Part #2 : Tanggung Jawab
Hari senin adalah hari dimana orang – orang memulai aktifitasnya kembali setelah libur seharian. Akan tetapi banyak orang yang tidak menyukai hari tersebut sampai – sampai muncul istilah “I Hate Monday”, begitulah orang – orang menyebutnya. Tapi tidak denganku, aku malah ingin melewati hari tersebut dan hari – hari berikutnya lebih cepat untuk sampai ke hari minggu lagi. Kenapa? Karena aku ingin mengulangi hari kemarin untuk bisa bertemu seseorang. Walaupun belum kenal orang tersebut dan entah dia datang setiap minggu atau tidak, hal itu tak akan menyurutkan semangatku.
Hari senin adalah awal bagiku, karena mulai hari ini juga aku memutuskan untuk tidak di antar oleh Om ku. Aku ingin belajar bertanggung jawab atas diriku sendiri untuk tidak merepotkan dengan berangkat sekolah naik angkutan.
Aku sudah bersiap untuk berangkat, setelah selesai sarapan aku pamit ke Om dan Tanteku untuk bergegas ke sekolah.
“yakin kamu gak di antar Om mu Rik.. ?” tanya Tante Septi.
“iya Tan.. “ jawabku
“tapi ini hari senin lho.. biasanya angkutannya rame..” ucap Tante Septi kemudian.
“gak papa Tan..” balasku yang kemudian salim ke Tanteku.
“ya udah hati – hati ya..” ucap Tanteku dan aku hanya tersenyum mengangguk.
“Om berangkat dulu ya..” teriakku pada Om Heri.
“ya..” balas Omku.
Seperti yang pernah dijelaskan oleh Om ku, aku naik angkutan jalur 9 yang kemudian turun di pemberhentian. Setelah berjalan kira – kira 300 meter, kemudian aku menunggu angkutan jalur 2 yang akan mengantarkanku ke sekolah.
Tak berapa lama kemudian lewat angkutan jalur 2, tapi angkutan tersebut tidak berhenti karena terlihat dari muatannya yang penuh dan sesak. Setelah menunggu beberapa menit kemudian muncul angkutan jalur 2 dan berhenti. Seketika terlihat orang – orang disekitarku berlarian berebut untuk naik angkutan tersebut.
“dah penuh.. dah penuh.. jalan.. jalan..” teriak kernet angkutan kepada sang sopir yang kemudian menjalankan angkutannya.
Aku dan beberapa orang yang tidak kebagian naik akhirnya kembali menunggu dengan lesu.
“wah.. kalau gini caranya bisa – bisa telat ini sampai sekolah” batinku yang mulai khawatir terlambat.
Sampai akhirnya beberapa menit kemudian muncul angkutan jalur 2 yang terlihat tidak terlalu penuh kemudian berhenti, aku dan beberapa orang yang menunggu kemudian bergegas naik dan tak berapa lama angkutan tersebut berjalan menuju sekolahku.
Setelah bermenit kemudian aku turun di tempat pemberhentian. Aku segera berjalan cepat menuju sekolahku karena letak sekolahku bukan dipinggir jalan utama. Jarak dari jalan utama tempat aku turun ke sekolah kira – kira sekitar 100 meter.
Sampai di depan gerbang kulihat didalam murid – murid sudah berbaris dan sedang mengikuti upacara bendera hari senin. Aku yang terlambat akhirnya diperbolehkan masuk tapi kemudian digiring masuk ke dalam sebuah barisan yang terpisah. Dan ternyata barisan tersebut adalah barisan murid – murid yang terlambat datang.
Upacara bendera masih berlangsung dan kami yang berada di barisan murid – murid terlambat juga mengikutinya. Upacara berjalan dengan tertib sampai pada saat kepala sekolah yang berbicara di depan tiba – tiba berbicara dengan keras sambil menunjuk ke arah barisan yang terlambat. Beliau menegaskan bahwa barisan yang telat adalah contoh yang tidak baik dan tidak boleh ditiru. Sontak kami menjadi tontonan murid – murid dan guru satu sekolahan. Kami yang merasa malu hanya bisa menunduk karena tak sedikit sorakan mengejek dari murid – murid lain.
