Part #18 : Penyelesaian

Sekuat apa pun kita mencoba melupakan, semakin sering juga ingatan itu muncul. Pengalaman indah yang dilalui bersama orang yang kita sayang adalah sebuah kenangan yang indah. Terkadang kita tersenyum mengingat setiap detail peristiwa yang telah berlalu, walau tak mesti manis pada akhirnya.

Kadang kita merasa menyesal terhadap tindakan yang pernah kita lakukan, entah sengaja atau tidak saat kita melakukannya pasti ada rasa penyesalan setelah melakukannya, apalagi yang menyangkut masalah hati, masalah yang sangat menguras pikiran dan perasaan kita.

Hari – hari aku lewati dengan biasa, dan sekarang aku sudah mulai membantu Om Heri untuk mengantar sayuran lagi ke pasar. Memang belum banyak petani yang menyetor sayuran ke rumah, karena ada beberapa dari mereka yang harus kita ambil dari tempatnya, hal itu membuat kita lebih banyak menghabiskan waktu diluar.

Sekolahku berjalan dengan lancar dan aku masih bisa membagi waktu antara sekolah dan bekerja. Untuk bertemu dengan teman – temanku, aku juga masih melakukannya dan kadang aku yang keasikan nongkrong sampai harus pulang larut malam.

Jarak tempuh yang jauh tidak pernah aku permasalahkan, karena jika sudah berniat kita pasti ikhlas menjalaninya. Tante Septi sering menyuruhku untuk menginap di tempat temanku dari pada aku yang pulangnya kemalaman, dia merasa kasihan padaku karena pulang sudah malam dan pagi harus sudah pergi lagi. Tanteku hanya khawatir kalau aku kecapean dan takutnya aku malah jatuh sakit.

Harus diakui kalau awalnya memang terasa berat saat menjalani, tapi seiring berjalannya waktu aku sudah mulai terbiasa dan tidak terasa saat menjalaninya. Seperti sekarang aku yang baru saja sampai rumah karena habis dari nongkrong.

Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, aku langsung ke kamar untuk beristirahat. Saat aku sudah merebahkan diri, tiba – tiba HP ku berbunyi tanda ada telepon masuk.

Kring.. kring.. kring..

Saat aku melihat layar telepon, ternyata Ayahku yang menelpon.

“halo Yah..” ucapku di telepon.

“halo Nak.. kamu belum tidur..?” balas Ayahku.

“belum Yah.. bentar lagi..” ucapku lagi.

“oh ya udah.. ini Bundamu mau ngomong..” balas Ayah menyerahkan telepon.

“halo Kak..” ucap Bundaku di telepon.

“iya Bun..” balasku ke Bunda.

“gimana kabar Kakak.. sehat – sehat kan..?” tanya Bundaku.

“baik Bun.. Alhamdulillah sehat..” balasku menjawab.

“syukurlah… gimana sekolah Kak..?” tanya Bundaku lagi.

“sekolah lancar Bun.. gak ada masalah..” balasku menjelaskan.

“syukurlah.. Bunda seneng dengernya..” ucap Bundaku.

Kemudian hening sesaat.

“Kak..” panggil Bundaku.

“iya Bun..” balasku.

“Bunda boleh minta tolong gak..?” tanya Bundaku yang membuatku heran.

“apa sih Bun kok pakai minta tolong segala..” balasku heran.

“jawab dulu.. dan Bunda mohon Kakak mau..” ucap Bundaku yang terlihat serius.

“iya.. iya.. Kakak mau..” balasku mengiyakan.

“janji..?” ucap Bundaku yang membuatku tambah penasaran.

“emang ada apa sih Bun kok pakai janji – janji segala..” balasku aneh.

“Bunda gak mau ngomong kalau Kakak belum janji..” ucap Bunda memaksaku.

“iya Kakak janji mau menuruti permintaan Bunda..” balasku menyanggupi.

“Kak.. Bunda minta besok Kakak tinggal di kost..” ucap Bunda mengagetkanku.

“loh.. emang kenapa Bun..?” tanyaku yang kaget.

“biar Kakak gak kejauhan berangkat sekolahnya..” ucap Bundaku menjelaskan.

“Kakak gak papa kok Bun, lagian Kakak disini juga bisa bantuin Om Heri..” balasku ke Bunda.

“Kak.. Tantemu kasihan lihat kamu yang sering pulang kemalaman..” ucap Bunda kemudian.

“kalau itu sih gak masalah Bun.. Kakak udah biasa..” balasku santai.

“berarti Kakak belum mau pindah ya..?” tanya Bundaku meyakinkan.

“kalau boleh Kakak disini dulu Bun biar bisa bantu – bantu Om dan Tante..” balasku menjelaskan.

“ya udah kalau gitu Kak..” ucap Bunda yang terlihat kecewa.

“maaf ya Bun..” ucapku meminta maaf.

“iya..” balas Bunda yang terlihat sedih.

“kok Bunda sedih..?” tanyaku ke Bunda.

“Bunda kira dengan Kakak yang sudah berjanji mau nurutin Bunda..” ucap Bunda mengagetkanku.

“eh.. anu.. ee..” balasku tergagap.

“sudah kalau Kakak gak mau juga gak papa..” ucap Bunda kemudian.

“Kakak mau kok Bun.. Kakak mau..” balasku yang teringat sudah berjanji.

“Bunda gak mau Kakak terpaksa..” ucap Bunda melanjutkan.

“Kakak gak terpaksa Bun..” balasku lagi.

“ya udah.. makasih ya Kak..” ucap Bunda padaku.

“iya Bun.. beneran Kakak mau kok..” balasku meyakinkan.

“besok kalau Kakak masih keberatan, biar Om mu yang nyariin tempat kost..” ucap Bunda kemudian.

“gak usah Bun.. biar Kakak nyari sendiri..” balasku menolak.

“ya udah Kak.. kamu istirahat dulu.. besok kabari kalau sudah dapat tempat kost..” ucap Bunda mengakhiri.

Aku benar – benar tak habis pikir, kenapa aku bisa lupa dengan ucapanku sendiri. Aku tadi sudah berjanji dan mau menuruti, tapi kenapa malah aku yang mengingkari. Pantas saja Bundaku sedih saat aku menolak, karena aku yang tidak bertanggung jawab dengan apa yang sudah aku ucapkan. Aku yang sudah merasa ngantuk kemudian merebahkan diri dan tidur.

