Part #4 : Am I just made someone broken?
“Iya… Bener xixixixi. Kamu capek ya.. mau dipijitin gak?”
“Mau banget… “
“Dah, kamu tengkurep, aku pijitin ya..”
Aku membalikkan badan dan tiara duduk di atas tubuhku,
ada terasa hawa panas dari pangkal selangkangannya yang menempel di punggungku.
Tapi rupanya tiara gak pijitin aku, dia malah sibuk membangkitkan gairahku dengan menciumi seluruh punggungku.
Aku tahu sih, dia mencoba mencari wangi-wangian lain di tubuhku,
tiara selalu punya cara yang manis dan mesra menyelidikinya.
Aku merasa bagian punggungku yang bersentuhan dengan area kewanitaannya terasa bertambah panas.
Tiara mulai menciumi tengkuk ku dan payudaranya menggesek di punggungku. Nafasnya mulai memburu…
“Mas.. aku mau..”
Saat ML adalah saat intim kami, dan sampai saat ini tiara tetap memanggil aku mas, sebaliknya aku tetap memanggilnya dengan sebutan ara.
“Iya ara sayang…”
Ia berdiri di atas kasur memberikan akses lebih luas kepadaku untuk membalikkan tubuhku terlentang.
Tiara kembali menaiki aku dengan area kewanitaannya berada di atas penisku yang udah mulai merespon rangsangannya.
Kami masih dengan pakaian masing-masing. Aku pandangi istriku, wajahnya sudah mulai memerah
dan matanya sayu terimbas hasrat. Kami berciuman lembut dan perlahan,
kemudian tiara berinisiatif menjelajahi seluruh wajahku dengan ciuman lembut,
tak lupa leherku menjadi sasaran lidahnya.
Nafasnya berat, ia menatapku nanar dan sayu, bibir setengah terbuka.
Aku bangun dari rebahku dan duduk dihadapannya,
kami kembali berciuman kali ini adalah ciuman liar dan panas, bibir kami beradu dengan kasar
saling mengulum satu sama lain, lidahku kujejalkan dalam mulutnya yang setengah terbuka,
dan beradu dengan lidahnya di dalam mulutnya. Nafas kami berdua sudah benar-benar tak beraturan.
Cukup lama sessi warm up ini kami lakukan, berakhir dengan nafas kami yang mulai terengah-engah,
kemudian tiara memutuskan merebahkan diri terlentang di sampingku,
dibukanya semua lapisan terakhir sandang yang menempel pada tubuhnya,
aku mengimbanginya dengan juga membuka seluruh pakaian yang menempel pada tubuhku.
“Mas, kamu di atas sayang…”
Aku mengangguk dan mulai menaiki tubuh polosnya, sempat kuraba vaginanya, rupanya sudah terlumasi dengan baik,
siap menerima aku untuk segera memasukinya.
kelelakianku yang sudah sempurna berdiri segera kuarahkan mencari jalan menuju liang senggamaannya.
Perlahan ku tekan pinggulku, dengan bersamaan tiara menggoyangkan pinggulnya dengan pelan
hanya untuk memastikan semua dari diriku dapat masuk menuju titik terdalam liang kewanitaannya
sedekat mungkin dengan rahimnya.
“Shssshhhh… accchhh mas….”
Tiara mendesah, lalu tersenyum manis sekali ketika seluruh kelelakianku mantap berada di dalam dirinya,
menandakan kerelaan totalnya untuk dirasuki oleh diriku.
Ini bukanlah proses adu birahi, ini adalah proses memadu cinta,
ketika kepasrahan dari tiara menerima seluruh diriku dapat tercapai dengan sempurna.
Tak ada kesakitan, tak ada penolakan, tak ada keterpaksaan.
Semuanya berlangsung alami atas nama pengungkapan cinta menuju penyatuan diriku dan dirinya.
Ini adalah hakekat percintaan suami istri sesungguhnya.
Walaupun dalam hal ini aku sedikit berbeda dengan tiara,
aku menyukai permainan lembut yang membawa jiwa, sedangkan
tiara menyukai kelembutan yang dibubuhi sedikit kekasaran dalam prosesnya.