Akhirnya upacara bendera selesai, ada kelegaan yang kami rasakan. Tetapi barisan yang telat belum boleh beranjak dan tetap tinggal di lapangan.
Kami kemudian mendapat beberapa pengarahan dari guru dan kepala sekolah, yang intinya ini adalah peringatan dan jangan sampai diulangi lagi. Beruntung kali ini tidak ada hukuman yang diberikan, akan tetapi untuk waktu yang akan datang akan diberlakukan hukuman bagi yang masih terlambat datang. Kemudian kami disuruh bubar dan kembali ke kelas masing – masing.
Aku kemudian masuk ke kelas dan duduk di samping temanku si kribo Akbar mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Tidak ada hal yang menarik untuk diceritakan sampai bel berbunyi tanda berakhirnya kegiatan belajar mengajar. Kami para murid segera bergegas keluar kelas dan aku langsung pulang naik angkutan.
Sekarang kegiatanku setiap sore bertambah, yaitu membantu Om Heri menata sayuran yang akan dibawa ke pasar esok hari di atas mobil pick upnya. Hal itu aku lakukan karena ingin membantu Om dan Tanteku semampu dan yang aku bisa, karena aku sadar diri karena sudah banyak merepotkan mereka.
Ada hal lain yang kadang kulakukan yaitu membantu menyirami tanaman dan menyapu halaman. Aku yang merasa tak tega melihat Tanteku yang sedang hamil tua ikut mengerjakan pekerjaan rumah, membuatku untuk ikut membantunya dan sering aku menyuruhnya untuk istirahat saja.
Dan kini setiap pagi aku bangun lebih awal. Hal itu kulakukan karena tak ingin berdesak – desakan saat naik angkutan apalagi sampai tidak kebagian tempat, maka aku berinisiatif untuk berangkat lebih pagi lagi agar tidak terlambat sampai sekolah. Aku melakukannya setiap hari sampai aku menjadi terbiasa.
Hari sabtu setelah pulang sekolah, sore harinya seperti biasa aku membantu Om Heri menata sayuran di atas mobil pick upnya.
“Om besok aku ikut lagi ke pasar ya..” ucapku membantu mengangkat sayuran.
“hmm..” jawab Om ku singkat, padat dan menggatelkan.
Kemudian kulihat Tante Septi berjalan mendekati kami yang sedang menata barang di atas pick up. Iseng aku kerjain aja Om Heri yang tidak tau kalau ada sang istri dibelakangnya.
“Om ciwi yang kemarin namanya sapa?” tanyaku memancing.
“yang mana?” jawab Om ku.
“halah… kemarin yang Om godain itu lho..” balasku iseng.
“yang mana..?” ucap Om Heri yang kemudian melihatku dan kemudian kaget karena didekatku ada istrinya.
“eh Bun..” ucap Om Heri nyengir melihat Tante Septi yang melotot.
“siapa Yah namanya? Aku juga pengen tau..!!” ucap Tante Septi geram.
“ga.. gak ada kok Bun..” balas Om Heri tergagap kemudian melotot ke arahku.
Aku yang melihat Om ku menciut karena dipelototin istrinya hanya bisa menahan tawa.
“awas ya kalau Ayah macam – macam…” acam Tante Septi sambil mengepalkan tangan ke arah Om Heri kemudian berbalik pergi masuk ke dalam rumah.
Om Heri yang terlihat jengkel kemudian mengejarku dan memeteng leherku.
“dasar anak kurang ajar..!!” ucap Om Heri yang memeteng leherku.
“hahaha… ampun Om.. hahaha..” balasku tertawa sambil berusaha melepaskan petengan di leherku.