***

Pagi hari di sekolah kami di hebohkan dengan tindakan yang menurutku sangat kurang ajar, tindakkan vandalisme dengan mencoret – coret tembok sekolah yang meninggalkan inisial pelaku. Coretan di tembok menggunakan cat semprot yang tergambarkan tulisan MEDUSA di silang, kemudian dibawahnya ada tulisan SJ dan angka 070121.

Aku yang melihatnya menjadi sangat geram, apalagi jelas – jelas tertulis bahwa yang melakukannya adalah SJ. Apa mereka tidak terima setelah aku menyerang markas mereka..? Harusnya mereka tidak melakukan tindakan itu karena menurutku masalah genk tidak harus dibalas dengan mencoret – coret tembok sekolah. Aku sekarang sedang berkumpul bersama Akbar, Yudha, Sony dan Bayu di kamar mandi belakang untuk membahas masalah ini.

“gimana menurut kalian..?” tanyaku pada teman – temanku.

“mereka udah kelewatan Rik..” balas Yudha.

“kalau mau ribut ya ribut aja gak usah pakai corat – coret..” ucap Akbar yang geram.

“terus apa yang kita lakukan..?” tanyaku lagi.

“kita jawab tantangan mereka..” balas Yudha.

“ayolah.. nanti pulang sekolah kita kesana..” ucap Akbar bersemangat.

“ente mau kesana sama siapa..?” tanya Yudha ke Akbar.

“sama kalian lah..” balas Akbar.

“itu kan udah jelas mereka menantang 3 hari lagi..” ucap Yudha menjelaskan.

“tau dari mana ente..?” balas Akbar yang heran.

“tulisan angka itu tanggal 3 hari kedepan bego..!!” ucap Yudha yang geram.

“oh ane gak tau..” balas Akbar nyengir.

“ente kira itu angka apa..? Nomor telepon..? Nomor togel..?” ucap Yudha menyindir.

“sudah.. sudah..” sahutku menengahi Akbar dan Yudha.

“kira – kira kalian siap..?” tanyaku ke teman – temanku.

“siap..!!” jawab Akbar yang semangat.

Aku melihat Yudha, Sony dan Bayu yang mengangguk setuju. Aku meminta mereka untuk memberi tau ke anggota yang lain dan aku juga meminta teman – temanku untuk tidak memaksa anggota untuk ikut, jika mau ya ikut kalau tidak ya jangan dipaksa. Setelah rapat dadakan selesai, kami membubarkan diri untuk kembali ke kelas masing – masing.

Nampaknya semua anggota MEDUSA terlihat kompak, karena setelah mendapat informasi kalau mau tawuran bukannya takut tapi malah bersemangat. Mereka malah jadi sering berkumpul dan berlatih bersama. Aku yang mengetahui itu hanya berpesan kalau berita ini jangan sampai bocor ke pihak sekolah, karena akan terjadi masalah apabila ketahuan.

Dan hari yang ditunggu telah tiba, aku meminta semua anggota yang ikut untuk berganti memakai kaos, dan ternyata mereka semua memakai kaos yang bertuliskan identitas genk MEDUSA. Akbar yang ternyata diam – diam membuat kaos dan menawari semua anggota untuk membeli darinya, dan untuk aku sendiri yang tidak tau ternyata sudah disiapkan oleh Akbar.

“gimana Rik.. keren kan..” ucap Akbar yang terlihat bangga.

“itu sebenernya ane yang design Rik..” sahut Samo berbicara.

“gak usah ngaku – ngaku ente Samo Hung..!!” ucap Akbar yang tidak terima.

“kenyataannya emang gitu..” balas Samo cuek.

“emang siapa yang sebenernya design..?” ucapku bertanya.

“kita berdua Rik..” balas Akbar nyengir.

“halaahh..” ucap Samo sinis.

Ada aja pasti kalau Akbar dan Samo sudah berdebat, dan dua – duanya terlihat sengit dan gak ada yang mau kalah, walaupun begitu mereka berdua tetap teman yang paling akrab di antara yang lain. Setelah semuanya berkumpul, kami kemudian berangkat bersama – sama ke markas SJ. Sesampainya disana, kami sudah disambut oleh SJ yang massanya cukup banyak, tapi aku lihat sekarang jumlah massanya tidak sebanyak saat pertandingan sepak bola.

“aku kira kalian tidak berani datang..” ucap Febri sinis.

“kami bukan pengecut seperti kamu yang beraninya keroyokan..!!” balas Akbar menanggapi.

“kamu ternyata belum kapok ya mulut besar.. kita lihat nanti kamu masih bisa sombong apa tidak..” ucap Febri membalas Akbar.

“Rik.. orang itu biar ane yang urus..” ucap Akbar berbisik padaku dan aku hanya mengangguk.

Beberapa saat kemudian datang gerombolan massa yang kemudian bergabung dengan SJ, dan mereka ternyata adalah KOMBAT anak – anak SMA 6. Teman – temanku terlihat menciut karena jumlah mereka jadi bertambah banyak. Sedangkan aku hanya tersenyum melihat siapa yang memimpin KOMBAT, karena dia adalah temanku waktu SMP yaitu si culun adiknya Benny.

“kamu mungkin pernah mengalahkan kakakku dan sepupuku, tapi hari ini aku yang akan membalasnya Rik..” ucap Erwin padaku.

“judulnya pembalasan si culun ya Win..” balasku tersenyum.

“bangsat..!! kamu akan menyesal Rik karena sudah menghinaku..!!” ucap Erwin yang terlihat geram.

Aku tersenyum melihat perubahan yang terjadi pada Erwin, dulu yang aku tau dia sangat culun dan penakut, berbeda dengan Benny yang berlagak sok preman karena punya teman yang banyak. Dan sekarang aku juga tau kalau ternyata Febri sepupuan dengan Benny dan Erwin.

Beberapa saat kemudian datang lagi gerombolan massa yang lumayan banyak, dan ternyata mereka adalah anak – anak BARCODE dari SMA 8. Mereka dipimpin oleh Wahyu dan Reno yang datang karena panggilan dari Yudha, kemudian mereka bergabung dengan kami dan jumlah massa kini jadi berimbang.

