya tertawa melihat Om Heri yang emosi.

“wah.. wah.. pagi – pagi sudah terlihat bahagia..” ucap Mang Karjo yang datang bergabung sambil cengengesan.

“bahagia matamu.. mau aku pukul itu gigimu sampai rontok..!!” balas Om Heri melotot.

“weiitt.. weiitt.. sabar bang sabar..” ucap Mang Karjo yang langsung mengkerut.

“bang bang.. emang aku abangmu..!!” balas Om Heri yang masih melotot.

“tenang Mang.. ini Om ku lagi haid hari pertama.. jadi lagi sensi – sensinya..” ucapku pada Mang Karjo menenangkan.

Kemudian Om Heri berganti melotot padaku.

“Om.. ingat.. anak istri menunggu di rumah, gimana nanti kalau ini matanya kena colok..” ucapku menyindir matanya yang melotot.

“hufh..” terlihat Om Heri yang menghela nafas.

“bangkeee…!!!” teriak Om Heri yang kembali memeteng leherku.

“hahaha.. udah Om udah..” ucapku yang tertawa meminta untuk dilepaskan petengan leherku.

“hehehe… sory Jo.. bercanda aja..” ucap Om Heri yang tertawa melihat Mang Karjo hanya diam saja.

“oalah.. aku kira ada apa bang..” balas Mang Karjo yang sudah tersenyum.

“panggil aku bang lagi.. aku patahin lehermu..!!” ucap Om Heri pada Mang Karjo.

“aduh..” ucap Mang Karjo kaget.

“hahaha..” aku dan Om Heri tertawa melihat muka Mang Karjo yang menciut.

“aku manggil bang kan untuk menghormati, sama seperti yang lain kalau manggil kamu Her..” ucap Mang Karjo menjelaskan.

“aku gak butuh hormat, aku lagi butuh kroto (makanan burung) buat nyumpal mulut ponakanku yang jengekelin ini, biar dia gak ngoceh terus..” balas Om Heri.

“mungkin Mang Karjo manggilnya kurang lengkap, kalau cuma bang nanti dikira Bang Toyib yang gak pulang – pulang..” ucapku pada Mang Karjo.

“hahaha..” aku dan Mang Karjo tertawa.

“udah Rik cukup.. udah aku nyerah..” ucap Om Heri yang terlihat pasrah.

Aku dan Mang Karjo tertawa melihat Om ku yang terlihat pasrah dan menyerah, karena biasanya aku yang dikerjai dia sampai emosi, sekarang gantian dia yang aku kerjain. Hehe..

“oh iya Rik.. kamu kok bisa berantem sama kakak kelasmu..?” ucap Mang Karjo yang tiba – tiba bertanya dan terlihat Om Heri hanya melirikku.

Lah kok Mang Karjo bisa tau.. siapa yang ngasih tau Mang Karjo, Om ku aja gak tau aku berantem dengan siapa.

“tau dari mana Mang..?” tanyaku heran.

“Tri itu masih saudara sama aku Rik.. dia yang cerita..” jawab Mang Karjo.

Oalah.. pantes aja kok bisa tau, karena pak Tri ada saat menerima laporan dari ayahnya Benny.

“udah yo Rik.. kita balik.. Jo balik dulu ya..” ucap Om Heri berpamitan.

“iya bang.. eh Her.. hati – hati..” balas Mang Karjo.

Setelah berpamitan, aku langsung mengikuti Om Heri menuju mobilnya. Kali ini Om Heri menyuruhku yang menyetir mobil.

“Rik.. kalau kamu kena masalah lagi, aku udah gak bisa bantuin lagi..” ucap Om Heri saat perjalanan pulang.

“iya Om..” balasku pada Om Heri.

“kamu gak kasihan apa sama orang tuamu, pasti mereka sedih kalau kamu sampai kena masalah lagi..” ucap Om Heri menegaskan.

“iya Om..” balasku mengiyakan.

“jangan cuma iya iya aja.. kamu..” ucap Om Heri terpotong.

“paham Om..” sahutku ke Om Heri.

Selama perjalanan kami hanya terdiam hingga sampai rumah.

Hari masih terlalu pagi untuk aku pergi ke alun – alun. Akhirnya aku memutuskan untuk mandi dulu karena aku yang belum mandi dari kemarin dan semalam habis bertempur dengan bu Asih.

Selesai mandi aku kemudian bersiap dan memakai sepatuku untuk pergi ke alun – alun. Aku pergi kesana niatnya untuk olah raga karena sudah beberapa kali aku tidak pergi kesana. Aku juga yakin kalau Dini sudah tidak mau lagi kesana karena di sekolah saja dia selalu menghindariku.

