Part #25 : Appears when needed
Sudah lebih dari sebulan waktu berlalu setelah Haris datang ke rumah Anin untuk meminta restu kepada orang tuanya. Kini Haris dan Anin kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa. Anin kembali disibukkan dengan penelitian tesisnya, sedangkan Haris semakin sibuk dengan pekerjaannya. Beberapa kali dia lembur sampai malam. Bukan hanya dia, tapi juga hampir semua rekan kerjanya.
Bulan depan mereka akan mengadakan rapat kerja tahunan, karena itulah banyak sekali yang harus dikerjakan. Apalagi selama sebulan ini, pak Eko juga harus bertugas di kantor pusat, sehingga untuk perwakilan kantor cabang diserahkan ke beberapa kepala divisi, termasuk Eva. Karena itulah tugas Haris jadi bertambah, menghandle pekerjaan Eva yang tak sempat dia kerjakan.
Karena kesibukan masing-masing inilah Haris dan Anin semakin jarang bertemu, bahkan di akhir pekan sekalipun. Tapi meski begitu, setiap hari mereka selalu bertukar kabar. Mereka selalu menjaga komunikasi tetap terjalin baik, karena bagi mereka komunikasi adalah salah satu faktor utama yang mendukung hubungan mereka.
Selama itu pula Haris juga merasa kalau Rani mulai sering pergi keluar, tapi dia tahu kalau adiknya itu pergi dengan Gavin, pacarnya. Beberapa kali juga Gavin main ke rumahnya, untuk sekedar ngobrol dengan Haris. Tapi memang tak pernah bisa lama, karena kadang Haris membawa pekerjaannya untuk dikerjakan di rumah.
Sama seperti Rani, Haris juga semakin percaya kepada Gavin. Beberapa kali Rani bercerita kemana saja dia dan Gavin keluar jalan-jalan, dan apa saja yang mereka lakukan. Haris berharap Gavin benar-benar orang yang baik, tidak seperti dirinya di masa lalu. Dan dia cukup lega, karena sepertinya Gavin bisa diandalkan untuk menjaga adiknya satu-satunya.
Hari ini, pekerjaan Haris tak sebanyak sebelumnya, karena pak Eko sudah kembali masuk kerja di kantor ini, sehingga semua orang sudah kembali ke bagiannya masing-masing. Mereka akhirnya bisa bernafas lega, karena bekerja seperti biasanya. Lembur, memang upahnya cukup lumayan, tapi semua itu tidak sebanding dengan waktu kebersamaan dengan keluarga yang tersita, terutama bagi mereka yang sudah memiliki anak istri/suami.
“Ris, dipanggil ke ruangan pak Eko tuh.”
“Ada apaan mbak?”
“Nggak tau, aku juga dipanggil kesana. Yuk, udah kelar kan kerjaan?”
“Udah kok mbak, ayo deh kalau gitu.”
Haris mengikuti langkah Eva menuju ke ruangan pak Eko. Dia mengira-ngira, akan ada kerjaan tambahan lagi, karena biasanya kalau pimpinannya pulang dari kantor pusat, ada saja oleh-oleh yang dibawanya. Masalahnya, oleh-oleh itu adalah pekerjaan yang harus mereka selesaikan. Oleh-oleh yang sama sekali tidak menyenangkan.
“Sore pak.”
“Oh Eva, Haris. Ayo masuk. Duduk dulu.”
“Makasih pak.”
“Gimana selama aku tinggal? Aman-aman aja kan?”
“Yaa seperti yang bapak liat, aman semua kok pak.”
“Yaa baguslah kalau gitu. Berarti kalian memang bisa diandalkan, jadi kapanpun diprospek untuk kenaikan jabatan, pasti udah siap kan?”
“Haha, kan masih lama pak. Kami juga belum lama kan menempati posisi yang sekarang ini?”
“Haha ya siapa tau, rejeki orang kan udah ada yang ngatur. Bisa jadi tiba-tiba Haris diangkat jadi kepala divisi, yaa meskipun belum setahun kerja kan? Tapi penempatan nun jauh disana, haha.”
“Lho, emang gitu ya pak?”