“wah.. wah.. wah.. lihat siapa yang datang.. Wahyu Plengeh bersama curut – curutnya..” ucap Febri mengejek Wahyu.

“HAHAHA…” anak – anak SJ dan KOMBAT tertawa mendengar celotehan Febri.

Wahyu yang mendengar itu seperti biasa hanya tersenyum, sedangkan teman – teman Wahyu terlihat sangat geram dengan ejekan dari Febri.

“kita mau tawuran apa cuma mau ngobrol Win..?” ucapku ke Erwin.

“tenang Rik.. tunggu sebentar.. aku punya kejutan untukmu..” balas Erwin menyeringai.

Entah apa yang direncanakan Erwin tapi nampaknya dia sudah mempersiapkannya, karena mereka masih terlihat santai dan belum bersiap bertarung.

“nunggu apa sih Rik.. tangan ane udah gatel..” tanya Akbar padaku.

“nunggu mereka siap..” balasku ke Akbar.

“Rik.. Febri kasih ke ane ya..” ucap Wahyu yang mendekatiku dan aku hanya mengangguk.

Beberapa saat kemudian kejutan dari Erwin datang, yaitu anak – anak JITU dari SMA 17 dengan massa yang banyak. Anak – anak JITU tidak langsung bergabung dengan musuh melainkan berada di samping. Teman – temanku terlihat memucat setelah melihat kalau anak – anak JITU yang datang.

“kamu sudah siap Rik..? Ini kejutan buatmu..” ucap Erwin tersenyum menang.

Aku melihat anak – anak SJ dan KOMBAT kemudian bersiap – siap untuk bertarung karena JITU yang sudah datang. Tak lama kemudian terlihat pimpinan JITU yang berjalan sendiri ke arah SJ dan KOMBAT, aku yang melihat siapa yang memimpin JITU bukan khawatir tapi malah tersenyum.

“anjing..!! Gak imbang ini..” gerutu Akbar.

“bisa mampos ini..” sahut Samo terlihat lemas.

“mas..” panggil Bayu yang terlihat khawatir.

“kenapa dek..?” balasku ke Bayu.

“anjing..!! Dia malah senyam – senyum..!!” umpat Akbar memakiku dan teman – temanku melihat ke arahku.

“kenapa sih..?” ucapku ke teman – temanku.

“ente udah gila kali ya.. ente gak lihat apa anak JITU gabung sama mereka..!!” ucap Akbar mengomel.

“oh.. liat aja..” balasku santai.

Terlihat pimpinan JITU yang kemudian mendatangi Erwin, dan Erwin yang didatangi merasa sangat bangga. Teman – temanku terlihat cemas karena melihat JITU yang sepertinya bergabung dengan musuh. Tiba – tiba..

BUGH.. BUGH.. BUGH.. BUGH..

“argh.. woi.. kenapa.. aa.. tolong.. tolong..” teriak Erwin yang dipukuli pimpinan JITU.

“woi.. apa – apaan woi..!!” teriak Febri yang melihat Erwin dipukuli.

Semua yang melihat kejadian itu terlihat heran terutama teman – temanku, dan anehnya teman – teman Erwin hanya melihat saja tanpa membantu.

“WOI.. NGAPAIN KALIAN MASIH DISITU..!!” teriak pimpinan JITU kepada teman – temannya.

“serang..!!” anak – anak JITU maju menyerang.

“serbu..!!” teriak Reno berlari diikuti teman – temannya.

Disini teman – temanku malah pada diam dan terlihat bengong. Sepertinya mereka masih bingung dengan apa yang terjadi.

“kalian gak ikut maju..?” tanyaku ke mereka.

“eh.. ayo maju woi.. maju..!!” teriak Akbar.

Kemudian teman – temanku maju mengikuti Akbar yang sudah berlari duluan. Aku yang melihat mereka tawuran malah mencari tempat duduk untuk menonton tawuran.

BUGH.. BAGH.. BEGH.. BUGH..

“woi.. argh.. aduh.. aw.. ampun..” suara teriakan bersahutan.

Aku seperti sedang menikmati sebuah pertunjukan, kalau dipikir – pikir aneh juga karena teman – temanku pada sibuk tawuran, aku malah duduk dengan santai sambil menikmati rokokku. Aku sengaja tidak ikut karena JITU yang bergabung dengan kami menjadikan jumlah yang tidak berimbang. Aku melihat pimpinan JITU menghajar Erwin dengan brutal, kemudian aku melihat Akbar dan Wahyu yang mengeroyok Febri sampai terkapar. Untuk teman – temanku yang lain menggila dengan menghajar siapa saja yang ditemuinya.

Suasana sangat ramai karena banyak yang berteriak memaki, ada yang pukul – pukulan, ada yang dipukuli bareng – bareng, ada yang terjatuh kemudian di injak – injak, ada juga yang berlari dan mengejar. Saat sedang berlangsungnya tawuran, tiba – tiba..

DOR.. DOR.. DOR..

“BUBAR… BUBAR..!!”

DOR.. DOR.. DOR..

Suara tembakan peringatan dan teriakan dari polisi membuat tawuran terhenti dan orang – orang berlarian menyelamatkan dirinya masing – masing. Aku melihat Yudha, Samo, Bayu bersama anggota yang lain berlari ke arahku mengambil motor. Saat mereka yang melihatku tetap duduk, Yudha, Samo dan Bayu tidak jadi pergi tapi menyuruh anggota yang lain untuk pulang duluan.

Di sisi lain terlihat Reno yang menyuruh teman – temanya pergi kemudian dia bergabung denganku. Untuk anggota JITU, SJ dan KOMBAT sudah pada bubar semua kecuali yang tertangkap. Tiba – tiba seorang polisi bersama beberapa anggotanya datang menghampiriku.

“kamu lagi kamu lagi.. cepat kalian pergi..!!” teriak pak Eko menyuruh kami pergi.

“iya kalian cepat pergi..” ucapku pada teman – temanku yang kemudian menuju motor masing – masing.

“kamu juga..!!” bentak pak Eko menunjukku.

“saya disini saja pak..” balasku ke pak Eko.

“kamu mau saya tangkap juga..!!” ucap pak Eko geram.

