Part #16 : Kehilangan
Pagi yang cerah mengiringi perjalananku berangkat ke sekolah. Sepanjang perjalanan aku masih kepikiran dengan kejadian yang aku alami kemarin, siapa sebenarnya orang – orang itu yang nampaknya sengaja ingin mencelakaiku. Apa ini ada hubungannya dengan Febri yang ingin membalasku..? Tapi aku melihat Febri bukan tipe orang seperti itu yang membalas dendam lewat tangan orang lain, dia lebih memilih untuk membalas sendiri seperti yang dia lakukan pada Akbar dan Samo. Hufh.. sudahlah ngapain juga dipikirin, mungkin kemarin juga kebetulan aja ketemu, moga – moga aku gak ketemu lagi. Kalau terlalu dipikirin yang ada malah tambah pusing.
Setelah sampai sekolah, aku bergegas untuk masuk kelas dan mengikuti pelajaran seperti biasa. Dan saat istirahat aku menyempatkan untuk ke kamar mandi dulu sebelum ke kantin.
“Rik.. ane masih penasaran..” ucap Yudha padaku saat di kantin sekolah.
“penasaran kenapa..?” balasku bertanya.
“itu kemarin gimana ceritanya ente bisa nyerang ke markas SJ..” ucap Yudha kemudian.
Saat aku akan menjawab, tiba – tiba pandanganku teralihkan oleh Dini, Monic, Nisa dan Farah yang datang ke kantin. Sama seperti yang terakhir aku lihat, Dini beberapa kali sempat melihatku dengan ekspresi datar dan aku yang melihat itu jadi teringat waktu aku mengikuti mobil Dini untuk mengetahui rumahnya, tapi aksiku gagal karena Akbar dan Samo yang masuk rumah sakit karena di keroyok.
“woi Rik.. malah bengong..!!” ucap Yudha mengagetkanku.
“eh.. gimana – gimana..” balasku ke Yudha.
“udah gak jadi.. males ane..” ucap Yudha terlihat jengkel.
“males kenapa sih bro.. tadi tanya apaan..?” balasku ke Yudha.
“percuma ane tanya tapi pikiran ente ke Monic..” ucap Yudha sinis.
“loh.. kok Monic..?” tanyaku heran.
“lha mau siapa lagi.. ente gandengan mesra sama Monic tapi diem – diem dibelakang Dini, coba kalau ente gak musuhan sama Dini kan gak usah pakai sembunyi – sembunyi..!!” ucap Yudha kesal.
Memang ada benarnya juga sih yang di omongin Yudha walau sebenarnya yang aku lihat tadi itu Dini, tapi aku juga kangen sama Monic karena sudah beberapa hari gak ketemu.
“hehehe…” balasku tertawa.
“dih.. malah ketawa lagi..” ucap Yudha yang jengkel.
“kok ente marah – marah mulu kenapa sih, mau nyaingin pacar ente ya.. hehe..” balasku mengajak bercanda.
“pacar taik..!!” ucap Yudha yang membuatku kaget.
“loh.. ente belum baikan sama Ratna..?” tanyaku ke Yudha dan dia menggelengkan kepala.
“kita gak ada masalah Rik, ane cuma males aja sama sikapnya yang semakin hari makin gak jelas..” balas Yudha menjelaskan.
“ya udah coba bicarain baik – baik bro..” ucapku ke Yudha.
“hmm..” balas Yudha yang terlihat malas.
Aduh kenapa lagi sih Ratna, pasti gara – gara dia liat aku makan bareng Monic tempo hari yang membuat sikapnya gak jelas. Setelah jam istirahat selesai, aku dan Yudha kembali ke kelas masing – masing.
Siang hari pulang sekolah, aku kembali menunggu Dini pulang dan aku akan coba mengikutinya lagi. Setelah terlihat Dini yang sudah di jemput, aku kemudian mengikutinya dengan menjaga jarak. Setelah berjalan cukup jauh, tiba – tiba mobil Dini terlihat belok masuk gang. Aku yang melihatnya kemudian buru – buru mengikutinya, saat aku sudah belok masuk gang, betapa terkejutnya aku melihat Dini yang sudah berdiri di luar mobilnya yang menatapku dengan tajam. Aku yang sudah kepergok membuntuti akhirnya berhenti tidak jauh dari posisi Dini berdiri.
“ngapain kamu ngikutin aku..” ucap Dini ketus.
“aa.. akuu..” balasku yang bingung.
“JAWAB..!!” bentak Dini padaku.
“hufh.. aku cuma mau ngomong sama kamu..” ucapku ke Dini.
“ya udah cepet ngomong..!!” balas Dini membentakku.
“maksudnya berdua gitu..” ucapku meminta.
“kamu gak liat kita cuma berdua..!!” balas Dini ketus.
“bisa gak kalau ngomongnya sambil duduk..” ucapku memohon.
“ya udah besok istirahat sekolah di kantin..!!” balas Dini yang kemudian masuk mobil.
Aku yang melihat mobil Dini pergi menjauh merasa sedikit lega karena akhirnya aku bisa bertemu dengan Dini untuk menjelaskan kesalahpahaman di antara kita. Semoga saja dia mau menerima penjelasanku dan mau baikan denganku.
“TIIINNNN…” suara klakson mengagetkanku.
“woi.. kalau ngalamun jangan di jalan..!!” teriak seseorang padaku.