“Haha, bercanda kali Ris, serius amat sih?”
“Haah, untunglah, hehehe.”
“Kenapa emangnya Ris? Nggak mau dipindah ya?”
“Ya bukan gitu pak. Namanya pegawai kan, mau dipindah kemana aja dan kapan aja ya harus siap. Tapi kalau boleh milih sih, saya mending disini aja, udah nyaman pak, hehe.”
“Udah nyaman atau emang mau nikah?”
“Eh, maksudnya?”
“Haha, kayak aku nggak tau aja Ris. Minggu depan orang tuamu mau ketemuan sama orang tuanya Anin kan buat bicarain pernikahan kalian?”
“Wah, iya ya Ris? Ciyee yang mau nikah, haha.”
“Loh, kok pak Eko tau sih pak? Saya kan belum ngasih tau siapa-siapa?”
“Ya tau lah, aku kan denger langsung dari bapaknya Anin.”
“Loh, pak Eko kenal sama pak Aziz?”
“Menurutmu? Haha. Aziz itu saudara sepupuku Ris, jadi ya kenal banget lah. Dari awal kamu main ke rumahnya dia aja, dia udah cerita sama aku, karena tau kamu kerja disini.”
“Wooo, lha kok pak Eko nggak cerita sama saya?”
“Lha ngapain aku harus cerita? Terus kalau kamu udah tau, mau apa? Mau minta bantuan biar makin gampang deketin Anin gitu?”
“Yaa, bukan gitu pak. Tapi kan, duh mana saya udah cerita banyak lagi sama bapak, pasti diceritain ke pak Aziz ya?”
“Ya tentu saja, ke Aziz, istrinya, sama Anin juga, haha.”
“Yaah pak… Pantesan kemarin maksa banget biar saya cerita soal masa lalu saya ke Anin, ternyata gini tho?”
“Iyalah. Emang kamu mau, aku atau Eva yang cerita ke Anin? Kan mending kamu sendiri yang cerita.”
“Loh, mbak Eva juga? Mbak Eva kenal sama mereka juga?”
“Haha, kamu ini bener-bener deh ya Ris? Aku kan juga masih saudara sama mereka, sama om Eko juga. Dari pertama kali kamu cerita, begitu tau kalau cewek yang kamu maksud itu Anin, aku udah cerita sama dia, haha.”
“Waaah, mbak Eva sama pak Eko sekongkol rupanya ya? Haduuh, habis aku dikerjain..”
“Haha, tapi sukses kan Ris? Akhirnya dapet juga kan yang kamu mau?”
“Iya sukses sih sukses, tapi nggak gini juga dong. Hah kalian ini memang yaa… Aku sampai keringat dingin lho pas mau cerita ke Anin. Kalian ini saudaranya dia, mbok ya bantu kek dikit-dikit, ini malah ngerjain.”
“Haha, siapa yang ngerjain? Kamu kira kami nggak bantu? Kami juga bantu kali Ris.”
“Bantu apaan pak?”
“Menurutmu, kenapa kedua orang tuanya Anin bisa secepat itu percaya dan yakin sama kamu? Kenapa mereka semudah itu ngasih restu sama kamu padahal belum lama kenal?”
“Hmm, dari cerita pak Eko dan mbak Eva?”
“Ya iyalah. Gini-gini kami nggak sejahat itu Ris. Kami juga baik-baikin kamu di depan mereka, ya karena emang kamu ini anaknya baik. Coba kalau kami jahat, ya udah kami jelek-jelekin lah. Mereka kan pasti lebih percaya kami daripada kamu, iya nggak Va?”
“Haha, iya om bener banget. Cuma aku kemarin mati-matian nahan ketawa lho, pas Haris cerita lagi galau gara-gara nunggu jawaban Anin, haha.”
“Tuh kan, emang kalian tuh… Ah sudahlah, yang penting misi sukses, haha.”
Akhirnya Haris ikut tertawa juga, meskipun masih agak jengkel pada pak Eko dan Eva. Dia benar-benar merasa malu dan kesal, sudah dikerjai oleh kedua orang ini. Dia benar-benar tak tahu kalau ternyata mereka berdua memiliki hubungan saudara dengan calon istrinya.