“iya pak..” balasku.

“kenapa kamu tidak ikut tapi mau saya tangkap..?” tanya pak Eko heran.

“karena bapak menangkap teman – teman saya..” balasku menegaskan.

“yang mana teman – temanmu..?” tanya pak Eko.

“semuanya..” balasku tersenyum dan aku melihat teman – temanku tidak jadi pergi malah mendatangiku lagi.

“oh.. sikap solidaritas kepada teman.. tapi tidak berlaku untuk ini..!!” ucap pak Eko marah.

“kamu pikir bisa memaksaku untuk melepaskan teman – temanmu..!!” bentak pak Eko padaku.

“saya tidak pernah meminta atau memaksa bapak untuk melepaskan teman – teman saya..” balasku tenang.

Kemudian aku melihat pak Eko terdiam setelah mendengar apa yang aku ucapkan. Terlihat pak Eko yang sedang memikirkan sesuatu. Tiba – tiba terlihat senyum licik dari pak Eko.

“baiklah.. lepaskan semuanya..!!” ucap pak Eko kepada anak buahnya.

“tapi Ndan..” balas salah seorang anak buah pak Eko.

“lepaskan mereka semua dengan syarat, jika aku sampai mendengar ada perkelahian antar SMA lagi, kalian tangkap anak ini..!!” ucap pak Eko kepada anak buahnya kemudian menunjukku.

“siap Ndan..!!” balas anak buah pak Eko kemudian melepaskan semua yang tertangkap.

“sekarang cepat kalian bubar..!!” ucap pak Eko yang kemudian pergi.

“baik pak.. terima kasih..” balasku.

Kemudian terlihat semua yang tertangkap dilepaskan, Wahyu yang sempat tertangkap kemudian menghampiriku setelah menyuruh teman – temannya pergi. Untuk pimpinan JITU juga melakukan hal yang sama, beberapa saat kemudian dia menghampiriku sambil tersenyum.

“ente apain itu polisi sampai kami semua bisa dilepas..?” tanya Kucel padaku dengan heran.

“udah kita bubar dulu dari pada ditangkap lagi..” ucapku pada teman – temanku.

“ane ikut Rik..” sahut Kucel meminta dan aku hanya mengangguk.

Aku bersama teman – temanku kemudian pergi meninggalkan tempat tersebut. Semua yang ikut diantaranya ada Akbar, Samo, Yudha, Sony, Bayu, Wahyu, Reno dan yang terakhir adalah Kucel. Sebagai informasi Riyadi atau Yadi ini aku panggil Kucel karena dia dulu setiap harinya terlihat seperti belum mandi dan Kucel ini adalah teman dekatku satu kelas waktu SMP, sedangkan untuk Erwin adiknya Benny itu berbeda kelas denganku dan waktu itu aku juga tidak terlalu mengenalnya. Satu lagi, Yadi paling tidak suka dipanggil Kucel dan dia akan langsung marah jika ada yang memanggilnya Kucel, kecuali aku yang menjulukinya. Hehe..

Setelah sampai di cafe tempat kami nongkrong, kami langsung menyatukan dua meja untuk digabung karena jumlah kami yang banyak. Setelah itu aku memperkenalkan Yadi kepada teman – temanku.

“bro.. kenalin ini temenku SMP dulu namanya Yadi..” ucapku memperkenalkan Kucel.

Kemudian Kucel berkenalan dengan teman – temanku dan tentu saja memperkenalkan dirinya dengan nama Yadi.

“Yad.. kok ente malah mukulin anak KOMBAT..?” tanya Reno yang penasaran.

“emang kenapa kalau ane mukulin si culun (Erwin)..?” balas Kucel ke Reno.

“bukannya dulu JITU sama KOMBAT gabung nyerang MEDUSA ya..?” tanya Reno mengingatkan.

“ane dibayar sama si culun buat nyerang MEDUSA, dan waktu itu ane belum tau kalau Riki di SMA 21..” balas Kucel menjelaskan.

“berarti ente tadi dibayar juga..?” tanya Reno lagi dan Kucel hanya mengangguk.

“kayak gigolo aja ente Cel..” ucapku menyindir.

“bangsat..!!” balas Kucel memakiku.

“hahaha…” Akbar tertawa lebar sedangkan temanku yang lain hanya tersenyum.

“terus ente dari mana bisa tau kalau Riki sekolah di SMA 21 Cel..?” tanya Akbar sok akrab.

Kucel terdiam dan kemudian melirikku, aku yang dilirik oleh Kucel hanya tersenyum.

“ane boleh gak Rik hajar temenmu si kribo ini..” ucap Kucel yang terlihat marah.

“boleh..” balasku tersenyum.

“eh kok.. Rik..” ucap Akbar yang panik.

Kucel langsung berdiri dan hendak menghampiri Akbar, sedangkan Akbar yang bingung terlihat ketakutan.

“nanti setelah selesai mukulin temenku, kamu pukulin aku juga ya Cel..” ucapku ke Kucel.

“bajingan..!!” umpat Kucel yang kemudian duduk kembali di dekatku.

“sory ya Rik.. waktu itu ane nyerang sekolah ente.. tapi gara – gara ente juga temen – temenku ada yang ketangkap..” ucap Kucel padaku.

“salah sendiri jadi cowok bayaran..” balasku mengejek Kucel.

“hahaha…” semuanya tertawa kecuali Akbar yang hanya bengong.

“woi kribo.. kenapa ente gak ikut ketawa..!!” ucap Kucel ke Akbar.

“hahaha…” semua tertawa melihat muka Akbar dan Akbar sendiri cuma nyengir.

“oh iya Rik.. kok bisa kita semua lepas.. ente apain itu pak polisi..” tanya Kucel mengulangi dan semua langsung melihatku.

“polisi itu baik tugas mereka adalah pengayom masyarakat, jadi tujuan polisi melepaskan kalian semua adalah agar kalian bisa sadar kalau di rumah ada orang tua atau saudara yang menunggu kalian pulang. Kalian menganggap bahwa ini hanya kenakalan remaja, tapi apa kalian tidak berfikir jika kalian pulang dalam kondisi babak belur, pasti orang tua kalian akan sedih. Jadi aku harap setelah ini tidak ada lagi perkelahian antar SMA..” ucapku pada teman – temanku.