Setelah selesai menata sayuran, kami pun kemudian masuk dan mandi. Setelah makan malam, aku memutuskan untuk tidur awal karena besok pagi mau ikut ke pasar.
***
Jam 3 pagi saat orang – orang masih terlelap tidur, aku dan Om Heri sudah berangkat menuju pasar. Jarak yang jauh dan perjalanan yang memakan waktu cukup lama mengharuskan kita untuk berangkat saat pagi buta.
Setelah sampai di pasar, kami harus segera mengantarkan sayuran yang kami bawa ke para penjual di pasar. Kami harus menyelesaikannya sebelum para pembeli berdatangan untuk berbelanja. Tak sedikit dari para penjual yang bergantung pada barang yang kami bawa. Hal ini tak lepas dari tanggung jawab kita yang bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup, apalagi yang sudah berkeluarga.
Seperti halnya Om Heri, tak pernah dia mengeluh dengan apa yang dilakukannya dan Tante Septi adalah sosok istri yang setia mendampingi dan ikhlas menerima segala kelebihan dan kekurangan Om Heri. Aku jadi banyak belajar pada mereka tentang apa yang namanya tanggung jawab.
“Om besok – besok aku ikut lagi ke pasar ya..” ucapku saat kita perjalanan pulang.
“ya gak papa sih.. tapi gimana nanti sekolahmu?” balas Om Heri.
“sekolah kan habis dari pasar Om..” balasku kemudian.
“ya terserah lah.. yang penting kamu tanggung jawab” ucap Om ku mengingatkan.
“beres Om..” balasku tersenyum.
Setelah perjalanan yang cukup lama, akhirnya kami sampai di rumah Om ku. Aku kemudian bergegas ganti pakaian dan sepatu.
“Om pinjam motornya ya..” ucapku
“tumben rapi.. mau kemana?” tanya Om Heri.
“mau jogging di alun – alun Om..” balasku.
“ooo… gak sarapan dulu..?” tanya Om ku.
“nanti aja Om..” balasku menyalakan motor.
“ya udah hati – hati.. nanti kalau dapet ciwi, bungkusin satu..” ucap Om Heri berbisik.
“hehehe…” balasku tersenyum.
Aku menjalankan motor menuju alun – alun dengan agak terburu – buru berharap cepat sampai disana. Semoga aku bisa bertemu dengan cewek yang aku lihat seminggu yang lalu.
Setelah sampai dan menitipkan motor di tempat parkir, aku kemudian menyempatkan untuk pemanasan dan berlari mengelilingi alun – alun. Hari ini lumayan ada peningkatan, aku yang minggu kemarin hanya mampu 2 kali putaran, sekarang aku bisa sampai 4 kali putaran.
Aku kemudian beristirahat mengatur nafas ditempat yang sama saat aku melihat cewek itu minggu lalu. Dan tidak sia-sia aku menunggu, aku melihat ada 3 orang cewek berjalan menuju penjual minuman. Dan kali ini cewek yang aku lihat minggu lalu sedang melihat ke arahku.
Aku yang daritadi sudah memperhatikannya akhirnya membalas untuk melihatnya. Entah mendapat keberanian dari mana yang kemudian membuatku tersenyum padanya. Dan hal yang tak kusangka, saat dia membalas senyumanku. Senyumnya yang manis ditambah wajahnya yang cantik membuat hatiku berbunga – bunga.
Saat sedang menikmati senyum indahnya, tiba – tiba kedua temannya menoleh melihat ke arahku. Aku yang kaget sontak langsung menunduk pura – pura membenarkan tali sepatuku. Aku sempat melirik melihat ke arah mereka dan ternyata mereka masih melihatku. Aku lagi – lagi masih pura – pura membenarkan tali sepatuku.
Beberapa saat kemudian, aku mencoba melihat lagi ke arah mereka dan ternyata mereka sudah pergi. Tak berapa lama kemudian aku melihat mobil yang sama seperti minggu lalu berjalan pelan melewatiku.