Tapi kalau dipikir-pikir lagi, mungkin hal itu memang ada benarnya. Karena jika sudah tahu dari awal, dia pasti akan mati-matian berusaha meminta bantuan kepada pak Eko dan juga Eva agar membantunya bisa lebih dekat dengan Anin. Dan kalau sudah begitu, mungkin juga Anin tidak akan bisa sepenuhnya melihat kesungguhan dan ketulusan Haris dalam usaha mendapatkannya, dan bisa jadi Haris butuh waktu yang jauh lebih lama dari yang sekarang untuk bisa meyakinkan Anin. Apalagi saat ini Anin sedang sibuk dengan tesisnya, pasti akan memilih untuk fokus pada tesisnya itu.
Cukup lama mereka berada di ruangan pak Eko. Kebanyakan mereka menertawakan apa yang sudah terjadi pada Haris selama ini. Tapi dalam hati, mereka cukup kagum dengan Haris yang ternyata berani mengungkap masa lalunya kepada Anin. Mereka juga kagum dengan keberanian Haris yang datang langsung dan berbicara blak-blakan kepada kedua orang tua Anin tentang rencana kedepannya. Mereka tahu Haris adalah pemuda yang baik, dan sebagai saudara dari Anin, merekapun ikut merestui hubungan Haris dengan Anin.
===
+++
Viona pulang agak larut dari biasanya. Selain karena tadi harus lembur di kantor, setelah pulang dia juga masih makan malam dengan Andi, baru kemudian pulang. Sebulan ini hubungannya dengan Andi memang semakin dekat. Bahkan beberapa kali Andi sampai menginap di rumahnya, dan mereka menghabiskan malam dengan penuh gairah, saling memacu birahi.
Sampai di rumahnya kondisi masih gelap, hanya lampu penerangan jalan yang menerangi halaman rumahnya. Diapun membuka pagar lalu memasukkan mobilnya ke garasi, kemudian menguncinya lagi. Saat dia masuk, kondisi di dalam juga masih begitu gelap. Diapun menyalakan lampu satu persatu. Setelah itu dia langsung menuju ke kamarnya, melepaskan pakaiannya sehingga hanya menyisakan pakaian dalam, kemudian menuju ke kamar mandi. Tubuhnya sudah cukup penat, dan guyuran air dingin mungkin bisa menyegarkan tubuhnya kembali.
Setelah sekitar 15 menit mandi, diapun keluar hanya dengan berbalut handuk saja. Sambil bersenandung lirih, dia berjalan dengan santai menuju kamarnya. Begitu membuka pintu kamar, betapa terkejutnya dia melihat ada seseorang yang sedang duduk di pinggiran ranjangnya. Orang itu tersenyum lebar kepadanya, sedangkan Viona yang terkejut hanya bisa memantung.
“Hai sayang, lama nggak jumpa ya? Kamu kangen nggak sama aku?”
“Mm.. mas Aldo?”
“Mas Aldo? Hei, kenapa kok nggak manggil yank, seperti biasanya?”
Ya, lelaki itu adalah Aldo, yang hampir 2 bulan ini menghilang setelah kabur dari panti rehabilitasi narkoba.
“Kamu ngapain disini mas?!”
“Ngapain? Ini kan rumahku juga, aku ini masih suami kamu lho. Ya jelas aja kalau aku disini, itu artinya aku pulang, sayang.”
“Pulang? Kamu masih ingat pulang? Kemana aja kamu selama ini hah?!”
“Tentu saja aku inget pulang sayang. Aku kangen banget sama kamu. 2 bulan lebih aku nggak ngerasain tubuh indah kamu sayang. Ayo dong sini, emang kamu nggak kangen sama aku ya?” Aldo masih dengan santainya.
“Kamu bener-bener gila mas. Tapi baguslah kamu udah pulang, jadi kita bisa memperjelas hubungan kita sekarang.”
“Memperjelas apa yang kamu maksud?”
“Aku pengen kita cerai aja mas!”