Aku melihat semua teman – temanku terlihat menunduk seperti sedang merenungkan kata – kataku. Aku sendiri cukup lega bisa berbicara seperti itu walau aku sendiri belum sepenuhnya bisa melakukannya. Suasana hening karena semua terdiam menunduk dengan pikirannya masing – masing.

“bajingan..!!” ucap Kucel memecah keheningan dan semua teman – temanku langsung melihatnya.

“kalau kamu bukan temanku, sudah aku hajar kamu..” ucap Kucel yang kemudian merangkulku.

PROK.. PROK.. PROK..

Semua teman – temanku tersenyum dan bertepuk tangan setelah melihat Kucel merangkulku, aku juga senang karena mereka sepertinya bisa menerima permintaanku. Aku harap setelah kejadian tadi SMA 6 dan 10 menjadi jera dan tidak ada lagi perkelahian antar SMA.

Setelah semuanya puas berkumpul dan mengobrol bersama, kami kemudian membubarkan diri untuk pulang ke rumah masing – masing karena hari semakin gelap.

***

Hari minggu pagi aku sudah berada di pasar untuk mengantar sayuran. Setelah semuanya selesai di antar, aku dan Om Heri kemudian pulang ke rumah.

“gimana Rik..?” tanya Om Heri saat perjalanan pulang.

“apanya yang gimana Om..?” balasku bertanya.

“udah nyari kost – kostan belum..?” tanya Om Heri mengingatkanku.

“eh.. belum sempet Om..” balasku teringat.

“apa aku cariin..?” ucap Om Heri menawarkan.

“gak usah Om.. aku sendiri aja..” balasku menolak.

“ya udah.. aku cuma gak enak sama Bundamu..” ucap Om Heri menjelaskan.

“iya Om.. nanti secepatnya..” balasku mengiyakan.

Aku hampir lupa untuk mencari kost gara – gara pikiranku tersita oleh tawuran kemarin. Aku jadi gak enak sama Om Heri karena dia sampai mengingatkanku lagi. Apalagi Om Heri mengingatkan karena gak enak sama Bundaku. Apa setelah ini aku coba cari aja ya mumpung hari minggu.

Setelah sampai rumah, aku kemudian mandi dan sarapan. Aku kemudian menelpon temanku untuk menemaniku mencari kost.

“halo..” ucap Yudha mengangkat teleponku.

“halo bro.. hari ini ente ada acara gak..?” tanyaku ke Yudha.

“gak ada sih.. emang kenapa Rik..?” balas Yudha.

“ane mau minta tolong bantuin nyari kost..” ucapku ke Yudha.

“oh.. boleh lah.. kabarin aja jam berapa..” balas Yudha menyanggupi.

“iya nanti ane kabarin kalau mau berangkat..” ucapku kemudian.

“oke..” balas Yudha.

Setelah hari mulai menjelang siang, aku kemudian bersiap – siap untuk ke rumah Yudha. Aku sempat mengirimkan pesan pada Yudha untuk menuliskan alamat rumahnya. Setelah mendapat jawaban, aku kemudian pamit ke Om dan Tanteku untuk pergi keluar.

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan memakan waktu, aku sampai di daerah yang di informasikan oleh Yudha, kemudian aku mencari – cari dimana rumah Yudha dan beberapa saat kemudian aku melihat Yudha yang sudah menungguku di depan rumahnya.

“ayo Rik langsung aja..” ucap Yudha yang naik memboncengku.

“gak pamit dulu ini..?” tanyaku ke Yudha.

“gak usah.. cuma ada kakakku dirumah..” balas Yudha padaku.

Aku kemudian menjalankan motorku meninggalkan rumah Yudha.

“ente mau cari dimana Rik..?” tanya Yudha padaku.

“gak tau.. makanya ane ngajak ente..” balasku.

“lha kira – kira yang gimana..?” tanya Yudha lagi.

“ya jangan yang mahal – mahal.. kalau bisa yang nyaman sama kamar mandinya di dalam, syukur – syukur ada fasilitasnya juga..” balasku menjelaskan.

“bangsat.. gak sekalian aja yang ada pembantunya..!!” ucap Yudha yang geram.

“hehehe..” balasku tertawa.

“Rik.. ngomong – ngomong ente mau kemana..?” tanya Yudha padaku.

“katanya nyari kost.. gimana sih..!!” balasku heran.

“kalau nyari kost kenapa ke arah sini.. yang banyak kost daerah dekat kampus sana..!!” ucap Yudha jengkel.

“oh iya.. kenapa ente gak bilang..” ucapku yang tersadar.

“ya ente gak tanya.. bego..!!” balas Yudha marah – marah.

Aku kemudian putar balik dan memacu motorku ke daerah kampus. Sepanjang perjalanan aku dan Yudha sambil mengobrol ringan, tiba – tiba dari arah belakang ada mobil yang menyalip dan langsung memepetku.

“eh.. eh..” ucapku yang panik.

“awas Rik.. awas..” teriak Yudha yang juga panik.

Motorku sempat oleng karena aku dipepet sampai keluar jalan aspal, untung aku masih bisa mengendalikan dan tidak sampai menabrak pohon. Aku yang sudah berhenti melihat sekitar ternyata kami berhenti di jalan tengah persawahan yang agak sepi. Saat aku melihat mobil yang memepetku juga berhenti tidak jauh dariku, aku teringat bahwa mobil itu adalah mobil yang sama waktu aku di pepet di daerah pertokoan.

“bro siap – siap..” ucapku ke Yudha.

“iya Rik..” balas Yudha yang turun dari motor.

Dari mobil tersebut turun 3 orang berbaju hitam yang pernah aku temui waktu itu. Orang yang pertama berambut cepak dan orang yang kedua berkulit gelap, sedangkan orang yang ketiga memakai kaca mata dan berkepala gundul, dia juga yang mengemudikan mobil.

Setelah mereka turun, orang yang berkulit gelap langsung menyerang Yudha dan orang yang berambut cepak berhadapan denganku, sedangkan si gundul hanya berdiri di dekat mobil melihat kami bertarung.

