Part #16 : Petualangan Sexs Liar Ku

Kami berpagutan dengan mesra. Tante Dewi memejamkan mata sembari membalas ciuman ku.

“Ccppp…ssspp..mphhh…”

Bunyi mulut kami saling beradu dan bertukar saliva. Ku pindahkan ciuman ku ke telinganya lalu ke lehernya. Dia memalingkan muka ke samping untuk memberi akses bibir ku di lehernya.

Aku masih sempat menahan tubuh ku dengan tangan dan kaki sebelum Tante Dewi menarik punggung ku ke arahnya sehingga kini tubuh ku sepenuhnya menindih tubuh Tante Dewi.

Khawatir akan membuat dia sesak nafas karena menahan bobot tubuh ku, aku pun melepaskan ciuman ku dan menatapnya untuk memastikan dia baik-baik saja akan keadaan saat ini.

Tante Dewi balas menatap ku hingga kini pupil mata kami bertemu. Namun hal itu justru ditangkap lain olehnya.

Dia malah mengira aku sedang meminta persetujuan untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya, terbukti setelah itu dia mengangguk pelan lalu melebarkan kakinya sehingga kini tubuh bagian bawah ku terselip di antara kakinya.

Wajahnya merah merona karena malu dan menahan sesuatu, bibir bawahnya ia gigit untuk menekan rasa gugupnya.

Daster bagian bawahnya sudah terangkat ke atas otomatis karena renggangan pahanya ke samping dan dorongan dari tubuh ku.

Aku tersenyum tipis memandang wajah Tante Dewi yang manis. Ku selipkan rambutnya ke belakang telinga hingga rona merah di pipinya bisa aku lihat seutuhnya.

“Tante cantik.”

Kata itu terucap begitu saja dari mulut ku, membuat Tante Dewi mengatupkan bibirnya rapat.

“Kamu ini Ran, godain Tante aja sukanya,” protes Tante Dewi.

“Beneran kok Tan, cantik kaya bidadari.”

Aku tertawa kecil karena sekali lagi berhasil menggoda Tante Dewi hingga dia kembali tersenyum simpul.

“Mau dilanjut apa main rayu-rayuan aja nih?” tanya Tante Dewi.

Aku tak serta merta menjawab, namun aku menoleh ke arah Reihan yang sedang tertidur lelap di samping kami.

Mengerti kekhawatiran ku akan Reihan yang bisa saja tiba-tiba bangun dan menangkap basah kami, dia kemudian meraih sebuah selimut yang tergeletak rapih di atas kasur tepat di samping kepala ranjang.

“Nih,” ucapnya singkat sambil menyodorkan selimut itu.

Aku langsung mengerti apa yang dia maksud lalu ku bentangkan lebar-lebar benda itu dan menyelimuti tubuh kami, jadi apabila Reihan tiba-tiba bangun dia tidak langsung mengetahui aktivitas yang sedang kami lakukan.

Setelah tubuh kami sudah sama-sama tertutupi, aku kembali melancarkan aksi ku. Ku cium bibirnya yang langsung dibalas dengan begitu panas oleh Tante Dewi.

Di bawah sana, dengan satu tangan aku membuka resleting ku. Karena aku sudah ahli, aku dengan mudah melakukannya hingga hanya meninggalkan sebuah celana dalam yang masih menempel di pinggul ku.

Tangan ku berpindah ke arah pinggulnya. Aku singkap dasternya ke atas melewati cd yang ia kenakan.

Ku sentuh segitiga Tante Dewi yang sensitif tepat di tengahnya. Basah, pikir ku. Ku tekan-tekan area itu hingga jari ku sedikit masuk ke celah yang begitu sempit.

“Emphhh…!!!”

Lenguhan Tante Dewi keluar begitu saja. Tangannya meraih cd-nya namun ku tahan. Aku ingin melakukannya sendiri. Tampaknya dia sudah tidak tahan lagi untuk melakukannya.

Ku turunkan benda itu ke bawah. Dia membantu ku dengan menaikkan sedikit tubuhnya. Setelah lepas aku lanjutkan dengan milik ku hingga tubuh bagian bawah kami sudah sama-sama polos.

Pertama-tama aku sentuhkan ujung kontol ku di bibir memeknya.