“Haha, cerai? Kenapa? Apa karena kamu udah berkali-kali ngentot sama si Andi itu? Jadi kamu udah lupa sama aku, gitu?”
“Aa.. apa maksudmu?”
“Nggak usah pura-pura bego Vi. Kamu pikir aku nggak tau kalau selama ini kamu ada hubungan dengan Andi? Aku tau semua apa yang kamu perbuat sama dia, karena selama ini aku nggak pernah jauh dari kamu. Aku selalu ngawasin kamu. Bahkan kamu udah ngentot sama dia waktu aku dipenjara kan? Berapa kali? 4? Atau 5 kali?”
Viona tak bisa berkata-kata lagi. Dia benar-benar terkejut karena ternyata Aldo tahu semuanya. Bahkan saat dia masih di dalam penjara, Aldo sudah tahu apa yang dia lakukan dengan Andi. Dan tiba-tiba Viona jadi khawatir, jangan-jangan Aldo juga tahu apa yang sudah dia perbuat dengan Haris di Jogja beberapa bulan yang lalu.
“Kenapa kamu masih berdiri disitu? Ayo cepat sini, dan buka handukmu. Layani suami sah kamu ini, cepat!”
Viona terkejut saat Aldo membentaknya. Belum pernah selama kenal, Aldo berperilaku seperti ini. Kali ini Viona benar-benar seperti melihat Aldo yang lain, mungkin, ini Aldo yang sebenarnya.
“Jangan harap aku mau ngelayanin kamu lagi. Aku udah nggak sudi jadi istrimu! Kamu udah terlalu banyak bohong sama aku!”
Tiba-tiba saja Aldo mengambil sesuatu di balik punggungnya, sebuah pistol, dan kemudian menodongkannya kepada Viona.
“Cepat kesini, dan jangan sekalipun berani menolak perintahku. Ingat, kamu masih istriku yang sah!”
“Nggak! Kalau perlu bunuh aja aku. Aku lebih rela mati daripada melayani seorang bajingan sepertimu!”
“Haha, luar biasa. Sepertinya si Andi udah bener-bener berhasil nyuci otak kamu Vi. Tapi tenang aja, aku nggak bakalan bunuh kamu, karena kalau kamu mati, boss Titus bisa marah besar.”
“Boss Titus? Jadi kamu bener ada hubungannya sama dia? Dasar bajingan kamu!”
“Sudah diam! Cepat kesini dan layani aku! Kalau nggak…”
“Apa! Kamu mau bunuh aku? Sekalian aja!”
“Ooh nggak nggak, aku kan udah bilang, membunuh kamu artinya aku sendiri bunuh diri. Aku nggak akan bunuh kamu Vi, tapi, aku nggak jamin Andi bakal selamat malam ini.”
“Aa.. apa maksudmu? Kenapa bawa-bawa Andi?”
“Perlu kamu tau, selain aku ngawasin kamu, ada orang lain yang ngawasin Andi. Jadi kalau dia berpikir sedang mencariku dan teman-temanku, dan berharap bisa menangkap kami, dia salah besar. Karena sudah sejak lama, dia masuk dalam pengawasan kami.”
“Untuk apa kamu ngelakuin ini semua hah?!”
“Untuk menghabisi orang-orang yang menghalangi kami Vi, termasuk Andi dan atasannya. Karena merekalah, bisnis kami jadi terhambat. Saat ini, sudah ada temanku yang mengawasi Andi. Dengan sekali perintah, maka habis sudah riwayat pacarmu itu. Jadi sekarang, kalau kamu masih pengen si Andi itu tetap hidup, cepat kemari dan layani aku!”
Viona tak bisa mempercayai kata-kata Aldo. Dia benar-benar tak menyangka, Aldo suaminya, ternyata aslinya seperti ini. Sangat jauh berbeda dengan apa yang selama ini dia kenal. Benar-benar sebuah tipu daya yang sempurna.
Viona tak punya pilihan lain lagi. Dia tak ingin Andi sampai celaka. Dia sudah terlanjur jatuh cinta pada pria itu, pria yang sudah melindungi dan menjaganya akhir-akhir ini, dan selalu ada buat dia. Dengan perlahan, dia melangkahkan kakinya, menghampiri lelaki yang pernah sangat dicintainya, tapi kini begitu dibencinya.