Pertarungan Yudha dengan si kulit gelap berjalan seimbang, mereka bergantian dalam menyerang dan bertahan, sedangkan aku yang sudah siap bertarung, membuat si rambut cepak kewalahan karena seranganku yang lebih banyak masuk. Si gundul yang melihat temannya si rambut cepak kewalahan kemudian datang membantu yang membuatku dikeroyok oleh dua orang.

Aku yang dikeroyok lebih banyak bertahan dan menghindari serangan, bahkan beberapa kali aku sempat terkena pukulan karena tidak bisa mengatasi serangan yang datang secara bersamaan. Walau aku dikeroyok, aku masih bisa melancarkan serangan balasan yang membuat mereka geram, saat aku yang sedang sibuk bertarung melawan dua orang, tiba – tiba fokusku teralihkan pada si kulit gelap yang sedang bertarung dengan Yudha. Aku melihat si kulit gelap mengambil sesuatu dari pinggang belakangnya..

“awas..!!” teriakku saat melihat si kulit gelap mencabut sebuah belati.

BUGH.. BUGH..

Sebuah pukulan di pipi dan tendangan di perut masuk secara bersamaan yang membuatku terlempar. Aku yang masih terus memperhatikan si kulit gelap bersiap mengayunkan belatinya dan Yudha yang menyadarinya kemudian berusaha menghindar kesamping dan menunduk.

SREETT..

“aarrgghhh..” teriak Yudha kesakitan.

“bangsat..!!” teriakku yang melihat Yudha terkena sabetan belati.

Sabetan belati mengenai punggung Yudha hingga robek dengan luka terbuka, Yudha yang terlihat kesakitan hanya bisa memegang punggungnya yang berdarah.

“woi bego.. kita cuma disuruh hajar bukan disuruh mampusin..!!” teriak si gundul kepada si kulit gelap.

Terlihat beberapa pengendara yang melintas kemudian berhenti dan berusaha menolong kami.

“woi.. kalian..!!” teriak seorang pengendara yang berhenti.

“udah – udah ayo kita pergi..!!” ucap si gundul mengajak teman – temannya.

Orang yang menyerang kami pun langsung pergi karena panik saat diteriaki oleh beberapa pengendara yang berhenti. Aku kemudian menghampiri Yudha yang kesakitan dan ada seorang bapak – bapak juga yang berusaha menolong kami.

“nak.. ini lukanya dalam.. cepet dibawa ke rumah sakit..” ucap bapak – bapak tersebut.

“iya pak..” ucapku yang panik.

Kemudian aku mengambil motorku dan Yudha kemudian naik memboncengku dengan dibantu oleh beberapa orang. Aku langsung memacu motorku dengan cepat menuju rumah sakit, saat sampai disana Yudha langsung masuk UGD untuk dilakukan tindakan.

Aku sempat diperiksa juga oleh dokter, tapi karena aku hanya lebam dan tidak terluka serius, jadi aku tidak perlu di obati dan hanya menunggu diluar UGD.

Saat aku yang sedang duduk menunggu, tiba – tiba ada seseorang yang datang dan langsung masuk UGD, tak berselang lama orang itu keluar dan langsung menghampiriku.

“kamu yang bersama Yudha..?” tanya orang itu.

“iya bang.. maaf dengan siapa..?” balasku bertanya.

“aku Agus.. kakaknya Yudha..” ucap bang Agus mengajakku bersalaman.

“Riki bang..” balasku menyalaminya.

“siapa yang menyerang kalian..?” tanyanya lagi.

“saya gak tau bang.. tapi mereka pernah mau nyerang saya di daerah pertokoan..” balasku menjelaskan.

“sekarang ikut aku..” ucap bang Agus mengajakku.

Setelah sampai di parkiran, aku berjalan menuju motorku untuk mengambil helm.

“woi.. sini naik..!!” ucap bang Agus menyuruhku.

“mau ambil helm bang..” balasku beralasan.

“gak usah pakai helm.. cepat..!!” teriak bang Agus.

Aku kemudian bergegas naik membonceng motor bang Agus. Saat diperjalanan aku sempat was – was karena kami tidak memakai helm, takutnya kalau nanti di cegat polisi kan gak lucu. Bang Agus memacu motornya dengan cepat, saat melintasi perempatan aku melihat ada polisi yang berjaga di pos. Aku kira setelah tau ada polisi, bang Agus akan mempercepat laju motornya untuk menghindar, tapi yang dilakukan bang Agus adalah sebaliknya, dia memperlambat laju motornya dan menggeber – geberkan motornya saat melewati polisi yang berjaga. Bang Agus terlihat cuek dan malah terkesan mengejek polisi yang berjaga. Satu kata yang terlintas di pikiranku adalah sangar.

Setelah sampai di daerah pertokoan, ternyata bang Agus menemui pria bertopi yang menolongku waktu itu.

“Ndan.. kamu kemarin nolongin anak ini..” ucap bang Agus ke bang Bondan.

“iya kenapa Gus..?” tanya bang Bondan.

“kamu tau siapa yang nyerang anak ini..” ucap bang Agus.

“anak buahnya Surya Botak..” balas bang Bondan yang membuatku kaget.

“bajingan..!! Adikku kena bacok..!!” ucap bang Agus yang terlihat marah.

Aku yang mendengar itu sekarang jadi tau, ternyata mereka adalah anak buahnya pak Surya dan benar ucapan mang Karjo bahwa tujuan pak Surya adalah mengganggu keluargaku. Setelah kedua anaknya gagal, nampaknya pak Surya menyuruh anak buahnya untuk menyerangku.

Aku yang capek kemudian duduk di emperan toko sambil merokok. Aku melihat bang Agus yang terlihat sedang sibuk menelpon, beberapa saat kemudian aku melihat bang Bondan yang datang menghampiriku.

“kamu ada masalah apa sama Surya Botak..?” tanya bang Bondan padaku.

“eh.. emm.. anu..” balasku yang bingung.

“dia mukulin anaknya pak Surya..” ucap seseorang yang datang menjawab bang Bondan.

“kamu kenal sama anak ini Bim..?” tanya bang Bondan ke Bimo.

“dia adik kelasku SMA mas..” jawab Bimo.

“oalah.. ya udah..” ucap bang Bondan yang kemudian berlalu pergi.

“loh Kak..” ucapku saat melihat Bimo.

“aku bukan kakakmu.. panggil namaku aja Rik..” balas Bimo padaku.