Saat mobil itu berhenti kemudian ketiga cewek itu pun menghampiri mobil tersebut. Dan sebelum masuk mobil, lagi – lagi cewek yang tersenyum manis padaku tadi melihat ke arahku.
Saat mobil sudah pergi, aku kemudian berdiri untuk membeli sarapan. Setelah sarapan, aku memutuskan untuk pulang.
***
Keesokan harinya aku ikut ke pasar membantu Om ku mengantar sayuran. Hal itu aku lakukan sebelum berangkat sekolah. Ya.. sekarang rutinitasku bertambah, aku setiap hari ikut mengantarkan sayuran walau bukan hari libur.
Pada suatu malam, aku terbangun karena merasa ingin kencing. Setelah selesai buang air, aku bermaksud untuk tidur lagi karena waktu masih menunjukkan pukul 1 malam. Saat berjalan menuju kamarku, aku terhenti di depan kamar Om dan Tanteku karena mendengar suara orang mendesah.
Karena rasa penasaranku yang tinggi, aku ingin mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam kamar. Walau pintu tertutup rapat, aku beruntung mendapat celah untuk mengintip pada lubang bekas kunci yang rusak dan terlihat bolong.
Aku yang kemudian berjongkok dan bertumpu pada lututku, berusaha menempelkan mataku tepat di lubang bekas kunci yang rusak tersebut untuk mengintip.
Setelah berhasil melihat ke dalam, aku melihat Tanteku sedang tidur rebahan di pinggir ranjang dan Omku sedang bergerak maju – mundur memompa penisnya. Tanteku terlihat masih menggunakan dasternya yang hanya disingkapkan ke atas bagian bawahnya, berbeda dengan Omku yang terlihat sudah telanjang bulat sedang memompa penisnya keluar masuk vagina Tanteku.
Walaupun perut Tanteku terlihat besar karena sedang hamil tua, tidak sedikitpun meredakan birahiku tapi malah membuatku makin terangsang.
Aku yang sedang terangsang hebat karena pertama kalinya aku menonton langsung adegan sex, sedikit merasakan sakit pada kontolku yang tegang di dalam celana dalam. Tanpa berpikir panjang aku mengeluarkan kontolku dan mengelusnya pelan sambil tetap melihat adegan sex yang sedang berlangsung. Terlihat Tanteku yang merem melek mendesah nikmat dan Om ku yang tak henti – hentinya memompa penisnya.
Sampai beberapa menit kemudian terlihat Om ku membenamkan penisnya dalam – dalam dan beberapa saat kemudian mengejang. Aku yang menyadari kalau mereka sudah selesai kemudian buru – buru memasukkan kontolku ke dalam celana dan bergegas kembali ke kamarku.
Sampai di kamar aku masih belum bisa tidur karena masih terbayang – bayang dengan apa yang baru saja aku lihat. Ditambah kontolku yang masih tegang semakin membuatku susah tidur. Akhirnya kupaksakan untuk memejamkan mata sampai kemudian aku tertidur.
Aku terbangun saat seseorang menggoyang – goyangkan lenganku, saat aku membuka mata terlihat Om Heri yang sudah siap untuk berangkat ke pasar.
Selama di pasar aku kembali teringat dengan yang aku lihat semalam. Hal itu belum juga hilang saat aku sudah berada di sekolah. Selama pelajaran pun aku sedikit tidak fokus mengikutinya. Sampai saat jam istirahat sekolah tiba aku memutuskan untuk pergi ke kantin.
Aku memesan segelas es teh yang langsung kuminum, selain haus aku juga berharap semoga minuman dingin ini bisa mendinginkan pikiranku.
Tiba – tiba aku dikagetkan oleh seseorang yang kemudian duduk di depanku.
“woi.. ngelamun aja..” ucap Ferdi mengagetkanku.