Mata kami berpandangan tanpa kata ketika aku melaksanakan kewajibanku sebagai seorang laki-laki,
memulai proses mengantarkan benihku menuju rahimnya,
tubuh tiara terayun dan terhentak-hentak diatas springbed ini seiring gerakan
dan hentakan berulang yang kulakukan padanya dan ia membantuku dengan berbagai gerakan
seperti menggoyangkan pinggulnya, menaikkan pantatnya, melingkarkan kakinya di pantatku
yang memungkinkan proses ini berlangsung indah dan nikmat untuk kami berdua.
Bagiku sendiri, tiara masih sama rasanya seperti dulu dan yang selama ini aku nikmati.
Dua kali dokter harus membantunya mengeluarkan hasil dari percintaan kami semuanya
melalui operasi caesar, jadi praktis belum pernah ada apapun yang lebih besar dari
kelelakianku memasuki jalan rahimnya ini. Usia memang sedikit mempengaruhi daya cengkeramnya,
tapi hampir tak terasa. Aku masih merasakan tiara memilin-milin diriku ketika berada di dalam,
dan memeras habis lendirku kala aku mencapai puncaknya. Kata-kata mesum bumbu dari
proses ini tak lupa kami lontarkan satu sama lain.
Sekitar 15 menit kami memperagakan berbagai gerakan dan posisi sebelum akhirnya
“Aaaccchhhhh ssshhhh mas.. aaaakkkkuuu ssaaaaammmmmppppeeee……”
tiara berteriak dan memekik karena berhasil mencapai titik tertinggi proses persetubuhan ini,
membuat pintu rahimnya terbuka lebar untuk menerima benihku yang segera tertebar dan
kuantarkan sungguh-sungguh dipintu rahimnya diiringi suara lenguhan keras dariku.
Kesadaran kami berdua mendadak tersandera oleh puncak kenikmatan yang kami alami. Tubuh kami berdua meregang kuat, tanpa dapat kami kendalikan, sampai beberapa menit kemudian akhirnya menjadi begitu rileks dan lemas. Aku terguling di sisinya masih dengan nafas yang tak dapat ku kendalikan, tiarapun masih merasakan getaran-getaran puncak persetubuhan dengan nafas yang juga tak beraturan. Kami terdiam meresapi semua sensasi indah ini, tak ada kata-kata hanya dengusan nafas kami yang terdengar menggema di kamar tidur ini.
“Amote mas..” kata tiara lima menit kemudian ketika akhirnya berhasil menguasai kesadarannya kembali.
“Amote ara..” kataku sembari memiringkan tubuhku ke arahnya.
Kulihat tubuhnya basah oleh keringat sisa-sisa percintaan kami barusan.
Kondisikupun tak jauh berbeda, tubuhku juga basah. Pendingin ruangan kamarku ini
tak mampu mencegah hadirnya bulir-bulir keringat kami berdua. Tiara mengambil kaos
yang tadi dipakainya dan dengan lembut menyeka tubuhku dan tubuhnya.
“Mandi yuks sayang..” ajak tiara kepadaku
Kubalas dengan anggukan dan segera bangun menuju kamar mandi setelah sebelumnya
menyempatkan diri mencium keningnya. Tiara dengan tubuh polosnya mengikutiku sembari
menempelkan tangan pada pangkal selangkangannya mencegah sisa-sisa benihku menetes
di tempat tidur dan lantai kamar ini. Biarpun sudah beratus kali kulihat dirinya dengan
polos seperti ini, tapi aku gak pernah bisa menyembunyikan kekagumanku pada keindahan
dirinya yang hampir tanpa cela. Bahkan berat badannya gak berubah, ia masih tampak sama
seperti dulu pertama kali aku melihatnya tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya.
Dalam hatiku aku berkata sembari tersenyum,
“ Tiara, kamu benar-benar tahu bagaimana menyelidiki lelakimu ini dengan cara memanjakannya”
…….
Jam 06.30 hari Senin pagi aku sedang ada di tol ketika
bluetooth audioku berhenti dan membunyikan notifikasi handphoneku,
memberitahukan ada panggilan masuk menampilkan nomor yang tidak aku kenal.
“Ya, dengan Andre Laksamana, saya bicara dengan siapa?”
“Dari hotel NNNN, kami ingin memberitahukan ada barang bapak yang tertinggal” suara marissa menggema dalam mobilku.
“Boleh tahu, barang apa ya bu?” kataku sambil tersenyum
“Kalau yang kami temukan satu buah T Shirt Pak, ciri-cirinya warna abu-abu polos,
dengan lambang apparel terkenal kecil di bagian dada kiri, tapi ada yang aneh Pak.”