“jadi bang Bondan..?” tanyaku heran.

“iya.. dia masku..” balas Bimo yang melihatku bingung.

Beberapa saat kemudian datang sekelompok orang dan sepertinya mereka adalah anah buahnya bang Agus. Beberapa saat kemudian terlihat bang Agus yang bersiap – siap dan teman – temannya juga, tapi aku melihat salah satu anak buah bang Agus yang malah memainkan HP nya dengan sembunyi – sembunyi.

“Rik.. kamu mau ikut apa disini..” ucap bang Agus mengagetkanku.

“ikut bang..” balasku yang kemudian meninggalkan Bimo yang belum sempat ngobrol denganku.

“kami juga ikut Gus..” sahut bang Bondan.

“ayo berangkat..” ucap bang Agus.

Aku yang membonceng bang Agus hanya ngikut saja mau kemana karena motorku masih di rumah sakit. Kami berangkat bersama – sama dengan dua rombongan, bang Agus dan anak buahnya juga bang Bondan dan beberapa anak buahnya termasuk Bimo.

Beberapa menit kemudian kami sampai di sebuah rumah yang cukup besar dengan di kelilingi tembok yang tinggi. Setelah gerbang dibobol dan terbuka aku yang ikut masuk ke dalam melihat rumah tersebut terlihat sepi.

“periksa semuanya..!!” ucap bang Agus menyuruh anak buahnya.

Beberapa saat kemudian, orang – orang bang Agus dan bang Bondan menyebar untuk mencari penghuni rumah, tak berselang lama mereka sudah berkumpul kembali.

“sepi bang.. gak ada orang..” ucap salah seorang anak buah bang Agus.

“bajingan..!! Kok bisa bocor..!! Dari mana si botak tau kita kesini..!!” ucap bang Agus yang marah – marah.

Aku yang mendengar bang Agus marah – marah jadi tau kalau ini ternyata rumahnya pak Surya, dan ternyata bang Agus berniat menyerang rumah pak Surya tapi gagal karena rumahnya sepi dan nampaknya penghuninya sudah tau kalau akan diserang.

“ada penghianat disini..!!” ucap bang Bondan menanggapi.

“siapa anggotamu yang baru masuk..?” tanya bang Agus.

“gak ada Gus.. orang lama semua..” balas bang Bondan.

“anjing.. aku juga gak ada anggota baru..” ucap bang Agus yang terlihat bingung.

Aku yang mendengar percakapan bang Agus dan bang Bondan jadi teringat orang mencurigakan yang aku lihat tadi. Aku tidak tau persis namanya siapa cuma mendengar orang – orang memanggilnya Kacuk, dan firasatku mengatakan bahwa orang itu adalah penghianatnya.

“dia bang..” ucapku sambil menunjuk orang yang aku curigai.

Seketika semua orang langsung melihatku. Aku yang dilihat jadi panik karena niatku hanya menunjuknya dalam hati, tapi kenapa malah tanpa sadar aku ucapkan.

“apa maksudmu..?!!” ucap Kacuk yang terihat marah.

“eh aduh..”balasku yang gelagapan.

Disaat yang bersamaan bang Agus sudah menghampiriku dan menarik krah bajuku dengan wajah emosi.

“berani – beraninya kamu menuduh anak buahku..!!” ucap bang Agus melotot.

“cek HP nya bang..” balasku berbisik.

“cek HP nya..” ucapku mengulangi.

Bang Agus yang mendengar kemudian melepaskan tangannya dan berjalan menghampiri Kacuk anak buahnya.

“kenapa bang..?” tanya Kacuk heran.

“mana HP mu..!!” ucap bang Agus menggeledah sakunya.

“eh.. aku gak bawa bang..” balas Kacuk panik.

“geledah..!!” teriak bang Agus.

Kemudian beberapa anak buah bang Agus membantu memegangi Kacuk yang terus menghindar dan ada yang ikut menggeledah. Setelah digeledah lebih detail, ternyata HP nya disembunyikan di dalam sempaknya. Aku yang melihat itu tambah curiga karena niat banget nyembunyiin HP sampai di dalam sempak.

Setelah HP dapat di ambil oleh anak buah bang Agus yang bernama Kleper, kemudian HP tersebut akan diserahkan kepada bang Agus.

“kamu periksa saja..” ucap bang Agus kepada Kleper yang membawa HP.

Orang tersebut kemudian terlihat memeriksa HP Kacuk, beberapa saat kemudian terlihat ekspresi Kleper yang berubah.

“ada pesan peringatan untuk Dedi Gundul..” ucap Kleper geram sambil memperlihatkan pesan kepada bang Agus.

Bang Agus yang mendengar dan melihat pesan itu kemudian terlihat menghela nafas sambil memejamkan mata.

“bang aku bisa jelasin bang..” ucap Kacuk yang terlihat panik dan masih dipegangi kedua tangannya.

SREENGG..

JLEEBB.. JLEEBB.. JLEEBB..

Aku yang melihatnya terkejut karena tiba – tiba bang Agus menarik parang yang dibawa Kleper kemudian menusuk Kacuk sebanyak 3 kali. Kacuk yang tidak berdaya seketika itu langsung tumbang bersimbah darah. Aku sampai gemetar karena baru pertama kali melihat orang ditikam secara langsung di depan mata kepalaku sendiri.

“bajingan….!!!!” teriak bang Agus yang marah.

“bakar tempat ini..!!” ucap bang Agus kepada Kleper.

“ayo Rik aku antar ambil motor..” ajak bang Agus padaku.

Aku yang masih syok kemudian mengikuti bang Agus keluar dari rumah tersebut, setelah keluar dari pagar aku melihat pak Eko yang berdiri di dekat motornya tapi tidak menggunakan pakaian dinas.

“kenapa gak kamu tahan si botak biar gak kabur..!!” ucap bang Agus kepada pak Eko.

“karena aku gak ada urusan sama si botak..” balas pak Eko.

“terus ngapain kamu kesini..?” tanya bang Agus.

“nyuruh kalian bubar..” balas pak Eko santai.

“kalau aku gak mau terus mau apa..” ucap bang Agus sinis.

“tangkap nih tangkap..” lanjut bang Agus mengejek sambil menggoyangkan pantatnya.