“bangke.. bikin kaget aja..!!” hardikku pada Ferdi.
“hahaha… lagian pagi – pagi ngelamun..” balas Ferdi tertawa.
Aku hanya tersenyum kecut tidak menanggapinya. Kemudian tiba – tiba datang seorang cewek yang langsung duduk disamping Ferdi yang kemudian menggandeng lengan Ferdi.
Aku yang melihatnya kemudian mengernyitkan dahiku saat melihatnya.
“kalian udah jadian..?” tanyaku pada mereka.
Kulihat Ferdi yang tersenyum lebar dan ceweknya tersenyum malu – malu. Nama cewek itu adalah Farah.
Aku mengenalnya karena kami bertiga dulu satu sekolah saat SMP. Dan yang aku tahu, Ferdi ini sudah mulai suka sama Farah sejak kita masih SMP. Aku yang melihat mereka akhirnya pacaran ikut senang karena aku mengenal mereka dengan baik.
“makan – makannya lah.. jadian gak bilang – bilang” ucapku pada mereka
“ente aja yang taunya telat bego.. hahaha” balas Ferdi tertawa.
“ya mana ane tau kalau udah jadian.. setan..!!” ucapku pada Ferdi yang masih tertawa.
“sebagai gantinya, aku kenalin temen – temenku aja mau gak Rik..?” ucap Farah menimpali.
“hah..?” balasku sedikit gugup.
“bentar yah..” ucap Farah yang kemudian berdiri dan pergi.
“eh.. Far..” ucapku yang hendak ingin menahannya.
Aku yang sebenernya grogi kalau pake acara dikenal – kenalin gini. Kalau mau kenalan mending kenalan sendiri daripada dikenalin.
“santai aja napa..” ucap Ferdi yang melihatku terlihat gugup.
“malu ane sob..” balasku yang merasa grogi.
Tak berapa lama kemudian Farah datang bersama 3 orang temannya. Dan yang membuatku kaget yaitu 3 orang yang bersama Farah adalah cewek – cewek yang aku lihat di alun – alun saat minggu pagi. Yang aku rasakan sekarang yaitu antara senang atau grogi campur malu, karena sekarang aku bisa melihat dengan jelas cewek yang sempat tersenyum padaku saat di alun – alun. Dari jauh aja sudah terlihat cantik apalagi yang saat ini di depan mata. Seperti bidadari yang turun dari kahyangan.
“Rik.. kenalin ini temen – temenku” ucap Farah menyadarkanku.
Aku kemudian berdiri dan menyalami.
“Nisa..” ucap cewek yang berjilbab.
“Riki..” balasku menyalami.
“Monic..” ucapnya tersenyum memperkenalkan diri. Cantik juga ini orangnya.
“Riki..” balasku tersenyum menyalaminya.
Saat akan menyalami cewek yang terakhir, aku sedikit gemetar karena dia cewek yang membuatku semangat untuk datang ke alun – alun.
“Dini..” ucapnya memperkenalkan diri.
“Riki..” balasku grogi dan menyalaminya.
Dag dig dug rasanya yang akhirnya bisa berkenalan dengan dia. Cantik wajahnya, manis senyumnya dan sekarang yang kurasakan adalah lembut tangannya. Rasanya seperti mimpi. Kalau ini mimpi, aku tak ingin cepat – cepat untuk bangun, karena aku tak akan pernah merasa bosan untuk memandangnya.
“woi… lama amat salamannya..!!” teriak Ferdi mengagetkanku dan reflek kami melepaskannya.
Aku yang melirik Ferdi melihatnya terkekeh puas, dan saat aku melihat ke arah cewek – cewek terlihat mereka tersenyum menyeringai kecuali Dini yang menunduk malu.
Beberapa saat kemudian Farah dan teman – temannya pamit untuk kembali ke mejanya. Dan yang tersisa hanya tinggal aku dan Ferdi.