Setelah memarkirkan motor, aku kemudian berjalan menuju tempat yang biasa untuk aku istirahat. Sebenarnya tempat itu juga tempat aku dan Dini biasa bertemu. Saat menuju tempat itu, dari kejauhan aku melihat ada seorang gadis yang duduk sendirian di bawah pohon sedang memainkan HP nya.

“Mon..” panggilku saat aku sudah berada di dekatnya.

“hai..” ucap Monic dengan tersenyum manis saat melihat aku yang memanggilnya.

“sudah lama kamu disini..?” tanyaku yang sambil duduk di sebelah Monic.

“belum kok..” jawah Monic tersenyum.

“sudah berapa kali kamu kesini..?” tanyaku pada Monic.

“maksudnya..?” balas Monic heran.

“aku yakin ini bukan pertama kalinya kamu datang sendirian..” ucapku yang membuat Monic kaget.

“ini yang ketiga Rik..” ucap Monic lirih.

Aku kemudian berdiri dan mengulurkan tanganku.

“yuk jalan – jalan..” ucapku tersenyum mengajak Monic.

Monic mengangguk dan menerima uluran tanganku.

Aku dan Monic berjalan santai mengelilingi lapangan sambil bergandengan tangan. Aku jadi teringat saat pertama kali melakukannya bersama Dini. Aku seperti mengulang kejadian yang sama dimana waktu dan tempat yang juga sama, yang membedakannya adalah sekarang aku bersama dengan Monic. Aku jadi teringat oleh pesan adikku kalau aku harus lebih peka kepada wanita, karena wanita itu butuh perhatian bukan hanya sekedar ucapan.

“maaf Mon.. aku baru bisa datang sekarang..” ucapku pada Monic.

“kenapa kamu minta maaf..?” balas Monic heran.

“karena aku tau kamu datang untuk menemuiku..” ucapku pada Monic.

“ih.. pede..” balas Monic yang tersipu malu.

Aku hanya tersenyum melihat Monic yang terlihat bahagia. Kemudian aku merasakan jam tanganku disentuh oleh Monic.

“makasih ya Mon..” ucapku pada Monic.

“makasih untuk apa..?” tanya Monic.

“itu yang baru saja kamu sentuh..” ucapku sambil melirik jam tangan yang aku pakai.

“aku senang kamu mau memakainya, dan terlihat cocok buatmu Rik..” balas Monic tersenyum.

“aku senang memakainya karena ini pemberian darimu..” ucapku tersenyum.

“kamu tidak sedang merayuku kan..?” ucap Monic yang melihatku.

Aku hanya tersenyum dan tidak menjawabnya.

“oh iya Mon..” ucapku kemudian.

“ya..? Ada apa Rik..?” balas Monic.

“hmm.. tentang suratmu..” ucapku terpotong.

“sudah jangan dibahas..” sahut Monic yang terlihat tidak nyaman.

“maaf Mon..” ucapku yang merasa bersalah.

Sebenarnya aku agak ragu untuk menanyakan itu, tapi dari pada ada perasaan mengganjal, aku memberanikan diri untuk bertanya. Ternyata Monic tidak mau membahas itu dan malah terlihat tidak nyaman. Entah apa yang dirasakan Monic, apakah dia sedih atau dia malu untuk membahasnya, yang jelas sekarang dia hanya diam dan terlihat cemberut.

“Mon.. tadi kamu kesini naik apa..?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.

“di antar supir..” balasnya singkat.

“terus nanti pulangnya..?” tanyaku lagi.

“dijemput..” balasnya yang masih singkat.

“kalau nanti aku antar mau gak..?” ucapku yang membuat Monic menghentikan langkahnya.

“beneran..?” balas Monic yang seakan tidak percaya.

“itu kalau kamu mau sih..” ucapku tersenyum menggodanya.

“makasih ya..” ucap Monic yang terlihat senang.

Kemudian Monic berjalan lagi tapi aku tetap tidak bergerak, sehingga tangannya yang menggandengku tertahan karena aku tidak mengikutinya berjalan. Monic terlihat heran melihatku yang malah diam.

“kenapa..?” tanya Monic heran.

“jawab dulu..” balasku.

“iya.. aku mau..” ucap Monic tersenyum.

Kemudian kami mulai berjalan lagi sampai saat kami beristirahat, Monic sempat menghubungi supirnya untuk tidak usah menjemputnya. Setelah cukup beristirahat, aku dan Monic kemudian menuju parkiran motor. Aku kemudian mengambil motorku dan Monic langsung memboncengku dengan memelukku.

“kamu mau sarapan apa Mon..?” tanyaku saat diperjalanan.

“terserah kamu aja..” balas Monic padaku.

Aku kemudian menepikan motorku dan berhenti di pinggir jalan.

“kenapa Rik..?” tanya Monic yang heran karena aku malah memberhentikan motor.