“maaf pak maaf..” ucapku sambil meminggirkan motor.
Setelah dirasa tidak perlu membuntuti Dini lagi, aku kemudian memacu motorku untuk pulang.
***
Hari berikutnya seperti yang minta oleh Dini, aku yang sedang duduk di kantin menunggu kedatangan Dini. Setelah beberapa saat menunggu, kemudian Dini datang dan langsung duduk di depanku.cepat mau ngomong apa.. waktuku tidak banyak..” ucap Dini setelah duduk.
“aku mau menjelaskan kalau ini hanya salah paham..” ucapku ke Dini.
“aku tidak butuh penjelasan karena aku sudah tau semuanya..” balas Dini padaku.
“tapi Din.. semua yang kamu dengar itu salah..” ucapku meyakinkan Dini.
“terus yang sudah kamu lakukan itu benar..?” balas Dini sinis.
“Din.. aku dan kak Doni berduel itu..” ucapku terpotong.
“cukup..!! Aku tidak mau mendengar kebohonganmu..!!” sahut Dini membentakku.
“aku sudah tau semuanya.. aku tau kamu menghajar kak Benny, aku tau kamu menghajar kak Doni dan yang aku dengar kamu juga menghajar Febri..” ucap Dini mengagetkanku.
“bisa – bisanya kamu mempengaruhi Nisa dan Monic dengan cerita karanganmu.. kamu pikir aku percaya dengan semua kebohonganmu..!!” ucap Dini ketus.
“tapi Din..” ucapku terpotong.
“Dini yang sekarang tidak seperti Dini yang dulu, Dini yang mudah terpikat oleh rayuan manismu.. aku juga tidak seperti Monic yang bisa kamu rayu dengan mudah kemudian bergandengan tangan dengan mesra sambil menonton sepak bola..” ucap Dini yang mulai berkaca – kaca.
“sekarang aku minta kamu berhenti mendekatiku lagi, dan aku anggap permasalahan ini selesai kalau kamu sudah tidak menggangguku lagi..” ucap Dini yang kemudian pergi meninggalkanku.
Harapan hanyalah tinggal harapan karena berakhir tidak sesuai dengan yang diinginkan. Aku mencoba ikhlas menerima semuanya walaupun aku belum sempat menjelaskan apa – apa. Aku merelakan Dini yang pergi dari kehidupanku karena aku sudah berusaha semampuku. Segala sesuatu yang kita perjuangkan tidak selalu bisa kita pertahankan hanya karena untuk menghormati suatu perbedaan.
Aku masih tidak habis pikir bagaimana Dini bisa tau sampai sedetail itu..? Aku yang ibaratnya sudah kalah dalam berperang kemudian berjalan dengan lesu menuju kamar mandi belakang untuk menghabiskan sisa waktu istirahatku. Walaupun aku sudah bersiap apabila terjadi hal seperti ini, tapi rasa – rasanya aku masih kecewa dan belum terima. Aku yang mencoba untuk tegar dan ikhlas tetap saja merasa nyesek.
Saat aku sedang menikmati kesendirianku, tiba – tiba ada yang menghampiriku.
“Rik..” panggil seseorang dari belakangku.
Saat aku menengok, aku melihat Nisa dan Monic yang berdiri terlihat sedih.
“Rik.. maafin aku.. gara – gara aku yang bicara ke Dini, dia jadi marah..” ucap Nisa meminta maaf.
“maafin aku juga Nis.. gara – gara aku kalian jadi bertengkar..” balasku ke Nisa.
“seandainya aku tidak bicara ke Dini, mungkin dia mau mendengarkan penjelasanmu..” ucap Nisa yang terlihat menyesal.
“sudah Nis.. jangan di sesali..” balasku tersenyum.
Kemudian terdengar bel tanda jam istirahat selesai, Nisa dan Monic mengajakku untuk kembali ke kelas.
“Mon..” panggilku ke Monic.
Monic dan Nisa menghentikan langkah, Nisa yang sempat berhenti kemudian ijin duluan untuk kembali ke kelas.
“Maaf Mon.. aku gagal..” ucapku ke Monic.
“kamu gak sendirian kok, aku dan Nisa juga..” balas Monic tersenyum.
“tapi gara – gara aku, kalian tidak bisa bersama – sama lagi..” ucapku kemudian.
“bertemu dan berpisah adalah sebuah pilihan Rik, kita tidak bisa memaksakan kehendak seseorang karena kita hanyalah manusia biasa. Mungkin sekarang aku, kamu, Dini dan yang lain belum bisa bersama – sama, tapi aku percaya suatu saat nanti kita akan bisa bersama – sama lagi..” balas Monic tersenyum.
Ucapan Monic benar – benar menenangkan diriku yang lagi galau. Dia selalu ada di saat aku sedang bingung dan kacau. Ketulusan dan perhatiannya selalu bisa membuatku nyaman.
“makasih ya Mon..” ucapku memegang tangannya.
“kita balik ke kelas yuk..” lanjutku menggandeng tangannya.
Monic tidak bergerak dan menahan tanganku, saat aku melihatnya dia menolak dan menggelengkan kepala.
“kenapa..?” tanyaku.
“aku gak mau balik ke kelas kalau kamu masih sedih..” balas Monic.
Aku kemudian mengangkat tangan Monic dan mencium punggung tangannya.
“aku akan merasa sangat sedih kalau kamu yang pergi meninggalkanku..” ucapku tersenyum.