“Emphhh…Rhann…!!!”

Pekik Tante Dewi, baru saja kepala kontol ku menempel dia sudah mendesah seperti itu, bagaimana kalau sudah masuk?

Aku sapukan kontol ku di sepanjang bibir vaginanya. Desahan Tante Dewi semakin menjadi, aku jadi takut kalau terdengar sampai keluar.

Aneh memang, kenapa dia begitu sensitif terhadap rangsangan kecil yang aku lakukan. Padahal dia sudah sering melakukannya.

Tante Dewi memandang ku dengan mata sayu dan penuh harap. Ku arahkan kepala kontol ku tepat di depan mulut vaginanya.

Dia sedikit memajukan dan menggerakkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri agar kepalanya membelah bibir memeknya.

Aku tatap sesaat wajah manis Tante Dewi yang dibalut dengan ekspresi mupeng.

“Tante yakin mau lanjut? kalo gak Randy bisa mundur, jangan sampai Tante menyesal.”

Sebuah pertanyaan bodoh keluar begitu saja dari mulut ku. Tante Dewi langsung membalas dengan gelengan kepala.

“Kamu kan papanya Reihan sekarang, itu berarti kan…”

Jlebbb….

“Anghhhh….!!!”

Tanpa menunggu Tante Dewi menyelesaikan kata-katanya, seketika aku langsung menancapkan batang kontol ku ke dalam memeknya. Aku tahu kalimat selanjutnya yang akan keluar dari mulut Tante Dewi.

“Maaf Tante, emm…maksud ku istri ku tercinta.”

Aku tersenyum lalu mengusap kedua pipi Tante Dewi.

Kini aku mencoba bermain peran di sini. Aku berperan sebagai ayah Reihan sekaligus suami Tante Dewi, dia berperan sebagai istri ku.

Wajahnya sudah selayaknya kepiting rebus, semakin merah ketika dia mendengar sebutan istri ku tercinta. Apakah suaminya tidak pernah memperlakukan dia seperti ini? Aku jadi penasaran.

“Ouhhh…suami ku sayang…!!!”

Mulut Tante Dewi menganga bersiap untuk melahap bibir ku.

“Mmm…cppp…sssppp…”

Kami saling melumat satu sama lain, dia terlihat sangat bergairah menyedot seluruh Saliva yang ada di lidah ku.

Aku jadi lupa kalau memek Tante Dewi juga sedang mengulum kontol ku. Maka sedetik kemudian aku tarik kontrol ku hingga hanya meninggalkan kepalanya saja di dalam.

Kemudian dengan perlahan namun dalam aku tekan seluruhnya masuk. Aku tatap wajah Tante Dewi sembari melakukannya.

Ku usap pipi merah itu dengan menggunakan punggung jari tengah ku. Aku melakukannya seromantis mungkin, itu membuat Tante Dewi semakin tersanjung.

“Ahhh…Randy betapa bahagianya aku saat ini, salahkah kalau aku berharap kamu gak akan pernah meninggalkan kami?”

Pertanyaan retoris yang tidak perlu aku jawab, karena memang tidak ada jawabannya.

Aku terus melakukannya secara perlahan, sepertinya Tante Dewi masih saja menikmati momen ini. Kami tidak bosan-bosannya saling pandang di saat kemaluan kami saling berinteraksi dengan lembut.

“Tante!”

“Ssstt…kalo lagi berdua panggil Dewi aja,” pinta Tante Dewi.

“Sayang!” panggil ku sekali lagi yang membuat wajahnya kembali ngeblush.

Dia kemudian mencubit lengan ku.

“Ishhh…ya udah panggil sayang aja,” imbuh Tante Dewi.

“Makasih sayang.”

Seketika aku cium lehernya lalu ku hirup aroma tubuhnya yang sangat menggoda. Dia memalingkan muka untuk memberikan akses yang lebih luas kepada ku.

Situasi di bawah sana sudah banjir. Ku rasakan kedutan di dalam vaginanya, seolah di sana memiliki nadi tersendiri.

Saat kami sedang menikmati persenggamaan yang romantis ini tiba-tiba kami dikagetkan dengan gerakan Reihan yang mengejang.