“Hei, aku bilang buka handukmu!”
Kembali Viona tak bisa membantah. Perlahan dia buka handuknya dan membiarkannya jatuh ke lantai. Normalnya, dia biasa melakukan hal ini, karena Aldo adalah suaminya. Tapi kondisinya saat ini benar-benar sudah berbeda. Viona seperti berhadapan dengan orang asing yang baru saja dia kenal, dan dia benar-benar takut. Takut akan kondisi saat ini di kamar ini, dan takut dengan keselamatan Andi yang terancam bila dia tak menuruti kemauan Aldo.
Hingga kini akhirnya Viona tepat berada di depan Aldo, hanya berjarak selangkah saja. Tubuhnya bergetar hebat, dia benar-benar merasa ketakutan. Rasa takut yang tak pernah dia alami saat berduaan dengan Aldo. Tapi kali ini, dia tahu yang dihadapinya bukan Aldo suaminya, tapi Aldo yang lain.
“Jongkok! Buka celanaku dan sepong kontolku!”
Ini bukan pertama kalinya Aldo meminta hal seperti itu dengan bahasa yang vulgar. Tapi intonasi yang dipakai Aldo, juga kondisinya yang tertekan, membuat Viona merasa perintah itu benar-benar kasar ditujukan kepadanya. Tapi lagi-lagi, mengingat keselamatan Andi yang terancam, dia tak punya pilihan lain selain menuruti keinginan Aldo.
Diapun berjongkok, lalu dengan tangan gemetar membuka celana Aldo. Dia keluarkan penis Aldo, yang sudah selama beberapa bulan selalu mengisi malam-malam indahnya. Kali ini, bukan malam yang indah, tapi malam yang mengerikan untuknya. Dengan memejamkan mata, Viona mulai memasukkan penis itu ke dalam mulutnya. Dia tidak bisa melakukan apa yang biasa dia lakukan kepada Aldo, karena rasa takutnya saat ini.
“Heh pelacur! Seponganmu nggak enak banget hah! Berikan aku servis terbaik yang kamu bisa, seperti dulu kamu melayani boss Titus, dan juga kamu melayani pacarmu si Andi itu! Jangan membantah, atau besok kamu hanya bisa melihat mayat pacarmu itu!”
Kata-kata itu terdengar begitu kasar baginya. Mau tak mau Viona harus menurutinya. Dia tak ingin Andi sampai kenapa-kenapa, karena saat ini dia memang sudah sangat menyayangi Andi. Vionapun berusaha sebaik mungkin untuk memberikan servisnya kepada Aldo. Dia melakukan yang terbaik yang dia bisa, meskipun hatinya menjerit dan menolaknya.
“Aaahhh yaa begitu kan enaak.. aah kamu memang pelacur murahan Viona.. kalau aja bukan karena boss Titus kamu udah aku jual ke pria hidung belang, pasti banyak yang mau bayar mahal, haha…”
Air mata Viona perlahan turun dari matanya. Dia benar-benar merasa hina, padahal secara status, dia sedang melayani suaminya. Tapi kata-kata dari Aldo benar-benar menyakitkan hatinya. Apalagi bukan hanya kata-kata, tapi perbuatan Aldo juga mulai kasar. Dia menekan kepala Viona sampai penisnya masuk menyeruak hingga membuat Viona tersedak. Bukannya kasihan, Aldo malah berulang kali melakukan itu hingga Viona benar-benar ingin muntah.
Tapi akhirnya Viona bisa bernafas lega saat Aldo menarik kepalanya hingga penis itu keluar dari mulutnya. Paling tidak untuk sesaat Viona bisa mengambil nafas dulu. Tapi memang hanya benar-benar sesaat, saat kemudian Aldo bangkit dan mendorong tubuh Viona hingga jatuh menelungkup di ranjang. Kedua kaki Viona masih di lantai, dan dibuka paksa oleh Aldo. Dia mengangkat lagi pinggul Viona, dan mulai menggesekkan kepala penisnya di bibir vagina Viona.