Akhirnya aku dan Monic berjalan bersama menuju kelasnya, sepanjang perjalanan aku tetap tidak melepaskan genggaman tanganku, walau para siswa sudah berada di dalam kelas, Monic terlihat kurang nyaman seperti takut ada yang melihat.
“Rik.. nanti kalau ada yang lihat gimana..” ucap Monic khawatir.
“biarin aja.. aku sudah tidak peduli..” balasku tersenyum.
Monic yang mendengar ucapanku kemudian ikut tersenyum dan membalas genggaman tanganku lebih erat. Setelah sampai di depan kelasnya kami berpisah dan aku kembali ke kelasku.
Aku kembali teringat dengan Dini yang marah – marah padaku, dan hal itu aku alami untuk yang kedua kalinya. Mungkin memang lebih baik aku merasa kehilangan dari pada aku merasakan lagi untuk ketiga kalinya. Lagi pula aku juga sudah tidak ada beban lagi karena Monic yang juga sudah merelakan Dini. Hufh.. sebenarnya aku ikhlas karena diriku sendiri apa karena Monic sih..
Aku yang berada di kelas mengikuti kegiatan belajar mengajar sampai selesai. Saat jam pulang sekolah aku langsung menuju parkiran untuk mengambil motorku. Saat aku sedang menuju parkiran, aku melihat seseorang yang aku kenal sedang berdiri di samping mobilnya, dan yang membuatku heran ada urusan apa dia kesini. Aku yang melihat orang itu langsung datang menghampirinya.
“mau apa kamu kesini..!!” ucapku ke Benny
“bukan urusanmu..” balas Benny cuek.
“kamu berani datang kesini berarti berurusan denganku..” ucapku lagi.
“kamu pikir bisa menghancurkanku hanya karena aku pernah kalah darimu..” balas Benny yang membuatku geram.
“bajingan..!!” ucapku yang kemudian menegang krah bajunya.
“Riki..!!” teriak seseorang memanggilku saat aku akan memukul Benny.
Saat aku menoleh ke belakang, ternyata Dini yang meneriakiku dan dia berjalan cepat ke arahku dengan tatapan tajam.
“hehe.. kamu hanya pecundang Rik.. kamu tidak akan pernah bisa mengalahkanku..” ucap Benny mengejekku sambil melepas tanganku dari krah bajunya.
“sekarang aku sudah lihat sendiri, dan aku tidak salah menilaimu..” ucap Dini saat sudah di dekatku.
“ayo kak kita pulang..” ajak Dini yang langsung masuk ke mobil.
“jangan pernah sentuh aku lagi dengan tangan kotormu itu..” ucap Benny sinis mengejekku.
“oh iya.. hati – hati dijalan..” ucap Benny menyeringai sesaat sebelum masuk ke mobil.
Aku hanya diam membisu melihat Dini yang bersama Benny pergi meninggalkanku. Ingin aku rasanya memaki, tapi siapa yang aku maki – maki..? Ibarat permainan catur aku seperti kena skakmat oleh Dini dan kalah telak oleh Benny. Aku sudah tidak punya harapan lagi untuk menjelaskan kepada Dini, dan sudah bisa dipastikan aku kehilangan Dini.
Aku yang bingung dengan perasaanku yang campur aduk akhirnya memutuskan pergi ke cafe. Mungkin dengan bertemu teman – temanku, aku bisa sedikit melupakan kejadian memuakkan yang baru saja aku alami.
Saat aku sampai di cafe, aku kemudian masuk ke dalam dan aku melihat ada Reno, Anggi dan Ratna yang duduk satu meja. Aku sedikit lega karena bisa bertemu dengan Ratna setelah aku beberapa kali mencarinya dan tidak ketemu, mungkin sekarang aku bisa menjelaskan padanya tentang apa yang dia lihat saat aku yang sedang makan bersama Monic.
“eh sob.. dari mana baru datang..?” tanya Reno padaku.
“dari sekolah aja sob.. hai.. Nggi..” jawabku ke Reno kemudian menyapa Anggi.
“hai Rik..” balas Anggi padaku.
“hai Na..” sapaku ke Ratna.
Ratna hanya diam saja tidak menanggapiku dan kembali aku melihat muka Ratna yang judes dan cemberut. Hufh.. pasti dia marah sama aku sampai salamku aja tidak dia tanggapi.
“yang lain mana sob..?” tanyaku ke Reno.
“gak tau Rik.. ane juga heran tumben – tumbenan Yudha gak keliatan..” balas Reno padaku.
Setelah mendengar yang di ucapkan Reno, aku melihat Ratna yang makin cemberut dan tiba – tiba dia mengeluarkan rokok dari tasnya.
Saat aku melihat Ratna yang sudah mengambil sebatang rokok, aku langsung buru – buru mengambil koreknya yang membuat Ratna melihat geram padaku. Rupanya dia tidak kehabisan akal, Ratna kemudian mengambil korek Reno yang tergeletak di atas meja dan langsung membakar rokoknya. Aku yang melihat itu langsung mengambil rokok yang menyala dari tangan Ratna dan membuangnya.
“kamu kenapa sih..!!” teriak Ratna yang marah padaku.
“aku gak suka..” balasku ke Ratna.
“emang apa hakmu melarangku..!!” bentak Ratna padaku.