Ternyata dia sedang ngelindur, entah jatuh dari pesawat atau bagaimana aku tak tahu, yang jelas hal itu membuat Reihan terbangun dan membuka matanya.

Aku berhenti sejenak melihat geliatan Reihan, tak terkecuali Tante Dewi dengan wajah paniknya melihat ke arah Reihan yang kini tengah tidur miring ke ahar kami dengan mata setengah terbuka.

Dia sudah bangun namun belum cukup nyawanya untuk menyadari situasi di sekitarnya. Mulutnya masih mengecap-ngecap seperti sedang memakan sesuatu.

“Reihan bangun!” lirih ku.

“Sssttt…!!!”

Tante Dewi mencoba untuk tetap tenang dengan satu jari di depan bibirnya berharap Reihan kembali tertidur.

“Usss…usss…usss…”

Timang Tante Dewi sembari mengelus kepala Reihan agar dia kembali tertidur. Namun naas bukannya tertidur, Reihan justru tersadar sepenuhnya.

Dia menggeliat sebelum terungkap dan terduduk di atas ranjang.

“Mampus dah!” batin ku.

Kami sudah seperti patung saat itu. Sesaat Reihan menatap ke arah kami yang saling bertindihan ditutup oleh selembar selimut.

“Papa gi apa?!” ucap Reihan.

“Emm…lagi main kuda-kudaan sayang,” jawab ku spontan karena tidak tahu harus menjawab apa.

“Eyan iyut!” (Reihan ikut!)

Dia kemudian merangkak ke arah kami. Aku langsung memegangi ujung selimut agar Reihan tidak masuk ke dalamnya.

Reihan lalu naik ke atas punggung ku. Dia menarik kerah baju ku hingga aku merasa leher ku sedikit tercekik.

“Yo lan!” (Ayo jalan!)

Dia menarik-narik kerah ku seraya mengguncang-guncangkan tubuhnya selayaknya joki sedang memacu kudanya.

Aku tatap wajah Tante Dewi yang berada di bawah ku untuk meminta isyarat apa yang harus ku lakukan. Dia hanya memicingkan matanya seraya menggigit bibir bawahnya. Dia sudah pasrah apapun yang akan aku lakukan padanya.

Dengan hentakan aku tarik kemudian dorong kontol ku hingga membuat tubuh Tante Dewi tersentak.

“Oupppsss…!!!” pekiknya seraya menutup bibirnya dengan menggunakan punggung tangan agar tidak mengeluarkan desahan.

Aku pompa vagina Tante Dewi dengan cepat sehingga menimbulkan bunyi hantaman yang kuat.

Plokkk…plokkk…plokkk…

Semoga Reihan tidak menyadarinya. Dia masih asik memacu kudanya di atas punggung ku.

“Yo uda pet!” (Ayo kuda cepet!)

Aku semakin mempercepat pacuan ku. Tante Dewi di bawah sudah seperti kesurupan. Dia pejamkan matanya dengan kuat sembari menggigit dasternya sendiri menggelengkan kepala ke sana kemari.

“Oooohhh…Reihan pegangan yang kuat, kudanya mau ngebut…engggghhh…!!!”

Aku memacunya dengan kecepatan penuh. Ku rasakan bagian bawah tubuh ku disembur oleh cairan yang deras. Yah Tante Dewi orgasme dengan sangat kuat, tetapi dia masih berusaha untuk tetap diam. Hanya beberapa kali dia kelepasan mendesah.

Ingin rasanya aku hentikan pompaan ku untuk memberinya kesempatan menikmati orgasme pertama dari ku, namun Reihan tidak mengijinkannya.

“Yo mbah pet!” (Ayo tambah cepet!)

Dia terus mengguncang-guncangkan tubuh ku, memaksa ku terus berpacu dalam birahi. Aku terpaksa menuruti keinginannya.

Beberapa saat kemudian Tante Dewi kembali merasakan orgasme, tetapi lagi-lagi aku tak memberi kesempatan kepadanya. Kasihan juga tapi apa boleh buat.

Dia hanya terdiam dengan wajah berpaling ke kanan. Punggung jari tengahnya ia gigit untuk menahan desahan yang akan keluar. Keringat di wajah ku jatuh tepat di pipi Tante Dewi.