“sebentar, aku mau tanya Tanteku dulu.. dia masak apa di rumah..” balasku pada Monic.

Saat aku merogoh sakuku yang akan mengambil HP, Monic langsung menahan tanganku.

“jangan..” ucap Monic yang terlihat panik.

“ehm.. kita.. kita makan soto aja..” ucap Monic kemudian.

Aku hanya tersenyum melihat Monic yang panik. Aku kemudian menjalankan kembali motorku.

“Mon..” panggilku saat perjalanan.

“ya..?” balas Monic.

“kayaknya Tanteku masak soto di rumah..” ucapku menggoda Monic.

“eh.. Riki.. kok di rumah..!!” balas Monic.

“kan kamu tadi bilangnya cuma makan soto, tapi gak bilang dimana..” ucapku pada Monic.

“ya udah.. ehmm.. kita ke.. warung soto dekat stasiun aja..” ucap Monic yang terlihat sebel.

“Mon..” panggilku lagi.

“kenapa lagi sih..” ucap Monic yang terlihat kesal.

“senyum donk..” ucapku menggodanya.

“ihh… sebel..” balas Monic yang memukul – mukul pundakku.

Saat sampai di warung soto, kami kemudian memesan makanan dan mencari tempat duduk. Saat makan aku dan Monic sambil mengobrol dan sesekali kami bercanda.

Saat sedang asik mengobrol, tiba – tiba aku melihat seseorang yang melihatku dengan tajam. Dia terlihat baru datang karena kemudian dia pergi mencari tempat duduk. Monic tidak melihat orang itu karena posisi Monic yang membelakanginya.

Setelah aku selesai membayar, aku kemudian mengajak Monic pergi dan mengantarkannya pulang.

“makasih ya Rik..” ucap Monic saat kami sudah berada di rumahnya.

“iya Mon.. aku juga makasih..” balasku tersenyum.

“aku harap ini bukan yang terakhir..” ucap Monic padaku.

“aku juga berharap begitu..” balasku.

“ya udah aku pulang dulu ya..” pamitku kepada Monic.

Aku kemudian mengulurkan tanganku untuk mengajaknya bersalaman. Saat Monic menjabat tanganku kemudian tiba – tiba Monic mencium punggung tanganku. Hal itu tentu saja membuatku kaget.

“hati – hati ya..” ucap Monic tersenyum.

Aku tersenyum mengangguk kemudian pergi meninggalkan Monic untuk pulang ke rumah.

Pov Monic

Ini ketiga kalinya aku duduk sendirian di bawah pohon tempat Riki biasa beristirahat. Apa mungkin hari ini Riki tidak datang lagi? Atau Riki hanya mau datang kalau ada Dini? Akhirnya aku hanya menghabiskan waktu sambil memainkan Hp ku.

Saat aku akan menyalakan musik dan sedang memilih lagu, tiba – tiba terdengar seseorang yang memanggilku. Saat aku melihat orang itu, dia adalah orang yang selalu aku tunggu dan kini dia hadir di hadapanku.

Aku merasa senang dan bahagia yang akhirnya aku bisa berjalan berdua dengan Riki. Riki sempat meminta maaf padaku karena baru bisa datang, dia melakukannya karena menurutnya aku yang datang sendirian karena ingin menemuinya. Sebenarnya memang itu tujuanku, tapi aku berpura – pura menyangkalnya karena jujur aku merasa malu.

Kami kemudian berjalan dengan bergandengan tangan, saking mesranya kami terlihat seperti sepasang kekasih. Saat aku melihat jam tangan yang dikenakan oleh Riki, aku jadi tersenyum karena dia mau memakai pemberian dariku. Saat aku menyentuh jam tangannya, Riki sempat berterima kasih padaku untuk kado yang aku berikan padanya. Aku hanya bilang padanya kalau aku senang karena sudah mau memakai jam pemberianku dan aku juga bilang kalau itu cocok dipakai olehnya.

Kemudian Riki menyanjungku karena mau memakai karena pemberian dariku. Aku sempat terkejut karena Riki mengucapkan kata itu. Apa aku senang? Jelas aku senang karena tidak pernah Riki melakukan itu. Aku kemudian menyadari ada yang berubah dari Riki. Dia terlihat lebih dewasa dan lebih tenang, tidak seperti saat terakhir waktu aku bertemu dengannya. Apa yang telah terjadi pada Riki..?