“aku bukan siapa – siapamu..!! Aku juga bukan pacarmu..!!” sambung Ratna marah – marah.
“tapi aku peduli denganmu..” ucapku ke Ratna.
“aku yang tidak peduli..!!” balas Ratna yang kemudian berdiri hendak pergi.
Aku yang melihat itu langsung memegang tangannya dan Ratna langsung memberontak melepaskan tanganku.
“PLAAKKK..” tamparan keras dari Ratna mengenai pipi kiriku.
“JANGAN PERNAH SENTUH AKU LAGI.. KAMU URUS SAJA WANITAMU ITU..!!” ucap Ratna yang kemudian pergi.
Lagi – lagi aku merasa seperti pecundang, setelah tadi aku dipermalukan oleh Dini dan Benny, sekarang Ratna yang melakukan itu padaku. Aku masih tak menyangka kalau Ratna bisa semarah itu padaku. Tadi aku sudah kehilangan Dini dan nampaknya aku juga akan kehilangan Ratna.
Aku tersadar karena dari tadi ada yang memperhatikanku, siapa lagi kalau bukan Reno dan Anggi yang hanya bengong melihat kejadian yang baru saja aku alami. Mereka tampak bingung dan heran dengan sikap Ratna yang marah hingga kemudian menamparku.
“apa yang sebenarnya terjadi Rik..?” tanya Anggi penasaran.
“iya.. apa yang terjadi Rik..?” ucap Reno mengikuti.
“hanya salah paham aja..” balasku sambil mengelus pipi.
“salah paham apa sampai Ratna marah gitu..?” tanya Anggi padaku.
“iya.. sudah ente apain Ratna..?” tanya Reno menambahi.
“bisa gak tanyanya satu – satu..” balasku yang bingung mau jawab yang mana dulu.
“ya udah kamu jelasin aja..” ucap Anggi kemudian.
“iya kamu jelasin aja..” ucap Reno yang ikut – ikut.
“bisa gak sih kalau ente gak ikut – ikut..” balasku jengkel ke Reno.
“hehehe…” Reno yang terkekeh kemudian disuruh diam oleh Anggi.
Aku kemudian menceritakan awal pertemuanku dengan Ratna yang sikapnya selalu jutek padaku, kemudian saat aku pulang liburan dan bertemu Ratna saat menunggu angkutan untuk pulang, aku menceritakan pada Reno dan Anggi bahwa aku sempat mampir untuk makan sebelum pulang. Dan saat itu aku baru tau kalau Ratna itu adalah teman masa kecilku, sikapnya yang jutek dan judes itu karena aku yang tidak mengenalinya waktu itu. Kemudian aku bercerita saat aku mengantar Monic pulang setelah pertandingan sepak bola tim sekolahku, aku dan Monic yang sempat mampir makan tanpa sengaja dilihat oleh Ratna, dan Ratna melihatnya di tempat aku dan dia pernah makan bersama.
“berarti ini hanya salah paham aja Rik..” ucap Anggi padaku.
“berarti ente udah tidur sama dia..” ucap Reno mengikuti.
Aku hanya mengangguk dan niatku adalah untuk menanggapi ucapan Anggi.
“nanti coba kamu jelaskan pelan – pelan Rik..” ucap Anggi padaku.
“wah.. gila ente nidurin pacar temen..” ucap Reno menjengkelkan.
“anjing..!! Ente sengaja jebak ane ya..!!” ucapku yang jengkel pada Reno.
“wah ane gak ikut – ikutan kalau ente sampai ribut sama Yudha..” balas Reno yang tidak menghiraukanku.
“kalau ane sampai ribut sama Yudha, orang pertama yang ane cari itu ente..!!” ucapku yang geram pada Reno.
Kemudian mulut Reno di tutup oleh Anggi agar Reno berhenti nyerocos. Aku yang kemudian meminta maaf karena kejadian tadi, aku juga meminta Reno dan Anggi untuk diam dan jangan cerita ke siapa – siapa. Setelah hari mulai sore, kami kemudian bergegas untuk pulang.
***
Pagi hari di sekolah, para siswa terlihat sangat ceria dan bersemangat karena hari ini ada pertandingan bola basket melawan SMA 8. Walaupun hanya pertandingan persahabatan, tapi para siswa terlihat antusias karena yang bertanding adalah tim putra dan putri. Aku juga senang karena teman – temanku yang ikut bertanding seperti Monic yang tergabung dalam tim putri dan Yudha di tim putra.
“Rik.. nanti ente ikut ke pertandingan kan..?” tanya Akbar padaku.
“iya..” balasku.
“tumben ente gak nolak..” ucap Akbar kemudian.
“ane nolak ente maksa, giliran ane langsung setuju ente malah ragu.. maunya apa sih..” balasku ke Akbar agak kesal.
“wei wei wei… gak usah pakai emosi kale Rik..” ucap Akbar nyengir.
“taik..” balasku kesal.
Selama pelajaran berlangsung, Akbar terus bertanya tentang hal – hal yang bagiku tidak penting, seperti “Rik anak SMA 8 serem – serem gak..? Genknya namanya apa..? Ketua genknya siapa..? SMA 8 musuhan sama SMA mana..?”, pertanyaan yang menurutku tidak penting yang membuatku risih, kenapa gak sekalian tanya “ketuanya pakai sempak enggak..? Ukuran sempaknya berapa..? Warnanya apa..?” hahaha..