“dasar Koclok..” ucap pak Eko geleng – geleng.

Bang Agus kemudian menyuruh teman – temannya untuk bubar, kemudian dia mengambil motornya dan menghampiriku. Setelah aku naik membonceng kemudian bang Agus menggeber – geberkan motornya melewati pak Eko.

“dasar Kodok..!!” ucap bang Agus mengejek pak Eko.

Aku melihat pak Eko hanya geleng – geleng kepala melihat tingkah bang Agus. Kemudian bang Agus memacu motornya meninggalkan tempat tersebut. Aku masih terheran – heran dengan sikap bang Agus, waktu marah terlihat sangat seram, giliran udah biasa terlihat sangat konyol, pantes aja dia dijuluki Koclok karena tingkahnya yang konyol.

Setelah sampai rumah sakit, aku dan bang Agus langsung masuk ke dalam untuk melihat keadaan Yudha. Sesampainya di ruang tunggu, aku melihat seseorang yang menungguku dengan menunjukkan wajah garang.

“loh Mbo.. ngapain kamu disini..” ucap bang Agus setelah melihat Om Heri.

Yang aku kaget ternyata bang Agus juga kenal Om Heri. Tapi kok bang Agus manggil Om Heri dengan sebutan Mbo ya..? Saat kami sudah di dekat Om Heri, hal yang tidak aku duga terjadi..

BUGH.. BUGH.. BUGH.. BUGH..

“aw.. argh.. aduh.. ampun..” rintih bang Agus saat dipukuli Om Heri.

Aku yang melihat itu spontan melerai dengan menarik Om Heri menjauh.

“aduh Mbo.. apa salahku..” ucap bang Agus yang terlihat bingung.

“kalau kamu berani ngajak ponakanku lagi tanpa sepengetahuanku, aku patahin tanganmu..!!” balas Om Heri emosi.

“loh Mbo.. Riki ponakanmu..?” tanya bang Agus heran.

“dasar Koclok.. ayo Rik pulang..” ucap Om Heri yang kemudian pergi.

“sory bang..” ucapku meminta maaf dan bang Agus malah nyengir.

Aku kemudian bergegas mengikuti Om Heri yang sudah jalan duluan.

“Om bentar..” ucapku pada Om Heri.

“kenapa..?” tanya Om Heri menghentikan langkah.

“Om kesini naik apa..?” tanyaku heran.

“terbang..” balas Om Heri yang kemudian berjalan lagi.

“eh bentar..” ucap Om Heri yang tiba – tiba menghentikan langkah.

“kenapa Om..?” tanyaku heran.

“itu cewek siapa Rik kok dari tadi ngeliatin kamu gitu amat..” ucap Om Heri penasaran.

“mana Om..?” tanyaku bingung.

Kemudian Om Heri menunjuk ke arah ruang tunggu di dekat meja pendaftaran, aku yang kemudian melihat kesana juga kaget ternyata yang memperhatikanku adalah Ratna.

Aku melihat Ratna yang melihatku dengan tajam, kalau dilihat sepertinya dia masih marah sama aku. Ratna yang tau kalau aku melihatnya juga, kemudian berbalik dan pergi.

“lho.. kok malah pergi..” ucap Om Heri yang bingung.

“udah biarin..” balasku.

“siapa dia Rik..?” tanya Om Heri penasaran.

“Ratna..” balasku ke Om Heri.

“oh.. gak kenal..” ucap Om Heri cuek.

“Nana..!!” ucapku menegaskan.

“heh..? Beneran..? Nana teman kecilmu dulu..?” tanya Om Heri yang kaget.

“hmm..” balasku mengiyakan.

“oalah.. ada theklek kecemplung kalen nih..” (ada sandal kayu kecebur parit nih..) ucap Om Heri menyindir.

“apaan sih Om..” balasku aneh.

timbang golek aluwung balen.. hehehe…” (dari pada nyari mending balikan..) ucap Om Heri terkekeh.

Aku tidak menghiraukan ejekan Om Heri, yang aku pikirkan sekarang adalah gimana caranya aku bisa bertemu dan menjelaskan kepada Ratna. Beberapa kali aku mencoba menemuinya tapi tidak pernah ketemu, dan aku masih bimbang saat melihatnya yang terlihat marah, apa dia mau mendengar penjelasanku..? Sampai sekarang aku masih bingung menghadapi sikap Ratna yang kekanak – kanakan, apalagi sikapnya yang galak dan gampang marah membuatku mengelus dada, belum lagi saat dia yang bertingkah konyol yang membuatku pusing menepuk jidat.

Aku merasa lega karena permasalahanku sedikit berkurang untuk sementara ini, sepertinya pak Surya dan anak – anaknya tidak akan menggangguku lagi dalam waktu dekat ini. Sedangkan permasalahanku dengan wanita yang marah padaku, jujur aku masih bingung akan memulainya dari mana. Dan untuk permasalahanku pribadi yang menyangkut tentang perasaan, apakah aku sudah siap untuk memulainya lagi..

Bersambung

guru sexy
Ngentot dengan bu guru yang cantik meskipun sudah berkepala 5
Foto Bugil Artis Bokep Jepang (JAV)
Cerita Dewasa Belajar Enak-Enak Dari Tante Lilis
toket kecil
Cerita ngentot teman SMA yang dulu ku idam idam kan
Foto Abg Cantik Sange Bangun Tidur
ngentot mama
Aku menikmati setiap kali bersetubuh dengan mama dan tante kandung ku sendiri
Dosen Baru Yang Cantik
gurukubtante girang
Melayani Nafsu Seorang Guru Yang Masih Perawan
mama muda hot
Memuaskan nafsu Siska yang gak pernah puas dengan suaminya sendiri
Cerita Dewasa Enak-Enak Dengan Dokter Cantik
pembantu lugu
Melampiaskan hasrat ku pada pembantu tante yang hot
Mahasiswi montok toket gede montok dan bulat
bawahan sexy
Cerita cinta satu malam dengan bawahan di kantor
cewe berhijab sange
Ngentot Fatma Gadis Berjilbab Teman Satu Kantor
Petualangan Sexs Liar Ku Season 1
Pembantu baru
Menikmati Pijitan Pembantu Baru Yang Membuat Ku Sangat Terangsang