Saat Riki yang kemudian membahas tentang surat yang aku berikan padanya, jujur aku menjadi bete. Kenapa juga sih dia bahas itu..? Jujur aku merasa kesal karena saat Riki yang menyinggung soal surat itu, aku kemudian jadi teringat pada Dini. Aku merasa iri padanya karena pasti Riki juga memikirkan Dini.. huuffhh…

Melihat aku yang cemberut, Riki terlihat seperti merasa bersalah. Hal yang tidak aku duga tiba – tiba Riki ingin mengantar aku pulang. Apa aku senang..? Jelas.. seneng pakai banget.. hihihi.. aku yang bersemangat langsung ingin cepat – cepat segera pergi. Saat aku mulai berjalan dia malah menahan tanganku dan diam tidak bergerak. Rupanya Riki ingin mendengarkan langsung saat mengucapkan mau untuk di antar pulang. Hihihi.. so sweet banget sih kamu..

Riki kemudian mengajakku untuk sarapan dan dia menawariku ingin sarapan apa, aku gak masalah mau sarapan apa yang penting berdua sama Riki. Saat Riki yang tiba – tiba menepikan motornya, aku jadi bingung. Saat aku yang kemudian bertanya, dia malah menjawab mau telpon Tantenya dan tanya masak apa. Aku yang seketika itu sadar jadi panik karena Riki akan mengajakku ke rumahnya dan yang pasti akan bertemu dengan keluarganya. Bukannya aku tidak mau atau tidak senang, jujur aku merasa belum siap untuk bertemu dengan keluarganya Riki.

Aku yang panik kemudian menyebutkan ingin sarapan apa, tapi kemudian Riki menyinggung lagi tentang Tantenya yang masak seperti yang aku sebut, ternyata dia hanya menggodaku karena aku hanya menyebut warung soto tanpa menentukan lokasi. Akhirnya bilang pada Riki untuk ke warung soto dekat stasiun.

Aku dan Riki makan soto berdua sambil berbincang, sesekali kami juga bercanda. Saat sudah selesai kemudian Riki mengantarku pulang. Aku berterima kasih pada Riki karena sudah di antar pulang, sebenarnya terima kasihku itu karena dia sudah membuatku sangat bahagia. Aku sempat berucap padanya kalau aku berharap ini bukan yang terakhir, dan Riki juga menjawab hal yang sama membuatku berandai – andai saat aku pergi dengan Riki nanti, kita bisa pergi kemana saja.

Saat Riki yang pamit dan mengajakku bersalaman, ingin sekali aku memeluk dan menciumnya. Tapi karena hari yang sudah terang dan takut ada tetangga atau keluargaku yang melihat, maka aku urungkan keinginanku. Aku akhirnya membalas salamannya kemudian mencium punggung tangannya. Aku yang sempat bingung dalam hati tersenyum, walau aku melakukannya tanpa sadar tapi aku merasa sangat senang telah melakukannya.

Pagi harinya Nisa tiba – tiba mengajakku bicara serius. Nisa ternyata melihatku bersama Riki saat kita makan di warung soto. Nisa mendesakku untuk menjauhi Riki karena dia tidak mau aku menjadi sedih seperti Dini. Nisa menganggap Riki hanya mempermainkan perasaanku seperti Riki yang mempermainkan Dini.

Aku sebenarnya ingin menceritakan semuanya pada Nisa, tapi aku teringat janjiku pada Riki yang tidak akan menceritakan ke siapa pun tentang kesalah pahaman ini. Nisa bilang padaku kalau belum menceritakan ini pada Dini dan Farah, dia mengancam akan menceritakannya jika aku tidak berhenti untuk bertemu Riki. Akhirnya aku mengalah dan menuruti Nisa karena aku tidak mau persahabatanku hancur gara – gara ini.

Aku merasa seperti di ujung persimpangan yang membuatku bingung dan terpaksa harus memilih.

Memilih jujur atau dusta, bicara atau diam, sahabat atau cinta.

Bersambung

Menikmati memek janda muda berjilbab
Tante hot
Aku Menjadi Kekasih Gelap Tetangga Ku Bagian Satu
ngentot anak angkat
Anak angkat yang pengen nenen pada ibu angkat nya bagian dua
sekertaris cantik sange
Sex Appeal Yang Menggoda Dari Boss Ku
Petualangan Sexs Liar Ku Season 1
Bu Lisa, Guru Praktek Ku Yang Sempurna
pacar kakak bugil
Mas Andi, Pacar Kakak Ku Tersayang
Cerita Dewasa Ngintip Tante Lilis Sedang Colmek
gadia merintih
Kenikmatan Yang Di Berikan Erik
foto bugil anak sma
Foto bugil anak sma lagi sange colok memek pakai jari
gadis perawan
Gejolak Birahi Gadis Yang Baruu Beranjak Dewasa
Cerita Dewasa Desahan Manja Seorang Janda Seksi
ngentot tante
Aku Menjadi Kekasih Gelap Tetangga Ku Bagian Dua
adik tiri
Cerita Ml dengan adik tiri yang sampai sekarang masih ku lakukan
terapis pijat cantik
Kocokan terapis panti pijat yang bikin ketagihan
Cerita sex di ajarin ngentot oleh tante