Akbar lama – lama emosi karena jawabanku yang tidak jelas dan asal jawab. Bukan Akbar namanya kalau menyerah begitu saja, nampaknya dia akan mencari tau entah bertanya dengan siapa.
Saat jam pulang sekolah, kami terutama anak – anak MEDUSA terlihat sudah berkumpul dan bersiap untuk ikut menyaksikan pertandingan, aku yang melihat Monic sedang berkumpul dengan tim basket kemudian melihatnya berangkat dengan membonceng temannya.
Para pemain dan suporter berangkat bersama – sama beriringan, setelah sampai di SMA 8 kami semua berkumpul dahulu yang kemudian masuk bersama – sama dan kami anak – anak MEDUSA yang terakhir masuk. Saat kami yang sedang bergantian masuk ke dalam, aku melihat Monic yang masih berdiri dan tidak ikut masuk, aku yang melihat itu langsung menghampirinya.
“kok kamu gak masuk..?” tanyaku ke Monic.
“nungguin kamu..” balasnya tersenyum.
“ya udah yuk..” ucapku sambil mengulurkan tangan.
Monic yang melihat itu seperti enggan untuk menerima uluran tanganku, entah dia takut atau malu aku tidak tau.
“ya udah aku gak jadi masuk..” ucapku kemudian menurunkan tanganku.
“iihhh..” ucap Monic gemas yang kemudian menarik tanganku.
“Mon.. jangan cepat – cepat..” ucapku karena melihat Monic yang sepertinya buru – buru.
“aku udah ditunggu di dalam..” balas Monic padaku.
“udah ditunggu apa malu..” ucapku menggodanya.
“iihh..” balasnya gemas sambil mencubitku.
Setelah sampai di lapangan, Monic buru – buru melepaskan tangannya seperti takut kalau dilihat teman – temannya. Aku hanya tersenyum melihat Monic yang terlihat malu.
“aku tinggal dulu ya..” ucap Monic padaku.
“semangat ya..” balasku tersenyum.
Aku kemudian bergabung menonton pertandingan bersama teman – temanku, saat aku datang Akbar berdehem menggodaku.
“ehhmm.. ehhmm.. ehhmm..” Akbar berdehem sambil melirikku.
Aku yang disindir hanya cuek dan tidak menanggapinya.
Kemudian pertandingan dimulai dan yang pertama bermain adalah tim basket putri. Aku melihat Monic yang ikut bermain dan di tim lawan aku melihat Anggi yang juga ikut. Pertandingan berjalan sengit dan terjadi kejar – kejaran skor, hingga akhirnya pertandingan berakhir dan dimenangkan oleh tim lawan dengan perbedaan skor yang tipis.
Saat tim putra sedang melakukan pemanasan, tiba – tiba Bayu datang menghampiriku.
“mas.. bisa ikut sebentar gak..?” ucap Bayu padaku.
“kemana..?” balasku bertanya.
“bentar aja mas..” ucap Bayu yang terlihat memohon.
Aku kemudian mengikuti dan berjalan bersama Bayu, saat aku tanya dia hanya diam saja tidak menjawabku hingga akhirnya aku dan Bayu bertemu seseorang yang masih memakai kostum basket.
“mas.. ini temenku pengen ketemu..” ucap Bayu datar.
“oh iya.. Riki..” ucapku mengajak bersalaman.
“Isna..” balas gadis tersebut malu – malu.
Aku kemudian melihat wajah Bayu yang cemberut melihat Isna yang terlihat malu – malu, sepertinya Bayu suka dengan Isna karena terlihat cemburu saat aku berkenalan dengan Isna.
“udah ya aku tinggal dulu..” ucap Bayu kesal.
Aku yang melihat Bayu hendak pergi langsung aku tarik dan merangkulnya. Bayu terlihat kaget karena aku menahannya untuk tidak pergi.
“Is.. udah kan kenalannya.. sekarang aku mau bilang ke kamu kalau adikku ini suka sama kamu..” ucapku yang membuat Isna dan Bayu kaget.
“eh.. aa.. saya permisi dulu mas..” ucap Isna yang terlihat malu dan buru – buru pergi.
“dek.. kamu suka sama Isna..?” tanyaku ke Bayu dan dia diam saja.
“kalau kamu gak kejar dia sampai dapat, jangan nyesel kalau nanti aku rebut..” ucapku menyemangati Bayu.
“makasih mas..” ucap Bayu tersenyum dan langsung berlari mengejar Ismi.
Aku tersenyum melihat adikku yang terlihat menyukai gadis itu dan nampaknya Bayu juga sungguh – sungguh, semoga saja mereka sama – sama suka dan bisa jadian.
Aku kemudian kembali bergabung dengan teman – temanku untuk melihat pertandingan tim putra.
“Rik.. itu yang sekarang jadi ketua BARCODE..” ucap Akbar padaku.
“BARCODE nama genk SMA 8 ya..?” tanyaku ke Akbar.
“iya..” jawab Akbar.
“terus yang mana ketuanya..” ucapku kemudian.
“itu lhoo.. itu…” balas Akbar sambil menunjuk – nunjuk.
Dan saat yang bersamaan, orang yang ditunjuk Akbar menengok dan melihat Akbar yang menunjuknya, kemudian orang yang ditunjuk Akbar terlihat berjalan menuju ke arahku dan Akbar.
“eh.. orangnya malah kesini..” ucap Akbar yang panik.