Viona menggelengkan kepalanya, meminta Aldo untuk tidak memasukkannya karena saat ini vaginanya masih kering. Dimasuki penis yang sudah keras seperti itu tanpa pelumas pasti akan membuatnya kesakitan. Tapi Aldo tak mau peduli, setelah beberapa kali, dia pegang penisnya kemudian diarahkan masuk membelah bibir vagina Viona.
“Aaaarrggg pelaaaan maaasshhh…”
“Diem kamu pelacur!!”
“Aaaaarrrgggghhhh…”
Jeritan Viona melengking saat dengan sangat kasar Aldo melesakkan penisnya di vagina Viona. Tanpa menunggu lama Aldo langsung menggerakkan pinggulnya dengan cepat. Hal itu membuat Viona benar-benar kesakitan. Tapi dia tak bisa melawan, dia tahu kalau melawan akan berakibat fatal baginya, ataupun mungkin bagi Andi. Dia harus benar-benar menurut, dan menunggu saat-saat Aldo lengah nantinya.
Aldo sudah benar-benar berbeda dengan Aldo yang dikenal Viona seperti ini. Dia menyetubuhi Viona dengan sangat kasar. Sambil menggenjot vaginanya, Aldo beberapa kali menampar pantat Viona hingga sekarang terlihat agak kemerahan.
“Aaaahhhh jangaaan massshh…”
Kembali Viona memekik saat jari Aldo dipaksa masuk ke lubang belakangnya, sementara penisnya masih terus menggenjot vagina. Viona merasa benar-benar kesakitan dengan apa yang diperbuat Aldo. Ingin sekali dia melawan, tapi dia takut dengan resiko yang dihadapi. Bukan resiko kepada dirinya sendiri, tapi kemungkinan kepada Andi juga.
“Aaarrgghh amppuuun.. ampuuuuunnn…”
“Diem kamu pelacur! Kayak kamu nggak pernah kayak gini aja! Boss Titus kamu kasih, si Andi brengsek itu kamu kasih, kenapa aku enggak hah?!!”
Aldo menambahkan jarinya yang dimasukkan ke lubang anal Viona, kini ada 2 jari yang berada disana. Viona semakin merasa kesakitan. Tangisan dan rintihannya terus terdengar, tapi sepertinya Aldo justru semakin bernafsu melihat istrinya seperti itu. Aldo terus memperlakukan Viona dengan kasar, dan Viona tak bisa melakukan apa-apa untuk melawannya.
“Aaaahhhh…”
Desahan Viona terdengar saat tiba-tiba Aldo mencabut penis dari vaginanya. Tapi perasaan Viona langsung tak enak. Dia tahu apa yang diinginkan lelaki itu. Dia ingin melawan, tapi tangan Aldo langsung menahan tubuhnya.
“Mas jangan mas. Jangan lakuin itu, ampuuuun…”
“Diem kamu! Kalau dibilang diem ya diem!!”
Plak… Plak… Plak…
Beberapa kali Aldo memukul pantat Viona, hingga membuat wanita itu menyerah. Dia terus menangis, apalagi saat lubang analnya merasakan digesek oleh kepala penis Aldo. Meskipun pernah melakukannya dengan Andi, tapi itu sudah cukup lama. Dan lagi, saat itu Andi masih berbaik hati dengan memberikan pelumas yang cukup sebelum melakukan penetrasi.
“Aaaarrggghhh sakiiiittt…”
Jeritan Viona kembali terdengar saat kepala penis Aldo mulai masuk membuka bibir lubang analnya. Tapi Aldo tak berhenti, bahkan terus berusaha memasukkan penisnya.
“Ampuuun mas, udaaah… aaarrrggghhh…”
Akhirnya penis Aldo masuk semua di lubang belakang Viona, diiringi dengan jeritan Viona dan matanya yang terbelalak, terbuka lebar. Tak menunggu lama, Aldo langsung menggerakkan penisnya dengan kasar. Viona sampai menjatuhkan diri di ranjang, bahkan sampai menggigit sprei lantaran tak tahan dengan rasa sakitnya. Jauh lebih sakit daripada apa yang pernah dilakukan Andi dulu.