“Oh ya? Itu memang T Shirt saya, apa yang aneh ya bu?” senyumku semakin lebar mengembang menghiasi wajah pas-pasan ini.
“Iya Pak, anehnya T-Shirt ini ada bau parfum yang mirip dengan
yang biasa dipakai oleh salah satu GM kami Pak.” Kata Marissa di seberang sana pura-pura menjelaskan dengan nada hampir tertawa
“Ooohh.. gitu, itu biasa bu. Selebritis seperti saya kan memang biasa dipeluk fans
yang kelewat histeris kalau ketemu saya. Bisa jadi GM itu memang terlalu ngefans ke saya bu,
jadi parfumnya nempel ke Tshirt saya.”
“Ohh.. gitu ya!!! Biasa dipeluk fans ya! Trus aku yang kemarin histeris meluk kamu gitu?!” kata marissa kali ini dengan nada tegas.
“Hahahahaha..” aku gak kuat lagi menahan tawaku
Tut..tut…tut… kemudian audio bluetoothku memainkan lagu Grenade milik Bruno Mars,
aku sengaja gak menelepon balik. Aku tahu marissa gak marah, dia hanya mencari tahu seberapa aku butuh dia.
Dan benar tidak sampai tiga menit kemudian kembali musikku berhenti berganti dengan notifikasi lagi dari nomer yang sama.
“Ya, dengan Andre Laksamana”
“Koq gak di telepon balik sih?!!” suara marissa terdengar marah manja.
“Kan terbukti siapa yang ngefans siapa hahahahaha”
“Ish… sebel banget tau, kalau ketemu manusia keGEERan kayak kamu sekarang”
“Aku gak geer koq hehehehe”
“Bodo ah…”
“Trus maunya gimana?”
“Tadinya aku mau berbaik hati, nemenin kamu di jalan. Tapi kamunya nyebelin gini”
“Iya, aku minta maaf deh..”
“Nah gitu dong” suara marissa sudah melunak dan manja lagi.
Aku ragu sebenarnya, rasanya janggal komunikasi dengan subyek dengan
gaya komunikasi kami yang seperti ini, tapi aku masih penasaran apa yang disembunyikan marissa.
Ini pasti besar dan pelik, symptomnya terlihat tapi tidak bisa kuraba syndromenya.
Yang jelas pemicunya pasti bukan dari kematian keluarganya, trauma itu sudah selesai.
Pasti ada trauma lain yang menyebabkan dirinya seperti ini.
“Koq diam sih ndre?”
“Aku masih shock, pagi-pagi ada mahluk cantik yang telepon aku”
“Bukannya pagi-pagi kamu juga biasa dibangunin mahluk cantik?”
“Iya sih.. istriku hehehehe”
“Tuh kan.. istrimu cantik pasti”
“Banget sih. Hehehehe”
“Oh ya??? Semua perempuan kan memang cantik, ndre..”
“Tapi istriku beneran cantik, serius”
“Oh ya?? Ada fotonya gk?”
“Kamu googling aja, namanya Eugene Tiara”
“Tunggu…, spelling dong”
Aku spelling nama tiara
“Hah!! Ini istrimu?”
“Iya..”
“Serius?”
“Masak aku bohong sih.., emang kamu kenal?”
“Aku sih gak kenal, ibuku dulu kalau buatin aku baju, pastikan cari model-model di majalah cewek gitu.
Nah aku familiar tuh sama wajah dan pose-posenya dia. Nih aku googling muncul semua foto-foto lamanya dia.”
“Wajar sih, ibu kamu nyari baju dari stylenya istriku, kalian secara profile mirip”
“Cantik loh istri kamu”
“Kan udah aku bilang, banget hehehehe”
Aku sengaja membentengi diriku dengan memberikan identitas istriku padanya,
sesuatu yang gak akan pernah aku lakukan dalam keadaan konsultasi normal.
Aku mulai merasa ini sudah agak diluar kewajaran, maka aku perlu bantuan istriku untuk membentengi aku.
“Kamu pasti bahagia ya sama istrimu, ndre” tanya marissa terdengar reflektif di telingaku.
“Iya banget” kataku menegaskan
Kemudian kami terdiam, gak sampai satu menit kemudian telepon marissa terputus.
“Am I just made someone broken?”
Bersambung