“yang mana sih.. yang kanan apa kiri..?” tanyaku karena melihat ada dua orang yang berjalan kesini.
“kanan Rik..” balas Akbar kemudian.
Aku yang kenal dengan orang itu punya ide untuk iseng mengerjai Akbar.
“mampus ente.. siapa suruh tunjuk – tunjuk.. marah kan dia..” ucapku memanasi.
“anjinglah.. gak ada niat ane buat ribut.. itu nunjuk kan juga karena ngasih tau ente..” balas Akbar yang mulai gelisah.
Aku menahan tawa melihat Akbar yang terlihat panik. Dua orang itu terus berjalan mendekat, dan mereka adalah Reno dan Wahyu.
“yang mana ketua BARCODE..” ucapku pada mereka.
Reno yang terlihat kaget kemudian menunjuk Wahyu yang berada di sampingnya.
“kalau berani duel satu lawan satu sama ketua MEDUSA..” lanjutku menantang.
Wahyu hanya tersenyum dan Reno malah terlihat bingung, sedangkan Akbar terlihat menyeringai.
“ini ketuaku..” ucapku tiba – tiba sambil menunjuk Akbar.
“eh apaan.. ane bukan ketua bro.. ane bukan ketua..” ucap Akbar yang panik pada Wahyu dan Reno.
“ente ngapain nunjuk – nunjuk ane..!!” lanjut Akbar yang kesal.
“bangsat ente Rik.. itu anak orang sampai ente buat ketakutan..!!” ucap Reno yang sadar kalau aku mengerjai Akbar.
“hahaha…” aku tertawa melihat ekspresi Akbar yang ketakutan.
Dan teman – temanku yang sempat melihatnya juga ikut menertawakan Akbar, Akbar yang sadar kalau aku kerjain langsung memeteng leherku sambil ngomel – ngomel. Aku kemudian menyuruh Reno dan Wahyu untuk duduk di dekatku.
Aku kemudian memperkenalkan Reno dan Wahyu kepada teman – temanku dan Akbar masih saja mengomel gara – gara aku kerjain, sedangkan Reno ikut – ikutan memarahiku karena sampai membuat Akbar ketakutan. Aku hanya tertawa menanggapi omelan Akbar dan Reno.
“sob.. ente sadar gak sih dari tadi ada yang liatin..” ucap Reno berbisik padaku.
“siapa yang liatin..?” tanyaku ke Reno.
“yang nampar ente..” balas Reno berbisik.
“mana.. ane gak liat..” ucapku penasaran karena aku memang tidak melihat Ratna.
“arah jam 2 mepet tembok..” balas Reno padaku.
Aku kemudian melihat ke arah yang di tunjukkan oleh Reno, saat aku menemukannya memang benar Ratna sedang melihatku dengan agak sembunyi, Ratna yang sadar kalau aku melihatnya juga kemudian terlihat pergi. Aku yang melihat itu sudah pasrah karena Ratna memang benar – benar marah padaku.
“sob.. ngomong – ngomong pacar ente cantik juga.. pantesan Ratna cemburu..” ucap Reno padaku.
“pacar ane yang mana..?” tanyaku ke Reno.
“gak ngakuin ane sumpahin ilang lho..” balas Reno mengejek.
“beneran sob.. ane belum punya pacar..” ucapku meyakinkan Reno.
“yang gandengan mesra sama ente tadi bukan pacar ente..?” tanya Reno heran.
“belum sob..” balasku menggelengkan kepala.
“wah.. ente culun apa bego sih.. kalau sampai lepas apa gak nyesel tuh..” ucap Reno yang geleng – geleng kepala.
Hufh.. aku benar – benar bingung dengan keadaan ini. Mungkin kalau Dini aku sudah tidak ada urusan, tapi bagaimana dengan Ratna jika sampai dia tau kalau aku beneran pacaran sama Monic. Lagi pula apa aku sudah siap untuk pacaran dengan Monic..? Menembaknya saja aku masih ragu, kemungkinan besar sih dia mau menerimaku, tapi kalau sampai aku ditolak apa gak nyesek aku nantinya.
Aku melihat pertandingan basket putra sambil mengobrol dengan teman – temanku, hingga akhirnya pertandingan selesai dan dimenangkan oleh tim basket sekolah kami. Saat para pemain sedang bersalaman tanda berakhirnya pertandingan persahabatan, tiba – tiba Bayu datang menghampiriku.
“mas.. aku tadi ketemu mbak Nana. Ternyata dia sekolah disini juga..” ucap Bayu padaku.
“kamu ketemu dimana dek..?” tanyaku ke Bayu.
“tadi di depan mas.. tapi kayaknya dia buru – buru pulang mas..” balas Bayu yang membuatku kecewa.
“oh.. ya udah kapan – kapan aku nyari dia disini..” ucapku ke Bayu.
Aku dan teman – temanku kemudian keluar untuk pulang. Sebenarnya kalau Ratna belum pulang, aku bisa memanfaatkan Bayu untuk bertemu dengan Ratna. Tapi ya sudahlah, mungkin aku bisa mencobanya lain waktu.
Saat sampai di parkiran motor, aku melihat Monic yang terlihat sedang menungguku.
“maaf Mon.. aku gak bisa ngantar kamu pulang..” ucapku ke Monic.
“yahh… kenapa..” balas Monic yang terlihat kecewa.