Di atas, Reihan sama sekali tidak memperdulikannya. Dia masih terlihat asik bermain joki-jokian.

Saat itu aku juga hampir mencapai orgasme. Maka dari itu aku gas pol dengan kecepatan penuh.

“Ooohhhh…Reihan bentar lagi finis!”

Aku sudah tidak waras saat itu. Kaki ku sedikit kram, kulit kontol ku seperti mati rasa karena bergesekan dengan intensitas tinggi dan lama.

Maka dengan beberapa kali hentakan kuat…

Crottt…crottt…crottt…crottt…

Ku tumpahkan sperma ku di dalam rahim Tante Dewi. Dia tak kuasa lagi menahan lenguhan yang keluar dari mulutnya.

“Awngghhh…!!!”

Tubuh ku melengkung ke belakang sehingga Reihan yang sedang berada di punggung ku jatuh ke belakang. Untung saja dia bisa berguling ke samping dan tidak jatuh dari ranjang.

Tubuh ku ambruk di atas tubuh Tante Dewi. Ku rasakan perutnya mengejang-ngejang.

“Uhhh…Randy perut ku kram,” lirihnya di telinga ku.

Aku diam saja, kami masih mengatur nafas setelah pacuan kuda yang sangat melelahkan.

Reihan justru tertawa puas setelah permainan kuda-kudaan barusan.

“Hahaha…acikkk…acikkk…agi!” (Lagi!)

Dia bertepuk tangan tanpa rasa bersalah. Tidak tahu kalau kuda yang barusan dia tunggangi sudah terkapar kelelahan.

Ku cabut kontol ku dari memek Tante Dewi, masih di dalam selimut aku berusaha meraih celana ku lalu memakainya.

“Reihan kita main di luar aja yuk!” ajak ku agar dapat memberikan Tante Dewi kesempatan untuk berbenah.

“Yuk!” balasnya bersemangat.

Aku kemudian keluar dari selimut itu lalu menggendong Reihan keluar dari kamarnya.

“Udana mpol!” (Kudanya ngompol!)

Tunjuk Reihan ke bagian kasur yang basah kuyup. Aku hanya senyum-senyum saja menimpali kata-katanya.

Tante Dewi diam dan memejamkan mata, entah tidur atau pingsan aku pun tak tahu, yang jelas aku selamatkan Reihan terlebih dahulu.

Di ruang tengah aku sempat bermain dengan Reihan sambil menunggu Tante Dewi keluar dari kamar, namun dia tak kunjung muncul.

Karena khawatir, aku tinggalkan Reihan sebentar untuk mengecek keadaan Tante Dewi. Bu Lastri pun tak menunjukkan batang hidungnya sama sekali, aneh.

Aku buka pintunya pelan. Ternyata Tante Dewi masih dalam posisi yang sama. Ku dekati dia, dapat kurasakan nafasnya yang teratur menandakan dia sedang berada di alam mimpi.

Saat itu dia tidur di kasur yang basah. Aku takut kalau dia sakit karena tiduran di tempat yang basah.

“Tan…Tante!” panggil ku sembari menepuk bahunya pelan.

Dia tak bergeming.

“Sayang?!”

Ku usap pelan pipinya, sesaat kemudian dia membuka matanya. Dipanggil sayang baru mau bangun, dasar Tante Dewi.

“Duh aku gak bisa bangun, pinggang ku rasanya mau rontok,” ujarnya seraya memegangi pinggulnya.

Aku jadi merasa tidak enak.

“M…maaf Tan!”

“Hmm…?!”

“Maaf sayang, aku mainnya kasar yah.”

Dia lalu tersenyum simpul mendengar kalimat ku.

“Aku puas.”

Hanya itu yang keluar dari mulut Tante Dewi. Dia kemudian mengulurkan kedua tangannya. Aku respon mengangkat tubuhnya hingga berdiri.

“Bisa jalan?” tanya ku kepadanya.

“Aduhhh…bisa.”

Dia berjalan perlahan sedikit mengangkang. Karena lama aku angkat saja tubuhnya di gendongan ku.

“Aihhh…!!!”

Tante Dewi tersentak kaget reflek melingkarkan tangannya di leherku. Ku bawa dia ke kamar mandi yang terdapat di kamarnya.