“pepet terus sob..” ucap Ferdi sambil menyeruput minuman.
“apaan..?” tanyaku.
“Dini..” balas Ferdi tersenyum.
Aku tidak membalas hanya geleng – geleng kepala. Aku yang sadar diri akan kondisiku, dengan segala keterbatasanku yang rasa – rasanya tak layak untuk mendekatinya.
Jangankan motor untuk mengajaknya jalan, hp aja aku gak punya untuk sekedar komunikasi. Dan aku sudah bersyukur bisa berkenalan dengan Dini, tapi aku gak mau berharap lebih untuk bisa dekat dengannya melihat kondisiku.
“terlalu jauh sob..” ucapku pada Ferdi yang kemudian aku berdiri dan kembali menuju kelasku.
Selama pelajaran, pikiranku tentang adegan yang kulihat semalam sudah hilang tergantikan oleh sosok Dini yang mempesonaku. Lagi – lagi aku yang sadar diri hanya bisa memendam rasa dan tidak terlalu berharap lebih. Cukup dengan mengenalnya saja aku sudah merasa bahagia.
Akhirnya bel tanda berakhirnya kegiatan belajar mengajar berbunyi, kami pada murid bergegas untuk keluar meninggalkan kelas. Aku kemudian memutuskan untuk langsung pulang. Dan seperti biasa, aku pulang menggunakan angkutan umum.
Setelah turun dari angkutan jalur 2 yang aku tumpangi, aku kemudian berjalan menuju tempat untuk naik angkutan selanjutnya.
Saat berjalan, dari kejauhan aku melihat seseorang anak SMA yang menggunakan motor dipepet oleh 3 motor dari SMA lain. Aku tak terlalu menghiraukannya dan terus berjalan. Terlihat sempat terjadi adu mulut diantara mereka yang kemudian terjadi baku hantam. Anak SMA yang sendiri tadi dikeroyok oleh 6 orang sampai kemudian helm yang digunakannya terlepas. Sontak aku kaget saat helmnya yang terlepas memperlihatkan rambutnya yang kribo.
“lhoh.. itu kan Akbar..” gumanku saat mengenali anak tersebut.
Aku kemudian berlari menuju tempat perkelahian, terlihat Akbar yang dipukuli sedang bertahan sesekali membalas menyerang. Aku yang berlari semakin mendekat kemudian melompat dan mengarahkan kakiku pada salah satu orang yang mengeroyok Akbar.
“bugh..” suara saat kakiku mengenai tubuh bagian samping yang membuatnya terlempar kebelakang kemudian menimpa motor yang terparkir sampai ambruk.
BUGH.. BUGH.. BUGH.. BUGH..
Suara pukulan dan tendanganku bergantian mengenai orang yang mengeroyok Akbar. Kulihat Akbar sudah bisa menguasai diri dan balas menyerang satu orang yang tersisa.
Kemudian dari arah belakang kami datang beberapa warga yang hendak membubarkan perkelahian.
“woi.. bubar.. bubar..” teriak warga yang datang menghampiri kami.
Kemudian anak – anak dari SMA lain tersebut bergegas menaiki motor mereka dan pergi.
“awas kau anjing..” teriak salah satu anak SMA tersebut pada Akbar.
“kau yang awas bangsat..!!” maki Akbar membalas.
“woi sudah.. sudah.. bubar kalian..” ucap salah seorang warga kepada kami.
“sabar pak sabar.. ini tadi temen saya dikeroyok.. biar istirahat bentar pak..” balasku menenangkan.
“ya sudah.. awas kalian kalau berkelahi lagi disini..” ucapnya yang kemudian pergi meninggalkan kami.
“iya pak.. maaf pak..” balasku meminta maaf.
Kemudian aku melihat Akbar yang sedang duduk di terotoar sambil memegangi kepalanya yang mungkin benjol – benjol. Kulihat pipi sebelah kirinya agak bengkak dan bibirnya mengeluarkan darah.