“karena tadi kamu kalah..” ucapku cuek.
“tapi kan.. tadi.. aku..” balas Monic yang terlihat bingung.
“udah ya aku tinggal dulu..” ucapku yang naik ke atas motor.
“Riki…” ucap Monic memelas.
“kalau sampai motor ini nyala kamu belum naik, aku tinggal..” ucapku menahan tawa.
“ihhh… jahatt..” balas Monic yang terlihat gemas langsung buru – buru naik memboncengku.
Aku kemudian memacu motorku sambil tertawa dan Monic yang gemas berkali – kali mencubitku dengan cemberut.
“Mon..” panggilku saat perjalanan.
“apa..!!” jawab Monic yang kesal.
“senyum donk..” ucapku menggodanya.
“gak mau..!!” balas Monic yang ngambek.
“ya udah nanti pulangnya mampir rumahku dulu ya..” ucapku menggodanya.
“iihhh… Riki jahat… jahat..” balas Monic yang gemas padaku.
Sepanjang perjalanan Monic memelukku dengan erat, saat sampai rumahnya dan aku yang berpamitan seperti biasa Monic mencium punggung tanganku saat kami bersalaman. Aku merasa senang dengan apa yang dilakukan oleh Monic, dan dia melakukannya seperti suatu keharusan setiap aku pamit untuk pulang.
***
Hari – hari di sekolah berjalan seperti biasa walau aku merasa sedih karena sudah kehilangan Dini dan Ratna. Aku mencoba bersikap biasa dan tidak menunjukkannya ke teman – temanku walau terkadang tiba – tiba aku tanpa sengaja kembali mengingatnya. Aku sebenarnya sudah mencoba untuk melupakannya, tapi yang namanya ingatan itu bisa datang kapan saja dengan tiba – tiba.
Aku sekarang sedang duduk di kantin bersama teman – temanku. Samo dan Yudha tak henti – hentinya mengejek Akbar yang ketakutan saat di datangi oleh Reno dan Wahyu, dan Akbar selalu melampiaskannya rasa kesalnya padaku karena Akbar menganggap kalau ini gara – gara ulahku. Saat kami sedang mengobrol dan bercanda tiba – tiba Bayu datang menghampiriku.
“mas.. bisa ngomong sebentar gak..?” ucap Bayu padaku.
“disini aja gak papa dek..” balasku ke Bayu.
“sebentar aja mas..” ucap Bayu memohon.
Akhirnya aku mengikuti Bayu berjalan agak menjauh dari teman – temanku.
“nanti malam ada acara gak mas..?” tanya Bayu padaku.
“hmm.. kayaknya gak ada.. emang kenapa..?” balasku ke Bayu.
“aku mau ngajak makan – makan mas..” ucap Bayu tersenyum.
“emang ada acara apa..?” tanyaku heran.
“mm.. anu..” ucap Bayu yang seperti bingung akan menjelaskan.
“oh.. kamu sama Isna sudah jadian..” ucapku yang menangkap kebingungan Bayu.
“hehe.. iya mas..” balas Bayu malu – malu.
“wah selamat ya dek..” ucapku memberi selamat.
“makasih mas.. berarti bisa datang kan..” balas Bayu yang terlihat bahagia.
“bisa.. bisa.. eh tapi, kalau aku ajak temen boleh gak..?” ucapku ke Bayu.
Bayu terdiam sejenak dan sempat melirik ke arah teman – temanku.
“boleh deh mas..” ucap Bayu yang tidak bisa menolak.
Kemudian Bayu pergi dan aku kembali bergabung bersama teman – temanku. Saat pelajaran berlangsung, aku sempat mengirim pesan ke Monic untuk mengajaknya pergi ke acara Bayu untuk menemaniku dan Monic mau menerima ajakanku. Aku sengaja mengajak Monic karena aku tidak mau jadi obat nyamuk yang menemani adikku pacaran, lagian Monic pasti juga kenal sama Isna karena mereka satu tim basket.
Saat kegiatan belajar mengajar berakhir, aku bergegas untuk pulang dan beristirahat sejenak. Tante Septi yang melihatku sudah berdandan rapi sempat bertanya padaku.
“Rik.. tumben rapi.. mau kemana..?” tanya Tante Septi padaku.
“mau makan – makan Tan.. hehe..” balasku tersenyum.
“tumben.. ada acara apa..?” tanya Tante Septi heran.
“Bayu punya pacar.. terus dia ngajak makan – makan..” balasku ke Tante Septi.
“Bayu siapa..?” tanya Tanteku yang penasaran.
“Bayu anaknya Lek Narsi..” balasku menjelaskan.
“oohhh… adikmu aja udah punya pacar.. kamu kapan..?” ucap Tante Septi menyindirku.
“hmm.. ya doakan aja Tan..” balasku kemudian.
“doa aja tanpa usaha ya sama aja donk..” ucap Tante Septi sinis.
“ini juga lagi usaha Tan..” ucapku mulai jengkel.
“ohh.. aku kira kamu takut sama cewek.. hihihi..” ucap Tante Septi mengejekku.
“udahlah aku pergi dulu..” balasku kesal.
“hati – hati ya… jangan lupa usaha.. hihihi…” ucap Tante Septi terkekeh.