“Baru pertama kali aku diperlakukan gini loh,” ucapnya masih digendongan ku.

“Emang om Ginanjar gak pernah?”

“Hmm…boro-boro,” timpalnya sembari mendengus kesal.

Aku menurunkannya di dalam kamar mandi.

“Kamu gak ikut mandi sayang?” tawarnya manja.

“Nanti aja, Randy mau ganti sprei yang basah dulu.”

“Ya udah Sanah hush…” usir Tante Dewi yang merasa permintaannya ditolak.

Lagian gimana kalau aku jadi kepingin lagi, emang dia kuat?

Aku pun dengan cepat mengganti sprei. Meski kasurnya masih basah tak apalah, yang penting bukti sudah sedikit tersamarkan.

Beberapa saat kemudian Tante Dewi selesai mandi dengan mengenakan handuk yang dililitkan di tubuhnya dan di kepalanya, dia berjalan tertatih.

Aku hampiri dia dan aku papah menuju ke lemari pakaian. Setelah memilih baju Tante Dewi berdiri di depan cermin rias.

Sejenak dia melirik ke arah ku yang berada di belakangnya.

“Kamu mau di situ aja apa mau keluar?”

Tanpa menunggu ku menjawab, dia kemudian membuka handuk yang melilit tubuhnya hingga telanjang bulat.

Itu adalah kali pertama aku melihat tubuh polos Tante Dewi secara langsung. Aku menelan saliva ku dengan susah payah.

Tubuhnya sangat sempurna, tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu kurus. Kulitnya kencang tanpa ada gelambir seperti orang yang belum pernah melahirkan. Mungkin karena perawatan dan pola diet yang ketat.

Aku tubruk tubuhnya dari belakang tanpa ijin. Ku lingkarkan tangan ku di perutnya seraya mencium belakang lehernya yang jenjang.

Tante Dewi reflek menumpuk tangannya di atas tangan ku. Dia memalingkan wajahnya berhadapan dengan wajah ku.

“Istri ku cantik sekali,” gumam ku lirih namun masih bisa didengar olehnya.

Mendengar hal itu wajahnya kembali memerah.

“Anak kita mana?” tanya Tante Dewi mengalihkan pembicaraan.

“Ada di luar lagi main sendiri.”

“Udah sana temani Reihan main, takutnya dia nyariin lagi,” suruhnya kepada ku.

Aku semakin mempererat pelukan ku.

“Sayang!” panggil ku.

“Hmm?!”

Cuppp…

Seketika kesempatan itu aku manfaatkan untuk mencium bibirnya. Tante Dewi tidak menolak justru membalas ciuman ku.

Sesaat kemudian ia ku lepaskan ciuman di bibir kami.

“Udah dulu, takut dicariin Reihan,” pungkas ku lalu menjauhinya.

Saat aku berada di ambang pintu, Tante Dewi kembali memanggil ku.

“Randy!”

Aku pun menoleh.

“I love you!”

Dia tersenyum simpul.

“I love you too!”

Bersambung

ibu ibu hot
Liburan ke Eropa bersama ibu ibu sosialita bagian satu
Ngentot adik kakak
Adik Dan Kakak Jadi Pemuas Nafsu Ku
Pembantu cantik
Terpesona Dengan Pembantu Muda Yang Cantik Bagian Dua
Burung Jalak Season 2
cantik sange
I Love You Rini
Skandal SMA pakai seragam pamer memek tembem
mertua tersayang
Cerita sex nikmatnya ngentot ibu mertua ku
memek cantik
Dapet ngentot gratis gara-gara dari sms nyasar
Cantik montok Masturbasi
Emang Paling Nikmat Masturbasi Sambil Mandi
gadis hyper
Aku Ketagihan Dengan Penis Besar Pak Polisi
Cerita sexs ibu guru liar suka colmek
Foto Cewek Cina Cantik Putih Telanjang Memek Merangsang
sma sange minta di entot
Menikmati Keperkasaan Penis Guru Ganteng
Foto Bugil Mahasiswi Bohay Siap Booking
perawan
Virginku telah ku lepas pada orang yang telah membuatku bahagia
Foto bugil Rino Sakura gadis cantik tanpa sensor