“gimana bro ente gak papa kan?” tanyaku pada Akbar.
“gak papa bro.. dah biasa ini..” balas Akbar sambil meringis.
“siapa sih mereka..?” tanyaku kembali.
“anak – anak JITU.. pengecut mereka itu..” jawab Akbar.
“hah..? Apaan tuh..?” tanyaku yang belum paham.
“JITU nama genk sekolah SMA 17.. JITU artinya Siji Pitu (siji pitu = satu tujuh)” balas Akbar menjelaskan.
“ooo… trus ada masalah apa..?” ucapku bertanya.
“biasalah.. dendam lama.. musuh antar SMA..” jawab Akbar yang kemudian berdiri.
“udah yok ane anter pulang..” ucap Akbar mengajakku.
“lah.. emang rumah ente mana..?” balasku pada Akbar.
“di daerah X..” jawab Akbar yang sudah naik di atas motornya.
“beda arah bro.. ane ke selatan daerah desa X sedangkan ente ke arah barat. Muter jauh ntar..” balasku pada Akbar.
“udah gak papa… itung – itung ucapan terima kasih karena tadi dah nolongin ane..” balas Akbar kemudian.
“tapi ane gak ada helm bro..” ucapku yang kemudian membuat Akbar melotot padaku.
“buruan naik setan..!! Berisik banget kayak emak – emak” ucap Akbar sambil melotot.
“biasa aja ngomongnya.. gak usah pake melotot..” gerutuku sambil naik membonceng Akbar.
“anjing..!!” balasnya yang kemudian menjalankan motornya.
“otak ente kayaknya udah geser bro.. kebanyakan dipukuli..” ucapku saat di perjalanan.
“diem bangsat..!!” balas Akbar memaki.
“hahaha…” aku hanya tertawa menanggapinya.
Setelah perjalanan beberapa menit kemudian kami sudah sampai di rumah Om Heri. Akbar langsung pamit pulang tanpa mampir. Aku kemudian masuk rumah bersih – bersih kemudian istirahat.
Keesokan harinya aku melakukan rutinitasku seperti biasa. Pagi buta mengantar sayur ke pasar dan berangkat ke sekolah setelah dari pasar.
Suatu hari saat pulang dari pasar, Om Heri sempat mengajariku menyetir mobil. Katanya biar bisa gantian nanti yang jadi sopir. Aku yang bersemangat untuk bisa menyetir mobil, tak membutuhkan waktu lama untuk bisa mengendarai mobil, hanya perlu dibiasakan aja agar lebih lancar.
Seiring berjalannya waktu, aku jadi yang lebih sering membawa mobil saat ke pasar atau pulang dari pasar. Om ku senang – senang saja karena tinggal duduk manis tanpa perlu capek konsentrasi menyetir.
Dan untuk rutinitasku setiap minggu pagi, aku masih rajin ke alun – alun untuk olahraga. Sebenernya sih tujuan utamaku ke alun – alun untuk ketemu Dini. Hehe..
Dulu saat pertama ketemu hanya berani saling melempar senyum, kali ini aku sudah berani bergabung bersama mereka. Ya mereka itu Dini, Monic dan Nisa. Kadang Ferdi dan Farah sesekali ikut hadir saat minggu pagi. Dan yang kita lakukan selain olahraga bareng kadang juga kita sarapan bareng sambil ngobrol.
Momen – momen indah yang membahagiakan tentunya bisa dekat dengannya, ngobrol dengannya, bercanda dengannya, melihat senyum manisnya dan memandang wajah cantiknya.
Dia.. adalah seseorang yang membuatku jatuh hati, tak pernah berhenti untuk memikirkannya. Apakah aku sedang jatuh cinta? Ah rasanya terlalu cepat untuk aku memutuskan perasaanku. Yang jelas aku merasa bahagia saat bersamanya. Dia adalah Dini Amaliya Gunawan.
Bersambung