Aku yang sudah malas tidak menanggapinya. Setelah maghrib, aku sudah pergi untuk menjemput Monic, setelah itu aku dan Monic langsung menuju ke cafe tempat Bayu mengajakku. Saat sampai disana, aku melihat Bayu dan Isna yang sudah duduk di sebuah meja.
“sudah lama dek..?” tanyaku ke Bayu.
“belum mas.. baru aja..” balas Bayu padaku.
“kenalin ini temanku..” ucapku memperkenalkan Monic.
“Monic..” ucap Monic mengajak salaman.
“Bayu..” balas Bayu menyalami Monic.
“cie.. cie.. akhirnya Isna punya pacar..” ucap Monic menggoda Isna.
“apa sih mbak..” balas Isna yang malu – malu.
Kami kemudian mengobrol ringan sambil menikmati hidangan. Monic dan Isna terlihat akrab karena sebelumnya sudah sama – sama kenal. Aku dan Monic terus menggoda Bayu dan Isna yang lagi kasmaran. Sesekali kami tertawa melihat tingkah Bayu yang lucu dan salah tingkah.
“kalian pacaran sudah berapa lama..?” ucap Bayu tiba – tiba mengagetkanku.
Aku yang kemudian melihat Monic juga terlihat kaget. Aku hanya diam karena bingung mau menjawab apa, dan sepertinya Monic merasakan hal yang sama. Disaat kami yang sedang terdiam, tiba – tiba datang seseorang yang langsung duduk bergabung dengan kami.
“maaf ya aku telat..” ucap Ratna cuek.
“iya mbak gak papa..” balas Bayu yang merasa tidak enak.
Aku hanya diam saat melihat Ratna yang datang dan saat aku melihat Bayu, dia terlihat seperti meminta maaf padaku dan aku hanya mengangguk tanda tidak apa – apa.
“kok pada diam..?” ucap Ratna memecah keheningan.
“kayaknya aku sendiri deh yang gak ada pasangan..” lanjut Ratna menyindir.
Aku melihat Monic yang bingung melihat tingkah Ratna, dan sepertinya Monic juga tidak nyaman dengan sikapnya.
“kamu pacarnya Riki ya.. kenalin aku Ratna, TEMANnya Riki..” ucap Ratna ke Monic dan Ratna sengaja memperjelas kata teman.
“Monic..” balas Monic menyalami Ratna.
“kalian sudah lama ya pacaran..?” ucap Ratna kemudian.
Aku hanya diam melihat tingkah Ratna yang semakin kacau.
“kok gak dijawab.. salah ya aku tanyanya..” ucap Ratna yang membuatku geram.
“kamu kenapa sih Na..?” tanyaku yang akhirnya bersuara.
“aku gak papa kok.. aku seneng aja kalian pacaran..” balas Ratna yang dibuat secuek mungkin.
“pacarmu cantik kok Rik.. gak kayak aku..” ucap Ratna kemudian.
“maaf.. aku pulang dulu..” ucap Monic yang kemudian pergi.
Aku yang geram melihat tingkah Ratna kemudian mengejar Monic.
“Mon.. aku antar pulang..” ucapku mengejar Monic.
“gak usah.. aku bisa pulang sendiri..” balas Monic yang berjalan keluar.
“Mon.. tunggu Mon..” ucapku memegang tangannya.
“Rik.. aku mohon biarkan aku sendiri..” balas Monic yang terlihat berkaca – kaca.
“tapi Mon..” ucapku tertahan.
“aku gak tau kamu punya hubungan apa dengan cewek itu, tapi aku melihat dia lebih mengenalmu dari pada aku..” balas Monic menangis.
“taksi..!!” teriak Monic memberhentikan taksi.
Monic kemudian masuk dan pergi meninggalkanku di pinggir jalan. Aku yang geram kemudian masuk kembali ke dalam cafe dan menemui Ratna yang terlihat puas melihatku ribut dengan Monic.
“puas kamu..!! Lebih baik kamu menamparku lagi dari pada bertindak konyol..!!” ucapku ke Ratna.
“maaf dek.. aku pulang dulu..” pamitku ke Bayu.
Aku kemudian memacu motorku pergi dari cafe tersebut. Sepanjang perjalanan aku hanya bisa memaki, dan entah makianku itu aku tujukan ke siapa. Mungkin lebih baik aku memaki diriku sendiri karena sikapku yang tidak tegas. Aku masih bisa menerima saat Dini dan Ratna yang pergi meninggalkanku, tapi aku tidak bisa kalau sampai Monic yang pergi meninggalkanku.
Ditinggalkan oleh orang yang kita sayang tentu saja bukan suatu hal yang mudah, sering kali terbayang saat masih bersama dengannya. Setiap pengalaman dan kenangan manis saat bersamanya pasti mempunyai tempat tersendiri di hati. Tidak heran jika aku merasa hancur saat harus ditinggalkan atau bahkan kehilangan orang yang aku sayang.
Dan di malam tahun baru ini seharusnya aku bergembira dan menikmati perayaan bersama orang yang aku sayang. Tapi semua itu tidak terjadi karena satu per satu orang yang aku sayang pergi meninggalkanku. Meskipun begitu aku sadar bahwa segala sesuatu pasti ada yang datang dan pergi, karena aku yakin dibalik kejadian yang sudah terjadi pasti ada hal baik yang bisa kita ambil hikmahnya.
Kesedihan yang mendalam adalah saat kita kehilangan orang yang kita sayang pergi dengan hati yang terluka.
Bersambung