“Uugghh nikmat banget Vi, sempit banget. Harusnya dari dulu kamu kasih lubang ini buat aku, bukan cuma buat boss Titus, apalagi si brengsek Andi itu.”
Viona tak mempedulikan racauan Aldo. Dia terlalu kesakitan untuk menanggapinya. Kedua tangannyapun juga meremas sprei sakit kesakitannya. Sementara itu Aldo justru makin beringas memperkosa lubang belakang Viona. Beberapa kali juga dia menampar bongkahan pantat Viona yang sekal, membuat Viona makin sakit dan membuat lubang anusnya menyempit, yang malah semakin menyakiti dirinya. Berbeda dengan Aldo yang meskipun merasa sedikit ngilu di penisnya, tapi sebanding dengan kenikmatan yang dia peroleh.
Cukup lama Aldo menyetubuhi Viona dengan kasar, hingga tubuh Viona benar-benar lemas menahan sakit. Dia sama sekali tak bisa merasakan kenikmatan dari suaminya itu. Dia hanya terus menangis. Bibirnya masih menggigit sprei, dan kedua tangannya juga masih meremas sprei itu.
Beberapa saat kemudian Aldo mulai menggeram. Gerakannya semakin cepat, pertanda kalau lelaki itu segera mendapatkan puncak orgasmenya. Hal itu dirasakan oleh Viona, tapi dia tak bereaksi apa-apa. Dia membiarkan saja Aldo menyetubuhinya dengan sangat kasar. Melawanpun sudah tak bisa sekarang, tubuhnya sudah benar-benar lemas.
“Aaaaahhhh Vii, aku keluaaaaar…”
Dan akhirnya Viona bisa merasakan lubang anusnya disiram oleh semburan hangat sperma dari Aldo. Cukup banyak semburan itu dirasakan oleh Viona. Beberapa saat kemudian Aldo menarik keluar penisnya, bersamaan dengan tubuh Viona yang sepenuhnya ambruk ke ranjang. Hanya terdengar sesenggukan tangisan dari Viona. Dia benar-benar merasa kesakitan di sekujur tubuhnya. Dia tak menyangka Aldo ternyata sebrutal itu kepadanya.
Tapi malam yang mengerikan bagi Viona belum berakhir. Setelah orgasme itu ternyata penis Aldo belum juga melemas. Dia kemudian membalikkan tubuh Viona yang sudah lemas. Viona pasrah saja ketika kedua kakinya dibuka lebar oleh Aldo. Lelaki itu kemudian menghujamkan lagi penisnya yang masih tegang di vagina Viona.
Viona hanya menutup matanya, tak ingin melihat wajah lelaki yang secara status masih sah sebagai suaminya itu. Dia tak ingin melihat Aldo yang tertawa penuh kemenangan menyetubuhinya. Hal yang tak pernah terjadi selama pernikahan mereka.
Malam itu beberapa kali Aldo menyetubuhi Viona, hingga wanita itu sempat tak sadarkan diri karena kebrutalan Aldo. Viona sendiri heran, bagaimana suaminya bisa sekuat itu, padahal dulu paling hanya kuat 2-3 putaran saja. Tapi malam ini Aldo begitu buas menyetubuhinya. Viona bahkan sudah tak ingat berapa kali Aldo ejakulasi di ketiga lubangnya bergantian. Yang pasti, kini mulut, vagina dan anusnya telah dipenuhi oleh sperma lelaki itu.
Pada akhirnya, Viona tak tahan lagi dan benar-benar kehilangan kesadarannya, saat Aldo masih dengan beringas memompa tubuhnya. Dia sudah terlalu letih, dan pasrah dengan semua perlakuan Aldo. Dia hanya berharap ini semua adalah mimpi buruk, dan ketika terbangun nanti, semuanya sudah berakhir. Tapi rasa sakit yang dirasakan oleh Viona begitu nyata, dan ini bukanlah mimpi. Akhirnya Viona menyerah, saat matanya perlahan menutup, dan semuanya menjadi gelap.
Bersambung